Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Aktivitas Fisik

2.1.1 Pengertian Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik merupakan suatu gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka

dan membutuhkan energi, termasuk aktivitas yang dilakukan saat bekerja, bermain,

melakukan pekerjaan rumah tangga, bepergian dan kegiatan rekreasi (WHO, 2017).

Menurut Almatsier (2012) ativitas fisik ialah gerakan fisik yang dilakukan

oleh otot tubuh dan system penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh

yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.

2.1.2 Jenis-Jenis Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan intensitas dan besaran

kalori yang digunakkan, yaitu: aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas

fisik berat. (Kemenkes, 2018)

1. Aktivitas fisik berat: selama beraktivitas, tubuh mengeluarkan banyak keringat,

denyut jantung dan frekuensi nafas meningkat sampai terengah-engah. Energi

yang dikeluatkan >7 Kcal/menit. Contoh aktivitas fisik berat:

a. Berjalan sangat cepat (kecepatan lebih dari 5 km/jam), berjalan mendaki

bukti, berjalan dengan membawa beban di punggung, naik gunung, jogging

(kecepatan 8 km/jam) dan berlari.

b. Pekerjaan seperti mengangkut beban berat, menyekop pasir, memindahkan

batu bata, menggali selokan dan mencangkul.

c. Pekerjaan rumah seperti memindahkan perabot yang berat dan

menggendong anak.

d. Bersepeda lebih dari 15 km/jam dengan lintasan mendaki, bermain basket,

5
6

badminton dan sepak bola.

2. Aktivitas fisik sedang: saat melakukan aktivitas fisik sedang tubuh sedikit

berkeingat, denyut jantung dan frekuensi nafas menjadi lebih cepat. Energi yang

dikeluarkan: 3,5 – 7 Kcal/menit. Contoh aktivitas fisik sedang:

a. Berjalan cepat (kecepatan 5 km/jam) pada perukaan rata di dalam atau di

luar rumah, di kelas, ke tempat kerja atau ke toko dan jalan santai dan jalan

sewaktu istirahat kerja

b. Memindahkan perabot ringan, berkebun, menanam pohon dan mencuci

mobil.

c. Pekerjaan tukang kayu, membwa dan Menyusun balok kayu, membersihkan

rumput dengan mesin pemotong rumput

d. Bulu tangkis rekreasional, dansa, bersepeda pada lintasan datar dan

berlayar.

3. Aktifitas fisik ringan: kegiatan yang hanya memerlukan sedikit tenaga dan

biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan. Energi yang

dikeluarkan <3,5 kcal/menit. Contoh aktivitas fisik ringan :

a. Berjalan santai di rumah, kantor atau pusat perbelanjaan

b. Duduk bekerja di depan computer, membaca, menulis, menyetir dan

mengoperasikan mesin dengan posisi duduk atau berdiri

c. Berdiri melakukan pekerjaan rumah tangga ringan seperti mencuci piring,

strika, memasak, menyapu, mengepel lantai dan menjahit.

d. Latihan peregangan dan pemanasan dengan gerakan lambat.

e. Membuat prakarnya, bermain video game, menggambar, melukis dan

bermain music

f. Bermain billyard, memancing memanah, menembak, golf dan naik kuda


7

2.1.3 Manfaat Aktivitas Fisik

Manfaat aktivitas fisik diantaranya adalah :

1. membangun dan mendorong harga diri

2. Meningkatkan stabilitas dari tubuh

3. Membangun kekuatan otot, jantung dan tulang

4. Mengembangkan keterampilan mengontrol objek tertentu

5. Mengembangkan keterampilan motoric halus dan motoric kasar

6. Meningkatkan kemampuan berpikir

7. Mengembangkan pengenalan terhadap benda, warna dan bentuk

8. Mengembangkan ketahanan dalam system kardiovaskuler

Aktivitas fisik dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah factor

fisiologis atau perkembangan (pertumbuhan, kesegaran jasmani, keterbatasan fisik,

lingungan (fasilitas, musim, keamanan), factor psikologis, factor social, dan demografi

(pengetahuan, sikap teman sebayam status ekonomim jenis kelamin dan usia).

2.1.4 Peran Keluarga dan Kader untuk Mendorong Kativitas Setiap Hari

Menurut Proverawati (2012) peran keluarga dan kader untuk mendorong

aktivitas fisik setiap hari yaitu :

1. Manfaatkan setiap kesempatan di rumah untuk meningkatkan tentang

pentingknya melakukan aktivitas fisik

2. Bersama anggota keluarga sering melakukan kegiatan fisik secara berasama,

misalnya jalan pagi Bersama, membersihkan rumah secara Bersama-sama dll

3. Ada pembagian tugas untuk membersihkan rumah atau melaksanakan pekerjaan

di rumah

4. Kader mendorong lingkungan tempat tinggal untuk menyediakan fasilitas

olahraga dan tempat bermain untuk anak

5. Kader memberikan penyuluhan tentang pentingnya melakukan aktivitas fisik


8

2.1.5 Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

1. Umur

Aktivitas seseorang meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30

tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh,

kir-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini

dapat dikurangi sampai separuhnya (Karim, 2010)

2. Jenis kelamin

Sampai pubertas biasnya aktivitas fisik lansia laki-laki hamper sama dengan

lansia perempuan, tetapi biasanya laki-laki mempunyai nilai yang jauh leboh

besar (Karim, 2010).

3. Pola makan

Makanan salah satu factor yang mempengaruhi aktivitas, karenan bila jumlah

makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa mudah

Lelah dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olahraga atau menajalankan

aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang berlemak juga banyak

mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari ataupun

berolahraga, sebaiknya makanan yang akan dikonsumsu dipetimbangkan

kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan energo namun tidak

dapat dikeluakan secara maksimal (Karim, 2010).

4. Penyakit atau kelainan pada tubuh

Berpengaruh terhadap kapasitas jantung parum postur tubuhm obesitas,

hemoglobin/sel, darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti di atas

akan mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan. Seperti kekurangan sel darah

merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan olah raga

yang berat. Obesitas juga menjadikan kesulitas dalam melakukan aktivitas fisik

(Karim, 2010).
9

2.1.6 Latihan Fisik Bagi Lansia

Latihan fisik sangat penting bagi lansia dalam meningkatkan kualitas hidup.

Latihan yang teratur dapat meningkatkan hubungan sosial, meningkatkan kesehatan

fisik dan kesehatan mental. Latihan juga berperan penting dalam mengurangi risiko

penyakit dan memelihara fungsi tubuh lansia (Ko & Lee, 2012)

1. Pemanasan

Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan menyiapkan

fungsi organ tubuh agar mampu menerima pembebanan yang lebih berat pada

saat latihan sebenarnya. Pemanasan yang dilakukan dengan benar akan

mengurangi cidera atau kelelahan. Terdapat beberapa gerakan senam lansia yang

dikategorikan sebagai pemanasan, yaitu:

a. Peregangan otot lengan, bahu, dan pinggang. Peregangan dilakukan dengan:

1) membuka kaki selebar bahu

2) Bersama-sama luruskan kedua lengan ke muka telapak tangan kiri ibu

jari bersilangan.

3) Pandangan lurus ke depan, kemudian tahan.

4) Pada hitungan ke delapan, tarik kedua tangan di depan dada dan telapak

tangan menghadap ke bawah.

b. Melemaskan otot leher

1) Melakukan gerakan jalan di tempat sambil menegakkan kepala

bergantian dengan menundukkan kepala.

2. Kondisioning (Inti)

Setelah pemanasan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau gerakan

inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan yang

sesuai dengan tujuan program latihan. Beberapa gerakan inti yang dapat

dilakukan adalah:
10

a. Gerakan tangan

1) Mengangkat tangan kedepan, ke atas, ke samping, ke belakang

2) Gerakan tangan membuka dan menyilang

3) Mendorong dan memompa ke depan, ke atas, dan ke samping

4) Gerakan tangan meninju, ke depan, ke samping, ke atas, ke bawah, dan

menyilang

5) Gerakan mengayun satu tangan atau dua tangan

6) Tepukan, antara lain kedua tangan menepuk, tangan

7) Menepuk paha, bahu, dan lain sebagainya.

b. Gerakan Kaki

1) Berjalan di tempat

2) Berbaris

3) Melangkah satu atau dua Langkah

4) Melompat satu kaki atau dua kaki ke samping, ke depan, dan ke belakang

5) Mengangkat lutut

6) Tendangan, ke belakang, ke depan, dan ke samping

3. Pendinginan

Tahap ini bertujuan mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum

berlatih dengan melakukan serangkaian Gerakan. Tahapan ini ditandai dengan

menurunnya frekuensi detak jantung, menurunnya suhu tubuh, dan semakin

berkurangnya keringat.

Gerakan pada tahap ini terdiri dari:

a. Kedua kaki dibuka selebar bahu, lingkarkan satu tangan ke leher dan tahan

dengan tangan lainnya. Hitungan 8-10 kali dan lakukan pada sisi lainnya.

b. Posisi tetap, tautkan kedua tangan lalu gerakkan ke samping dengan gerakan

setengah putaran. Tahan 8-10 kali hitungan lalu arahkan tangan ke sisi
11

lainnya dan tahan dengan hitungan sama.

2.2 Kualitas Tidur Lansia

2.2.1 Kualitas tidur

Kualitas tidur merupakan suatu penyusun penting dan bagian yang esensial

dari kualitas hidup seseorang (Luo dkk, 2013). Tidur adalah salah satu indikator yang

dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kualitas hidup seseorang. Dengan kata

lain, kualitas tidur dapat menentukan kualitas hidupnya.

Berdasarkan pengertiannya, kualitas tidur yaitu suatu kondisi dimana

kesadaran seseorang terhadap sesuatu menurun, namun otak tetap bekerja sedemikian

rupa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktivitas jantung dan pembuluh darah serta

mempertahankan kekebalan tubuh, dalam memberikan energi pada tubuh dan dalam

proses kognitif (Sari, 2015). Konsep dari kualitas tidur adalah merasa bersemangat dan

siap untuk menghadapi segala aktivitas setelah bangun di pagi hari.

Adapun karakteristik yang dapat digunakan untuk menilai kualitas tidur

seseorang diantaranya:

1. Latensi tidur

2. Durasi tidur

3. Efisiensi tidur

4. Aspek subjektif seperti kedalaman tidur dan ketentraman dalam tidur

5. Gangguan tidur

6. Penggunaan obat tidur

7. Disfungsi pada siang hari.

Latensi tidur yaitu waktu yang dibutuhkan seseorang untuk tertidur, dapat

dihitung dengan selisih antara waktu menuju ke tempat tidur dengan waktu pada saat

individu tersebut jatuh tertidur (Eser dkk, 2007). Efisiensi tidur sendiri merupakan nilai

yang didapatkan dari perbandingan jumlah waktu tidur sebenarnya dengan total waktu
12

yang dihabiskan seseorang di tempat tidur hingga terbangun di pagi hari (Luo dkk,

2013).

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang,

diantaranya adalah :

1. Fisik

Kondisi fisik seseorang sangat erat kaitannya dengan kualitas tidur yang

dimilikinya. Terutama pada lansia dengan keluhan ketidaknyamanan fisik

seperti batuk, kram kaki, pegal-pegal pada tubuh dan perut kembung cenderung

mengalami penurunan kualitas tidur. Hal ini dikarenakan keluhan fisik tersebut

akan membangunkan seseorang secara spontan akibat perasaan tidak nyaman,

sehingga membuat tidurnya tertunda. Selain itu keinginan untuk buang air kecil

di malam hari sehingga mengharuskan mereka untuk pergi ke toilet merupakan

hal yang mengganggu tidur lansia.

2. Psikososial

Memasuki fase lansia akan membuat seseorang mengalami perubahan

dalam hal psikososial. Lansia mudah mengalami kecemasan dan kekhawatiran

berlebih serta depresi yang dapat mengganggu tidur mereka. Perasaan tidak lagi

mampu menikmati kehidupan dan rasa kesepian merupakan gangguan tidur yang

berat. Lansia yang telah kehilangan pasangan hidupnya cenderung mengalami

stress emosional yang akhirnya mengganggu tidur.

3. Lingkungan

Faktor lingkungan ikut berkontribusi dalam mempengaruhi kualitas tidur

seseorang. Kondisi seperti adanya suara bising dan aktifitas orang lain disekitar

dapat menganggu tidur, terutama pada lansia. Suhu ruangan yang panas dan

pencahayaan yang terlalu terang tergolong sebagai gangguan tidur yang sedang,
13

yang akhirnya menurunkan kualitas tidur.

4. Gaya Hidup

Gaya hidup tentu memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas

tidur seseorang. Terutama pada lansia, tidur siang yang pendek dan diikuti

dengan latihan fisik sedang pada sore hari dapat memberikan kualitas tidur yang

baik. Menghentikan aktivitas fisik seperti hubungan sosial dengan teman,

pekerjaan dan berada di dalam kamar sepanjang hari terbukti meningkatkan

kemungkinan terjadi insomnia. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok,

serta minum kopi sebelum tidur dapat mengganggu pola tidur normal .

2.2.3 Perubahan Tidur Pada Lansia

Seiring dengan peningkatan usia dan proses penuaan akan berdampak pada

terjadinya perubahan pada pola tidur seseorang. Pada lansia terdapat berbagai faktor

yang memicu proses patologis yang menyebabkan terjadinya perubahan pola tidur

(Mohede dkk, 2013).

Perubahan tidur yang khas pada lansia yaitu kemajuan fase sirkadian,

penurunan tidur gelombang lambat, pengurangan secara absolut tidur REM,

peningkatan pada stadium 1 sehingga meningkatkan fragmentasi tidur atau disrupsi dari

pola tidur. Pada lansia umumnya ditemukan perubahan berupa kedalaman tidur yang

terganggu, sehingga apabila terdapat stimulus dari lingkungan disekitarnya, maka lansia

akan lebih sering terbangun dibandingkan dengan orang dewasa muda normal yang

terbangun hanya 2-4 kali dalam semalam.

Adanya penurunan jumlah total waktu tidur, mudah terbangun di malam hari

dan terbangun lebih awal dapat memberikan perasaan tidak segar di pagi hari dan

kepuasan tidur yang berkurang. Hal tersebut berdampak pada munculnya keluhan

mengantuk, keletihan dan mudah jatuh tidur di siang hari. Lansia cenderung pergi ke

tempat tidur lebih awal dibandingkan dengan orang dewasa muda, namun
14

membutuhkan waktu yang lama untuk jatuh tertidur (latensi tidur memanjang) dan lebih

sering terbangun di malam hari.

Perubahan pola tidur pada lansia juga berdampak pada kemampuannya dalam

bekerja. Seorang lansia didapatkan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan waktu

bekerja di malam hari dibandingkan dengan orang dewasa muda (Voinescu dan Tatar,

2015).

Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam

mentoleransi jadwal tidur bangun, sehingga rentan terhadap perubahan jam kerja

(Guyton & Hall, 2011).

Kualitas tidur dapat berbeda-beda pada setiap individu. Dalam suatu

penelitian ditemukan bahwa kualitas tidur antara perempuan dan laki-laki berbeda

secara signifikan. Prevalensi individu dengan kualitas tidur yang buruk ditemukan lebih

tinggi pada perempuan (45.8% , 95%CI = 41.9–49.7%) daripada laki-laki (35.8%,

95%CI = 31.4–40.1%). Selain dari aspek jenis kelamin, prevalensi dari kualitas tidur

yang buruk ditemukan mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia (Luo

dkk, 2013).

Anda mungkin juga menyukai