Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN

KEMANDIRIAN PERAWATAN DIRI PASIEN


SKIZOFRENIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUAK RIBEE
MEULABOH

Oleh :

MISBAH HERAWATI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
MEULABOH
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan masalah gangguan jiwa yang sebenarnya

prevalensinya kecil, namun masih menjadi masalah yang krusial di Indonesia karena

dampak yang diakibatkannya, ini dikarenakan penderita skizofrenia di Indonesia lebih

dari 80% tidak diobati dan tidak ditangani secara optimal baik dari keluarga maupun

tim medis. Penderita skizofrenia dibiarkan di jalan-jalan, bahkan ada pula yang

dipasung oleh keluarganya. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya peningkatan

jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke waktu. (Susanto, 2009)

Menurut data World Health Organisasi (WHO) tahun 2016, terdapat 21 juta

orang terkena skizofrenia. Studi epidemologi pada tahun 2010 menyebutkan bahwa

perkiraan angka prevalensi skizofrenia di Indonesia 0,3-1 persen dan biasanya timbul

pada usia 18-45 tahun, namun ada pula yang masig berusia 11-12 tahun sudah

menderita skizifrenia. Apalagi jumlah penduduk Indonesia sekitar 256.603.197 jiwa,

maka estimasi jumlah penderita 2.566.031 jiwa adalah skizofrenia. Berdasarkan Hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden gangguan jiwa berat

skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Laporan dari

Human Rights Watch (HRW) mencatat 57.000 orang didiagnosis masalah kejiwaan,

dan sebanyak 18.800 orang di Indonesia dipasung dan mengalami pengabaian dari

keluarga (HRW, 2016).

Faktor penyebab terjadinya skizofrenia diantaranya adanya tekanan

psikologis dari luar individu maupun tekanan dari dalam individu. Kombinasi faktor-

faktor kekecewaan mendalam, trauma psikis dalam kehidupan juga menjadikan


sesekorang skizofrenia. Depresi juga dapat menjadi pencetus gangguan jiwa,

akumulasi stress, dan juga ditambah ketidakmampuan mengelolanya dapat membuat

seseorang berpeluang menderita skizofrenia. Pada umunnya penderita skizofrenia

mengalami gangguan halusinasi. Hal ini berkaitan erat dengan kelebihan

neurotransmitter diarea otak tertentu. Kemudian penderita skizofrenia mengalami

pengumpulan perasaan, seperti sedih dan senang tidak kelihatan, lama kelamaan

penderita akan menarik diri dari pergaulan bahkan mengurung diri di kamar seperti

kehilangan semangat hidup (Dermawan, 2013).

Orang yang mengalami skizofrenia mengakibatkan seseorang tersebut

kehilangan orientasi terhadap perawatan dirinya. Kurangnya pemenuhan kebutuhan

perawatan diri adalah keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan dalam

perawatan diri seperti personal hygiene/mandi, toileting (BAK/BAB), berhias, makan.

Dalam teori self care, Dorothea Orem menganggap bahwa perawatan diri merupakan

suatu kegiatan membentuk kemandirian individu yang akan meningkatkan taraf

kesehatannya. Sehingga bila mengalami defisit perawatan diri, ia membutuhkan

bantuan dari keluarga untuk memperoleh kemandiriannya kembali (Hapsah, 2008)

Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuhan

yang sangat berarti bagi penderita, sayangnya masyarakat sendiri justru mengasingkan

keberadaan penderita gangguan jiwa sehingga hal ini turut mempengaruhi sikap

keluarga terhadap pasien bahkan gangguan jiwa dianggap sebagai penyakit yang

membawa aib bagi keluarga, sehingga keluarga menjadi stress, bingung, marah, cemas,

tak berdaya, menyalahkan satu sama lain, malu yang sering disebut sebagai beban

subjektif keluarga sehingga diputuskan untuk dibuang oleh keluarganya sendiri

(Sumarjo, 2004). Pernyataan ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

wardani, Hamid, Wiarsih, dan Susanti (2012) menemukan adanya pengabaian oleh
keluarganya yang ditunjukkan ketika keluarga merawat penderita skizofrenia.

Pengabaian yang dilakukan oleh keluarga disebabkan oleh factor stress dan kurangnya

sumber daya, selain itu pengabaian pasif terjadi akibat caregiver burn out yang

dirasakan keluarga akibat kelelahan menghadapi ketidakpatuhan klien dan

ketidakberhasilan keluarga membuat klien mau minum obat. Sehingga dukungan

keluarga dangat dibutuhkan untuk merawat penderita sklizofrenia yang ada dirumah,

terutama dukungan instrumental yang berikan meliputi seluruh aktivitas yang

berorientasi pada tugas perawatan klien di rumah.

Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian perawatan diri

pada skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribee Meulaboh

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian

perawatan diri pasien Skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribee

Meulaboh.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga pasien skizofenia wilayah kerja

Puskesmas Suak Ribee Meulaboh

b. Mengidentifikasi kemandirian perawatan diri pasien skizofrenia di wilayah

kerja Puskesmas Suak Ribee Meulaboh

c. Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian

perawatan diri pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Suak Ribee

Meulaboh

Anda mungkin juga menyukai