Anda di halaman 1dari 6

BAB I

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan masalah gangguan jiwa yang sebenarnya prevalensinya

kecil, namun masih menjadi masalah yang krusial di Indonesia karena dampak yang

diakibatkannya, ini dikarenakan penderita skizofrenia di Indonesia lebih dari 80%

tidak diobati dan tidak ditangani secara optimal dari keluarga. Penderita skizofrenia

dibiarkan di jalan-jalan, bahkan ada pula yang dipasung oleh keluarganya. Kondisi

seperti ini memungkinkan terjadinya peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari

waktu ke waktu (Susanto, 2019).

Menurut data World Health Organisasi (WHO) tahun 2016, terdapat 21 juta

orang terkena skizofrenia. Studi epidemiologi pada tahun 2010 menyebutkan bahwa

perkiraan angka prevalensi skizofrenia di Indonesia 0,3–1 persen dan biasanya timbul

pada usia 18–45 tahun, namun ada pula yang masih berusia 11– 12 tahun sudah

menderita skizofrenia. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2018, insiden gangguan jiwa berat skizofrenia adalah 6,4 per 1000 penduduk. Hasil

riset riskesdas 2018 juga menyebutkan sebanyak 84,9% pengidap sizofrenia/psikosis

di Indonesia telah berobat. Namun yang meminum obat tidak rutin lebih rendah

sedikit daripada yang meminum obat secara rutin. Tercatat sebanyak 48.9% penderita

psikosis tidak meminum obat secara rutin dan 51,1% meminum secara rutin.

Sebanyak 36,1% penderita yang tidak rutin minum obat dalam satu bulan terakhir

beralasan merasa sudah sehat. Sebanyak 33,7% penderita tidak rutin berobat dan

23,6% tidak mampu membeli obat secara rutin. (Kemenkes,2018). LANJUT DINkes.

Puskesmas Puger merupakan Puskesmas yang berada di kecamatan Puger yang

mempunyai prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Kabupaten Jember. Berdasarkan


hasil studi pendahuluan, pada bulan Januari hingga bulan April 2020 terdapat 65

Orang dengan gangguan jiwa(ODGJ) yang berobat di Poli Khusus Puskesmas Puger.

Sebanyak 65 penderita skizofrenia telah berobat. Namun yang berobat rutin ke

puskesmas sebanyak 56 penderita (86,2%), selebihnya petugas yang melakukan

kunjungan rumah(13,8%).

Faktor penyebab terjadinya skizofrenia diantaranya adanya tekanan psikologis

dari luar individu maupun tekanan dari dalam individu. Kombinasi faktor-faktor

kekecewaan mendalam, trauma psikis, depresi dalam kehidupan menjadi pencetus

seseorang berpeluang menderita skizofrenia. Pada umumnya penderita skizofrenia

mengalami gejala halusinasi dan dalam hal ini peran keluarga dalam pengobatan

penderita skizofrenia juga sangat penting. Dukungan keluarga dan teman merupakan

salah satu obat penyembuhan yang sangat berarti bagi penderita, sayangnya

masyarakat sendiri justru mengasingkan keberadaan penderita gangguan jiwa

sehingga hal ini turut mempengaruhi sikap keluarga terhadap pasien bahkan

gangguan jiwa dianggap sebagai penyakit yang membawa aib bagi keluarga,

sehingga keluarga menjadi stress, bingung, marah, cemas, tak berdaya, menyalahkan

satu sama lain, malu yang sering disebut sebagai beban subjektif keluarga sehingga

diputuskan untuk dibuang oleh keluarganya sendiri (Sumarjo, 2004). Pernyataan ini

didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani, Hamid, Wiarsih, dan

Susanti (2012) menemukan adanya pengabaian oleh keluarganya yang ditunjukkan

ketika keluarga merawat penderita skizofrenia. Pengabaian yang dilakukan oleh

keluarga disebabkan oleh faktor stres dan kurangnya sumber daya, selain itu

pengabaian pasif terjadi akibat caregiver burn out yang dirasakan keluarga akibat

kelelahan menghadapi ketidakpatuhan klien dan ketidakberhasilan keluarga membuat

klien mau minum obat. Sehingga dukungan keluarga sangat dibutuhkan untuk
merawat penderita skizofrenia yang ada dirumah, terutama dukungan instrumental

yang diberikan meliputi seluruh aktivitas yang berorientasi pada tugas perawatan

klien di rumah (Garcia, 2016). Beberapa riset yang dilakukan di Indonesia

membuktikan bahwa dukungan keluarga mempunyai efek positif terhadap

penyembuhan pasien atas penyakit yang dideritanya.

Dukungan keluarga berfaedah besar bagi proses penyembuhan penyakit kronis

termasuk skizofrenia (Palealu et al., 2018). Dukungan keluarga dapat mengurangi

50% kekambuhan pasien dan rehospitalisasi, 50% pasien skizofrenia dapat dirawat

jalan oleh keluarga setelah dipulangkan selama 1 tahun. Dalam waktu 6 bulan pasca

rawat hanya sekitar 30-40% penderita yang mengalami kekambuhan, setelah 1 tahun

pasca rawat 40-50% penderita mengalami kekambuhan (Hardianto, 2009). Oleh

karena itu, dukungan keluarga merupakan salah satu komponen terpenting dalam

penyembuhan penyakit kronis seperti skizofrenia.

Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat kekambuhan Pasien

gangguan Skizofrenia di Poli Khusus Puskesmas Puger.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini

ialah sebagai berikut.

1. Bagaimana tingkat dukungan keluarga pasien skizofrenia di poli khusus Puskesmas

Puger ?

2. Bagaimana tingkat kekambuhan pasien gangguan skizofrenia di poli khusus

Puskesmas Puger?

3. Apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan


pada pasien gangguan skizofrenia di poli khusus Puskesmas Puger?

C. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, tujuan dalam penelitian

ini ialah sebagai berikut.

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pada pasien gangguan

skizofrenia di poli khusus Puskesmas Puger

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat dukunga keluarga pasien gangguan skizofrenia di

Puskesmas Puger.

b. Untuk mengetahui tingkat kekambuhan pasien gangguan skizofrenia di

Puskesmas Puger.

D. Manfaat

1. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat menambah informasi di dalam perpustakaan tentang

dukungan keluarga, perawatan diri pasien skizofrenia dan untuk meningkatkan

pengetahuan bagi pembaca tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan

kemandirian perawatan diri pasien skizofrenia.

2. Bagi tempat penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi keluarga

akan pentingnya dukungan keluarga terhadap anggota keluarganya yang


mengalami skizofrenia didalam melakukan perawatan diri.

3. Bagi tenaga medis/kesehatan

Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi pengembangan program untuk

keluarga yang memiliki anggota skizofrenia.

4. Bagi peneliti yang selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya bisa menganalisa faktor-faktor lain

terhadap skizofrenia.

Anda mungkin juga menyukai