Anda di halaman 1dari 20

Tugas metopen

Nama : mikki sindi

Nim : 21012022

Kls : Aj samainda

Judul : hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di RSJD
Atma husada Mahakam samarinda

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan penyakit yang statusnya sama dengan penyakit lain yang bisa
diobati dan disembuhkan. Pada banyak kasus, pasien gangguan jiwa secara medis dinyatakan
sembuh dan dikembalikan kepada keluarganya (Sari, 2017). Oleh sebab itu, peran keluarga
sangat penting dalam proses penyembuhan gangguan jiwa, dengan pasien dekat dengan
keluarga yang bersikap terapeutik dan mendukung pasien, masa kesembuhan pasien dapat
dipertahankan selama mungkin. Kekambuhan pada pasien skizofrenia menimbulkan dampak
yang buruk ,bagi keluarga, klien dan rumah sakit. Dampak kekambuhan bagi keluarga yakni
menambah beban keluarga dari segi biaya perawatan dan beban mental bagi keluarga karena
anggapan negatif masyarakat kepada klien. Sedangkan bagi klien adalah sulit diterima oleh
lingkungan dan masyarakat sekitar. Kekambuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya ekspresi emosi, dukungan keluarga, dan faktor kepatuhan minum obat.

Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2013 menunjukkan terdapat
sekitar 450 juta orang menderita gangguan neuropsikiatri, termasuk skizofrenia. Kekambuhan
rata-rata penderita skizofrenia dalam dua tahun adalah 1,48 kali. Sedangkan pada tahun 2014
jumlah penderita skizofrenia sekitar 21 juta orang di seluruh dunia,tetapi 2 tidak seperti jumlah
penderita mental lainnya. Perkiraan penduduk indonesia yang menderita gangguan skizofrenia
sebesar 2-3% jiwa. Pada tahun 2013 penduduk Indonesia mengalami skizofrenia sebanyak
0,17% atau sebesar 400 ribu jiwa (Riskesdas dan Pusdatin, 2013). Hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas, 2013) menyebutkan bahwa terdapat 1 juta jiwa berat dan 19 pasien gangguan
skizofrenia ringan di indonesia. Untuk wilayah Kalimantan sendiri khusunya kota samarinda di
ketahui terdapat peningkatan jumlah penderita di lihat dari peningkatan jumlah kunjungan di
poli rawat jalan RSJD atma husada dan pasien dalam perawatan di ruang rawat inap.

studi pendahuluan kepada 10 responden ditemukan 5 orang responden mengamuk


sehingga dikurung dalam ruangan tersendiri, kemudian 3 orang ditemukan tidak terawatseperti
Bau, 2 orang putus obat karena keluarga tidak mau mengambil obat pasien ke puskesmas.

salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan pasien skizofrenia adalah kurangnya
peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit
tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani
perilaku penderita di rumah (Nurdiana, 2007). Keluarga dapat menjadi faktor penyebab utama
kekambuhan penderita skizofrenia setelah faktor ketidakteraturan minum obat. Keluarga
merupakan orang atau lingkungan terdekat penderita skizofrenia karena adanya beban bagi
keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami skizofrenia mengakibatkan keluarga
tidak memperdulikan dan bersikap keliru pada pasien. Sehingga dukungan dan sikap keluarga
dalam merawat pasien yang kurang tepat dapat menyebabkan kekambuhan.

Perlu diketahui bahwasanya bila pasien skizofrenia mengalami kekambuhan maka


pasien tersebut akan mengulangi pengobatan dari awal. Untuk mengatasi terjadinya
kekambuhan peneliti memiliki cara dengan memberikan dukungan keluarga seperti
menyisihkan waktu untuk kontrol, sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan pada
pasien skizofrenia. Semakin banyak dukungan yang diberikan maka kemungkinan pasien
skizofrenia untuk kambuh sangat kecil. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa
tertarik untuk meneliti tentang Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan
Pada Pasien Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas mangkupalas samarinda seberang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan pertanyaan masalah penelitian
“Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien
skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas mangkupalas samarinda seberang?
Geger Kabupaten Madiun?”
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pada
penderita skizofrenia di Wilayah Puskesmas mangkupalas samarinda seberang.

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi dukungan keluarga pada penderita Skizofrenia di rsjd atma
husada
2. Untuk mengidentifikasi Kekambuhan pada pasien skizofrenia di Rsjd atma husada
3. Untuk menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien
skizofrenia di Rsjd atma husada
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan
pada pasien skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas mangkupalas samarinda seberang,
Sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan ilmu keperawatan jiwa
terkait upaya dukungan keluarga.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan pengetahuan pada masyarakat
bahwa dukungan keluarga dapat memberikan pencegahan kekambuhan bagi penderita
skizofrenia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dukungan Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah,hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam
satu rumah tangga,berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010).
2. Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sikap,tindakan penerimaan
keluarga terhadap anggota keluarganya,berupa dukungan informasional,dukungan
penilaian,dukungan instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga
adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap,tindakan,dan
penerimaan terhadap anggota keluarga,sehingga anggota keluarga merasa ada yang
memperhatikannya. Jadi dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-
dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai 7 sesuatu yang dapat
diakses atau diadakan untuk keluarga yang selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan (Erdiana,2015).
3. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2010):
a. Fungsi afektif : Gambaran tentang keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarganya dalam memberikan kasih sayang kepada pasien
skizofrenia.
b. Fungsi sosialisasi : Interaksi atau hubungan dalam suatu keluarga,bagaimana
keluarga belajar disiplin,norma,budaya dan perilaku.
c. Fungsi kesehatan
d. Fungsi ekonomi

4. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan


Menurut Friedman (2010) tugas keluarga dalam bidang kesehatan dibagi
menjadi yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat bagi
keluarga.
3. Memberikan perawatan untuk anggota keluarga yang sakit atau yang tidak
dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usia yang terlalu muda.
4. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan kesehatan
(pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

5. Peran Serta Keluarga


Menurut Deden Dermawan dan Rusdi (2013) asuhan keperawatan yang dapat
dilakukan keluarga terhadap pasien berikut:
1. Membina hubungan saling percaya keluarga dengan pasien seperti Sikap keluarga
yang bersahabat, penuh perhatian,hangat dan lembut.
2. Kontak sering tapi singkat
3. Tingkatkan hubungan pasien dengan lingkungan sosial secara bertahap, seperti
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan diri pasien, orang lain dan
keluarga.
4. Bimbing pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
keinginannya, ajak pasien untuk melakukan kegiatan sehari-hari di rumah
5. Hindarkan dari berdebat
6. Jika pasien ketakutan “Anda aman disini,saya akan membantu anda mempelajari
sesuatu yang membuat anda takut”.
7. Berikan obat sesuai peraturan
8. Jangan lupa kontrol

6. Peran Keluarga dalam Terapi Lingkungan


1. Distribusi Kekuatan
Keluarga mendistribusikan pengetahuan,pengalaman kepada seluruh anggota
keluarga agar kebutuhan yang dibuat berujuan yangg terbaik untuk klien.
2. Komunikasi terbuka
Komunikasi dilakukan oleh anggota kelurga untuk mendaptakan informasi guna
menetapkan keputusan.
3. Memperhatikan struktur interaksi yang meliputi:
a. Sikap bersahabat
b. Penuh prihatin
c. Lembut dan tegas
4. Aktivitas kerja
Diperlukan dorongan yang kuat dari lingkungan dengan jalan mengijinkan pasien
untuk memilih terapi. Akan lebih berarti bila dapat diterapkan pada pekerjaan yang
nyata.
5. Penyesuaian lingkungan dengan kebutuhan dan perkembangan klien
6. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
7. Penyelenggaraan proses sosialisasi
a. Membantu pasien belajar interaksi dengan orang lain, mempercayai orang lain,
sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
b. Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide,perasaan dan perilakunya
secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan-kegiatan orang tertentu.
c. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang
baru dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada
waktu luang.
d. Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan tepat dan serta terencana
terutama keluarga.
e. Beberapa diantaranya untuk menangani keluarga yang menderita gangguan jiwa:
1) Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan
memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga gejalagejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan
dalam jangka panjang waktu yang relatif lama,berbulan bahkan bertahun.
2) Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini
bermacammacam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk
memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus
asa dan semangat juangnya.
3) Terapi psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama
masih menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat
psikofarmaka (Hawari, 2007).
4) Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, memanjatkan pujian-pujian tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci.
5) Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat.program ini biasanya dilakukan dilembaga (institusi)
rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit. Dalam program rehabilitasi dilakukan
berbagai kegiatan antara lain: terapi kelompok yaang bertujuan membebaskan
penderita dari stress dan dapat membantu agar dapat mengerti jelas sebab dari
kesukaran dan membantu terbentuknya mekanisme pembelaan yang lebih baik dan
dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat, menjalankan ibadah keagamaan
bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olahraga, keterampilan, berbagai
macam kursus, bercocok tanam, rekreasi (Maramis, 1990).
7. Bentuk Dukungan Keluarga
Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, 2010) yaitu:
1. Dukungan Penilaian yang meliputi pertolongan pertama pada individu untuk
memahami kejadian penderita skizofrenia dan strategi pelaksanaan koping yang
digunakan pada penderita skizofrenia.
2. Dukungan Instrumental meliputi penyediaan dukungan jasmani seperti pelayanan,
bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata. Suatu kondisi dimana benda
atau jasa membantu dalam pemecahan masalah secara praktis bahkan bantuan
secara langsung.
3. Dukungan Informasional Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung
jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah,
memberikan nasihat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang
dilakukan. Keluargaa juga menyediakan informasi dengan menyarankan tentang
dokter, terapi dan tindakan yang baik dan spesifik untuk mengontrol emosi
keluarga terhadap penderita.
4. Dukungan emosi yaitu memberikan individu rasa nyaman,merasa dicintai saat
mengalami kekambuhan atau proses penyembuhan, bantuan dalam bentuk
semangat,empati,rasa percaya dan perhatian sehingga individu merasa berharga.

B. Konsep Kekambuhan Gangguan Jiwa


1. Pengertian Kekambuhan
Kambuh didefinisikan sebagai berulangnya atau kambuhnya gejala penyakit
status mental serupa dengan apa yang telah dialami sebelumnya The Free Dictionery
(2016 dalam Tlhowe, et al 2016). Pencegahan kekambuhan dalam perawatan
kesehatan mental adalah sangat penting untuk memanfaatkan keluarga menjadi
pendekatan yang berharga dalam pencegahan kekambuhan. Menurut Berglund,
Vahlne dan Edman (2003 dakam Tlhowe et al 2016) merawat orang dengan gangguan
jiwa dapat menjadi beban bagi keluarganya, sementara kurangnya dukungan dari
keluarga dapat mengakibatkan kekambuhan. Mencegah kekambuhan sangat penting
karena mengurangi dampak negatif dari penyakit mental pada individu, keluarga dan
masyarakat. Mencegah kambuh dapat meningkatkan, kualitas hidup orang dengan
penyakit mental, yang memungkinkan mareka ikut berperan dalam 20 kegiatan
rekreasi, pekerjaan, bersosialisasi, dan keluarga juga dapat menjadi pendekatan yang
sangat berharga dalam mencegah kekambuhan (Tlhowe, et al., 2016).
2. Faktor-Faktor Penyebab Kekambuhan
Menurut Yosep & Sutini (2016) mengatakan salah satu faktor penyebab kambuh
gangguan jiwa adalah keluarga yang tiddak tahu cara mengenai perilaku klien
dirumah. Menurut Sullinger (1998) dan Carson (1987), klien dengan diagnosa
skizofrenia diperkirakan kambuh 50% pada tahun pertama,70% pada tahun ke
dua,dan 100% pada tahun ke lima setelah pulang dari rumah sakit karena perlakuan
yang salah di rumah atau masyarakat.
Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu di rawat di rumah sakit, menurut
Sullinger (1998 dalam Yosep & Sutini, 2016) :
1. klien
sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan obat secara teratur
mempunyai kecenderungan untuk kambuh.
2. Dokter (pemberian resep)
makan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh namun pemakaian obat
neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping
3. Penanggung jawab klien
setelah pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas
program adaptasi klien di rumah.
4. Keluarga
Dengan terapi keluarga klien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi
stres.

3. Keluarga dalam Mencegah Kekambuhan


1. Keluarga merupakan tempat individu pertama memulai hubungan interpersonal
dengan lingkungan.
2. Keluarga merupakan suatu sistem yang utuh dan tidak terpisahkan sehingga jika
ada salah satu yang terganggu yang lain ikut terganggu.
3. Keluarga menurut Sullinger (1998) merupakan salah satu penyebab klien gangguan
jiwa menjadi kambuh lagi. Oleh karena itu diharapkan jika keluarga ikut berperan
dalam mencegah klien kambuh setidaknya membantu klien untuk dapat
mempertahankan derajat kesehatan mentalnya karena secara emosional tidak
dapat dipisahkan dengan mudah (Nasir & Muhith, 2011).

C. Skizofrenia
1. Pengertian Skizofrenia
Menurut Faisal (2008), penyakit Skizofrenia atau Schizophrenia artinya
kepribadian yang terpecah; antara perasaan,pikiran dan perilaku. Dalam artian apa yang
dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik skizofrenia
adalah orang yang mengalami gangguan emosi, perilaku dan pikiran. Menurut Laura
A.King (2010) Skizofrenia adalah gangguan psikologis yang parah yang dicirikan oleh
adanya proses-proses berfikir 24 yang terganggu. Istilah skizofrenia datang dari bahasa
latin baru Schizo yang berarti “terpecah” dan Phrenia yang berarti “pikiran”. Hal ini
menekankan bahwa pikiran seseorang terpecah dari realitas, bahwa individu itu menjadi
bagian dari dunia yang kacau dan menakutkan.
2. Penyebab Skizofrenia
Luana (2007) menjelaskan penyebab dari skizofrenia dalam model diatesis-stress,
bahwa Skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Di bawah ini
pengelompokan penyebab Skizofrenia , yakni:
1. Faktor Biologi
a. Komplikasi
Kelahiran Bayi laki-laki mengalami komplikasi saat dilahirkan sering
mengalami Skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan
seseorang terhadap skizofrenia.
b. Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa
terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan
seseorang menjadi skizofrenia.

c. Hipotesis Dopamin

Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi


terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun
antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal
di sistem dopaminergik maka gejala 25 psikotik diredakan. Berdasarkan
pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala-gejala skizofrenia disebabkan
oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

d. Hipotesis Serotonin

Gaddum, wooley, dan Show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis
reseptor 5-HT. Ternyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang
normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka
karena pada skizofrenia kembali mengemuka karena penelitian obat antipsikotik
atipikal clozapine yang ternyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin
5-HT lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.

e. Struktur otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik


dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda
dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan masa abu-abu dan
beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktivitas metabolik.
Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam
distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel
glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

2. Faktor Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan,1% dari populasi
umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama
seperti orang tua, kakak lakilaki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat
yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman,bibi,kakek/nenek dan
sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40%
sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak
dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%. Sebagai
ringkasan hingga sekarang kita belum mengetahui dasar penyebab skizofrenia. Dapat
dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh/ faktor yang mempercepat
yang menjadikan manifestasi/ faktor pencetus seperti penyakit badaniah/stress
spikologis.

3. Tipe dan Klasifikasi Skizofrenia


Pembagian skizofrenia yang dikutip dari maramis (2005) antara lain:
1. Skizofrenia Simplex Sering timbul pertama kali pada masa pubertas, gejala utama
pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan,
gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham, dan halusinasi jarang sekali
terdaapat.
2. Skizofrenia bebefrenik 27 Permulaannya perlahan-lahan/ sub akut dan sering
timbul pada remaja/antara 15-25 tahun gejala yang menyolok ialah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi/ double
personality. Gangguan psikomotorik seperti mannerism/ perilaku kekanak-
kanakan sering terdapat pada bebefrenik.
3. Skizofrenia Katatonik Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan

biasanya akut serta sering di dahului oleh stress emosional, mungkin terjadi
gaduh gelisah katatanik/ stupor katatonik.

4. Stupor katatonik Dimana tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap


lingkungannya. Emosinya sangat dangkal, gejala yang paling penting ialah gejala
psikomotor seperti:
a. Mutisme,kadang-kadang dengan mata tertutup

b. Muka tanpa mimik seperti topeng

c. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama,beberapa
hari,bahkan kadang-kadang sampai beberapa bulan

d. Bila diganti posisinya, penderita menentang negativisme.

e. Makanan ditolak,air ludah tidak ditelan sehingga meleleh dan keluar,air seni dan
feses ditahan,

f. Terdapat grimas dan katalepsi.

5. Gaduh-gelisah katatonik Terdapat hiperaktivitas motorik,tetapi tidak disertai


dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.
Penderita langsung berbicara/ bergerak saja, ia menunjukkan stereotopi,
menerisme, grimas dan neologisme, ia tidak dapat tidur, tidak makan dan minum
sehinga mungkin terjadi dehidrasi atau kolabs dan kadang-kadang kematian.
6. Jenis paranoid Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam
jalannya penyakit, bebefronik dan katatonik sering lamakelamaan menunjukkan
gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejalagejala bebefrenik dan katatonik
percampuran tidak demikian hal nya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya
agak konstan. Gejalagejala yang paling menyolok ialah: Waham primer, disertai
dengan waham-waham sekunder dan halusinasi baru dengan pemmeriksaan yang
ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan efek,emosi dan kemauan.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun, permulaanya mungkin
sub akut, tetapi mungkin juga akut, kepribadian penderita sebelum sakit sering
dapat digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri agak
congak, dan kurang percaya diri pada orang lain.

7. Jenis Skizo-Aktif (Skizofrenia-Skizo Afektif) Disamping gejala-gejala skizofrenia


terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi (skizo-depresif)
atau gejalagejala (skizo-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa
efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.

4. Gejala Skizofrenia

menurut bleuler yang dikutip dari Maramis (2005), gejala-gejala Skizofrenia dapat
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Gejala primer

a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran) Pada skizofrenia inti
gangguan memng terdapat pada proses pikiran yang terganggu terutama
ialah asosiasi, kadang-kadang satu idea belum selesai diutarakan, sudah
timbul idea lain. Seseorang dengan Skizofrenia juga mempunyai
kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, kadang-kadang pikiran seakan-
akan berhati,tidak timbul idea lagi. Keadaan ini dinamakan “Bloking” 30
biasanya berlangsung beberapa detik saja,tetapi kadang-kadang sampai
beberapa hari.
b. Gangguan efek dan emosi Gangguan ini pada Skizofrenia mungkin, berupa :
1) Kedangkalan efek dan emosi (emotional blunting)

2) Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira


pada penderita timbul rasa sedih atau marah.

3) Paramimi: penderita merasa senang dan gembira akan tetapi menangis.


Kadang-kadang emosi dan efek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis
berhari-hari tetapi mulutnya tertawa.

4) Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuatbuat seperti sedang


bermain sandiwara.

5) Yang penting juga pada skizofrenia ialah hilangnya kemampuan untuk


mengadakan hubungan emosinya yang baik (emotional rapport). Karena
terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin
terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang
yang sama atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama ini
dinamakan ambivalensi pada efek.

c. Gangguan kemauan

Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan


mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam
suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak
jelas atau tepat atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu
diterangkan.

d. Gejala psikomotor

Gejala ini dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbutan


kelompok gejala ini oleh bleuker dimasukkan dalam kelompok gejala
skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain.
2. Gejala sekunder

a. Waham

Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar
mayer-gross membagi waham menjadi 2 kelompok:

1) Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali,tanpa penyebab apa-apa
dari luar.

2) Waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan


cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala Skizofrenia lain.

b. Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal


ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling
sering pada Skizofrenia ialah halusinasi pendengaran (aditif atau akustik).
Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktoris), halusinasi cita rasa
(gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktik). Halusinasi penglihatan agak
jarang pada skizofrenia, lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan
dengan sindroma otak organik.

5. Kriteria diagnostik Skizofrenia


Menurut dadang Hawari (2001) mengatakan bahwa secara klinis untuk
mengatakan apakah seorang itu menderita skizofrenia/tidak maka diperlukan
kriteria diagnostik sebagai berikut:
a. Delusi atau waham yang aneh (isinya jelas tidak masuk akal) dan tidak
berdasarkan kenyataan,sebagai contoh misalnya:
1) Waham dikendalikan oleh suatu kekuatan luar (delusions of being confrolled)
2) Waham penyiaran pikiran (throught broadcasting)
3) Waham penyisipan pikiran (throught insertion)
4) Waham penyedotan pikiran (throught withdrawal)
b. Delusi atau waham somatik (fisik) kebesaran,keagamaan, nihilstik atau waham
lainnya yang bukan kejar atau cemburu.

c. Delusi atau waham kerja atau cemburu (delusions of persection of jeolousy)


dan waham tuduhan (delusion of suspicion) yang disertai halusinasi dalam
bentuk apapun (halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan
dan perabaan)
d. Halusinasi pendengaran yang dapat berupa suara yang selalu memberi
komentar tentang tingkah laku atau pikirannya atau dua atau lebih suara yang
saling bercakap-cakap (dialog)
e. Halusinasi pendengaran yang terjadi beberapa kali yang berisi dari satu atau
dua kata dan tidak ada hubungan dengan kesedihan (depresi) atau
kegembiraan (euforia).
f. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan) pikiran yang jelas, jalan
pikiran yang tidak masuk akal, isi pikran atau pembicaraan yang kaku, atau
kemiskinan pembicaraan.

6. Pengobatan Skizofrenia
Menurut Luana (2007) pengobatan skizofrenia terdiri dari dua macam yaitu:
1. Psikofarmaka Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu: antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG II).
- APG I bekerja dengan 37 memblok reseptor D2 di mesolimbik,
mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat
menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek
samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, peningkatan kadar prolaktin
yang akan menyebabkan disfugsi seksual atau peningkatan berat badan
dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering,
pandangan kabur gangguan miksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat
dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau
sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi
sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif,
waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg
diantaranya adalah chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada
penderita dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif, dan sulit
tidur.
- APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada
keempat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek
samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat
yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine,olanzapine,quetipine
dan rispendon.
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka konseptual
nanggung jawab klien
Penyebab Kekambuhan :
Faktor yang mempengaruhi dukungan
1. Klien
keluarga:
2. Dokter
1. Faktor internal
3. penanggungjawab klien
a. tahap perkembangan
4. keluarga
b. Pendidikan/tingkat pengetahuan

c. Faktor emosi

d. Spiritual

2. Faktor eksternal

a. Praktik di keluarga

b. Faktor sosio ekonomi

Dukungan keluarga:
Kekambuhan
1. Dukungan informasional
2. Dukungan instrument
3. Dukungan penilaian
4. Dukungan emosi

Keterangan :

= tidak di teliti

= di teliti
= berpengaruh

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dalam


Mencegah Kekambuhan Pada Pasien skizofrenia

Gambar 1 menjelaskan tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan


kekambuhan pada pasien skizofrenia. Penyebab kekambuhan dipengruhi oleh Klien, Dokter,
Penanggung jawab klien,keluarga. Dukungan keluarga dipengaruhi oleh faktor internal berupa
tahap perkembangan,pendidikan atau tingkat pengetahuan,faktor emosi dan spiritual, serta
faktor eksternal berupa praktik di keluarga, faktor sosioekonomi dan latar belakang budaya.
Pada penderita skizofrenia membutuhkan dukungan keluarga yang dapat di berikan berupa
dukungan informasional, dukungan instrument, dukungan penilaian dan dukungan emosi.

2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan
(Sugiono, 2010).
Dari kajian di atas ,maka Hipotesis dalam penelitian ini yang dapat dirumuskan yaitu :
H1 : Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di
RSJD atma husada Mahakam

Anda mungkin juga menyukai