Anda di halaman 1dari 50

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN MOTIVASI TERHADAP PEMENUHAN DEFISIT


PERAWATAN DIRI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD
Dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Di Susun Oleh

SYAFA’ATUL UMMAH

18.06.149.14401.067

PRODI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TUJUH BELAS

SURAKARTA

2020
KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN MOTIVASI TERHADAP PEMENUHAN DEFISIT

PERAWATAN DIRI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD Dr.ARIF

ZAINUDIN SURAKARTA

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapat gelar Ahli Madya

Keperawatan (A.Md.Kep) Pada Program Studi Diploma III Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tujuh Belas Karanganyar

Di Susun Oleh :

SYAFA’ATUL UMMAH

NIM : 180614914401067

PROGRAM STUDI Dlll KEPERAWATAN

STIKES 17 KARANGANYAR SURAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa atau mental didefinisikan sebagai keadaan baik dimana

setiap individu menyadari dirinya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup

yang normal , dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat , serta dapat

memberikan kontribusi untuk dirinya atau masyarakat nya (WHO ,2014).

Skizofrenia lebih sering terjadi pada negara industri yang memiliki lebih

banyak populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah , dengan

kejadian 1 per 1000 orang di Amerika Serikat . berdasarkan data setiap

tahun terdapat 300.000 penderita skizofrenia mengalami episode akut ,

dengan prevelensi skizofrenia lebih tinggi presentase 20-50% penderita

skizofrenia , angka kematian penderita skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari

angka kematian penduduk pada umumnya (APA,2000).

Jumlah kunjungan gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ke tahun

terus meningkat secara signifikan , pada tahun 2014 di sarana pelayanan

kesehatan provinsi jawa tengah mendapat angka sebanyak 260.247

kunjungan , terdiri dari 128.983 kunjungan puskesmas , 126.755

kunjungan rumah sakit , dan 4.509 kunjungan pada sarana pelayanan

kesehatan lainnya, yang mengalami peningkatan dibanding tahun 2013


yang mencapai 121.962 kunjungan dan semakin meningkat ditahun 2014

yaitu 317.504 penderita gangguan jiwa dimana gangguan jiwa dengan

skizofrenia yang paling mendominasi (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah ,2014)

Data statistik yang dikemukakan oleh WHO (2016) menunjukkan terdapat

sekitar 21 juta orang terkena skizofrenia. Menurut data kementrian

kesehatan 2013 jumlah penderita gangguan jiwa di indonesia lebih dari 28

juta orang atau sekitar 14,3% dari jumlah penduduk indonesia dengan

kategori gangguan jiwa ringan dan 34 juta orang ata sekitar 17% dari

jumlah penduduk indonesian gangguan jiwa berat.

Berdasarkan data catatan Rekam Medis Rumah Sakit jiwa RSJD Dr . Arif

Zainudin Surakarta pada bulan Oktober 2015 ditemukan masalah

keperawatan pada klien rawat inap dan rawat jalan yaitu halusinasi 2.779

klien , resiko perilaku kekeasan 2.085 klien , isolasi sosial menarik diri

666 klien , harga diri rendah 398 klien , dan defisit perawatan diri 829

klien . bulan oktober 2016 halusinasi mancapai 4.472 klien , resiko

kekerasan 1.765 klien , isolasi sosial menarik diri 1.423 klien , harga diri

rendah 207 klien , klien dengan defisit perawatan diri16 klien .

Berdasarkan data rekam medis rumah sakit jiwa daerah (RSJD) Arif

Zainudin Surakarta dari tahun 2015-2017 menun jukkan bahwa angka

pasien penderita skizofrenia yang tergolong tinggi , adapun jumlah pasien

skizofrenia yanga di rawat inap pada tahun 2015 sebanyak 2.133 pasien ,
kemudian menjadi 2.033 pasien pada tahun 2016 , dan meningkat kembali

pada tahun 2017 sebesar 2.072 pasien (Rekam Medis RSJD Arif

Zainudin).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat

masalah ini dalam membuat proposal studi kasus dengan judul “Hubungan

Motivasi Terhadap Pemenuhan defisit perawatan diri Pada Pasien

Skizofrenia di RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta”.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan perumusan masalah

tentang “ hubungan motivasi terhadap pemenuhan defisit perawatan diri

pada pasien skizofrenia di RSJD Dr.Arif Zainudin Surakarta“

B. Tujuan Studi Kasus

Tujuan studi kasus dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus :

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk Mengetahui hubungan dan

motivasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien

skizofrenia dengan gangguan defisit perawatan diri.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan motivasi pada responden defisit

perawatan diri di Rsjd Dr Arif Zainudin Surakarta

b. Mengetahui pasien skizofrenia terhadap motivasi perawatan

diri di Rsjd Dr Arif Zainudin Surakarta

c. Mengidentifikasi hubungan antara motivasi pasien skizofrenia

di Rsjd Dr Arif Zainudin Surakarta

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini berdasarkan Keperawatan jiwa

D. Manfaat Studi

Kasus Studi kasus ini diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Instansi kesehatan

RSJD Dr. Arif Zainudin Sebagai acuan untuk meningkatkan pelayanan

dalam pemberian asuhan keperawatan terutama pada pasien dengan Defisit

Perawatan Diri.

2. Instansi pendidikan

Menjadi wacana pembelajaran, sekaligus pengalaman langsung

khususnya dalam bidang keilmuan keperawatan jiwa.


3. Peneliti selanjutnya

Mendapatkan pengalaman nyata dalam mengaplikasikan teori asuhan

keperawatan pada pasien Skizofrenia dengan Defisit Perawatan Diri di

RSJD Dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA.

F.Keaslian Penelitian

Leni indi astuti (2018), judul Gambaran defisit perawatan diri skizofrenia,

Metode kuantitatif dengan deskriptif yang memaparkan keadaan pasien

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian ,

perumusan diagnosa , perencanaan , implementasi , evaluasi dan dokumentasi

.metode yang digunakan yaitu deskriptif yang memaparkan 2 pasien variabel

penelitian Faktor kurang pengetahuan tentang defisit perawatan diri, analisa

penilitian Gambaran defisit perawatan diri didapatkan dari 2 responden. Hasil

penelitian setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 shift didapatkan

hasil evaluasi bahwa pasien mampu membina hubungan saling percaya dan

mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.

Wasisto utomo (2017), judul Pemenuhan kebutuhan dasar pasien

Gangguan jiwa defisit perawatan diri, Metode kuantitatif yang bersifat

kuantitatif dengan desain deskriptif, variabel penelitian Kurang pemahaman

tentang cara berpakaian yang rapi dan berdandan, analisa data Hubungan
motivasi dengan pemenuhan defisit perawatan diri di dapatkan dari 19

responden. Hasil penelitian ada 33 responden sebagian responden berumur

18-25 tahun (51,5%),serta memiliki tingkat pendidikan mayoritas smp

sebanyak 20 orang (48,5%).

Putri Rahayu Kusuma(2016), judul motivasi keluarga dalam memberikan

dukungan pada klien gangguan jiwa , penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif dengan metode bersifat analitik yaitu peneliti mengkaji hubungan

antara variabel independen dan dependen ,variabel penelitian upaya

peningkatan motivasi keluarga dalam memberikan dukungan klien gangguan

jiwa, analisa data motivasi keluarga dalam memberikan dukungan pada klien

gangguan jiwa di dapatkan dari 35 responden. Pengambilan sampel minimal

dihitung berdasarkan rumus slovin sebayak 65 orang yang berkunjung ke

puskesmas saat penelitian tehnik pengambilan sampel adalah purposive

sampling , data dikumpulkan menggunakan kusioner dengan tehnik angket .

hasil penelitian menunjukan responden mempunyai dukungan emosional

yang baik sebanyak 33 orang (52,4%), responden mempunyai dukungan

informasi yang kurang baik sebanyak 35 orang (55,6%),responden yang

mempinyai dukungan instrumental yang baik sebanyak 36 orang

(57,1%),responden mempunyai dukungan penghargaan yang baik sebanyak

35 orang (55,6%).

Sedangkan peneliti sendiri tertarik untuk mengambil judul “Hubungan

motivasi terhadap pemenuhan defisit perawatan diri pada pasien skizofrenia


di RSJD Dr.Arif Zainudin Surakarta” Yang membedakan dengan peneliti

sebelumnya adalah terletak pada tempat dan waktu serta variabel bebas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Skizofrenia

a. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan

gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan,

perpecahan) antara proses pikir, emosi, kemauan dan, psikomotor

disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusimasi

asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherasi.Skizofrenia

merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana

namun faktor penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas

(Direja, 2011).

b. Etiologi

Menurut Kaplan & Sadock (2015) Skizofrenia didiskusikan

seolah-olah sebagai suatu penyakit tunggal namun katagori

diagnostiknya mencakup sekumpulan gangguan, mungkin dengan

kausa yang heterogen, tapi dengan gejala perilaku yang sedikit banyak

yang serupa, faktor-faktor yang menyebabkan skizofrenia, antara

lain :

1) Faktor genetik
Dapat dipastikan bahwa terdapat kontribusi genetik pada

beberapa, atau seluruh bentuk skizofrenia. Sebagai contoh, pada

individu yang memiliki saudara dengan kelainan skizofrenia akan

memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk terpapar

skizofrenia juga dari pada individu yang tidak memiliki saudara

dengan skizofrenia. Kemungkinan tersebut berhubungan dengan

tingkat kedekatan individu dan saudaranya yang menderita

skizofrenia. Pada kasus kembar monozigotik yang memiliki gen

identik, terdapat kemungkinan 50% untuk menderita skizofrenia

jika saudaranya menderita skizofrenia. Tingkat ini 4 sampai 5 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan kemungkinan yang ditemukan

di saudara tingkat perlama lainnya (saudara, orang tua, keturunan

“tiri”). Peran faktor genetik ini lebih jauh merefleksikan

penurunan angka kejadian skizofrenia pada saudara tingkat kedua

dan ketiga. Pada studi terhadap kembar monozigotik yang

diadopsi, kembar yang dibesarkan orang tua asuh tampak

mengalami skizofrenia dalam jumlah yang sama dengan

kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua biologisnya. Temuan

ini mengemukakan bahwa pengaruh genetik berparuh besar dalam

kemungkinan terjadinya skizofrenia, namun faktor lingkungan

juga harus terlibat dalam menentukan terjadinya skizofrenia.

Beberapa penemuan juga menunjukkan usia ayah memiliki

hubungan dalam kemungkinan terjadinya skizofrenia. Pada


penelitian pasien skizofrenia tanpa riwayat sakit baik dalam garis

keturunan ayah ataupun ibu, ditemukan fakta bahwa mereka yang

lahir dari ayah dengan usia lebih tua dari 60 tahun memiliki

kemungkinan menderita skizofrenia juga. Mungkin

spermatogenesis yang buruk ditemukan pada pria yang lebih tua

daripada pria yang lebih muda.

2) Faktor Biokimia

a) Hipotesis Dopamin

Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia timbul

akibat aktivitas rgik yang berlebihan. Teori ini berkembang

berdasarkan dua pengamatan. Pertama, kemanjuran serta

potensi sebagaian besar obat antipsikotik (yaitu, antagonis

reseptor dopamin), berkorelasi dengan kemampuannya

bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin tipe 2 (D2).

Kedua, obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik,

yang terkenal adalah afetamin, bersifat psikotomimetik. Teori

dasar ini tidak mengurangi apakah hiperaktivitas

dopamirgenik desebabkan pelepasan dopamin yang

berlebihan, reseptor dopamin yang terlalu banyak,

hipersensitivitas reseptor dopamin terhadap dopamin, atau

kombinasi mekanisme tersebut. Jalur dopamin di otak yang

terlibat juga tidak dirinci dalam teori ini, meski jalur

mesokortikal dan mesolimbik paling sering disebut. Peran


signifikan dopamin dalam patofisiologi skizofrenia sejalan

dengan studi yang mengukur konsentrasi plasma metabolit

utama dopamin, asam homovalinat. Studi melaporkan

adandengan studi yang mengukur konsentrasi plasma

metabolit utama dopamin, asam homovalinat. Studi

melaporkan adana korelasi positif antara konsentrasi asam

homovanilat dan tingkat keparahan gejala yang timbul pada

pasien. Penurunan asam homovalinat berkolarasi dengan

perbaikan gejala pada setidaknya beberapa pasien (Sadock, et

al., 2015)

b) Norepinefrin

Sejumlah penelitian melaporkan bahwa pemberian

obat antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas

neuron noradrenergik di lokus seruleus dan bahwa efek

terapeutik beberapa obat antipsikotik mungkin melibatkan

aktivitasnya pada reseptor adrenergik alfa-1 dan adrenergik

alfa-2. Meski hubungan antara aktivitas dopaminergik dalam

suatu cara sehingga abnormalitas sistem noradrenergik

mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang

sering (Sadock, et al., 2015).

c) Glutamat

Gluamat telah terlibat karena konsunsi

phencyclidine, antagonis glutamat, memproduksi sindrom


akut yang serupa dengan skizofrenia. Hipotesis tentang

glutamat termasuk hoperkatifitas, hipoaktifitas, dan

glutamateinduced neurotoxicity (Sadock, et al., 2015).

d) Asetilkolin dan Nikotin

Pada data postmortem (data yang diambil dari orang

yang telah meninggal) pasien skizofrenia menunjukkan

adanya penurunan kadar muskarinik dan reseptor nikotin di

daerah putamen bagian kaudal, hipokampus, dan beberapa

bagian prefrontal cortex. Reseptor-reseptor ini berperan

penting dalam regulasi neurotransmiter yang berperan dalam

kesadaran sebagai individu pada seseorang, yang mengalami

gangguan pada pasien skizofrenia (Sadock, et al., 2015)

c. Tanda dan Gejala Menurut Maramis (2009) gejala skizofrenia

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Gejala Negatif

Gejala negatif terdiri dari gangguan proses pikir,

gangguan emosi, gangguan kemauan serta defisit

perawatan diri.

2. Gejala Positif

Gejala positif terdiri dari waham, halusinasi, dan gejala

katatonik maupun gangguan psikomotor yang lain.

d. Jenis-jenis Skizofrenia Menurut PPDGJ-III (Maramis, 2013) jenis

skizofrenia meliputi :
1. Skizofrenia Paranoid Gejala utama kecurigaan (halusinasi), kemarahan

dan waham

2. Skizofrenia Hebefrenik Gejalanya meliputi gangguan proses fikir,

gangguan kemauan. Afek klien dangkal tidak wajar, sering disertai oleh

cekikikan atau perasaan puas sendiri, senyum sendiri, pembicaraan tak

menentu.

3. Skizofrenia Katatonik Gejalanya utamanya gelisah, gaduh dan stress.

Aktivitas motorik yang berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak

dipengaruhi stimulasi eksternal.

4. Skizofrenia Tak Terinci Gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada

tipe skizofrenia tertentu.

5. Skizofrenia Psiko-afektif Adanya gejala umum emosi berlebihan dan

kemunduran kemauan.

6. Skizofrenia Simplek Adanya gejala skizofrenia yang menonjol dengan

disertai gejala depresitau mania.

e. Penatalaksanaan

Skizofrenia Digunakan obat antipsikotik untuk mengatasi gejala psikotik

(perubahan perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, dan

proses pikir kacau). Macam obat antipsikotik ada dua yaitu peridon, dn

Ziprasperidon, Quentiapin, Riantipsikotik tipikal atau generasi pertama

(Amitriptilin, Kloromazin, Flufenazin, Haloperadol, Thiotiksen, dan

Trifluoperazin) dan antipsikotik atipikal atau generasi kedua

(Aripiprazol, Klozapin, Olanzapin, Paliperidon, Quetiapin, Risperidon,


dan Ziprasidon)(Keliat, 2011). Pengobatan harus secepat mungkin,

karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan lebih

besar penderita menuju kemunduran mental. Biarpun pasien mungkin

tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang

baik, pasien dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja

sederhana di rumah ataupun diluar serta dapat membesarkan dan

menyekolahkan anaknya (Maramis, 2009).

Adapun jenis pengobatan pada pasien skizofrenia (Maramis, 2009), adalah

sebagai berikut :

1) Farmakologi Menurut Maramis (2012) indikasi pemberian obat psikotik

pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah

kekambuhan. Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah

akut atau kronis. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru

dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan

disini adalah mengurangi gejala psikotik yang parah. Pemilihan obat lebih

banyak berdasarkan profil efek samping dan respons pasien pada

pengobatan sebelumnya. Ada beberapa kondisi khusu yang perlu

diperhatikan, misalnya wanita hamil lebih dianjurkan haloperidol, karena

obat ini mempunyai data keamanan yang paling baik. Pada pasien yang

sensitif terhadap efek samping ekstrapiramidal lebih baik diberi antipsikotik

atipikal, demikian pula pada pasien yang menunjukkan grjala kognitif atau

gejala negatif menonjol. Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami

episode skizofrenia, pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu


memberikan efek samping, karena pengalaman yang buruk dengan

pengobatan akan mengurangi ketaatan berobat (compliance) atau

ketidakseiaberobat (adherence). Dianjurkan menggunakan antipsikotik

atipikal atau antipsikotik tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.

2) Terapi elektro-konvulsi (TEK) Terapi elektro-konvulsi (TEK) baik

hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor, terdapat skizoftenia simplex

efeknya mengecewakan, bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK,

kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.

3) Psikoterapi dan rehabilitasi Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak

membawa hasil yang diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh

dilakukan pada pasien dengan skizofrenia karena justru dapat menambah

isolasi dan autisme. Psikoterapi suportif individual atau kelompok dapat

membantu pasien serta bimbingan yang praktis dengan maksud

mengembalikan pasien ke masyarakat. Teknik terapi perilaku kognitif

(Cognitive Behaviour Therapy) dicoba pada pasien skizofrenia dengan hasil

yang menjanjikan.

4) Lobotomy prefrontal Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak

berhasil dan bila penderita sangat menganggu lingkungannya.

5) Psikoterami Islam Psikologi islami, dalam Jurnal Psikologi Islam, juga

memberikan metode terapi untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat.

Psikoterapi doa sebenarnya dilakukan oleh klien yang mengalami gangguan

kecemasan. Namun dalam kontes skizofrenia, keluarga harus senantiasa


memberikan terapi doa untuk penderita skizofrenia. Doa diyakini sebagai

cara yang ampuh untuk mengalirkan energi positif dari alam kepada

manusia (Urbayatun, 2009).

6) Terapi Modalitas

a. Terapi Guided Imagery Berdasarkan hasil penelitian Hudaya et.al,

(2015) yang dilakukan di rumah sakit jiwa daerah Surakarta, terapi

guide imagerydapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien

skizofrenia. Terapi (guide imagry) dilakukan dengan menggunakan

imajinasi individu dengan terarah untuk mengurangi stress. Teknik

relaksasi tersebut digunakan untuk mengalihkan perhatian dan

mengurangi rasa cemas pada pasien (Hudaya, 2015).

b. Terapi Perilaku Terapi perilaku yang dapat digunakan yaitu terapi

perilaku kognitif. Terapi perilaku kognitif dapat merubah pola pikir

yang negatif menjadi positif sehingga perilaku maladaptif yang

timbul akibat bola pikir yang salah dapat berubah menjadi perilaku

adaptif, Martin (2010). Jenis terapi lain yang dapat digunakan

adalah penerapan ekonomi mata uang, dengan cara ini perilaku

yang baik dihargai dengan mata uang yang dapat ditukar dengan

bentuk penghargaan atau barang tertentu (Muttaqin & Dany, 2011).

c. Terapi Gerak Terapi gerak merupakan terapi rehabilitasi sebagai

upaya untuk meningkatkan kemampuan pasien agar dapat hidup

mandiri di masyarakat dan melatih pasien agar terbiasa dalam

menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Salah satu terapi gerak yang


dapat diterapkan yaitu berolahraga, dimana kegiatan tersebut dapat

merangsang pertumbuhan neuron di daerah tertentu yang

mengalami kerusakan pada saat depresi dan menghilangkan

kekakuan otot pada pasien sehingga pasien tidak malas dalam

melakukan aktivitas (Maryatun, 2015).

2. Konsep Defisit Perawatan Diri

a.Pengertian Defisit Perawatan Diri Menurut Casto (2010)

defisit perawatan diri adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau

gambaran. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pelaksanaan standar

asuhan keperawatan difisit perawatan diri akan mempengaruhi

kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam merawat diri.

Sedangkan menurut Thomas (2012) defisit perawatan diri merupakan

salah satu gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguan

jiwa.

b. rentang respon

menurut Dermawan (2013) , adapun rentang respon defisit perawatan diri

sebagai berikut :
Adaptif Maladaptif

Pola Kadang Tidak


perawatan perawatan melakukan
diri diri kadang perawatan
seimbang tidak saat stress

Gambar 2.1 rentang respon

1. pola perawatan diri seimbang : saat pasien mendapatkan

stressor dan mampu untuk berprilaku adaptif , maka pola

perawatan yang dilakukan pasien seimbang , pasien

masih melakukan perawatan diri

2. kadang perawatan diri kadang tidak : saat pasien

mendapatkan stressor kadang-kadang pasien tidak

memperhatikan perawatan dirinya

3. Tidak melakukan perawatan diri : pasien mengatakan dia

tidak perduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat

stresor.

c. Etiologi Menurut Dep Kes (2000) dalam Deden Dermawan 2013, penyebab

kurang perawatan diri adalah :

1) Faktor predisposisi
a) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien

sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

b) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu

melakukan perawatan diri.

c) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan

kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian

dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

d) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri

lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan

kemampuan dalam perawatan diri.

2) Faktor presipitasi

Presipitasi merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah

kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,

cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan

individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000) dalam Deden Dermawan 2013 faktor-faktor yang

mempengaruhi personal hygiene adalah :

a) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya

perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan

dirinya.

b) Praktik Sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan

diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal


hygiene.

c) Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan

bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi

yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

d) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya

pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga

kebersihan kakinya.

e) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak

boleh dimandikan.

f) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan

produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,

sampo dan lain-lain.

g) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan

untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk

melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.

a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang

karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,

gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan intergritas

kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan

telinga dan gangguan fisik pada kuku.


b. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan

dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman

, kebutuhan cinta dan mencintai,kebutuhan harga diri, aktualisasi

diri dan gangguan interaksi sosial.

d. Tanda dan Gejala Menurut Depkes (2000) dalam Deden Dermawan 2013

tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :

a) Fisik

a. Badan bau, pakaian kotor

b. Rambut dan kulit kotor

c. Kuku panjang dan kotor

d. Gigi kotor disertai mulut bau

e. Penampilan tidak rapi

b) Psikologi

a. Malas, tidak ada inisiatif

b. Menarik diri, isolasi sosial

c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina

c) Sosial

a. Interaksi kurang

b. Kegiatan kurang

c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma

d. Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat,

gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri. Data yang biasa

ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah


1) Data subyektif

a) Pasien merasa lemah

b) Malas untuk beraktivitas

c) Merasa tidak berdaya

2) Data obyektif

a) Rambut kotor, acak-acakan

b) Badan dan pakaian kotor dan bau

c) Mulut dan gigi bau

d) Kulit kusam dan kotor

e) Kuku panjang dan tidak terawat

e. Jenis defisit perawatan diri Menurut (Damayanti, 2012) jenis perawatan

diri terdiri dari :

a. Defisit perawatan diri : mandi Hambatan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas perawatan diri

sendiri

b. Defisit perawatan diri : berpakaian Hambatan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan aktivitas bepakaian dan berhias

unrtuk diri sendiri

c. Defisit perawatan diri : makan Hambatan kemampuan untuk

melakukan aktivitas makan sendiri


d. Defisit perawatan diri : eliminasi Hambatan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri.

f. Mekanisme koping Mekanisme koping berdasarkan penggolongan dibagi

menjadi 2 yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukung

fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan.

Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri

secara mandiri.

b. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping yang

menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan

otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah

tidak mau merawat diri (Damayanti, 2012).

g. Penatalaksanaan Penatalaksanaan menurut Herman Ade (2010) sebagai

berikut :

a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

b. Membimbing dan menolong klien merawat diri

c. Ciptakan lingkungan yang mendukung


3.konsep motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah proses internal yang mengaktifkan, menuntun, dan

mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu.( A.W. Bernard)

mengemukakan motivasi sebagai fenomena yang dilibatkan dalam

perangsangan tindakan ke arah tujuan-tujuan tertentu yang

sebelumnya kecil atau tidak ada gerakan sama sekali ke arah tujuan-

tujuan tertentu.

Sementara Abraham Maslow mendefinisikan motivasi adalah

sesuatu yang bersifat konstan (tetap), tidak pernah berakhir,

berfluktuasi dan bersifat kompleks, dan hal itu kebanyakan

merupakan karakteristik universal pada setiap kegiatan organisme.

Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan kehendak yang

menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai

tujuan tertentu

2. Teori Motivasi

Seseorang akan melakukan suatu aktivitas apabila didorong oleh

adanya faktor-faktor kebutuhan biologis, insting, unsur-unsur

kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan manusia.

Faktor-faktor tersebut tidak dapat dipisahkan dari persoalan


kebutuhan, baik kebutuhan biologis maupun psikologis. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa motivasi akan selalu berkaitan

dengan kebutuhan. Karena seseorang akan melakukan sesuatu apabila

merasa butuh. Ketika seseorang dalam keadaan

tidak seimbang, tidak serasi atau rasa ketegangan yang menuntut suatu

kepuasan maka akan timbul kebutuhan. Kalau sudah seimbang dan

terpenuhi pemuasannya berarti tercapailah suatu kebutuhan yang

diinginkan. Keadaan yang tidak seimbang atau adanya rasa tidak puas

tersebut maka diperlukannya suatu motivasi. Apabila kebutuhan

tersebut telah terpenuhi dan terpuaskan maka aktivitas tersebut akan

berkurang dan sesuai dengan dinamika kebutuhan manusia akan

timbullah kebutuhan baru lainnya.

Sesuai dengan kebutuhan tersebut, Maslow menciptakan sebuah

hierarki kebutuhan. Hierarki tersebut didasarkan pada anggapan

bahwa apabila seseorang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan

tertentu, maka mereka akan bergeser ke tingkat yang lebih tinggi.

a. Maslow mengemukakan lima tingkat kebutuhan

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis harus dipuaskan agar tetap hidup, seperti

makanan, perumahan, pakaian, udara untuk bernapas, dan

sebagainya.Kebutuhan fisiologis terletak di posisi paling bawah

karena merupakan sumber kehidupan termasuk sumber dari

aktualisasi diri. Apabila kebutuhan fisiologis individu terganggu,


misalnya mengalami kekurangan maka kebutuhan-kebutuhan yang

lain menjadi gagal.

b. Kebutuhan akan rasa aman

Maslow mengungkapkan yang dimaksud disini adalah kebutuhan

manusia berupa keinginan untuk dapat mempertahankan ketertiban

dan keamanan diri. Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah

dipuaskan, perhatian dapat diarahkan kepada kebutuhan akan

keamanan, Aktualisasi diri , terkenal cinta kasih , rasa aman

kebutuhan fisiologis. umumnya orang-orang menginginkan hidupnya

nyaman, teratur, diperlakukan dengan adil, tertib, aman dan tentram.

Untuk memenuhi keinginan tersebut berbagai upaya dilakukan seperti

mendaftarkan diri ke asuransi jiwa, asuransi kesehatan, menabungkan

uangnya dan membeli rumah dan tanah.

c. Kebutuhan akan cinta dan kasih

Kebutuhan akan cinta dan kasih dibuktikan dengan adanya jalinan

cinta dan kasih atau hubungan-hubungan yang akrab dengan orang

lain, baik dilakukan dengan individu maupun kelompok.

d. Kebutuhan akan terkenal

Kebutuhan terkenal baik terkenal akan dirinya, namanya, hartanya,

kepandaian, maupun hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan

akan keterkenalan ini oleh Maslow disebut sebagai self-esteem dan

the
esteem needs. Pertama, self esteem, self-respect, self-regard, dan

selfevaluation,semuanya berkaitan dengan harga diri, kehormatan

seseorang atau kelompok. Kedua, berhubungan dengan respek dari

pihak lain sebagai status, reputasi, kesuksesan, dan kegagalan sosial.

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang tertinggi

tingkatannya dalam hierarki kebutuhan. Jika kebutuhan ini dapat

terpenuhi dengan baik, seseorang dapat melaksanakan kodratnya

dalam semua aspek kehidupan sehingga menjadi figur tertentu.

b. Menurut Maslow, orang-orang yang dapat mengaktualisasikan

dirinya dengan baik adalah mereka yang dapat menerima dirinya

sendiri dan orang lain, menunjukkan spontanitasnya dalam tingkatan

yang tinggi, menunjukkan persepsi yang efisien terhadap realitas dan

penerimaan, berorientasi pada pusat masalah, mempunyai privatisasi

dan pengejaran, mengapresiasi kebutuhan pokok dalam hidup dengan

memelihara kesegaran dan kesenangan, pada waktu tertentu

mempunyai mistisme. Mereka juga mengidentifikasi dengan

kemanusiaan, membangun hubungan interpersonal yang dalam

dengan orang lain, berwawasan demokratis, memegang teguh

perbedaan antara tujuan dan cara, mereka mempunyai rasa humor

tinggi, kreatif, dan non-konformis.Setiap tingkat diatas hanya dapat

dibangkitkan apabila tingkat motivasi dibawahnya telah terpenuhi.


Apabila guru menginginkan siswanya belajar dengan baik, maka harus

dipeuhi tingkat yang terendah sampai tertinggi.Anak yang merasa

lapar, merasa tidak aman, tidak mendapatkan cinta

kasih, tidak diterima sebagai anggota masyarakat di kelas tentu tidak

akan dapat belajar dengan baik.

3. Fungsi Motivasi

Menurut S. Nasution, motivasi memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Mendorong pasien untuk melakukan perawatan diri

b. Menentukan tujuan , yakni ke arah tujuan yang hendak

dicapai.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-

perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna

mencapai tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-

perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu. Seorang

yang betul-betul bertekad menang dalam pertandingan, tak

akan menghabiskan waktunya bermain kartu sebab tidak

serasi dengan tujuan.

4. Indikator Motivasi Belajar

Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat motivasi

seseorang antara lain

a. Adanya keinginan belajar

b. Adanya dorongan dan dukungan dari keluarga

c. Adanya harapan dan cita-cita dimasa yang akan datang


d. Adanya penghargaan dalam belajar

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif

5. Manfaat Motivasi Belajar

Adapun manfaat motivasi di dalam belajar di antaranya sebagai

berikut:

a. Memberikan dorongan semangat kepada pasien untuk

rajin melakukan perawatan diri

b. Mengarahkan kegiatan pasien untuk tujuan tertentu yang berkaitan

dengan kesembuhan pasien.

6. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar

Motivasi belajar memiliki beberapa prinsip diantaranya

a. Kebermaknaan. Para siswa akan bermotivasi dalam

mempelajari sesuatu jika hal-hal yang dipelajarinya itu

mengandung makna baginya.

b. Pre rekuisit. Para siswa akan lebih bergairah mempelajari

sesuatu yang baru jika mereka telah memiliki semua pre rekuisit

sebelumnya.

c.Novelty. Pasien akan lebih termotivasi , jika penyajian materi

dilaksanakan secara menarik dan bervariasi.

d. Aktif dalam latihan. Pasien akan lebih bermotivasi dalam


melakukan perawatan diri , jika dibuatkan jadwal harian.

7. Macam-macam Motivasi

a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya terdiri dari

1) Motif-motif bawaan

Yang dimaksud dengan motif bawaan Sebagai contoh

misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum,

dorongan untuk bekerja, untuk beristirahat, dorongan seksual.

Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang disyaratkan

secara biologis. Relevan dengan ini, maka Arden N. Frandsen

memberi istilah jenis motif Physiological drives.

2) Motif-motif yang dipelajari

Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai

contoh: dorongan untuk memotivasi pasien dalam perawatan diri ,

dorongan untuk mengajarkan cara mandi , berhias , keramas , sikat

gigi , makan dan eliminasi , Agar pasien kooperatif.

b. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis

sebagai berikut:

1) Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk


minum, makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk

beristirahat. Ini sesuai dengan jenis Physiological drives dari

Frandsen seperti telah disinggung di depan.

2) Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara

lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, untuk berusaha, untuk

memburu. Jelasnya motivasi jenis ini timbul karena rangsangan

dari luar.

3) Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk

melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh

minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat

menghadapi dunia luar secara efektif.

c. Motivasi jasmaniah dan rohaniah

Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi

dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang

termasuk motivasi jasmaniah seperti misalnya: refleks, insting otomatis,

nasfsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan.

d. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

1) Motivasi intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif

yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari


luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk

melakukan sesuatu.

2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi

karena adanya perangsang dari luar.

B.KERANGKA TEORI

SKIZOFRENI

Tanda dan gejala :

1. Positif : waham ,halusinasi


2. Negatif : isolasi sosial , defisit
perawatan diri

Defisit Perawatan Diri

Faktor –faktor yang


mempengaruhi :

1. Mandi
2. Keramas
3. Sikat gigi
4. Berhias / dandan
5. Eliminasi

Sumber: DepKes (2000) dalam


deden dermawan (2013)
Gambar 2.2 Kerangka Teori

C.KERANGKA KONSEP

INDEPENDENT DEPENDENT

motivasi Penurunan defisit


perawatan diri pada
pasien skizofrenia

DI DII

Gambar 2.3 kerangka konsep

D. Pertanyaan Peneliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Jenis penelitian dilakukan mengunakan metode penelitian kuantitaif.

Metode penelitian kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono

(2011: 8) yaitu :“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif/ statistik,dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah

ditetapkan”. Metode penelitian yang kan digunakan adalah metode penelitian

Kuantitatif Korelasional. Menurut (Azwar, 2010, pp. 8-9) penelitian

korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu

variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain,

berdasarkan koefisien korelasi.

Desain penelitian ini mengunakan quasy-experiment dengan tipe pre –

post test without control group design (Nursalam, 2013).Desain penelitian

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu

kelompok subjek.
B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian menurut Arikunto (2010) itu sebagai tempat di

mana data untuk variabel penelitian diperoleh dan ditentukan dalam kerangka

pemikiran. Dalam sebuah penelitian, subjek penelitian mempunyai peran

yang sangat penting karena pada subjek penelitian, tentang variabel yang

penelitian amati untuk memeproleh data penelitian.

Dalam penelitian kuantitatif subyek penelitian disebut sebagai sampel

dari populasi yang akan di wawancarai. Oleh karena itu subjek penelitian

adalah orang orang yang telah ditentukan menjadi sampel dalam populasi.

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari semua variabel yang menyangkut

masalah yang diteliti (Nursalam, 2003). Populasi dari penelitian adalah

motivasi pemenuhan defisit perawatan diri.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik

sampling tertentu untuk bisa mewakili atau memenuhi populasi (Nursalam,

2003). Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

purposive sampel yaitu dalam memilih sampel dari populasi dilakukan

secara tidak acak dan didasarkan dalam suatu pertimbangan tertentu yang

dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya (Moleong, 2004).


Dalam mengumpulkan data berhubungan dengan masa New

Normal atau masa Covid19 ini, jumlah sampel yang digunakan adalah

rentang antara 4 informan dengan melihat apakah data sudah tersaturasi,

apabila sampel 4 sudah mencapai titik saturasi maka peneliti

menghentikan pencarian sampel. Dengan memperhatikan kecakupan data

dan disesuaikan dengan kemampuan peneliti (Moleong, 2004). Walaupun

demikian, peneliti tetap mengoptimalkan informan sebagai obyek

penelitian untuk menggali data. Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi

dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau

tidaknya sampel digunakan. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah

sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

a. Pasien bersedia menjadi responden

b. Pasien skizofrenia dengan masalah pemenuhan

defisit perawatan diri

c. Pasien skizofrenia yang sudah kooperatif dan sudah

bisa berkomunikasi verbal dengan cukp baik

d. Pasien skizofrenia dengan masalah personal hygiene

yang berada di RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai


sampel penelitian (Notoatmodjo, 2002). Kriteria eksklusi penelitian

ini adalah pasien yang mengalami cacat fisik yang dapat menganggu

proses penelitian.

C. Fokus Studi Penelitian

Fokus studi kasus ini adalah menerapkan Hubungan motivasi terhadap

pemenuhan defisit perawatan diri pada pasien skizofrenia dalam

menerapkan defit perawatan diri( Penosal Hygine ) yaitu mandi,

keramas, sikat gigi, dan eliminasi.

D. Variabel Penelitaian

Variabel adalah suatu perilaku atau karakteristik yang akan

memberikan perbedaan nilai terhadap suatu sesuatu ( manusia, benda dan lain

lain). (Soeprapto dkk, 2000).

1. Variabel Independen : Motivasi

2. Varibel Dependen : pemenuhan defisit perawatan diri pada pasien

skizofrenia

E. Definisi Operasional

Definisi operasional ini digunakan untuk membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel diamati/diteliti, perlu sekali variabel-

variabel tersebut diberi batasan. Definisi operasional ini juga bermanfaat

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur)

(Notoatmodjo, 2012).
Tabel 3.1 Hubungan motivasi terhadap pemenuhan defisit perawatan diri

pada pasien skizofrenia

N Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skore

o Operasional Ukur /

kriteri

a hasil
1 Indpende Senam yang Teknik Kusioner - -

nt dilakukan senam hamil:

(Senam untuk 1. Latihan

Hamil) mempersipak otot kaki

an persalinan 2. Latihan

dan melatih pernafasa

otot-otot n

didalam. 3. Latihan

Didalam otot

senma hamil panggul

terdapat 4. Latihan

gerakan yang otot betis

memperkuat 5. Latihan

oto abdomen, otot

membuat pantat

elastisitas 6. Latihan

otot dan anti


ligamen yang sungsang

ada 7. Lakukan

dipunggung senan

dan relaksasi, hamil

sehingga selama

senam hamil 30 menit

dapat minimal

menurunkan 1 kali

nyeri dalam

punggung seminggu

bagain bawah .

pada saat

trimester III.

2 Depende Nyeri Faktor- Lembar Interval Renta

n punggung faktor observasi ng

( Nyeri bawah terjadi penyebab Visual nyeri

Punggun karena nyeri analog 0-10

g Ibu adanya punggung scaleyan

Hamil perubahan bawah: g berisi

Trimester hormone 1. Bertamb skala

III) kehamilan ahnya nyeri

yang berata numerik

meningkatkan badan 0 sampai


horemone 2. Perubah 10

relaksan an

(hormone postur

yang tubuh

membuat otot 3. Aktivita

relaksasi dan s selama

lemas), hal kehamil

ini an

mempengaru 4. Perubah

hi an

fleksibilitas ukuran

jaringan payudar

ligamen yang a

akhirnya 5. Perubah

menyebabkan an

rasa nyeri hormone

pada 6. Stres

punggung

bawah.

F. Instrumen Dan Bahan Penelitian

1. Instrumen

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti mengunakan

lembaran koesioner yang disusun secara tersruktur berdasarkan teori dan


berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Istrumen ini terdiri

dari empat bagian data yaitu data demografi meliputi inisial nama, usia

responden, dan alamat. Bagian kedua kuisioner untuk pengetahuan tentang

perawatan diri mandi , keramas , sikat gigi berisi 10 pernyataan tertutup

tentang personal hygiene, tujuan dan manfaat personal hygiene, indikasi

dan kontraindikasi personal hygiene, waktu dan tempat pelaksanaan

melakukan kegiatan personal hygiene. Penilaian untuk pernyataan positif

tentang pengetahuan menggunakan skala diskontiniu yaitu jika jawaban

benar mendapatkan nilai 1 dan jika jawaban salah tidak mendapat nilai (0).

Bagian ketiga Kuisioner untuk mengetahui pentingnya perwatan

diri berisi pertanyaan 5 tetutup tentang apa saja hubungan motivasi untuk

defisit perawatan diri pada pasien skizofrenia. Bagian ketiga kuisioner

berisi 5 pernyataan tertutup tentang skizofrenia dan penilaiannya

menggunakan kuesioner yang sudah valid dengan menggunakan kuesioner

VAS(visual analog scale)yang menggunakan jadwal dan setiap tindakan

yang dilakukan mandiri di tulis M , tanda B jika diingatkan baru

melakukannya , dan ta.anda T jika tidak melakukanny

G. Uji Validasi dan Reabilitasi

1. Uji Validasi

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuisioner dikatakan valid jika

pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang

akan diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa
item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang

diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara

masing-masing skor item pertanyaan dari setiap variabel dengan total skor

variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Momentdari

Pearson. Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap

butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008).

2. Uji Reabilitas

Setelah mengukur validitas, maka perlu mengukur reliabilitas data,

apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Reliabilitas merupakan

indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat

dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana

hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang

sama. Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan software computer

dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2008). Sebelum

melakukan penelitian, peneliti akan melakukan uji validitas dan reliabilitas

untuk mendapatkan instrumen yang valid untuk penelitian. Uji coba

instrumen dilakukan pada bulan Agustus tahun 2010. Uji coba dilakukan

terhadap 10 pasien RSJD Surakarta. Lokasi tersebut sama dengan lokasi

penelitian, sehingga responden yang telah diteliti dalam uji validitas dan

reliabilitas, tidak termasuk responden dalam penelitian.

H. Metode Pengumpulan Data


1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, maka dilanjutkan

dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Fakultas dan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tujuh Belas Surakarta.

2. Menyerahkan surat permohonan ijin penelitian kepada kepala bagian

RSJD Dr Arif Zainudin Surakarta.

3. Menyeleksi calon responden dengan kriteria yang telah ditentukan

sebelumnya oleh peneliti.

4. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan, peneliti melakukan pendekatan dengan cara mendatangi

responden dan memberikan penjelasan mengenai penelitian ini. Kemudian

jika calon responden bersedia menjadi responden dapat membaca lembar

persetujuan kemudian menandatanganinya.

5. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden

selanjutnya akan diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuisioner

dan responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan ataupun

pertanyaan yang kurang jelas.

6. Peneliti memberikan waktu kira-kira 15 menit kepada responden untuk

menjawab pertanyaan dalam kuisioner.

7. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan didalam kuisioner,

setelah selesai lembar kuisoner dikembalikan kepada penelitian.

8. Kuisioner yang telah diiisi selanjutnya akan diolah dan dianalisa oleh

peneliti.

I. Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSJD Dr Arif Zainudin Surakarta. Berikut

merupakan alasan peneliti memilih tempat tersebut :

1. Akses dari peneliti cukup dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga

peneliti akan dapat membangun kedekatan dengan subyek peneliti untuk

menghindari adanya kecangungan peneliti dan subyek serta adanya

keefektifan peneliti dalam mengumpulkan data.

2. Adanya kejadian Virus COVID-19, maka peneliti mencari subyek

sampel yang terdekat dengan tempat tinggal peneliti.

Sedangkan waktu penelitian ini direncanakan mulai penyusunan

proposal karya tulis ilmiah sampai dengan penyusunan laporan karya tulis

ilmiah mulai bulan November 2020 sampai dengan Maret 2021. Penelitian ini

akan dilakukan pada januari 2021. Dilakukan selama 2 minggu, 1 minggu 1

kali dengan durasi 30 menit pada saat memberikan motivasi dan dukungan

terhadap personal hygiene.

Tabel 3.2 jadwal penelitian 2020-2021

No Kegiatan Waktu

Novem Desember Januari Febru Maret April

ber ari

1 Penyusus

nan

Proposal

KTI

2 Seminar
Proposal

KTI

3 Perijinan

Penelitia

4 Persiapa

Penelitia

5 Pelaksan

naan

Penelitia

6 Pengelo

laan

Data

7 Laporan

KTI

8 Sidang

KTI

9 Revisi

Loran

KTI
J. Teknik Analisa Data

Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan computer, yaitu

dengan menggunakan program computer. Adapun anlisa data yang dilakukan

adalah :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi

variable dependen dan independen. Variable tersebut diantaranya variabel

independennya motivasi . Sedangkan variabel dependen yaitu pemenuhan

defisit perawatan diri pada pasien skizofrenia .

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel dependen dan independen yaitu hubungan motivasi terhadap

pemenuhan defisit perawatan diri di RSJD Dr Arif Zainudin Surakarta.

Tehnik analisis yang dilakukan yaitu dengan Analisis Chi-Square, Regresi

logistic sederhana dan uji korelasi dengan menggunakan derajat

kepercayaan 95 % dengan α 5%, sehingga jika nilai P (p value) < 0,05

berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan

ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan

apabila nilai p value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak

bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan

variabel independen.
K. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut(Notoatmodjo,2012). Etika yang harus diperhatikan dalam

penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menghormati & menghargai harkat martabat manusia

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak responden penelitian

untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian

tersebut, dan peneliti juga mempersiapkan lembar formulir persetujuan

(informed concent) kepada responden ( Notoatmodjo, 2012

2. Menghormati Privasi dan Kerahasian

Setiap responden mempunyai hak-hak dasar individu termasuk

privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi, maka

dari itu seorang peneliti tidak boleh menampilkan informasi

mengenai identitas dan kerahasiaan identitas responden (Notoatmodjo,

2012).

3. Prinsip Keadilan & Kesetaraan

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan,

yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian (Notoatmodjo, 2012).


4. Memperhitungkan Dampak Positif & Negatif Penelitian

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada

khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subjek (Notoatmodjo, 2012).

Anda mungkin juga menyukai