Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TINGKATAN KEAMANAN UNTUK PEMBERIAN


OBAT BERESIKO TINGGI

DISUSUN OLEH: Eka ramdhani desiana ( 048 )


Khalifatu Khusna ( 052 )
Phalmalucia Isabella Marcheline Gring ( 060 )
Ray Pamungkas Wicaksono ( 061 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TUJUH BELAS SURAKARTA


TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga kami


dapat menyelesaikan tugas makalah Ilmu Dasar Keperawatan III yang
berjudul “Makalah Kesalahan Pemberian Obat.”.
            Adapun maksud dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu cara guna 
memperdalam materi IDK III  yang merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan di STIKES
17 Karanganyar Surakarta kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas bimbingan ,dorongan, serta bantuan yang
tak terhingga nilainya dari berbagai pihak.
Untuk itu tim penyusun menyampaikan terimakasih setulusnya kepada:
1. Amik Muladi, S.Kep., Ns., M.Kep.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam jalan memberikan semnagat untuk menyelesaikan
makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Harapan kami
semoga makalah ini mampu memberikan informasi kepada pembaca tentang Kesalahan Pemberian 
Obat.
            Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, dan atas perhatian pembaca
kami ucapakan terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang   
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKesRI, 2006).
Tingkat pencapaian patient safety merupakan indikasi dari kejadian medication error,
khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang
aman. Kriteria medication error menurut Lisby et al (2005) terjadi pada tahap
order/permintaan, transkripsi, dispensing, administering, dan discharge summaries.
Dalam penelitian Dwiprahasto (2006), menyatakan bahwa 11 % medication error di
rumah sakit berkaitan dengan kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis
atau obat yang keliru. Dalam penelitian Aiken dan Clarke (2002) menyatakan bahwa
kesalahan pengobatan dan efek samping obat terjadi pada rata-rata 6,7% pasien yang masuk
ke rumah sakit. Di antara kesalahan tersebut, 25 hingga 50% adalah berasal dari kesalahan
peresapan (eliminasi) dan dapat dicegah. Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi
Universitas Gajah Mada antara 2001- 2003 menunjukkan bahwa medication error terjadi
pada 97 % pasien Intensive Care. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Keselamatan Pasien
(Kongres PERSI 2007) kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama
(24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan (Kemenkes, 2008) (Andi, 2013).
Kesalahan pemberian obat adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih
berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan
seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991).
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat - obatan yang aman. Perawat harus
mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah
tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang
direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat
yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontra indikasi bagi
status kesehatan klien. Sekali obat telah diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek obat
yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti, Daftar Obat Indonesia ( DOI ),
Physicians‘ Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia, seperti ahli farmasi, harus
dimanfaatkan perawat  jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan,
kontra indikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi, atau reaksi yang merugikan dari
pengobatan  ( Kee and Hayes, 1996 ).
Dengan demikian pemberian obat merupakan bagian penting dalam keselamatan
pasien. Upaya pencegahan kesalahan pemberian obat akan efektif jika dilakukan bersama
dengan tenaga kesehatan lain terkait penggunaan obat, terutama dokter dan apoteker dan
berdasarkan standar dan sasaran menurut Internasional Patient Safety Goals (IPSG).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian keselamatan pasien?


2. Bagaimana penjelasan keselamatan pasien menurut IPSG?
3. Bagaimana peran perawat dalam mewujudkan keselamatan pasien?
4. Bagaimana penjelasan tentang pemberian obat dan kesalahan obat?
5. Apa saja faktor kesalahan pemberian obat?
6. Bagaiman cara mencegah kesalahan pemberian obat?
7. Bagaimana cara penatalaksanaan pemberian obat?
8. Berikan contoh studi kasus serta analisis pada kesalahan pemberian obat!

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui indikator keselamatan pasien (patient safety) pada kesalahan pemberian
obat.
2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian keselamatan pasien.


b. Menjelaskan tentang keselamatan pasien menurut IPSG.
c. Menjelaskan tentang pemberian obat dan kesalahan obat.
d. Mengetahui faktor kesalahan pemberian obat.
e. Mengetahui cara mencegah kesalahan pemberian obat.
f. Mengetahui cara penatalaksanaan pemberian obat.
g. Memberikan contoh studi kasus sera analisis kesalahan pemberian obat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)


1.PENGERTIAN KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: assessmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKesRI, 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) mempunyai tujuan yaitu terciptanya budaya
keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien
dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit, dan
terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan (DepKesRI,2006).
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera
di rumah sakitdi Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang
merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Standar
keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada ”Hospital Patient Safety
Standards”yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi rumah
sakit di Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
 Hak pasien
 Mendidik pasien dan keluarga
 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
 Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
 Mendidik staf tentang keselamatan pasien
 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien (DepKesRI, 2006).

2.MENURUT INTERNATIONAL PATIENT SAFETY GOALS (IPSG) ATAU SASARAN


INTERNASIONAL KESELAMATAN PASIEN (SIKP)
International Patient Safety Goal (IPSG) merupakan syarat untuk implementasi di
semua rumah sakit yang terakreditasi oleh Joint Commission International (JCI) di bawah
Standar Internasional IPSG digunakan untuk Rumah Sakit untuk menggiatkan perbaikan-
perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien (Soegiri, 2014).
Tujuan IPSG adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal
keselamatan pasien. Sasaran dalam SIKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam
perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat
para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan
yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya
sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan system (Soegiri,
2014).
Penyusunan sasaran sama saja seperti standar-standar lainnya, ada standar (pernyataan
sasaran), maksud dan tujuan, dan elemen penilaian. Penilaiannya juga sama dengan penilaian
terhadap standar lain yaitu menggunakan kriteria “memenuhi,” “sebagian memenuhi,” atau
“tidak memenuhi”. Dalam Kaidah Keputusan Akreditasi tercakup juga syarat memenuhi
ketentuan SIKP sebagai kaidah keputusan yang terpisah. Daftar Sasaran, Persyaratan, Tujuan,
dan Elemen Penilaian :
 SIKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
 SIKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
 SIKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
 SIKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan Pada PasienYang Benar.
 SIKP.5 Mengurangi Resiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
 SIKP.6 Mengurangi Resiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

a. Standar SIKP.3
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan
yang harus diwaspadai.
b. Maksud dan Tujuan SIKP.3
Bilamana dalam rencana perawatan pasien terdapat juga pemberian obat-
obatan, maka untuk memastikan keselamatan pasien pengelolaan obat yang tepat
menjadi sangat penting. Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah: obat-obatan yang
termasuk dalam sejumlah besar kesalahan obat-obatan yang bila terjadi sesuatu yang
tak diinginkan risikonya lebih tinggi, begitu pula obat-obatan yang mirip
bentuk/bunyi dan namanya. Daftar obat berisiko tinggi dapat diperoleh dari organisasi
seperti misalnya WHO atau Institute for Safe Medication Practices. Masalah
kekeliruan obat yang kerap dikutip adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak
disengaja (misalnya, kalium klorida [sama atau lebih besar daripada 2mEq /ml],
kalium fosfat [sama atau lebih besar dari 3mmol /ml], natrium klorida [lebih besar
dari 0,9%], dan magnesium sulfat [sama atau lebih besar dari 50%]). Kesalahan dapat
terjadi jika staf belum sungguh-sungguh mengenal unit perawatan pasien, yang
dipekerjakan adalah perawat kontrakan yang tidak diberi pengenalan secara memadai,
atau dalam keadaan darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
menghilangkan kejadian ini adalah menyusun proses pengelolaan obat yang patut
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit perawatan pasien ke
farmasi.
Rumah sakit bersama-sama menyusun kebijakan dan prosedur untuk
mengidentifikasi obat-obatan yang patut diwaspadai apa saja yang dimiliki rumah
sakit berdasarkan data yang ada. Kebijakan dan prosedur juga menetapkan bagian
mana saja secara klinis memang memerlukan elektrolit konsentrat sesuai bukti dan
praktik profesional yang ada, seperti misalnya bagian gawat darurat atau kamar
operasi, dan menetapkan cara pelabelannya yang jelas dan cara penyimpanannya
sedemikian rupa sehingga aksesnya terbatas agar terhindar dan pemakaian tak
sengaja.
c. Elemen Penilaian SIKP.3
 Kebijakan dan/atau prosedur disusun untuk mengatasi masalah identifikasi, lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan obat yang patut diwaspadai.
 Kebijakan dan/atau prosedur ini diterapkan.
 Elektrolit konsentrat tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali jika secara
klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian tidak sengaja di
wilayah yang diizinkan oleh aturan kebijakannya.Elektrolit konsentrat yang disimpan
di unit perawatan pasien diberi label jelas dan disimpan sedemikian rupa hingga tidak
mudah diakses.

3.PERAN PERAWAT DALAM MEWUJUDKAN KESELAMATAN PASIEN


TERUTAMA PADA PEMBERIAN OBAT
Berdasarkan hasil penelitian Selleya tahun 2013 tentanghubungan pengetahuan dan
sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) di ruang rawat inap
RSUD Liun Kendage Tahuna dapat disimpulkan sebagai berikut: Ada hubungan pengetahuan
perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) di Ruang Rawat Inap RSUD
Liun Kendage Tahuna, dimana 95% perawat pelaksana mempunyai pengetahuan baik tentang
pelaksanaan keselamatan pasien, dan ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan
keselamatan pasien (patient safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahuna,
dimana 95% perawatpelaksana mempunyai sikap yang baik dalam melaksanakan
keselamatan pasien.
Mempunyai kemampuan untuk mengelola, mengontrol dan memberikan obat secara aman
(safety).Sebelum memberikan obat ke pasien, perawat harus mengetahui secara pasti tentang:
 Nama obat
 Golongan obat / kelas farmakoterapi
 Efek yang diinginkan & mekanisme aksi
 Efek samping
 Efek yang merugikan
 Efek toksik
 Interaksi
 Kontraindikasi & tindakan pencegahannya
 Regimen dosis & rute pemberian
 Data farmakokinetika

Bagaimana jika perawat salah memberikan obat ?


 Segera mengakui kesalahan
 Hubungi dokter / laporkan kepada institusi terkait
 Evaluasi (pribadi maupun institusi) untuk mencari kesalahan &tindakan pencegahan
guna mencegah terulangnya kesalahanyg sama / kesalahan lainnya.
 Dokumentasikan dg benar pd MR / form khusus kekeliruan :penjelasan kesalahan
& langkah yg sudah diambil untuk mengatasinya

II. KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


1.      DEFINISI OBAT
Obat adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi(PerMenKes
917/Menkes/Per/x/1993).
Menurut Kep. MenKes RI No. 193/Kab/B.VII/71, obat adalah suatu bahan atau
paduan bahan – bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah
badan atau bagian badan manusia.

2.      KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


Kesalahan pemberian obat adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang
masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau
konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991).
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain
yang sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah atau
memberi obat yang benar pada rute yang salah, jika terjadi kesalahan pemberian obat,
perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau
perawat senior setelah kesalahan itu diketahuinya.
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman.Perawat harus
mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah
tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang
direkomendasikan.Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat
yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi
status kesehatan klien.Sekali obat telah diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek obat
yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti , Daftar Obat Indonesia (DOI),
Physicians‘ Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia, seperti ahli farmasi, harus
dimanfaatkan perawat  jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan,
kontraindikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi, atau reaksi yang merugikan dari
pengobatan  (Kee and Hayes, 1996).

3.      FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


 Kurang menginterpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan.
Perawat juga sering tidak bertanggung jawab untuk melakukan interpretasi yang tepat
terhadap orde obat yang diberikan. Saat orde obat yang dituliskan tidak dapat
dibaca,maka dapat terjadi kesalahan interpretasi terhadap order obat yang akan
diberikan.
 Kurang tepat dalam menghitung dosis obat yang akan diberikan.Dosis merupakan
faktor penting, baik kekurangan atau kelebihan obat dapat menyebabkan dan bisa
membehayakan,sehingga perhitungan dosis yang kurang tepat dapat membayakan
klien.
 Kurang tepat mengetahui dan memahami prinsip enam benar.
Dalam memberikan pengobatan,kita sebagai perawat sering melakukan kesalahan
yang fatal,hal tersebut bisa terjadi apabila kita kurang mengetahui dan memahami
prinsip enam benar yang tepat.
 Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada
tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah
memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek
samping obat,hanya memberikan obat yang di siapkan diri sendiri.
 Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil
hitungan dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
 Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
tanggal kadaluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.
 Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil
nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada
papan/kardeks ditempat tidur pasien
 Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
 Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat
nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier,2000).

4.      CARA MENCEGAH KESALAHAN PEMBERIAN OBAT


 Baca label obat dengan teliti. Banyak produk tersedia dalam kotak,warna dan bentuk
yang sama.
 Pertanyakan  pemberian banyak tablet atau vial untuk dosis tunggal. Kebanyakan
dosis terdiri dari satu atau dua tablet atau kapsul atau satu vial dosis tunggal.
Interprestasi yang salah terhadap program obat dapat mengakibatkan pemberian dosis
tinggi yang berlebihan.
 Waspada obat-obatan bernama sama. Banyak nama obat yang terdengar
sama(misalnya digoxin dan digitoxin).
 Cermati angka belakang koma. Beberapa obat tersedia dalam jumlah yang merupakan
perkalian satu sama lain(contoh:tablet cumadin dalam tablet 2,5 dan 25mg).
 Pertanyakan peningkatan dosis yang tiba-tiba dan berlebihan. Kebanyakan dosis di
programkan secara bertahap supaya dokter dapat memantau efek teraupetik dan
responnya.
 Ketika suatu obat baru atau obat yang tidak lazim di programkan,konsultasikan
kepada sumbernya. Jika dokter tidak lazim dengan obat tersebut maka resiko
pemberian dosis yang tidak akurat menjadi lebih besar.
 Jangan beri obat yang di programkan dengan nama pendek atau singkatan yang tidak
resmi.Banyak dokter menggunakan nama pendek atau singkatan tidak resmi untuk
obat yang sering di programkan.Apabila perawat atau ahli farmasi tidak mengenal
singkatan tersebut obat yang diberikan atau dikeluarkan bisa salah.
 Jangan berupaya menguraikan dan mengartikan tulisan yang tidak dapat di
baca.Apabila ragu tanya ke dokter kesempatan terjadinya interprestasi kecuali,perawat
mempertanyakan program obat yang sulit di baca.
 Kenali klien yang memiliki nama sama juga minta klien,menyebutkan nama
lengkapnya,cermati nama yang tertera pada tanda pengenalan.
 Sering kali satu atau dua klien memiliki nama akhir yang sama atau mirip label
khusus pada buku,obat dapat memberi peringatan tentang peringatan masalah yang
potensial.
 Cermati ekuivalen.Saat tergesa-gesa salah baca ekuivalen mudah terjadi.Contoh:di
baca milligram padahal mililiter. 

5.      PENATALAKSANAAN OBAT
Dalam membahas tentang penatalaksaan obat dibagi menjadi 2 yaitu pemberian
obatlangsung ke pasien dan pengelolaan atau penyimpanan obat di ruangan.
1. Pemberian obat ke pasien
a. Prinsip-prinsip peberian obat
Dalam membahas tentang prinsip peberian obat hal ini dibagi menjadi 3 yaitu persiaan
peberian dan evaluasi.
1) Persiapan
Pertama perawat harus melihat obat apa yang akan di berikan. Kemudian mengkaji
obat (tujuan pemberian, cara kerja, efek samping, dosis dan lainnya). Setelah itu melakukan
persiapan yang berkaitan dengan pasien yaitu mengkaji riwayat pengobatan pasien,
pengetahuan pasien dan kondisi sebelum pengobatan.
2) Pemberian
Ada 6 benaryang harus diperhatikan perawat dalam pemberian obat.
3) Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk memonitor respon pasien terhadap pengobatan.
Untuk obat-obatan yang sering digunakan di rumah sakit jiwa efek samping biasanya terlihat
sampai 1 jam setelah pemberian.
b. Metode pendekatan khusus dalam pemberian obat
Pemberian obat untuk pasien gangguan jiwa memerlukan pendekatan khusus sesuai
dengan kasusnya seperti pada kasus pasien curiga pasien bunuh diri dan pasien yang
ketergantungan obat.
1) Pendekatan khusus kepada pasien curiga
Pada pasien curiga tidak mudah percaya terhadap suatu tindakan atau pemberian yang
diberikan padanya.Perawat harus meyakinkan bahwa tindakan treatment yang dilakukan ke
pasien tidaklah berbahaya dan bermanfaat bagi pasien. Secara verbal dan non verbal, perawat
harus dapat mengontrol perilakunya agar tidak menimbulkan keraguan pada diri pasien
karena tindakan ragu-ragu dari perawat akan menimbulkan kecurigaan pasien.
Berikan obat dala bentuk dan kemasan yang sama setiap emberi obat agar pasien tidak
bingung, cemas dan curiga. Jika ada perubahan dosis diskusikan terlebih dahulu keadaan
pasien sebelum meminta pasien untuk meminumnya. Yakinkan obat benar-benar diminum
dan ditelan dengan cara meminta pasien membuka mulut dan gunakan spatel untuk melihat
apakah obat disebunyikan. Hal ini terutama pada pasien yang mempunyai riwayat
menyembunyikan obat di bawah lidah dan membuangnya.Untuk pasien yang benar-benar
menolak minum obat walaupun sudah dilakukan pendekatan pemberian obat dilakukan
melalui injeksi sesuai dengan instruktur dokter dengan memperhatikan aspek legal dan hak
pasien untuk menolak pengobatan dalam keadaan darurat.
2) Pendekatan khusus kepada pasien yang potensial bunuh diri.
Pada pasien bunuh diri masalah yang sering timbul adalah penolakan pasien untuk minum
obat dengan maksud pasien untuk merusak dirinya.Perawat harus bersikap tegas dalam
pengawasan pasien untuk minum obat karena pasien pada tahap ini berada dalam fase
ambivalen antara keinginan hidup dan mati.Perawat menggunakan kesempatan treatment
pada saat pasien memunyai keinginan hidup, agar keraguan pasien untuk mengakhiri
hidupnya berkurang karena pasien merasa diperhatikan. 
Perhatian Perawat merupakan stimulus penting bagi pasien untuk meningkatkan motivasi
hidup.Dalam hal ini peran perawat dalam memberikan obat diintegrasikan dengan
pendekatan keperawatan diantaranya untuk meningkatkan harga diri pasien.
3) Pendekatan khusus pada pasien ketergantungan obat
Pada pasien yang mengalami ketergantungan obat biasanya menganggap bahwa obat
adalah segala-galanya dalam menyelesaikan masalah. Sehingga perawat perlu memberikan
penjelasan kepada pasien tentang manfaat obat dan obat bukanlah satu-satunya cara untuk
menyelesaikan masalah. Terapi obat harus disesuaikan dengan terapi modalitas lainnya
seperti penjelasan cara-cara melewati proses kehilangan.
c. Pendidikan Kesehatan
Secara moral perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada
pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencakup informasi tentang
penyakit kemajuan pasien, obat, cara merawat pasien. Pendidikan kesehatan yang berkaitan
dengan pemberian obat yaitu informasi tentang obat efek samping cara minum obat waktu
dan dosis.

6.      CONTOH STUDI KASUS
a.       Kasus
      Kasus An. Az. di Rumah Sakit S  umur 3 tahun pada tanggal 14 februari 2012, pasien di
rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai order dokter
infus pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun  perawat yang tidak mengikuti
operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa melihat bahwa terapi pasien tersebut
infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapa menit kemudian pasien mengalami kejang-
kejang, untung keluarga pasien cepat melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi tambah
parah dan infusnya langsung diganti dan ditambah penitoin.
b.      Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa  kelalaian perawat dapat membahayakan
keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung
jawab untuk mengikuti operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan
yang akan dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan
sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan kepada pasien sesuai order, namun
dalam hal ini perawat tidak menjalankan prinsip benar obat.
Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan
konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pemberian obat menjadi salah satu tugas seorang perawat yang paling penting.
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat
bertanggung jawab pada obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat tersebut benar.Obat
yang diberikan kepada pasien, menjadi bagian integral dari rencana keperawatan.
Tugas seorang perawat adalah harus mengembalikan ke bagian farmasi.Setelah obat
diberikan, tugas seorang perawat adalah mendokumentasikan, dosis, cara/rute, waktu dan
oleh siapa obat itu diberikan.Bila pasien menolak diberikan obat, atau obat itu tidak dapat
dapat diberikan karena alasan tertentu, perawat harus mencatat alasannya dan dilaporkan
kepada dokter untuk tindakan selanjutnya.

B.  Saran
Sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya tanpa
menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.Perawat
harus memahami betul apa saja peran yang harus dimilikinya dalam pemberian obat kepada
pasien, agar tidak terjadi kesalahan.Meningkatkan motivasi dan kinerja perawat dengan
pengawasan, karena sebenarnya perawat sudah mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana
prinsip pemberian obat pada pasien yang benar.
Dan Jika terjadi kesalahan dalam pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus
segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah
kesalahan itu diketahuinya, agar segera di atasi.

DAFTAR PUSTAKA

Aiken L. H. dan Clarke S. .(2002). Hospital nurse staffing and patient mortality, nurse


burnout, and job dissatisfaction. JAMA.
Bawelle, Selleya Cintya, dkk. 2013. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan
Pelaksanaaan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Rawat Inap RSUD Liun
Kendage Tahuna.ejournal keperawatan (e-Kp) Volume1. Nomor 1.Agustus
2013.http://binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361517912.pdf.(Diaksestanggal 29 April 2014).
Bayang, Andi Thenry., dkk. 2013.Faktor Penyebab Medication Error Di RSUD
AnwarMakkatutu Kabupaten Bantaeng.
Cohen, M.R. 1991. Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication Error.
American Pharmaceutical Association: Washington DC.
Dwiprahasto I. 2006.“Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication Error
diPusat Pelayanan Kesehatan Primer”, Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran 2006,
XXXVIII.http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail. (diakses tanggal 29 April 2014).
Joyce L,Kee dan Hayes Evelyn R. 1996.Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan.Jakarta: EGC.
Kozier, Barbara. 2000. Fundamental of Nursing: Concept, Prosess, and Practice: Sixh
edition. Menlo Park, California.
Lisby M, et al.(2005).Errors in the medication process: frequency, type, andpotential.
International Journal for Quality in Health Care: 17 (1): 15-22.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.PerMenKes917/Menkes/Per/x/1993
tentang kesalahan obat.Jakarta : DepKes.
Soegiri, News. 2014. Internasional Patient Safety
Goals. http://lamongankab.go.id/instansi/rsud-soegiri/akreditasi/bab-i/. (Diakses tanggal 29
April 2014).

Anda mungkin juga menyukai