A. Latar Belakang
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKesRI, 2006).
Tingkat pencapaian patient safety merupakan indikasi dari kejadian medication error,
khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang
aman. Kriteria medication error menurut Lisby et al (2005) terjadi pada tahap
order/permintaan, transkripsi, dispensing, administering, dan discharge summaries.
Dalam penelitian Dwiprahasto (2006), menyatakan bahwa 11 % medication error di
rumah sakit berkaitan dengan kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis
atau obat yang keliru. Dalam penelitian Aiken dan Clarke (2002) menyatakan bahwa
kesalahan pengobatan dan efek samping obat terjadi pada rata-rata 6,7% pasien yang masuk
ke rumah sakit. Di antara kesalahan tersebut, 25 hingga 50% adalah berasal dari kesalahan
peresapan (eliminasi) dan dapat dicegah. Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi
Universitas Gajah Mada antara 2001- 2003 menunjukkan bahwa medication error terjadi
pada 97 % pasien Intensive Care. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Keselamatan Pasien
(Kongres PERSI 2007) kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama
(24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan (Kemenkes, 2008) (Andi, 2013).
Kesalahan pemberian obat adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih
berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan
seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991).
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat - obatan yang aman. Perawat harus
mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah
tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang
direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat
yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontra indikasi bagi
status kesehatan klien. Sekali obat telah diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek obat
yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti, Daftar Obat Indonesia ( DOI ),
Physicians‘ Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia, seperti ahli farmasi, harus
dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan,
kontra indikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi, atau reaksi yang merugikan dari
pengobatan ( Kee and Hayes, 1996 ).
Dengan demikian pemberian obat merupakan bagian penting dalam keselamatan
pasien. Upaya pencegahan kesalahan pemberian obat akan efektif jika dilakukan bersama
dengan tenaga kesehatan lain terkait penggunaan obat, terutama dokter dan apoteker dan
berdasarkan standar dan sasaran menurut Internasional Patient Safety Goals (IPSG).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui indikator keselamatan pasien (patient safety) pada kesalahan pemberian
obat.
2. Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Standar SIKP.3
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan
yang harus diwaspadai.
b. Maksud dan Tujuan SIKP.3
Bilamana dalam rencana perawatan pasien terdapat juga pemberian obat-
obatan, maka untuk memastikan keselamatan pasien pengelolaan obat yang tepat
menjadi sangat penting. Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah: obat-obatan yang
termasuk dalam sejumlah besar kesalahan obat-obatan yang bila terjadi sesuatu yang
tak diinginkan risikonya lebih tinggi, begitu pula obat-obatan yang mirip
bentuk/bunyi dan namanya. Daftar obat berisiko tinggi dapat diperoleh dari organisasi
seperti misalnya WHO atau Institute for Safe Medication Practices. Masalah
kekeliruan obat yang kerap dikutip adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak
disengaja (misalnya, kalium klorida [sama atau lebih besar daripada 2mEq /ml],
kalium fosfat [sama atau lebih besar dari 3mmol /ml], natrium klorida [lebih besar
dari 0,9%], dan magnesium sulfat [sama atau lebih besar dari 50%]). Kesalahan dapat
terjadi jika staf belum sungguh-sungguh mengenal unit perawatan pasien, yang
dipekerjakan adalah perawat kontrakan yang tidak diberi pengenalan secara memadai,
atau dalam keadaan darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
menghilangkan kejadian ini adalah menyusun proses pengelolaan obat yang patut
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit perawatan pasien ke
farmasi.
Rumah sakit bersama-sama menyusun kebijakan dan prosedur untuk
mengidentifikasi obat-obatan yang patut diwaspadai apa saja yang dimiliki rumah
sakit berdasarkan data yang ada. Kebijakan dan prosedur juga menetapkan bagian
mana saja secara klinis memang memerlukan elektrolit konsentrat sesuai bukti dan
praktik profesional yang ada, seperti misalnya bagian gawat darurat atau kamar
operasi, dan menetapkan cara pelabelannya yang jelas dan cara penyimpanannya
sedemikian rupa sehingga aksesnya terbatas agar terhindar dan pemakaian tak
sengaja.
c. Elemen Penilaian SIKP.3
Kebijakan dan/atau prosedur disusun untuk mengatasi masalah identifikasi, lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan obat yang patut diwaspadai.
Kebijakan dan/atau prosedur ini diterapkan.
Elektrolit konsentrat tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali jika secara
klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian tidak sengaja di
wilayah yang diizinkan oleh aturan kebijakannya.Elektrolit konsentrat yang disimpan
di unit perawatan pasien diberi label jelas dan disimpan sedemikian rupa hingga tidak
mudah diakses.
5. PENATALAKSANAAN OBAT
Dalam membahas tentang penatalaksaan obat dibagi menjadi 2 yaitu pemberian
obatlangsung ke pasien dan pengelolaan atau penyimpanan obat di ruangan.
1. Pemberian obat ke pasien
a. Prinsip-prinsip peberian obat
Dalam membahas tentang prinsip peberian obat hal ini dibagi menjadi 3 yaitu persiaan
peberian dan evaluasi.
1) Persiapan
Pertama perawat harus melihat obat apa yang akan di berikan. Kemudian mengkaji
obat (tujuan pemberian, cara kerja, efek samping, dosis dan lainnya). Setelah itu melakukan
persiapan yang berkaitan dengan pasien yaitu mengkaji riwayat pengobatan pasien,
pengetahuan pasien dan kondisi sebelum pengobatan.
2) Pemberian
Ada 6 benaryang harus diperhatikan perawat dalam pemberian obat.
3) Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk memonitor respon pasien terhadap pengobatan.
Untuk obat-obatan yang sering digunakan di rumah sakit jiwa efek samping biasanya terlihat
sampai 1 jam setelah pemberian.
b. Metode pendekatan khusus dalam pemberian obat
Pemberian obat untuk pasien gangguan jiwa memerlukan pendekatan khusus sesuai
dengan kasusnya seperti pada kasus pasien curiga pasien bunuh diri dan pasien yang
ketergantungan obat.
1) Pendekatan khusus kepada pasien curiga
Pada pasien curiga tidak mudah percaya terhadap suatu tindakan atau pemberian yang
diberikan padanya.Perawat harus meyakinkan bahwa tindakan treatment yang dilakukan ke
pasien tidaklah berbahaya dan bermanfaat bagi pasien. Secara verbal dan non verbal, perawat
harus dapat mengontrol perilakunya agar tidak menimbulkan keraguan pada diri pasien
karena tindakan ragu-ragu dari perawat akan menimbulkan kecurigaan pasien.
Berikan obat dala bentuk dan kemasan yang sama setiap emberi obat agar pasien tidak
bingung, cemas dan curiga. Jika ada perubahan dosis diskusikan terlebih dahulu keadaan
pasien sebelum meminta pasien untuk meminumnya. Yakinkan obat benar-benar diminum
dan ditelan dengan cara meminta pasien membuka mulut dan gunakan spatel untuk melihat
apakah obat disebunyikan. Hal ini terutama pada pasien yang mempunyai riwayat
menyembunyikan obat di bawah lidah dan membuangnya.Untuk pasien yang benar-benar
menolak minum obat walaupun sudah dilakukan pendekatan pemberian obat dilakukan
melalui injeksi sesuai dengan instruktur dokter dengan memperhatikan aspek legal dan hak
pasien untuk menolak pengobatan dalam keadaan darurat.
2) Pendekatan khusus kepada pasien yang potensial bunuh diri.
Pada pasien bunuh diri masalah yang sering timbul adalah penolakan pasien untuk minum
obat dengan maksud pasien untuk merusak dirinya.Perawat harus bersikap tegas dalam
pengawasan pasien untuk minum obat karena pasien pada tahap ini berada dalam fase
ambivalen antara keinginan hidup dan mati.Perawat menggunakan kesempatan treatment
pada saat pasien memunyai keinginan hidup, agar keraguan pasien untuk mengakhiri
hidupnya berkurang karena pasien merasa diperhatikan.
Perhatian Perawat merupakan stimulus penting bagi pasien untuk meningkatkan motivasi
hidup.Dalam hal ini peran perawat dalam memberikan obat diintegrasikan dengan
pendekatan keperawatan diantaranya untuk meningkatkan harga diri pasien.
3) Pendekatan khusus pada pasien ketergantungan obat
Pada pasien yang mengalami ketergantungan obat biasanya menganggap bahwa obat
adalah segala-galanya dalam menyelesaikan masalah. Sehingga perawat perlu memberikan
penjelasan kepada pasien tentang manfaat obat dan obat bukanlah satu-satunya cara untuk
menyelesaikan masalah. Terapi obat harus disesuaikan dengan terapi modalitas lainnya
seperti penjelasan cara-cara melewati proses kehilangan.
c. Pendidikan Kesehatan
Secara moral perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada
pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencakup informasi tentang
penyakit kemajuan pasien, obat, cara merawat pasien. Pendidikan kesehatan yang berkaitan
dengan pemberian obat yaitu informasi tentang obat efek samping cara minum obat waktu
dan dosis.
6. CONTOH STUDI KASUS
a. Kasus
Kasus An. Az. di Rumah Sakit S umur 3 tahun pada tanggal 14 februari 2012, pasien di
rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai order dokter
infus pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun perawat yang tidak mengikuti
operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa melihat bahwa terapi pasien tersebut
infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapa menit kemudian pasien mengalami kejang-
kejang, untung keluarga pasien cepat melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi tambah
parah dan infusnya langsung diganti dan ditambah penitoin.
b. Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat membahayakan
keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung
jawab untuk mengikuti operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan
yang akan dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan
sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan kepada pasien sesuai order, namun
dalam hal ini perawat tidak menjalankan prinsip benar obat.
Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan
konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian obat menjadi salah satu tugas seorang perawat yang paling penting.
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat
bertanggung jawab pada obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat tersebut benar.Obat
yang diberikan kepada pasien, menjadi bagian integral dari rencana keperawatan.
Tugas seorang perawat adalah harus mengembalikan ke bagian farmasi.Setelah obat
diberikan, tugas seorang perawat adalah mendokumentasikan, dosis, cara/rute, waktu dan
oleh siapa obat itu diberikan.Bila pasien menolak diberikan obat, atau obat itu tidak dapat
dapat diberikan karena alasan tertentu, perawat harus mencatat alasannya dan dilaporkan
kepada dokter untuk tindakan selanjutnya.
B. Saran
Sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya tanpa
menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.Perawat
harus memahami betul apa saja peran yang harus dimilikinya dalam pemberian obat kepada
pasien, agar tidak terjadi kesalahan.Meningkatkan motivasi dan kinerja perawat dengan
pengawasan, karena sebenarnya perawat sudah mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana
prinsip pemberian obat pada pasien yang benar.
Dan Jika terjadi kesalahan dalam pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus
segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah
kesalahan itu diketahuinya, agar segera di atasi.
DAFTAR PUSTAKA