Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa namun masih
bias diharapkan sembuh. ICU menyediakan kemampuan dan sarana-sarana khusus
untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan
tersebut.

Evolusi ICU berasal dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada


awal tahun 1950-an yang menimbulkan banyak kematian yang disebabkan oleh
kelumpuhan otot-otot pernapasan. Dokter-dokter anestesi pada waktu itu melakukan
intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan selama
anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan
mereka mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan
mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan sebelumnya dengan menggunakan
iron lung sebannyak 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilator bertekanan
positif yang ternyata sangat efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang. Sejak
saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai terbentuk dan menyebar luas.
Pada tahun 1958, Dr. Peter Safar, seorang anesthesiologist, membuka ICU yang
pertama dengan anggota staf yang terdiri dari dokter di Baltimore City Hospital
Amerika.

Di Indonesia sejarah ICU dimulai tahun 1971 dibeberapa kota besar, yaitu di
RSCM Jakarta oleh Prof. Moch. Kelan dan Prof. Muhardi, di RS Dr. Soetomo
Surabaya oleh Prof. Karijadi Wirioatmodjo, di RS Dr. Karijadi Semarang oleh Prof.
Haditopo, yang selanjutnya menyebar di banyak kota dan umumnya dimotori oleh
para anesthesiologist.

Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau
ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care

1
medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi tunjangan fangsi organ-organ vital
seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal dan lain-lainnya.

Dibutuhkannya tenaga-tenaga khusus dan sarana-sarana yang terbatas dan


mahal menyebabkan perlunya dikonsentrasikan pada suatu lokasi di rumah sakit demi
efisiensi. Kecenderungan sekarang adalah membuat suatu ICU umum (general ICU).
pasien coronary care dan pendarahan sering kali di kelola di general ICU.

B. Tujuan
1. Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan ICU di Rumah Sakit Umum Bunda.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien ICU di Rumah Sakit
Umum Bunda.
3. Menjadi acuan pengembangan pelayanan ICU di Rumah Sakit Umum Bunda.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan ruang ICU Rumah Sakit Umum Bunda meliputi
pelayanan pasien cardio (jantung) serta pasien non cardio seperti pasien bedah dan
pasien interna. Adapun ruang lingkup yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit- penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa
hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar.
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat tergantung
pada alat/mesin dan orang lain.

Bidang kerja ICU meliputi pengelolaan pasien dan administrasi unit. Kebutuhan
dari masing- masing bidang akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit.
1. Pengelolaan Pasien langsung
Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh dokter intensives
dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis,
menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut
merawat pasien.
2. Administrasi Unit
Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dokter intensives pada aktivitas manajemen.

2
D. Klasifikasi ruang ICU Rumah Sakit Umum Bunda.
ICU RSU Bunda tergolong ICU primer, dimana pelayanan ICU primer
hendaknya mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk pasien sakit
gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting
dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang
beresiko. ICU harus mampu melakukan ventilasi mekanik dan pemantauan
kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. ICU RSU Bunda belum bisa
dikatagorikan ICU Sekunder walaupun beberapa standar ICU sekunder sudah bisa
dipenuhi seperti standar ketenagaan yang sudah terlatih ICU, dan memiliki
koordinator seorang intensivis ICU namun masih ada beberapa standar ICU sekunder
yang belum bisa dipenuhi seperti fasilitas Ventilator yang belum memadai jumlahnya
serta fasilitas penunjang laboratorium yang belum maximal dan kurangnya fasilitas
alat invasive.

Kekhususan/ standar yg sudah dimiliki:

a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan
perawatan lain. Saat ini ICU RSU Bunda berada di lantai 1 berdekatan dengan
ruang OK dan IGD.
b. Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
c. Memiliki seorang dokter intensivies sebagai koordinator ICU
d. Konsulen yang membantu selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
e. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
Saat ini ICU RSU Bunda memiliki 50 % tenaga yang terlatih ICU
f. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb, hematokrit,
elektrolit, gula darah dan trombosit), rontgen, kemudahan diagnostik dan
fisioterapi.

3
BAB II
DEFINISI

A. Pengertian
1. Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujikan untuk observasi, perawatan, dan terapi
pasien- pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
2. Setiap dokter dapat memasukkan pasien ke ICU sesuai dengan indikasi masuk ke
ICU yang benar, karena keterbatasan tempat tidur hanya 6 tempat tidur maka di
ICU RSU Bunda menetapkan asas prioritas dan indikasi masuk dengan
melibatkan dokter intensivis/dokter anestesi serta dokter jantung.
3. Perawat ICU adalah perawat terlatih yang bersertifikat ICU, atau bersertifikat
bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut atau perawat ruang rawat inap yang
sudah memiliki pengalaman kerja selama 3 tahun.

B. Sarana dan Prasarana


1. Lokasi
Ruang ICU RSU Bunda terletak di lantai satu berdekatan dengan ruang UGD,
Kamar Operasi, Ruang Bersalin, Laboratorium dan radiologi.
1) Desain.
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan desain yang baik dan
pengaturan ruangan yang adekuat.
Ruangan di ICU RSU Bunda dibagi menjadi beberapa area yang terdiri dari
1) Area Pasien
a. Jarak antara tempat tidur : 1,5 m

4
b. Terdapat satu handrub dimasing- masing tempat tidur.
2) Area Kerja.
a. Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak
visual perawat dengan pasien
b. Ruang yang cukup untuk memonitoring pasien,tersedia bed
side monitor pada setiap bed pasien serta peralatan resusitasi
dan penyimpanan obat dan alat.
c. Dilengkapi dengan viewer.
d. Tersedia fasilitas telephone untuk komunikasi.
3) Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu
dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan, suhu 22-25 C dan
kelembaban 50-70 %.
4) Ruang Penyimpanan Peralatan dan Barang Bersih.
Untuk tempat penyimpanan stok linen, untuk menyimpan monitor,
ventilasi mekanik dan alat-alat sekali pakai.
5) Ruang tempat pembuangan alat/ bahan kotor.
Ruang untuk membersihkan alat - alat, pengosongan dan
pembersihan pispot dan botol urine.
6) Ruang perawat.
Terdapat nurse station yang dapat digunakan oleh perawat selama
bertugas.
7) Ruang Ka Ru sekaligus ruang informasi.
Selain digunakan oleh kepala ruangan dalam melakukan tugasnya,
ruangan ini juga digunakan oleh perawat dan dokter untuk
memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang
perkembangan pasien dan informasi lainnya.

BAB III
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Managemen Pasien.
Tipe dan system pelayanan yang diterapkan di ICU RSU Bunda adalah tipe
semi close system dimana semua dokter yang merawat pasien boleh

5
memberikan usulan terapi, namun tetap dikoordinir oleh dr intensivies dan dr
spesialis anestesi.
1. Kriteria Pasien Masuk dan Keluar ICU
1) Indikasi masuk dan keluar ICU
Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian
khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang
dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Karena kekhususannya
tersebut, pelayanan ICU adalah labor-intensive dan mahal dan karena itu
ketersediaannya dirumah sakit pada umumnya terbatas. Keadaan ini
memaksa diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana
yang terbatas ini apabila kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur
yang tersedia di ICU.Merupakan suatu tugas dari dokter yang merawat
pasien untuk meminta dimasukkan ke ICU bila ada indikasi dan segera
memindah ke unit yang lebih rendah bila telah memungkinkan. Adalah
tanggung jawab kepala ICU agar pasien sesuai dengan indikasi masuk ICU.
Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, kepala ICU
menentukan pasien yang mana yang akan diberi prioritas. Prosedur untuk
melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU.
Harus tersedia mekanisme untuk mengkaji ulang secara retrospektif kasus-
kasus dimana dokter yang merawat tidak setuju dengan keputusan kepala
ICU.

a. Kriteria masuk

Suatu ICU memberikan pelayanan-pelayanan antara lain pemantauan


yang canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan-keadaan penggunaan
tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas
1) hendaknya didahulukan dibandingkan pasien yang memerlukan
pemantauan intensif (prioritas 2) dan pasien sakit kritis atau terminal
dengan prognosis yang jelek untuk sembuh (prioritas 3). Bila
dimungkinkan, penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis
hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk pasien.

a) Pasien-pasien prioritas 1

6
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif seperti tunjangan ventilasi, infus obat-obat
vasoaktif kontinyu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain
Dyspneu, CHF dan pasien septic shock. Mungkin ada baiknya beberapa
institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat
hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas 1
umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang
diterimanya.

b) Pasien-pasien prioritas 2

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU.


Pasien-pasien ini beresiko memerlukan terapi intensif segera, dan karena itu
mendapat manfaat pemantauan intensif menggunakan metoda-metoda
seperti pulmonary arterial catheter. Contoh dari pasien-pasien iai antara lain
pasien dengan penyakit dasar jantung, paru, atau renal yang mengalami
penyakit akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major.
Pasien prioritas 2 umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam
terapi yang diterimanya.

c) Pasien-pasien prioritas 3

Pasien-pasien ini sakit kritis, dan tidak stabil dimana status


kesehatannya sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi
kemungkinan kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU.
Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik
disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas;
atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 mungkin mendapat
terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin
tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner.

d) Pengecualian

7
Jenis-jenis pasien berikut umumnya tidak sesuai untuk masuk ICU, dan
hanya akan dipertimbangkan pada keadaan-keadaan luar biasa, atas
persetujuan kepala ICU. Lagi pula pasien-pasien tersebut bila perlu harus
dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan
untuk pasien prioritas 1,2, dan 3. Yang termasuk pasien dengan pengecualian
yaitu :

 Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup


yang agresif dan hanya demi, “perawatan yang nyaman” saja. Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR”. Sesungguhnya, pasien-
pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang
tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survival-nya.
 Pasien dalam keadaan vegetative permanen
 Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya
rendah untuk memerlukan terapi ICU. Contoh-contoh pasien kelompok
ini antara lain, pasien pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic
ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat tetapi sadar,
concussion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien
semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk
terapi definitif dan/atau observasi.

b. Kriteria keluar

1) Pasien-pasien prioritas 1

Hendaknya dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif


telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek
jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif
kontinyu kecil. Contoh-contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau
lebih gagal sistim organ yang tidak berespons terhadap pengelolaan agresif.

2) Pasien-pasien prioritas 2

8
Hendaknya dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan
terapi intensif telah berkurang

3) Pasien-pasien prioritas 3

Hendaknya dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif


telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila
kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil.
Contoh-contoh dari hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit
lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma
yang telah menyebar luas dan lain-lainnya yang telah tidak berespons terhadap
terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka pendeknya secara
statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki
prognosisnya.

Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering


merupakan perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan
non-ICU yang sesuai HAM dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU.

B. Alur pelayanan ruang ICU


Ruang Bersalin IGD Kamar Operasi

ICU

Rawat inap Rawat jalan

Pulang (sehat/meninggal)
dan dirujuk

C. Persiapan penerimaan pasien

9
Alur penerimaan pasien baru yaitu :
1. Pasien interen RSU Bunda
1) Ruangan mengonsulkan pasien melalui dr jaga atau DPJP bersangkutan
(IGD, rawat inap, poliklinik, OK), menghubungi dr jaga anastesi saat itu
(untuk kasus bedah atau interne/non cardio), atau dokter DPJP Internis
yang jaga (untuk kasus cardio).
2) Perawat ruangan bersangkutan menghubungi CO (Central Opname) untuk
memastikan ketersediaan tempat tidur.
3) Setelah dokter intensives atau dokter DPJP acc,pasien dapat dikirim ke
ruang ICU dengan memperhatikan prinsip-prinsip transfer (bila kondisi
pasien kritis maka pasien harus didampingi oleh dokter jaga dan perawat)
4) Perawat ruang ICU menerima pasien dan menempatkan pada bed yang
telah disiapkan.
5) Perawat ICU melakukan operan dengan perawat yang membawa pasien
menyangkut riwayat penyakit pasien, terapi yang didapatkan, dan rencana
pasien selanjutnya
6) Pasien kemudian dicatat pada buku register
7) Perawat ruang ICU kemudian melaporkan kondisi pasien baik secara
langsung ataupun via telephone ke dokter anastesi sebagai DPJP.

2. Pasien dari luar RSU Bunda.


Alur penerimaan pasien dari luar RSU Bunda.

1) Petugas admission atau operator menginformasikan kepada perawat ICU


bahwa ada amprahan ICU.
2) Perawat ICU berbicara langsung dengan petugas dari rumah sakit luar
melalui telepone tentang identitas pasien, diagnosa, kondisi terakhir, serta
alasan merujuk ke RSU Bunda. Perawat ICU menyampaikan akan
menghubungi kembali setelah ada keputusan dari dokter MOD.

3) Perawat ICU harus menghubungi dokter MOD menyampaikan tentang


amprahan dari luar, serta kondisi ketersediaan bed di ICU.

10
4) Bila diperlukan, dokter MOD harus menghubungi kembali rumah sakit
yang akan mengirim pasien untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat
tentang kondisi pasien. Kemudian menyatakan menerima atau menolak
pasien yang mau dikirim.

5) Bila dokter MOD tidak menghubungi rumah sakit yang akan mengirim
pasien, maka perawat ICU harus menelpone kembali rumah sakit yang akan
mengirim pasien untuk menyampaikan keputusan dokter MOD.

6) Bila dokter MOD sudah acc untuk menerima pasien, maka perawat ICU
menginformasikan ke UGD bahwa ada kiriman pasien dari rumah sakit
luar.

7) Serah terima pasien dilakukan di UGD oleh dokter jaga, dilanjutkan dengan
melakukan assesmen awal.

8) Dokter jaga UGD mengkonsulkan pasien ke dokter intensivis.

9) Bila dokter intensivis sudah acc, petugas CO (Central Opname)


menghubungi ICU untuk mempersiapkan tempat.

10) Perawat ICU menyiapkan Bed dan peralatan yang akan digunakan

11) Perawat UGD akan menghubungi perawat ICU untuk mengkorfirmasikan


bahwa akan mengirim pasien

12) Perawat UGD mengantar pasien ke ICU, bila kondisi pasien dalam keadaan
kritis harus didampingi oleh dokter

13) Penderita diterima oleh perawat ICU dan dilakukan serah terima dengan
lengkap mengenai permasalahan pasien.

D. Monitoring pasien
1. Praktek critical care medicine

Pelaksanaan critical care medicine adalah berbasis rumah sakit,


diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Pasien
sakit kritis meliputi:

1) Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan


dokter, perawat, perawatan napas yang terkoordinasi dan
berkelanjutan, sehingga memerlukan perhatian yang teliti, agar
dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan titrasi terapi

11
2) Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi
fisiologis dan karena itu memerlukan pemantauan konstan dan
kemampuan tim intensive care untuk melakukan intervensi segera
untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.

Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup


khusus yang harus dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang
mempunyai dasar pengetahuan, ketrampilan tebis, komitmen waktu, dan
secara fisik selalu berada ditempat untuk melakukan perawatan titrasi dan
berkelanjutan. Perawatan ini harus berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang
menjamin pasien dikelola dengan cara yang aman, manusiawi, dan efektif,
dengan menggunakan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga
memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil yang optimal. Hasil
pemantauan pasien didokumentasikan di chart pasien dan di lyst pasien.

2. Pelayanan critical care

Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara


formal dan mampu memberikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari
tugas-tugas lain yang membebani, seperti kamar operasi atau tugas-tugas
kantor. Intensivis yang bekerja harus berpartisipasi dalam suatu sistim yang
menjamin kelangsungan pelayanan critical care 24 jam. Hubungan pelayanan
ICU yang terorganisir dengan bagian-bagian pelayanan lain di rumah sakit
harus ada dalam organisasi rumah sakit.

Bidang kerja pelayanan critical care meliputi: (1) pengelolaan pasien;


(2) administrasi unit, (3) pendidikan; dan (4) penelitian. Kebutuhan dari
masing-masing bidang akan bergantung dari level tiap unit.

E. Pengiriman Pasien
1. Pengiriman ke rawat inap
Pasien yang telah dengan pemeriksaan medis telah dinyatakan stabil atau
dengan alasan tertentu sudah tidak lagi memerlukan perawatan di ruang
ICU dapat dipindahkan ke ruang perawatan yang lebih rendah, atas

12
persetujuan intensivist di ICU dan dokter yang lain yang ikut merawat.
Perawat ruang ICU akan berkoordinasi dengan perawat di ruangan yang
akan dituju sesuai dengan jenis kasus terkait dengan pengiriman pasien.
Untuk pengiriman pasien dari ruang ICU ke ruang rawat inap, pasien
dijemput oleh perawat dari ruangan yang akan dituju.
2. Pengiriman ke kamar operasi
Apabila pasien di ruang ICU memerlukan tindakan pembedahan, perawat
ruang ICU berkoodinasi dengan DPJP tentang jadwal dan persiapan pra
operasi, perawat ICU melakukan persiapan pasien sebelum dikirim ke
kamar operasi, setelah pasien memenuhi persyaratan, kemudian pasien
dikirim ke kamar operasi.
3. Pengiriman rujukan.
Rujukan akan dilakukan ke rumah sakit yang pelayanan atau tipe nya lebih
tinggi, atas persetujuan dari intensivist dan dokter yang merawat, dan
apabila pasien dari ruang ICU memerlukan terapi segera ke ruang ICU yang
lebih tinggi perlu dilakukan komunikasi terkait ketesediaan tempat sarana
dan pra sarana. Adapun tatacara pengiriman pasien dari ruang ICU RSU
Bunda ke luar rumah sakit yaitu :
1) Pasien atas pertimbangan dokter/tim yang merawat harus dirujuk ke
pusat rujukan lain karena penyakit yang dideritanya tidak dapat
ditanggulangi di RSU Bunda
2) Dokter /tim yang merawat membuat rekomendasi dan alasan pasien
harus dirujuk di Medical Record pasien.
3) Dokter/tim yang merawat menulis surat rujukan dengan dilampiri
seluruh hasil pemeriksaan penunjang medis yang telah dilakukan serta
program terapi yang sudah diberikan.
4) Dokter/tim yang merawat memberikan informasi kepada keluarga
tentang rencana transfer, alasan serta teknis transfer.
5) Perawat ICU menghubungi bagian admission rumah sakit yang akan
dituju untuk menginformasikan pengiriman pasien, serta menanyakan
ketersediaan kamar.

13
6) Bila sudah acc, perawat ICU menyiapkan berkas pasien untuk dibawa
ke bagian administrasi, serta melakukan return obat yang tidak
terpakai.
7) Perawat ICU menginformasikan kepada keluarga pasien untuk
mengurus administrasi.
8) Perawat ICU mempersiapkan tim yang akan mengirim pasien, sesuai
dengan hasil evaluasi dokter anastesi/intensives.
9) Perawat ICU menghubungi petugas operator untuk mempersiapkan
fasilitas ambulance.
10) Perawat ICU mengecek kelengkapan fasilitas selama proses transfer
(meliputi alat serta obat- obat yang diperlukan).
11) Tim pengirim pasien mengirim pasien ke rumah sakit tujuan.
12) Selama proses transfer tim pengirim mendokumentasikan hasil
observasi pasien pada lembar observasi.
13) Petugas pengirim melakukan serah terima pasien dengan dengan
petugas rumah sakit yang dituju menggunakan form rujukan.
14) Petugas pengirim dan penerima pasien menandatangani form rujukan.
15) Petugas pengirim menyerahkan form rujukan yang asli (warna putih)
kepada petugas yang menerima pasien.
16) Petugas pengirim menyerahkan salinan form rujukan ke bagian rekam
medis RSU Bunda.

BAB IV
SUMBER KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia


Ketenagaan diruang ICU terdiri atas
a. Dokter spesialis anastesi sebanyak 4 orang dan dokter konsultan intensive care
sebanyak satu orang sebagai koordinator.

14
b. Perawat konsultan ICU dari RSU Bunda sebanyak satu orang setiap satu shift.
c. Staf perawat yang bersertifikat terlatih perawatan intensif atau minimal
berpengetahuan dibidang kegawat daruratan sebanyak 13 orang.
B. Distribusi ketenagaan
Ketenagaan terutama perawat di bagi berdasarkan metode tim, dimana
didalam setiap tim terdapat seorang ketua tim yang telah memenuhi persyaratan
minimal yaitu telah bekerja secara terus menerus minimal 3 (tiga) tahun di ruang ICU,
bersertifikat pelatihan ICU, berpendidikan minimal DIII Keperawatan atau S1
Keperawatan
C. Pengaturan jaga
Standar ideal untuk perbandingan antara perawat dan pasien adalah 1 : 3, saat
ini kapasitas tempat tidur ICU RSU Bunda adalah 6 tempat tidur, sedangkan jumlah
tenaga perawat yang ada adalah 8 orang, sehingga dalam setiap jaga/tim
beranggotakan 2 orang, hal ini menunjukkan perbandingan yang ideal, setiap tim
terbagi dalam 3 shift yaitu pagi, sore dan malam.
Ketentuan petugas saat jaga yaitu :
a. Memakai pakaian kerja lengkap serta name tag.
b. Petugas (perawat, dokter, dan profesi lain ) memakai alas kaki berupa sepatu
yang dalam kondisi bersih.
c. Petugas menggunakan APD sesuai dengan kebutuhan.

D. Pelatihan
Sebagai pra syarat untuk dapat menjadi perawat ICU antara lain :
a. Pengenalan tanda kegawat-daruratan yang mengancam nyawa
b. Perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk RJP dasar
c. Pemasangan intervensi intravaskuler
d. Melakukan pelayanan perawatan intensif sesuai kebutuhan pasien
e. Program pengendalian infeksi
f. Program keselamatan dan kesehatan kerja.
g. Penggunaan peralatan secara benar, efektif dan aman.
h. Pelayanan prima.
Saat ini perawat ICU RSU Bunda 50 % telah mendapatkan pelatihan ICU.

F. Ketentuan Pengunjung.
Saat pertama kali masuk ICU keluarga pasien/pengunjung berhak :
a. Mendapatkan penjelasan tentang tata tertib di ICU.
b. Mendapatkan edukasi tentang hand hygiene.
c. Mendapatkan penjelasan tentang penggunaan sandal/alas kaki saat
berkunjung ke ICU (sandal sudah disiapkan dalam kondisi bersih).

15
BAB V
STANDAR FASILITAS
A. Standar fasilitas
Tempat tidur khusus Saat ini fasilitas yang tersedia di Ruang ICU RSU Bunda
sebagai berikut :
a. Alat pengukur tekanan darah
b. Pulse oxymetri
c. E K G
d. Alat pengukur suhu
e. Alat penghisap (suction) portable
f. Alat ventilasi manual dan alat penunjangnya
g. Ventilator
h. Oksigen sentral
i. Defebrilator
j. Emergency trolley yang berisi alat dan obat untuk keadaan emergency :
Airway, laringoskop, ambu bag, O 2, adrenalin, dll
k. Pompa infus dan pompa syringe
l. Monitor tekanan darah sentral

B. Pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi peralatan


1. Peralatan
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran, dan fungsi
ICU nya dan sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar
yang berlaku.
b. Terdapat prosedur pengecekan berkala untuk keamanan alat
c. Peralatan dasar meliputi:
- Ventilator
- Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
- Alat hisap
- Peralatan monitor invasif dan non invasive
- Defibrilator
- Alat pengatur suhu pasien
- Pompa infus dan pompa syringe
- Peralatan portable untuk transportasi
- Tempat tidur khusus

2. Monitoring Peralatan (termasuk peralatan portable yang digunakan untuk


transportasi pasien)
16
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan
tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.
b. Pemantauan konsentrasi oksigen
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan
oleh ventilator atau sistem pernafasan.
c. Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem
pernafasan.
Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera
mendeteksi kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus
menerus.
d. Volume dan tekanan ventilator.
Volume yang keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan
nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan
dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.
e. Suhu alat pelembab (humidifier)
Ada tanda bahaya bila terjaadi peningkatan suhu udara inspirasi.
f. Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
g. Pulse oximeter
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU
h. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur
variable fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri
pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas,
tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2
ekspirasi.
Pemeliharan alat dilakukan secara berkesinambungan
bekerjasama dengan pihak ketiga dan dilakukan kalibarasi dan juga
rencana peremajaan alat minimal setiap 1 tahun sekali.

17
18
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Rekam Medis
Pasien yang dirawat di ruang ICU dicatat di buku register dan terintegrasi dengan
SIM RS.
B. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan di ruang ICU dilakukan secara
berkesinambungan setiap bulan sekali secara manual dan kedepan telah terintegrasi
dengan SIM RS. Hasil pencatatan selanjutnya dilaporkan kepada Kepala Bagian
Rawat Khusus.
C. Evaluasi Hasil Perawatan Pasien (Pelaporan Pada Pedoman Organisasi)
Evaluasi dari hasil perawatan dapat disampaikan pada saat laporan pagi /morning
report, dan apabila sekiranya kasus yang dihadapi memerlukan pemahaman yang
lebih mendalam oleh komite medik akan dipertajam dengan melakukan audit kasus
secara internal.

19
BAB VII
LOGISTIK

A. Prosedur penyediaan Alat Kesehatan dan Obat


Untuk memenuhi ketersediaan alat-alat dan obat-obatan untuk pasien
menggunakan sistem pengamprahan untuk setiap pasien .
B. Perencanaan peralatan / peremajaan
Perencanaan alat-alat dilakukan atau dievaluasi sesuai dengan perkembangan atau
penambahan jumlah kapasitas bed/tempat tidur, sedangkan peremajaan dilakukan sesuai
dengan spek dari masing-masing alat yang biasanya antara 5 - 10 tahun

BAB VIII

20
KESELAMATAN KERJA

A. Pelaksanaan Program Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan


Bencana (K3)

Pelaksanaan program K3 di ICU telah terintegrasi dengan program K3 di


rumah sakit, untuk setiap ruangan seperti ICU dengan banyak alat-alat elektomedis
selalu disediakan APAR (alat pemadam api ringan), disamping itu juga alur
evakuasi pasien dan tenaga medis apabila terjadi darurat bencana sudah diatur
sesuai dengan kebutuhan.

21
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

A. Angka Ketidak lengkapan Rekam Medis


Setiap pasien yang telah dirawat di ICU rekam medis telah diisi oleh
perawat yang menyangkut asuhan keperawatan dan oleh doker baik berupa
catatan perkembangan, resume pasien, diagnosa akhir maupun dischard
planing, begitu juga semua profesi yang terlibat dalam perawatan pasien wajib
untuk menulis di rekam medis. Sesuai dengan standar akreditasi catatan
perkembangan pasien dilakukan secara terintergrasi. Berkas-berkas rekam
medis yang belum lengkap hendaknya dilengkapi terlebih dahulu sebelum
dikembalikan ke unit rekam medis Rumah sakit.
Monitoring mutu asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan
instrument A dan instrument B (kepuasan pasien). Monitoring dilakukan setiap
hari kemudian data direkap dan dilaporkan tiap tiga bulan.
B. Angka Kematian Spesifik
Kasus kematian di ruang ICU dilaporkan secara berkala setiap hari saat
laporan pagi, berkesinambungan setiap bulan secara manual dan akan
terintegrasi dengan SIM RS
C. Angka Infeksi Nosokomial (Pneumonia, Infeksi Saluran Kemih, Infeksi
Jarum Infus)
Pasien yang dirawat di ICU yang mendapat tindakan invasive selalu
didipantau perkembangannya dengan mencatat tanggal mulai dipasang alat-alat
invasive tersebut. Apabila ditemukan tanda-tanda infeksi nasokomial dilakukan
evaluasi, pencatatan, dan pelaporan setiap bulan kepada panitia infeksi
nasokomial
D. Indikator Klinik dan Insiden Keselamatan Pasien
Indikator Klinik yang ingin dicapai di Unit ICU RSU Bunda yaitu :,
1. Kepatuhan terhadap hand hygiene 100 %.
2. Pemberi Pelayanan Unit Intensif 100 %.
3. Rata- rata pasien yang kembali ke Perawatan Intensif dengan kasus yang
sama < 72 jam, < 3 %

22
BAB X
PENUTUP

Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa namun masih
bisa diharapkan sembuh. ICU menyediakan kemampuan dan sarana-sarana khusus
untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan
tersebut
Untuk itu sangat penting bagi ruang ICU menetapkan klasifikasi ICU, indikasi
pasien yang dirawat dan indikasi pasien keluar ICU. Disamping itu alur pasien atau
sistem rujukan juga harus jelas dan diatur dalam SOP. Faktor lain yang harus
mendukung yaitu pengendalian mutu yang menyangkut Angka ketidak lengkapan
rekam medis, Angka kematian spesifik, Angka infeksi nosokomial (pneumonia,
infeksi saluran kemih, infeksi jarum infus), Indikator klinik dan insiden keselamatan
pasien.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………... i
SK DIREKTUR TENTANG PANDUAN PELAYANAN ICU…………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………... 1
A. Latar Belakang…………………………………………………….. 1

23
B. Tujuan……………………………………………………………. 2
C. Ruang Lingkup Pelayanan…………………………………………. 2
D. Klasifikasi Ruang ICU……………………………………………… 3
BAB II DEFINISI…………………………………………………………. 5
A. Pengertian………………………………………………………… 5
B. Sarana dan Prasarana……………………………………………….. 5
BAB III TATA LAKSANA PELAYANAN………………………………. 7
A. Managemen Pasien…………………………………………………. 7
B. Alur Pelayanan ICU……………………………………………….. 11
C. Persiapan Penerimaan Pasien………………………………………. 11
D. Monitoring Pasien…………………………………………………. 12
E. Pengiriman Pasien………………………………………………… 14
BAB IV SUMBER KETENAGAAN……………………………………….. 16
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia…………………………………. 16
B. Distribusi Ketenagaan……………………………………………… 16
C. Pengaturan Jaga……………………………………………………. 16
D. Pelatihan…………………………………………………………… 16
E. Ketentuan lain……………………………………………………… 17
BAB V STANDAR FASILITAS…………………………………………. 18
A. Standar Fasilitas…………………………………………………… 18
B. Pemeliharaan……………………………………………………… 18
BAB VI PENCATATAN DAN PELAPORAN…………………………… 21
A. Rekam Medis………………………………………………………. 21
B. Pencatatan dan Pelaporan…………………………………………… 21
C. Evaluasi Hasil Pemantauan Pasien…………………………………. 21
BAB VII LOGISTIK………………………………………………………. 22
A. Prosedur Penyediaan Obat………………………………………….. 22
B. Perencanaan Peralatan………………………………………………. 22
BAB VIII KESELAMATAN KERJA……………………………………… 23

24
BAB IX PENGENDALIAN MUTU……………………………………….. 24
BAB X PENUTUP…………………………………………………………. 25

25

Anda mungkin juga menyukai