Anda di halaman 1dari 30

KONSEP DASAR ICU DAN ASPEK LEGAL KEPERAWATAN KRITIS

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
1. ABDI SETIADI 2114901001
2. ADELIA PUTRI 2114901002
3. ADINDA DELLA NOPRIKA 2114901003
4. ADITYA JAKA FERNANDA 2114901004
5. AMATULLAH NABILAH 2114901005
6. AMREZA MAULA 2114901006
7. ANGGA YUDANDI 2114901007
8. APRILIA SETYA N 2114901008

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
PRODI NERS KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami ucapkan rasa syukur kita kehadirat ALLAH Subhannahu


wa ta'ala yang telah memberikan beragam nikmatnya, diantaranya ada nikmat terbesar
yaitu nikmat Islam, nikmat sehat, sehingga ALLAH azza wa jalla menggerakan hati
kami untuk mulai mengerjakan, menyelesaikan Tugas Keperawatan Psikososial.
Sholawat teriringi salam semoga tetap tertujukan kepada Nabi ALLAH,
Muhammad Sholallahu 'alaihi wassalam. Kepada Keluarga beliau sholallahu 'alaihi
wassalam, Para sahabat, tabi'in, tabiut tabi'in, dan kepada setiap orang yang kokoh
berdiri menjalankan sunnahnya, istiqomah hingga yaumul akhir. InsyaaALLAH.
Alhamdulillah di minggu Pertama perkuliah pada semester ini, kami mendapat
tugas pada mata kuliah Keperawatan kritis, khususnya pada pokok bahasan Konsep
dasar ICU dan aspek legal keperawatan kritis.
Demikianlah alasan penyusunan dari makalah ini, Atas kekurangan yang
nampak pada penulisan ini, baik itu tersirat ataupun tersurat kami mohon maaf, dan
selebihannya semoga mendatangkan manfaat kepada kita semua, penyusun atau
pembaca.

Bandar Lampung, Juli 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat
resiko kematian pasien yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat
sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang
cepat ditunjang data yang merupakan hasil observasi dan monitoring yang
kontinu oleh perawat. Tingkat kesibukan dan standar perawatan yang tinggi
membutuhkan peralatan tehnologi tinggi yang menunjang. Peralatan yang
ditemukan di ICU antara lain bed side monitor, oksimetri, ventilator, dll yang
jarang ditemukan di ruangan lain dan peralatan tersebut ditunjang oleh tehnologi
tinggi. Inovasi tehnologi tetap dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan di ICU seiring dengan bertambahnya kompleksitas
masalah di ICU. Tele-ICU sudah digunakan 25 tahun yang lalu dengan metode
remote telemedicine pada 395 pasien di ICU yang terdapat pada 100 bed di RS.
Proyek tersebut menunjukan bahwa konsultasi televisi memberikan pengaruh
lebih besar pada tataran klinik dan pendidikan daripada konsultasi via telepon.
Secara historis demonstrasi tersebut menunjukan bahwa tele-ICU consultation
memiliki keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi lama hari rawat
(lenght of stay), meningkatkan pengelolaan dan tranfer pasien trauma, dan
meningkatkan konsultasi untuk pasien kritis.
Pada tahun 2000, Sentara Health-care mengimplementasikan multiside
telemedia program. Saat 1 tahun setelah implementasi dilaporkan bahwa terjadi
penurunan mortalitas sebanyak 27 %. Saat ini diestimasikan bahwa 45 sampai
50 program tele-ICU telah mendukung beberapa ICU.
Tema Tele-ICU, virtual ICU, remote ICU, dan eICU semuanya mengacu
pada konsep yang sama, yaitu merupakan sentralisasi atau pengendalian
berdasarkan tim perawatan kritis dengan menggunakan networking pada bedside
ICU tim dan pasien baik melalui audiovisual maupun sistem komputer. Tim
Tele-ICU dapat mendukung kelangsungan hidup dan mendukung sebagain besar
pasien di ICU walaupun dipisahkan secara geografis dari berbagai Rumah Sakit.
Penggunaan tele-ICU merupakan aplikasi dari solusi 4 topik ICU, yang menurut
Needham (2010) terdiri dari : isu alamiah mengenai medis dan lebih spesifik
berkaitan dengan perawatan kritis, menggunakan pengetahuan sebagai usaha
meningkatkan patient safety, berfokus pada proyek perpindahan pengetahuan,
dan model perpindahan pengetahuan praktik klinik
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ICU?
2. Apa peran dan fungsi perawat kritis ?
3. Apa saja proses keperawatan pada area keperawatan kritis ?
4. Apa saja efek kondisi kritis terhadap pasien dan keluarga?
5. Apa saja isu End of life di keperawatan kritis ?
6. Apa pengertian aspek legal keperawatan kritis?
7. Apa saja peran dan fungsi perawat?
8. Apa saja fungsi advokasi pada kasus kritis terkait berbagai sistem ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengan ICU
2. Mahasiswa dapat mengetahui peran dan fungsi perawat kritis
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan pada area keperawatan
kritis
4. Mahasiswa dapat mengetahui efek kondisi kritis terhadap pasien dan
keluarga
5. Mahasiswa dapat mengetahui isu End of life di keperawatan kritis
6. Mahasiswa dapat mengetahui aspek legal keperawatan kritis
7. Mahasiswa dapat mengetahui peran dan fungsi perawat
8. Mahasiswa dapat mengetahui advokasi pada kasus kritis terkait berbagai
sistem
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Kritis


Keperawatan kritis adalah penilaian dan evaluasi secra cermat dan hati-hati
terhadap kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian atau jalan keluar.
Keperawatan kriis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang
secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam hidup.
Seorang peran kritis adalah perawat professional yang bertanggung jawab untuk
menjamin pasien yang kritis dan akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan
perawatan yang optimal.
B. Peran dan Fungsi Perawat Kritis
1. Filosofi ICU
ICU adalah ruang rawat di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan staf dan
peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh
kegagalan / disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau
komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (reversible).
Dalam mengelola pasien ICU, diperlukan dokter ICU yang memahami
teknologi kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional
dengan kolaborasi erat bersama perawat terdidik dan terlatih untuk critical care.
Pasien yang semula dirawat karena masalah bedah/trauma dapat berubah
menjadi problem medik dan sebaliknya.
2. Sejarah ICU
ICU mulai muncul dari ruang pulih sadar paska bedah pada tahun 1950.
ICU modern berkembang dengan mencakup penanganan respirasi dan jantung
menunjang ffal organ dan penanganan jantung koroner mulai tahun 1960.
Pada tahun 1970, perhatian terhadap ICU di Indonesia semakin besar
(ICU pertama kali adalah RSCM Jakarta), terutama dengan adanya penelitian
tentang proses patofisiologi, hasil pengobatan pasien kritis dan program
pelatihan ICU.Dalam beberapa tahun terakhir, ICU mulai menjadi spesialis
tersendiri, baik untuk dokter maupun perawatnya.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan perawtan intensif meliputi
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang
mengancam nyawa dan menimbulkan kematian dalam beberapa menit
sampai beberapa hari.
b. Memberi bantuan dann mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh
1) Penyakit.
2) Kondisi pasien menjadi buruk karena pengobatan/therapy (iatrogenik).
d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada fungsi
alat/mesin dan orang lain.
4. Level ICU
a. Level I (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D)
Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil, ICU lebih tepat disebut sebagai unit
ketergantungan tinggi (High Dependency). Di ICU level I ini dilakukan
observasi perawatan ketat dengan monitor EKG. Resusitasi segera dapat
dikerjakan, tetapi ventilator hanya diberikan kurang dari 24 jam.
b. Level II
ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residen
yang selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas
fisioterapi, patologi dan radiologi.
Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya dialisis),
monitor invasif (monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT
Scan) tidak perlu harus selalu ada.
c. Level III
ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua
aspek yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah
sakit rujukan.
Personil di ICU level III meliputi intensivist dengan trainee, perawat
spesialis, profesional kesehatan lain, staf ilmiah dan sekretariat yang baik.
Pemeriksaan canggih tersedia dengan dukungan spesialis dari semua disiplin
ilmu.
5. Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
a. ICU Medik
b. ICU trauma/bedah
c. ICU umum
d. ICU pediatrik
e. ICU neonatus
f. ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola
pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya.ICU di Indonesia
umumnya berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung),
Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi
ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan
pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.
6. Tujuan ICU
a. Menyelamatkan kehidupan.
b. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan monitoring evaluasi yang ketat disertai kemampuan
menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak
lanjut.
c. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
d. Mengoptimalkan kemampuan fyngsi organ tubuh pasien.
e. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan.
7. Bentuk Pengelolaan ICU
Jumlah Bed ICU di Rumah Sakit idealnya adalah 1-4 % dari kapasitas
bed Rumah Sakit. Jumlah ini tergantung pada peran dan tipe ICU. Lokasi
ICU sebaiknya di wilayah penanggulangan gawat darurat (Critical Care
Area), jadi ICU harus berdekatan dengan Unit Gawat Darurat, kamar bedah,
dan akses ke laboratorium dan radiologi. Transportasi dari semua aspek
tersebut harus lancar, baik untuk alat maupun untuk tempat tidur.
a. Ruang Pasien
Setiap pasien membutuhkan wilayah tempat tidur seluas 18,5 m2. untuk
kamar isolasi perlu ruangan yang lebih luas. Perbandingan ruang terbuka
dengan kamar isolasi tergantung pada jenis rumah sakit.
b. Fasilitas Bed
Untuk ICU level III, setiap bed dilengkapi dengan 3 colokan oksigen, 2
udara tekan, 4 penghisap dan 16 sumber listrik dengan lampu
penerangan. Peralatan tersebut dapat menempel di dinding atau
menggantung di plafon.
c. Monitor dan Emergency Troli
Monitor dan emergency troli harus mendapat tempat yang cukup. Di
pusat siaga, sebaiknya ditempatkan sentral monitor, obat-obatan yang
diperlukan, catatan medik, telepon dan komputer.
d. Tempat Cuci Tangan
Tempat cuci tangan harus cukup memudahkan dokter dan perawat untuk
mencapainya setiap sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien (bla
memungkinkan 1 tempat tidur mempunyai 1 wastafel)
e. Gudang dan Tempat Penunjang
Gudang meliputi 25 – 30 % dari luas ruangan pasien dan pusat siaga
petugas. Barang bersih dan kotor harus terpisah.
8. Tenaga Pengelola ICU
a. Tenaga medis
b. Tenaga perawat yang terlatih
c. Tenaga Laboratorium
d. Tenaga non perawat : pembantu perawat, cleaning servis
e. Teknisi
9. Prosedur Pelayanan Perawatan Intensif
Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter disiplin lain di luar Icu
setelah berkomsultasi dengan doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi
dapat juga didahului secara lisan (misalnya lewat telepon), terutama dalam
keadaan mendesak, tetapi harus segera diikuti dengan konsultasi tertulis.
Keadaan yang mengancam jiwa akan menjadi tanggungjawab dokter
pengirim.
Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab dokter pengirim,
kecuali transportasi pasien masih perlu bantuan khusus dapat dibantu oleh
pihak ICU.Selama pengobatan di ICU, maka dimungkinkan untuk konsultasi
dengan berbagai spesialis di luar dokter pengirim atau dokter ICU bertindak
sebagai koordinatornya.Terhadap pasien atau keluarga pasien wajib
diberikan penjelasan tentang perlunya masuk ICU dengan segala
konsekuensinya dengan menandatangani informed consent.
10. Kemampuan Minimal Pelayanan ICU
a. Resisitasi jantung paru.
b. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana
c. Terapi oksigen.
d. Pementauan EKG, pulse oksimetri terus menerus.
e. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral.
f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.
g. Pelaksanaan terapi secara titrasi.
h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien.
i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portable selama
transportasi pasien gawat.
j. Kemampuan melakukan fisioterapi dada
11. Klasifikasi Pelayanan ICU
a. ICU Primer
Ruang perawtan intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat ( high care). Ruang perawatan intensif
mampu melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi
bantu 24-48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah :
1) Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat
dam ruang rawat pasien lain.
2) Memiliki kebijakan/ kriteroa pasien yang masuk dan yang keluar.
3) Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepa;a.
4) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru.
5) Konsulen yang membantu harus siap dipanggil.
6) Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift.
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
rotgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi.
b. ICU Sekunder.
Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lamam mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi
tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
1) Ruang tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat lain.
2) Memiliki kriteria pasien yang masul, keluar dan rujukan.
3) Tersedia dokter spesialis sebagai konsulen yang dapat menanggulangii
setiap saat bila diperlukan.
4) Memiliki seorang kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif
care atau bila tidak tersedia oleh doter spesialis anastesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal
mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan
hidup lanut).
5) Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan
minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah
selama 3 tahun.
6) Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama
dan dalam batas tentu, melakukan pemantauan invasive dan usaha-
usaha penunjang hidup.
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertntu,
rotgen untuk kemudahan diagnistik selama 24 jam dan fisioterapi.
8) Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.
c. ICU Tersier.
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semu aspek keperawatan
intensif, mampu memberikan pelayanan yang tertnggi termasuk dukungan
atau bantua hidup multi sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang
tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan
pemantauan kardiovaskuler invasive dalam jangka waktu yang terbatas
kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
1) Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit.
2) Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan.
3) Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggi;
setiap saat bi;a diperlukan.
4) Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau
dokter ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi
jantung paru ( bantuan hidup dasar bantuan hidup lanjutan).
5) Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3
tahun.
6) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawtan intensif
baik invasive maupun non invasive
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
rotgen untuk kemeudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
8) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan
perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
9) Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi,
tenaga rekam medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah penelitian.
12. Indikasi Masuk dan Keluar ICU
Tujuan dari pelayanan ICU adalah memberikan pelayanan medis tetrasi dan
berkelanjutan. Pelayanan ini ditunjukan kepada pasien yang sakit kritis.
Pasien kritis meliputi:
a. Kriteria Pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan
dokter, perawat, atau tenaga medis lain yang terkoordinasi dan
berkelanjutan. Pasien yang memerlukan perhatian secara teliti dan
dilakukan pengawasan secara keat dan terus menerus serta terapi titrasi
b. Pasien yang berada dalam bahaya, mengalami dekompensasi fisiologis
sehingga memerlukan pemantauan secara merata dan terus-menerus serta
dilakukan intervensi segera untuk mencegah adanya penyulit yang
merugikan pasien. (kemenkes,2010).
Kriteria masuk ICU
Kriteria masuk pasien masuk ICU didasarkan pada prioritas yang telah
ditentukan secara objektif (berdasarkan beratnya ddan proognosisnya),
kriteria masuk tersebut antara lain:
1) Pasien prioritas 1
Pasien prioritas satu adalah pasien sakit kritis dengan kondisi tidak stabil
sehingga membutuhkan terapi intensif dan tetrasi, seperti: bantuan
ventilasi, alat bantu suportif organ atau system yang lain. Institusi dapat
membuat kriteria yang lebih spesifik untuk pasien masuk ICU, misalnya
derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan tertentu. Pada pasien
dengan prioritas satu terapi umumnya tidak terbatas ( Kemenkes,2010).
2) Pasien prioritas 2
Pasien prioritas 2 adalah pasien yang membutuhkan pemantauan canggih
di ICU, dikarenakan sangat beresiko apabila tidak mendapatkan terapi
intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary
arterial chateter. Terapi pada pasien prioritas dua tidak terbatas
dikarenakan kondisinya yang selalu berubah-ubah (Kemenkes,2010).
3) Pasien Prioritas 3
Pasien prioritas 3 adalah pasien kritis yang status kesehatannya tidak
stabil sebelumnya, penyakit yang mendasari atau penyakit akutnya, baik
itu tunggal atau kombinasi. Kemungkinan sembuh untuk pasien prioritas
3 sangat kecil. Contoh dari pasien prioritas tiga adalah pasien dengan
keganasan metastasik disertai dengan penyulit infeksi. Perawatan pasien
prioritas tiga hanya untuk mengatasi keganasan akutnya dan tidak sampai
melakukan tindakan instubasi atau resusitasi jantung paru
(Kemenkes,2010).
4) Pengecualian
Pasien dalam kelompok pengecualian, dengan pertimbangan luar dan
persetujuan kepala ICU, indikasi masuk bisa dikecualikan dengan catatan
kelompok ini dapat dikeluarkan sewaktu-waktu agar sarana dan
prasarana yang ada dapat digunakan oleh kelompok pasien prioritas satu,
prasarana yang ada dapat digunakan oleh kelompok pasien prioritas satu,
dua, atau tiga. Pasien yang masuk dalam kategori ini adalah pasien yang
memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup, pasien
dalam keadaan vegetative permanen, dan pasien dengan mati batang
otak( kemenkes, 2010).
Kriteria keluar ICU
Prioritas pasien keluar dari ICU
1) Prioritas I
Dipindah apabila pasien tidak membutuhkan perawatan intensif lagi,
terapi mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk sedikit
kemungkinan bila perawatan intensif dilanjutkan misalnya : pasien yang
mengalami tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespon
terhadap pengelolaan agresif.
2) Prioritas II
Pasien dipindah apabila hasil pemantuan intensif menunjukkan bahwa
perawatanintensif tidak dibuthkan dan pemantauan intensif selanjutnya
tidak diperlukan lagi
3) Prioritas III
Tidak ada lagi kebutuhan untuk terapi intensive jika diketahui
kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil dan keuntungan terapi
hanya sedikit manfaatnya misal : pasien dengan penyakit lanjut penyakit
paru kronis, liver terminal, metastase carsinoma.
C. Poses Keperawatan Pada Area Keperawatan Kritis
1. Pendekatan Pasien ICU
a. Anamnesis
Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan
pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.
2. Serah Terima Pasien
Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai
bentuk aspek legal.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem
pernafasan, kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota
gerak, haematologi dan posisi pasien. Walaupun keadaan stabil, pasien
tetap harus dilakukan pemeriksaan fisik:
a. ABC
b. Jalan nafas dan kepala
c. Sistem pernafasan
d. Sistem sirkulasi
e. Sistem gastrointestinal
f. Anggota gerak
g. Monitoring rutin
h. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
i. Cairan : Dehidrasi
j. Perdarahan Gastrointestinal
k. Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
l. Nutrisi
m. Utamakan pemberian nutrisi enteral
1) Usia Lanjut
2) Cadangan fisiologis terbatas
3) Peningkatan penyakit penyerta
4) Riwayat pemakaian obat
5) Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan.
6) Interaksi obat pada usia lanjut
4. Kajian hasil pemeriksaan meliputi biokimia, hematologi, gas darah,
monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek pengobatan.
5. Identifikasi masalah dan stategi penanggulangannya
6. Informasi kepada keluarga.
D. Efek Kondisi Kritis Terhadap Pasien dan Keluarga
Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi
dan kesulitan komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU
dapat dilakukan beberapa hal, antara lain :
1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan
2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu
3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan moral
4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin.Keluarga pasien juga dapat
mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain cemas sampai dengan
insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga pasien dapat
dilakukan beberapa hal, antara lain :
a. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU
b. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien
c. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua
staf dan perawat
E. Isu End of life di Keperawatan Kritis
Perawatan end of life merupakan perawatan yg bertujuan utk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga dgn membantu mengatasi masalah penderitaan
fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada pasien yg tidak lagi responsif thd
tindakan kuratif. End of life atau kematian terjadi apabila fungsi pernapasan dan
jantung berhenti. Pada umumnya, kematian disebabkan oleh penyakit atau trauma
yg mengakibatkan mekanisme kompensasi tubuh berlebihan. Penyebab langsung
kematian adalah:
1. gagal napas dan syok yg mengakibatkan berkurangnya aliran darah utk
memenuhi kebutuhan organ vital seperti otak, ginjal, jantung.
2. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) merupakan problem patologis di
unit keperawatan kritis yang menjadi penyebab kematian
3. Tidak adekuatnya aliran darah pada jaringan tubuh menjadikan sel kekurangan
oksigen. Pada keadaan hipoksia tubuh melakukan metabolisme tanpa
menggunakan oksigen (anaerob) disertai asidosis, hiperkalemia, dan iskemia
jaringan.
4. Perubahan scr dramatis pada organ vital menunjukkan pelepasan dari toxin
hasil metabolisme dan kerusakan enzim. Ini adalah proses yg menjelaskan
bahwa sudah terjadinya MODS.
Kematian klinis adalah kematian yg terjadi setelah berhentinya denyut
jantung dan pernapasan berirama, tidak ada gangguan fungsi otak atau
kematian batang otak. Pada situasi ini dengan tindakan CPR masih mungkin
berhasil memulihkan organ. Bagaimanapun, CPR akan sia2 bila pasien
menderita penyakit termina dan sudah mengalami MODS. American
Association of Critical Nursing mempublikasikan. 10 kompetensi dasar untuk
meningkatkan kualitas askep end of life.
1. Menggali perubahan dinamis tentang populasi demografi, pelayanan
kesehatan yg ekonomis, dan jasa layanan kesehatan yang mendukung
peningkatan kesiapan askep end of life.
2. Meningkatkan kepedulian terhadap kenyamanan asuhan pada kematian
secara aktif, yg diinginkan, dan mementingkan skill dan merupakan bagian
integral dari askep.
3. komunikasi secara efektif dan penuh kasih sayang yang melibatkan klien
dan keluarga serta anggota team asuhan tentang isu end of life
4. Menggali sikap, perasaan, nilai dan harapan diri tentang kematian, budaya
serta kepercayaan rohani dan kebiasaan pasien.
5. Berperilaku rasa hormat terhadap pendapat dan harapan pasien selama
asuhan perawatan end of life
6. Kolaborasi antar anggota tim kesehatan lain saat sedang melaksanakan
peran keperawatan pada asuhan end of life
7. Gunakan alat yang standar yang didasari ilmu pengetahuan untuk mengkaji
gejala dan tanda yang diperlihatkan pasien saat kematian
8. Penggunaan data dari pengkajian gejala untuk membuat rencana tindakan,
pada manajemen gejala menggunakan standar pendekatan tradisional
9. Mengevaluasi dampak dari terapi tradisional, komplementer, dan teknologi
berpusat pada hasil akhir pasien
10. Mengkaji terapi dari berbagai sudut pandang meliputi kebutuha fisik,
psikologis, sosial , dan spiritualuntuk meningkatkan kualitas askep.
F. Psikososial Aspek Dari Keperawatan Kritis
1. Pengertian
Psikososial istilah digunakan untuk menekankan hubungan yang erat antara
aspek psikologis dari pengalaman manusia dan pengalaman sosial yang lebih
luas. Efek psikologis adalah mereka yang memperngaruhi berbagai tingkat
fungsi termasuk kognitif( persepsi dan memori sebagai dasar untuk
pengalaman dan pembelajaran), afektif (emosi), dan perilaku.(ARC Resourch
Pack,2009).
Ruang instensif care unit (ICU) merupakan ruangan khusus untuk merawat
pasien yang dalam keadaan kritis. Ruangan ini digambarkan sebagi ruangan
yang penuh stres tidak hanya bagi pasien dan keluargnya, tetapi juga bagi
tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan tersebut (jastremski,2000).
2. Faktor Masalah Psikososial Keperawatan Kritis
Sebuah penelitian tentang persepsi pasien dan perawat tentang stressor di
ICU yang dilakukan oleh Cornock (1998) di Amerika serikat dengan
menggunakan sample 71 perawat dan 71 pasien dengan menggunakan the ICU
Environmental Stressor Scale menemukan bahwa baik perawat maupun pasien
mempersepsikan ruang ICU sebagai ruangan yang stressfull (penuh stres).
Beberapa faktor lingkungan ICU yang menjadi stressor menurut pasien adalah
adanya
a. Selang dihidung dan dimulut
b. Sulit tidur karena tempat tidur yang tidak nyaman
c. Keterbatasan gerak karena banyaknya alat yang dipasang di tubuh mereka,
d. Tidak mampu berkomunikasi, mendengar pembicaraan orang (perawat dan
dokter),
e. Kurangnya kunjungan,
f. Faktor lingkungan yaitu lampu yang terang dan hidup terus menerus,
kebisingan yang tidak familiar dan tidak biasa didengarnya. alarm dari
monitor, mesin - mesin yang canggih dan asing,)
3. Upaya untuk mengatasi masalah psikososial pasien kritis
a. Modifikasi Lingkungan
Lingkungan ICU sebaiknya senantiasa dimodifikasi supaya lebih
fleksibel walaupun menggunakan banyak sekali peralatan dengan
teknologi canggih, serta meningkatkan lingkungan yang lebih
mendukung kepada proses recovery (penyembuhan pasien)
(Jastremski, 2000).
b. Terapi Musik
Tujuan therapy musik adalah menurunkan stress, nyeri, kecemasan dan
isolasi. Beberapa penelitian telah meneliti efek
musik pada physiology pasien yang sedang dirawat dan menemukan
bahwa terapi musik dapat menurunkan heart rate, komplikasi jantung
dan meningkatkan suhu ferifer pada pasien AMI. Juga ditemukan
bahwa terapi musik dapat menurunkan stress pasien (Jastremski, 2000;
Harvey, 1998; White, 1999).
c. Melibatkan Keluarga dan memfasilitasi keluarga dalam perawatan
pasien krits
d. Komunikasi Teraupetik
Perawat bisa melakukan komunikasi yang baik dan efektife dengan
pasien ketika perawat menggunakan pendekatan person-contered care.

G. Aspek Legal Praktek Keperawatan Kritis


1. Pengertian
Legal Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang
keperawatan.
Keterkaitan dengan legal formal dalam memberikan pelayanan
keperawatan kritis Keterkaitan dengan kebijakan yang memberikan jaminan
hukum terhadap pelayanan keperawatan kritis, seperti: UU Kes,
PERMENKES dan peraturan lainnya.
2. Maksud dan Tujuan Aspek Legal dalam Keperawatan Kritis
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri
d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
e. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
3. Penerapan legal dalam Keperawatan Kritis
Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang
memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik
profesi perawat yaitu Surat Tanda Registrasi (STR) bila bekerja di dalam
suatu institusi.
Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki
kemampuan, namun memiliki kemampuan tidak berarti memiliki
kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang,
kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat
dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang
diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di
bidang kesehatan dan kedokteran.
Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan
kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing.
a. Fungsi Hukum dalm Praktik Perawat
1) Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum
2) Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
3) Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandiri
4) Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
b. Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan pasal 15 dan 16
1) Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan
evaluasi.
2) Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan
tertulis dokter
3) Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban :
4) Menghormati hak pasien.
5) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
6) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
7) Memberikan informasi.
8) Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan Melakukan catatan
perawatan dengan baik.
c. Larangan
Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam izin
dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi
d. Sanksi
Sesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit
e. Hak dan Kewajiban Perawat
Aspek Legal Keperawatan juga meliputu Kewajiban dan hak Perawat :
1) Kewajiban:
Setiap perawat wajib mempunyai:
a) Sertifikat kompetensi.
b) Surat Tanda Registrasi.
c) Surat ijin Praktek (SIP).
d) Memperbaharui sertifikat kompetensi
e) Menghormati hak pasien
f) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
g) Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan aturan undang-
undang keperawatan.
h) Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan
kewenangan
i) Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan
perawat sesuai dgn kondisi pasien baik secara tertulis.
j) Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai
peraturan dan SOP yang berlaku.
k) Memakai standar profesi dan kode etik perawat Indonesia
dalam melaksanakan praktik.
l) Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK.
m) Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai
dengan kewenangan.
n) Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat
o) Mentaati semua peraturan perundang-undangan
p) Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat
maupun dgn anggota tim kesehatan lainnya.

2) Hak-Hak Perawat
a) Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh
hukum.
b) Hak mendapat upah yang layak.
c) Hak bekerja di lingkungan yang baik.
d) Hak terhadap pengembangan profesional.
e) Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan
H. Peran dan Fungsi Perawat.
Peran perawat perawatan kritis
1. Menghormati dan mendukung hak pasien atau pengganti pasien yang ditunjuk
untuk pengambilan keputusan otonom.
2. Ikut membantu pasien/ keluarga ketika dibutuhkan demi kepentingan pasien.
3. Membantu pasien mendapatkan perawatan yang diperlukan.
4. Menghormati nilai-nilai, keyakinan dan hak-hak pasien.
5. Menyediakan pendidikan dan dukungan untuk membantu pasien atau keluarga
dalam membuat keputusan.
6. Mendukung keputusan dari pasien atau keluarga yang tentang pelayanan
keperawatan yang akan diberikan ataupun proses perpindahan transfer ke RS
lain yang memiliki kualitas yang sama.
7. Melakukan bimbingan spriritual untuk dan keluarga dalam situasi yang
memerlukan tindakan segera.
8. Memantau dan menjaga kualitas perawatan pasien.
9. Bertindak sebagai penghubung antara pasien, keluarga pasien dan profesional
kesehatan lainnya.

Peran perawat perawatan kritis

1. Pemberi asuhan
2. Pembuat keputusan
3. Manager Kasus
4. Pelindung dan Advokat pasien
5. Rehabilitator
6. Pembuat Kenyamanan
7. Pemberi keyakinan
8. Edukator
9. Kolaborator
10. Konsultan
11. Pembaharu

Fungsi perawat

1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana
perawat melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri, dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis.
2. Dependen
Dalam melaksanakan kegiatan peasan atau instruksi dari perawat lain bisa juga
disebut pelimpahan tugas, misal dari perawat primer ke pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian
pelayanan seperti asuhan kepaerawatan, Dokter, Ahli Gizi dan lain-lain.
I. Fungsi Advokasi Pada Kasus Kritis Terkait Berbagai Sistem
1. Pengertian
Arti advokasi menurut ANA adalah melindungi klien atau masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak
kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun.
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien,
membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi
dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan
tradisional maupun professional.
Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara
sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya
kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai
advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak
klien, hak-hak klien tersebut antara lain :
a. hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib
dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan
tempat klien menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi
hal-hal berikut :
1) Penyakit yang dideritanya;
2) Tindakan medik apa yang hendak dilakukan;
3) kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan
untuk mengatasinya;
4) Alternatif terapi lain beserta resikonya;
5) Prognosis penyakitnya;
6) Perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit yang
dideritanya;
b. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur;
c. Hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi;
d. Hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan yang akan
dilakukan oleh perawat/ tindakan medik sehubungan dengan penyakit yang
dideritanya (informed consent);
e. Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
2. Tanggung Jawab Perawat Advokat
Nelson (1988) dalam Creasia & Parker (2001) menjelaskan bahwa tanggung
jawab perawat dalam menjalankan peran advokat pasien adalah :
a. Sebagai pendukung pasien dalam proses pembuatan keputusan, dengan cara
memastikan informasi yang diberikan pada pasien dipahami dan berguna
bagi pasien dalam pengambilan keputusan, memberikan berbagai alternatif
pilihan disertai penjelasan keuntungan dan kerugian dari setiap keputusan,
dan menerima semua keputusan pasien.
b. Sebagai mediator (penghubung) antara pasien dan orang-orang disekeliling
pasien, dengan cara : mengatur pelayanan keperawatan yang dibutuhkan
pasien dengan tenaga kesehatan lain, mengklarifikasi komunikasi antara
pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain agar setiap individu memiliki
pemahaman yang sama, dan menjelaskan kepada pasien peran tenaga
kesehatan yang merawatnya.
c. Sebagai orang yang bertindak atas nama pasien dengan cara : memberikan
lingkungan yang sesuai dengan kondisi pasien, melindungi pasien dari
tindakan yang dapat merugikan pasien, dan memenuhi semua kebutuhan
pasien selama dalam perawatan.
3. Nilai-nilai Dasar yang Harus Dimiliki Oleh Perawat Advokat
Perawat harus memiliki sikap yang baik agar perannya sebagai advokat pasien
lebih efektif. Beberapa sikap yang harus dimiliki perawat, adalah:
a. Bersikap asertif
Bersikap asertif berarti mampu memandang masalah pasien dari sudut
pandang yang positif. Asertif meliputi komunikasi yang jelas dan langsung
berhadapan dengan pasien.
b. Mengakui bahwa hak-hak dan kepentingan pasien dan keluarga lebih utama
walaupun ada konflik dengan tenaga kesehatan yang lain.
c. Sadar bahwa konflik dapat terjadi sehingga membutuhkan konsultasi,
konfrontasi atau negosiasi antara perawat dan bagian administrasi atau antara
perawat dan dokter.
d. Dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain
Perawat tidak dapat bekerja sendiri dalam memberikan perawatan yang
berkualitas bagi pasien. Perawat harus mampu berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain yang ikut serta dalam perawatan pasien.
e. Tahu bahwa peran advokat membutuhkan tindakan yang politis, seperti
melaporkan kebutuhan perawatan kesehatan pasien kepada pemerintah atau
pejabat terkait yang memiliki wewenang/otoritas.
4. Tujuan dan Hasil Yang Diharapkan Dari Peran Advokat
Tujuan dari peran advokat berhubungan dengan pemberdayaan kemampuan
pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan. Saat berperan sebagai advokat
bagi pasien, perawat perlu meninjau kembali tujuan peran tersebut untuk
menentukan hasil yang diharapkan bagi pasien.
a. Menjamin bahwa pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain adalah partner
dalam perawatan pasien. Pasien bukanlah objek tetapi partner perawat dalam
meningkatkan derajat kesehatannya. Sebagai partner, pasien diharapkan akan
bekerja sama dengan perawat dalam perawatannya.
b. Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan
Pasien adalah makhluk yang memiliki otonomi dan berhak untuk
menentukan pilihan dalam pengobatannya. Namun, perawat berkewajiban
untuk menjelaskan semua kerugian dan keuntungan dari pilihan-pilihan
pasien.
c. Memiliki saran untuk alternatif pilihan
Saat pasien tidak memiliki pilihan, perawat perlu untuk memberikan
alternatif pilihan pada pasien dan tetap memberi kesempatan pada pasien
untuk memilih sesuai keinginannya.
d. Menerima keputusan pasien walaupun keputusan tersebut bertentangan
dengan pengobatannya. Perawat berkewajiban menghargai semua nilai-nilai
dan kepercayaan pasien.
e. Membantu pasien melakukan yang mereka ingin lakukan
Saat berada di rumah sakit, pasien memiliki banyak keterbatasan dalam
melakukan berbagai hal. Perawat berperan sebagai advokat untuk membantu
dan memenuhi kebutuhan pasien selama dirawat di rumah sakit.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
ICU atau Intenssive Care Unit adalah ruang rawat inap di Rumah Sakit
yangdilengkapai dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat pasien yang
yang mengancamnyawa seperti pasien dengan sakit berat dan kritis oleh karena
kegagalan fungsi organ,bencana atau komplikasi yang memiliki harapan hidup.
ICU memiliki beberapa klasifikasi pelayanan ICU Primer pada Rumah Sakit di
daerah yang kecil (di Rumah Sakit Daerah dengan tipeC dan D), Sekunder ICU
level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punyadokter residen yang
selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitasfisioterapi,
patologi dan radiologi, ICU tersier Level III biasanya pada Rumah Sakit tipe A
yang memiliki semua aspek yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran
sebagai Rumah Sakit rujukan.
Tujuan dari ICU yaitu Menyelamatkan kehidupan dan mencegah terjadinya
kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitaring evaluasi
yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang didapat
dan melakukan tindak lanjut. Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam
keadaan terancam jiwanya sewaktu waktukarena kegagalan atau disfungsi satu
atau multple organ atau sistem dan masih adakemungkinan dapat disembuhkan
kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatanintensif
B. Saran
Sebagai seorang calon perawat yang nantinta akan bekerja di suatau institusi
Rumah Sakit tentunya kita dapat mengetahui mengenai konsep dasar
keperawatan kritis dan aspek legal keperawatan kritis. Penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca, agar penulis dapat belajar lagi dalam enulisan
makalah yang lebih baik. Atas kritis dan saran dari pembaca, penulis ucapkan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

AACN (2015) AACNScope and Standards for acute and critical care nursing practice.
Edited by L. Bell. colombia: An AACN Critical Care Publication.

ARC resource pack, 2009. Foundation module 7: psychosocial

Cornock M (1998). Stress and the intensive care patient: Perceptions of patients and
nurses. Jounal of Advand Nursing, 27,18

Ernesater, A. et all (2009). Telenurses Experience of Working with Computerized


Decision Support : Supporting, Inhibiting, and Quality Improving. Journal of
Advance Nursing, 65, 1074-1083.
Feied, C.F. et all (2004). Impact of Informatic and New Technologies on emergency
Goran, S.F. (2010). A Second Set Of Eyes : An Introduction to Tele-ICU. Critical Care
Nurse,30,46-55.
Jones, C.R. et all (2008). Networking Learning a Relational Approach Weak and Strong
Ties. Journal of Computer Assisted Learning, 24, 90-102.
Marton, Patricia Gonce, dkk. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai