Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN KRITIS

BAHAN BACAAN PERAWATAN INTENSIF

OLEH :

NI PUTU HEPINA TRESNAYANTI

(17.321.2749)

AII-B

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2020
A. Pengertian Perawatan Intensif

Perawatan intensif merupakan tempat (ruang) di dalam rumah sakit,


dimana pasien dengan yang nyawanya terancam atau memiliki resiko
kegagalan organ tertentu dirawat untuk mencegah terjadinya hal yang lebih
buruk dengan melakukan berbagai fungsi yang sangat penting, seringkali
dengan pengamatan yang invasif. Perawatan intensif sangat bergantung pada
berbagai mesin untuk membantu atau menggantikan organ - organ yang tidak
berfungsi, ventilasi mekanis, ultrafiltrasi sebagai terapi pengganti ginjal, terapi
kejut dengan memasukkan banyak cairan dan memasukkan adrenalin seperti
zat yang kita sebut "pressoramines", beberapa pasien diberikan nutrisi
parenteral total. 
Unit rawat intensif merupakan area khusus pada sebuah rumah sakit
dimana pasien yang mengalami sakit kritis atau cidera memperoleh pelayanan
medis, dan keperawatan secara khusus (Pande, Kolekar, dan Vidyapeeth,
2013). Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1778/ Menkes/
SK/XII/ 2010 mendefinisikan Intensive Care Unit ( ICU) adalah suatu bagian
dari rumah sakit yang mandiri dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus pula yang ditujukan untuk obervasi, perawatan, dan terapi pasien-
pasien yang menderita penyakit, cidera atau penyulit- penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. Unit perawatan ini
melibatkan berbagai tenaga professional yang terdiri dari multidisiplin ilmu
yang bekerja sama dalam tim.
Ruang lingkup pelayanan ruang Intensive Care Unit (ICU) menurut
Kemenkes (2011) meliputi hal- hal sebagai berikut:

a. Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang mengancam


nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit
sampai beberapa hari.
b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh
sekaligus melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic.
d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang
kehidupannya sangat tergantung oleh alat atau mesin dan orang
lain.
e. Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas
sedangkan kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak,
maka diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas pasien
masuk berdasarkan beratnya penyakit dan prognosis.

B. Perkembangan Perawatan intensif Dari Tahun Ke Tahun

a. Sejarah ICU
Sejarah pelayanan medis intensif paling kurang telah dimulai oleh
seorang “Nurse” bernama Florence Nightingale yang secara brilian
menerapkan “metode dan prosedur pemantauan secara ketat” (intensif)
bagi para pasien korban perang yang telah selesai menjalani pembedahan.
Hasilnya didapati penurunan angka morbiditas dan mortalitas pasien pasca
bedah dengan sangat significant. Pada tahun 1942 di Mayo Clinic AS
secara khusus dibangun dan disediakan ruang khusus yang dikenal sebagai
“ruang pulih sadar” yang diperuntukkan bagi pasie-pasien pasca bedah, ini
juga dianggap sebagai rintisan terbentuknya ruang ICU dikemudian hari.
Pada tahun 1950 ketika dunia dilanda wabah Polio para dokter anestesi
bertindak secara sukarela melakukan “tindakan intubasi dan bantuan
ventilasi”, yang kemudia  dinilai memiliki peran menyelamatkan banyak
pasien dari kematian yang bisa dihindarkan (tidak seharusnya). Penemuan
Mesin ventilator mekanis “Engstrom” tahun 1952 sangat membantu
menyelesaikan fungsi bantuan pernafasan bagi pasien yang mengalami
gagal pernafasan. Tahun 1958 seorang anesthesiologist bernama Peter
Syafar yang bertugas sebagai dokter di Baltimore City Hospital USA
secara formal membangun ruang perawatan yang kemudian dikenal
sebagai ruang Intensive Care Unit. Pada periode waktu berikutnya sejarah
pelayanan intensif berkembang dengan sangat pesat menyebar ke seluruh
penjuru dunia. Ilmu kedokteran Intensive menjadi cabang ilmu tersendiri
yang menjadi dasar pada praktek pelayanan medis secara Intensive.
Bagaimana dengan di Indonesia, Sejarah pelayanan medis
intensive di Indonesia dimulai pada tahun 1970-an menyusul setelah
beberapa dokter Indonesia memperdalam secara khusus ilmu kedokteran
anesthesia demikian juga ilmu Intensive Care, para pelopor generasi
pertama adalah Prof. Dr. M kelan, DSAN, Prof. Dr. Muhardi Muhiman,
DSAN. Yang mengembangkan di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo
Jakarta, Prof. Dr. Kariadi DSAN, mengembangkan di Rumah Sakit Dokter
Soetomo Surabaya dan Prof Dr. Haditopo, DSAN di Rumah Sakit Dokter
Kariyadi Semarang.
Dengan berjalan dan bergantinya waktu pelayanan intensive care di
Indonesia dengan sendirinya tidak lepas mengikuti perkembangan sejarah
Intensive Care yang terjadi secara umum di dunia.
Berkembang dan dibangunlah Unit-Unit Intensive Care di berbagai
kota besar lainnya seperti di Yogyakarta, Bandung, Medan, Makasar,
Denpasar Malang, Solo dan lain sebagainya. Saat ini bisa dikatakan
hampir semua kota propinsi dan sebagian besar kota kabupaten telah
memiliki rumah saki yang dilengkapi dengan pelayanan Unit Intensive
Care.
Pada periode akhir tahun 1980-an adalah merupakan periode yang
bisa dianggap sebagai tonggak sejarah tersendiri, dimana beberapa dokter
diataranya almarhum DR. Dr. Iqbal Mustafa, DSAN, seorang anestesiolog
dan juga Intensivist secara khusus memilih hanya menekuni praktek medis
intensive khususnya di rumah sakit Harapan Kita Jakarta sekaligus
meninggalkan praktek pembiusan yang lazim dilakukan dokter anesthesia
pada umumnya. DR. Dr. Iqbal Mustafa, DSAN kemudian diakui sebagai
pakar di bidang Intensive Care yang dihormati dan disegani di dunia. Pada
saat ini bukan tidak mungkin telah terdapat dokter KIC yang secara khusus
hanya melakukan pelayanan medis Intensive di ruang ICU, sebagai misal
dr. Rudy SpAn KIC di RSCM Jakarta.
Pada akhir era dasa warsa 1990-an Di Indonesia telah dimulai
sejarah baru dalam kedokteran intensif dimana Indonesia telah mulai
melakukan pendidikan Intensivist yang berpusat di di Unit Intensive Care
rumah sakit Cipto Mangunkusumo dan didukung oleh rumah sakit jejaring
lainnya.  Dokter Rupii, SpAn. KIC.  adalah mahasiswa pendidikan dokter
Konsultan Iintensive Care pertama di Indonesia yang selanjutnya diikuti
oleh banyak dokter muda lainnya. Pendidikan dokter KIC diikuti bukan
saja olek dokter spesialis I anestesiologi tetapi oleh dokter umum dan
spesialis I lainnya. Dokter-dokter Intensivist / KIC muda inilah yang
sekarang menjadi pionir pengembangan Intensive Care Unit di rumah-
sakit di berbagai wilayah kota di Indonesia.
Penuturan sejarah tersebut diatas tidak terlepas dari pengetahuan
dan pemahaman yang mungkin sangat terbatas, Sejarah bukan milik
penulis oleh karena itu penulis sangat terbuka terhadap kritik dan koreksi
dari pembaca sekalian.
b. Pembangunan ICU di Indonesia
Membangun dan merintis Pelayanan Intensive Care di Indonesia
bukan suatu perkara yang mudah. baik itu di pusat kota ibu kota negara
terlebih di kota-kota di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini bukan semata
karena Unit ICU adalah unit pelayanan yang mahal dan padat modal tetapi
terlebih disebabkan oleh karena "budaya pelayanan" yang harus dirubah
disesuaikan dengan tuntutan pelayanan secara intensive, demikian juga
disebabkan oleh karena "interesan kepentingan" diantara para pelaku
pelayanan yang masih sangat kental dan tidak dapat dihindarkan.
Secara substansial beberapa hal yang membedakan antara
pelayanan medis pada umumnya di rumah sakit dibandingkan terhadap
pelayanan medis Intensif di ruang ICU adalah bahwa pelayanan medis
intensive adalah cabang ilmu kedokteran tersendiri yang memiliki falsafah,
nilai-nilai serta pola fikir demikian juga prosedur-prosedur yang khas dan
berbeda sehingga melahirkan perilaku pelayanan medis maupun pelayanan
lainnya yang berbeda dari pelayanan medis umum lain di rumah sakit.
Keharusan bagi para dokter maupun perawat ICU untuk
menempuh jenjang pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan intensive
adalah merupakan upaya terpenting sebagai kompromi yang harus
dilakukan oleh para pelaku pelayanan. Bukan saja agar setiap pelaku
pelayanan di ICU (dokter maupun perawat) menjadi lebih kompeten
( pengetahuan ketrampilan dan attitude-nya ), tetapi agar setiap pelaku
pelaksana pelayanan kesehatan intensive di ruang ICU memiliki persepsi
dan pemahaman yang sama atau hampir sama perihal bagaimana
pelayanan intensive di ICU akan dilaksanakan.
Dokter ICU adalah "Intensivist" yaitu seorang dokter / dokter
spesialis I yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan khusus di bidang
IIlmu Kedokteran Intensive Care. Bagaimana kalau tenaga dengan
kualifikasi seperti tersebut diatas tidak ada. Pelayanan medis intensive
tetap bisa dilaksanakan !!!, dengan asumsi bahwa setiap pelaku pelayanan
khususnya dokter bersedia menajamkan pengetahuan dan ketrampilannya
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ACLS, ATLS. FCCS dan
atau sejenisnya serta bersedia melakukan evaluasi pengembangan diri
melalui "kelompok peer", mengikuti course / workshop / simposium di
bidang ilmu dan pelayanan intensive secara berkala agar ilmu dan
ketrampilannya dapat berkembang sesuai perkembangan ilmu kedokteran
intensive.
Kesediaan dan kesadaran untuk membangun "Team Medis
Intensive Care" tidak boleh diabaikan, ini menyangkut kesadaran dan
kesediaan untuk menempuh "jalan" untuk berprestasi  secara bersama.
Dalam hal ini Setiap dokter harus merelakan hak previlige dokter menjadi
agak dibatasi karena harus memberikan toleransi kepada pendapat lain
yang mungkin bisa sangat bertolak belakang. Disinilah persoalannya.
Untuk itu maka harus ada fihak yang dikedepankan untuk menjadi
"pemimpin / memimpin" dan sebagian besar lainnya adalah "anggota"
tanpa harus berkurang dedikasi dan tanggung jawabnya.
Kesediaan Dokter meluangkan waktu untuk pelayanan medis
intensive di ICU menjadi persoalan lainnya.Penatalaksanaan pasien di ICU
berbeda sama sekali dengan penatalaksanaan pasien di "poliklinik"
maupun di "general ward". Seorang intensivist atau dokter lain yang
diperlakukan sebagai intensivist harus bersedia meluangkan waktu dan
tenaganya untuk pelayanan di ICU, menunggui dan meluangkan waktu
untuk memantau perkembangan atas pengobatan / tindakan yang
dilakukan sampai bersedia datang setiap saat dipanggil dan diperlukan.
Perilaku demikian tidak mudah bagi setiap dokter untuk memenuhinya.
Membangun ICU adalah membangun kelompok kerja yang
"dedicated" mengungkap "konpleks misteri" yang akan selalu datang
menghampiri memintakan pertolongannya.
Kita semua mengetahui bahwa orang sakit yang memerlukan
pertolongan ICU adalah orang sakit yang mengalami penderitaan pada
tingkat yang berat, mengenai beberapa sistem organ vital dan mengancam
keselamatan jiwanya. Bahkan sering kali kompleksitas itu
menggambarkan problema kompleksitas kehidupan sosial pada umumnya.
Saya mengambil contoh misalnya SARS / avian influenzae / flu babi yang
akhir-akhir ini muncul mengancam kehidupan kita. ini adalah salah satu
contoh dimana kompleksitas kehidupan kemudian juga secara langsung
menjadi tantangan bagi penyelenggaraan pelayanan ICU.

C. Perubahan peralatan yang digunakan dalam perawatan intensif


a. Fasilitas dan Pemeliharaan Alat
Kelengkapan fasilitas dan peralatan di unit perawatan intensif merupakan
factor pendukung yang sangat penting karena memudahkan untuk
mengantisipasi keadaan yang mengancam kehidupan. Kebutuhan dan
peralatan disesuaikan dengan klasifikasi pelayanan intensif yang
diberikan.

b. Standar Fasilitas dan Sarana di Intensif Care Unit (ICU)

JENIS KLASIFIKASI ICU

PRIMER SEKUNDER TERSIER

Disain 1 temapt cuci 1 temapt cuci 1 temapt cuci tangan


Are pasien : tangan setiap tangan setiap 2 setiap 2 tempat tidur
12-16 m2 2 tempat tempat tidur
tidur
2
Unit tertutup 16-20 m 1 temapt cuci 1 temapt cuci 1 temapt cuci tangan
tangan setiap tangan setiap 1 setiap 1 tempat tidur
1 tempat tempat tidur
tidur
Outlet oksigen 1 per tempat tidur 1 per tempat 1 per tempat
Vakum - tidur tidur
Stop Kontak 2 per tempat tidur - -
2 per tempat 2 per tempat
tidur tidur
Are Kerja :
- Lingkungan - Air - Air - Air
- Suhu conditione contitio condition
- Humiditas d ned ed
- Ruang - 3-25 C - 23-25 C - 23-25C
- Ruang - 5-70% - 50-70%
Penyimpanan - Ada 50-70% - Ada
peralatan dan - Terpusat - Ada - Ada
barang bersih - Ada - Ada
- Ruang tempat - Ada - Ada
buang kotoran - Ada - Ada
- Ruang perawat - 24 jam - 24 jam
- Ruang staf dokter
- Ruang tunggu
keluarga pasien
- Laboratorium

Monitoring
1. COC (cardiac
output computer)

2. Analisa oksigen

3. Mesin EKG 12
Lead

4. Mesin EKG/
fungsi cerebral
5. Analisa gula darah

6. Analisa Gas Darah

7. Analisa Na/K/Cl
(elektrolit)

8. Tempat tidur yang


mempunyai alat
ukur berat badan

9. Pengangkatan (alat
untuk
memindahkan
pasien )

10. Analisa CO2


Ekspirasi

11. Monitor EKG-3


Lead, suhu, nadi,
tekanan darah

12. Mesin EKG record

Alat Bantu Pernafasan

CPAP

Alat bronkoskopi
fibrioptik
Trakeostomi set

Ventilator

Intubasi set
Resusitator manual

Krikotirotomi set

Humifier

Oksigen set

Masker Oksigen

Parentral Renal
Set continuous
arteriouvenos
Haeofiltration
Mesin Hemodialisa

Alat peritoneal dialisa

Cardiovaskular

Intra aerotic balloon pump

Infusion / syringe pump

Alat pacu janting temporer

CRV

Defibrilator

CVP Set

Vena Secti Set

Micelancous
Tempat tidur multi fungsi

Autoclave

Drip standa

Trolley ganti balutan

Trolley emergency

Matras
pemanas/pendingin
Blood/fluid warming
devices, pressure bags,
dan skala
NGT pump

Bedpans

Blood fridge

Alat anti decubitus

c. Pemeliharaaan alat

Pemeliharaan fasilitas dan peralatan yang perlu dilakukan secara berkala


dan terus menerus, ini sangat penting agar alat yang ada selalu siap bila
diperlukan :

1. Gunakan fasilitas dan peralatan sesuai dengan fungsinya

2. Lakukan kalibrasi untuk peralatan elektronik untuk


menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan informasi
yang didapat (monitoring ECG, Respirator atau alat
pemeriksaan gas darah dan lainnya)

3. Buat inbentarisasi fasilitas dan peralatan yang ada, sehingga


dapat diketahui apakah jumlah dan fungsinya masih dapat
dipertahankan atau perlu diajukan permintaan baru atau
perbaikan alat yang ada.

4. Menjaga kebersihan dan mengendalikan infeksi melalui


sterilisasi untit intensif dan penyediaan tempat cuci tangan

5. Ikuti prosedur pemeliharaan alat Kesehatan sesuai petunjuk


operasional

6. Adanya protocol untuk membersihkan peralatan temapt tidur


setelah pasien pindah

d. Peran Perawat Kritis

ICU atau intensi vecare unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an.


Kegawatdaruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an.
Sebagai contoh, kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan
unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara khusus berkonsentrasi
pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti trauma
atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan
hal penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshornetall,
1997).

Peran perawat kritis sebagai berikut:

1) Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu
membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari
pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter dan Perry, 2005).

2) Caregiver

Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga


yang mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).

3) Kolaborator

Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim


kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan
lainnya dalam upaya memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010).

4) Peneliti

Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan


perencanaan, kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai
metode pemberian pelayanan (Vicky, 2010). Selain itu juga
meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan, baik
dalam praktik maupun dalam pendidikan keperawatan (Aryatmo,
1993).

5) Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan


mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian layanan dapat terarah serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).

6) Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah
keperawatan terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga
(Vicky, 2010).

e. Fungsi Perawatan Intensif

Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk


melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dan untuk
mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi
yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk
fungsi vital. Keperawatan kritis termasuk salah satu spesialisasi di bidang
keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap
masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis bertanggung
jawab untuk menjamin pasien yang kritis di IntensiveCare Unit (ICU)
beserta keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal
(Dossey, 2002).

Untuk dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola


dengan baik. Perawat yang bekerja di dalam IntensiveCare Unit harus
memiliki kemampuan komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan
kritis mengatasi klien yang sedang dalam kondisi gawat tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan peran seorang perawat yang dapat bertindak cepat
dan tepat serta melaksanakan standar proses keperawatan kritis.
SUMBER BACAAN

Pengertian
http://repository.unimus.ac.id/1996/4/BAB%20II%20TINJAUAN
%20TEORI.pdf diakses 28 September 2020

Sejarah/perkembangan
https://sites.google.com/site/purnomodrspan/ diakses 28 September 2020

Peralatan
https://perdatinaceh.files.wordpress.com/2018/01/standar-pelayanan-
keperawatan-icu-depkes-ri-2006.pdf diakses 28 September 2020

Peran dan fungsi


https://www.academia.edu/35303079/Resume_Kep_Kritis diakses 28
September 2020

Anda mungkin juga menyukai