Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
Kelompok 2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “KONSEP ICU DAN
KOMUKASI DI ICU” dengan tepat waktu.
Kami berterima kasih kepada Ibu Diyah Astuti Nurfa'imh, S. Kep, Ns, M.Kep
dosen pengampu Mata Kuliah Komunikasi Terapeutik yang telah membantu dalam memberi
saran, nasehat, dan petunjuk yang membangun demi suksesnya penyusunan makalah ini.
Kami selaku penulis makalah ini, menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun dari seluruh pembaca, agar dijadikan pedoman dalam pengembangan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan mendukung di dalam bidang pendidikan
dan bagi pembaca. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu ruangan yang dilengkapi dengan
perlengkapan khusus yang ditujukkan untuk mengelola pasien yang terancam jiwanya dan
mengalami penurunan kesadaran dan dalam fase kritis (Musliha, 2010). Sedangkan pasien
kritis adalah pasien dalam keadaan yang terancam jiwanya karena suatu kegagalan satu atau
multipel organ yang biasanya disertai gangguan hemodinamik yang dapat mengancam
kehidupan (Setiyawan, 2016).
Berdasarkan hasil data dari World Health Organization (WHO) 2016 bahwa kematian
akibat penyakit kritis di dunia semakin meningkat sebanyak 1,1 – 7.4 juta orang dan terdapat
pasien kritis yang dirawat di ICU 9.8 – 24.6 pasien. Di Indonesia, berdasarkan hasil data dari
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) pada tahun 2013, setidaknya 80 orang per hari atau 3
orang per jam meninggal di jalan raya atau bahkan menglami kecelakaan lalu lintas dengan
cedera kepala dan masuk ke ruang ICU (Lumandung, 2014).
Pasien yang dirawat di ICU diperkirakan 71% diantaranya mengalami rasa nyeri selama
perawatan (Kataryzna, 2017). Nyeri merupakan gejala yang paling sering terjadi pada pasien
dengan penurunan kesadaran (Arvin, 2019). Nyeri merupakan suatu respon alami yang
bersifat langsung terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang tidak mengenakkan karena
kerusakan jaringan, seperti proses penyakit atau tindakan pengobatan dan pembedahan
(Arvin, 2019)
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ICU?
2. Bagaimana Sejarah ICU
3. Jelaskan Fungsi ICU
4. Level ICU/Tingkat ICU
5. Sebutkan dan jelaskan peralatan ICU
6. Siapa saja personil ICU
7. Bagaimana Standar Minimum Pelayanan Intensive Care Unit
8. Sebutkan Etika di ICU
9. Bagaimana Indikasi yang Benar Memasukkan Pasien ke Intensive Care Unit
10. Jelaskan kontrak Indikasi Pasien Masuk di ICU
11. Sebutkan Kriteria Prioritas Pasien Masuk ICU
12. Sebutkan Kriteria Pasien Keluar di ICU
13. Bagaimana Kriteria Pasien yang Tidak Memerlukan Perawatan di ICU
C. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui bagaimana peran tenaga medis dalam menangani pasien yang
membutuhkan perawatan di ICU,indikasi dan kontraindikasi pasien masuk ICU dan priorotas
pasien ICU,personil ICU,fungsi ICU,serta standar pasien dapat dimasukkan ke ICU.
BAB 2
KONSEP TEORI
1. Definisi ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri (instalasi
di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus dengan
tujuan untuk terapi pasien - pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit
yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
2. Sejarah ICU
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca bedah.
Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan anestesi sampai ke masa pasca
bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan khusus di mana
pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi
vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar
merupakan awal dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa
pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah. Evolusi ICU bermula dari timbulnya
wabah poliomyelitis di Scandinavia pada sekitar awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian
yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot pernapasan.
Dokter spesialis anestesiologi dipelopori oleh Bjorn Ibsen pada waktu itu, melakukan
intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan selama anestesi.
Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka
mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan mortalitas
menjadi sebanyak 40%, dibandingkan dengan cara sebelumnya yakni penggunaan iron lung
yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilasi mekanik
bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang.
Sejak saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai terbentuk dan tersebar luas.
3. Fungsi ICU
Intesive Care mempunyai 2 fungsi utama: yang pertama adalah untuk melakukan
perawatan pada pasien - pasien hawat darurat dengan potensi “reversible life
threatening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada
pasien - pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur
intervensi dan resiko tinggi untuk fungsi vital.
2.Level II ICU
Level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residenyang selalu
siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitasfisioterapi, patologi dan
radiologi. Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya
dialisis),monitor invasif (monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih
(CTScan) tidak perlu harus selalu ada.
5. Peralatan ICU
1) Ventilator
Suatu alat yang digunakan untuk membantu sebgian atau mengambil alih semua
pertukaran gas paru untuk mempertahankan oksigenasi
Tujuan:
1) Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan ventilasi
yang fisiologik
2) Menimbulkan airway pressure dan corak ventilasi untuk memperbaiki efisiensi dan
oksigenasi
3) Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi keadaan kerja nafas
2. Oksigen inhalasi
Proses saat Anda menghirup oksigen melalui hidung dan masuk ke paru-paru.
Pemasangan oksigen yang di berikan pada pasien yang mengalami masalah pernapasan
contohnya penderita asma, bronkopneumonia, pasien tidak sadar, pasien penyakit jantung dan
lain lain.
Tujuan:
1) Mengeluarkan secret / cairan pada jalan nafas bagian atas
2) Melancarkan jalan nafas
4. Defibrilator
Defibrillator adalah alat yang digunakan untuk memberikan terapi energi listrik
dengan dosis tertentu ke jantung pasien melalui electroda (pedal) yang ditempatkan di
permukaan dinding dada pasien. Sedangkan defibrillasi adalah tindakan pengobatan definitif
untuk keadaan yang mengancam kehidupan pada aritmia jantung yaitu ventrikel fibrilasi (VF)
dan ventrikel takikardi (VT) pulseless. Ini merupakan depolarizes massa kritis dari otot
jantung, mengakhiri aritmia, dan memungkinkan irama sinus normal untuk berfungsi kembali
dengan alat pacu jantung alami tubuh dari sinoatrial (SA) node jantung.
Tujuan:
1) Mengembalikan irama jantung ke irama sinus dari Irama VT dan VF
2) Untuk synkronisasi irama jantung
Pasien monitor adalah suatu alat yang difungsikan untuk memonitor kondisi fisiologis
pasien. Dimana proses monitoring tersebut dilakukan secara real-time, sehingga dapat
diketahui kondisi fisiologis pasien pada saat itu juga. Didalam istilah pasien monitor kita
mengetahui beberapa parameter yang diperiksa, parameter itu antara lain adalah:
1) ECG adalah pemeriksaan aktivitas kelistrikan jantung, dalam pemeriksaan ECG ini
juga termasuk pemeriksaan "Heart Rate" atau detak jantung pasien dalam satu menit.
2) Respirasi adalah pemeriksaan irama nafas pasien dalam satu menit
3) Saturasi darah / SpO2, adalah kadar oksigen yang ada dalam darah.
4) Tensi / NIBP (Non Invasive Blood Pressure) / Pemeriksaan tekanan darah.
5) Temperature, suhu tubuh pasien yang diperiksa.
6. ICU Bed Manual
Ada 2 jenis tempat tidur pasien yaitu tempat tidur manual dan tempat tidur elektrik.
Pada dasarnya kedua jenis tempat tidur tersebut mempunyai fungsi yang sama, hanya sistem
pemakaiannya berbeda.
6. Personil ICU
a) Dokter
Dokter ICU memiliki sertikat pelatihan dan sertifikat profesional, istimewa dan
dipercaya diberbagai rumah sakit, menyediakan pengawasan dan intervensi yang
sesuai untuk keselamatan pasien. Beberapa program memperkerjakan dokter secara
penuh, namun ada juga yang menggunakan dokter dengan jadwal rotasi. Program ini
juga menyediakan dokter spesialis tambahan untuk perawatan maupun teleconference.
Dokter disini berperan untuk menyediakan berbagai layanan, misalnya melakukan
konsultasi dengan multidisipliner melalui kamera, mendiskusikan intervensi yang
tepat dengan terapis pernafasan, mengidentifikasi pasien yang sudah dapat
dipindahkan dari ICU, atau memberikan perintah pengobatan. Perangkat lunak tanda
kewaspadaan memberikan isyarat visual yang memungkinkan dokter untuk merespon
secara proaktif setiap munculnya masalah. Kerjasama tim sangat penting dilakukan
untuk meningkatkan keselamatan pasien dan keberhasilan dari program ICU. Direktur
medis harus mampu memiliki gaya kepemimpinan yang kuat untuk membangun dan
memperkuat hubungan kerja jika ingin mencapai hasil perawatan yang optimal.
b) Perawat ICU
Perawat ICU sering kali memantau pasien ICU 24 jam sehari selama 7 hari
seminggu,banyak pusat ICU memiliki staf dengan pengalaman yang tinggi yaitu
memiliki lebih dari 15 tahun pengalaman dalam merawat pasien kritis. Alasan
beberapa perawat tertarik pada ICU adalah untuk mengurangi stres fisik dan
emosional secara signifikan dalam memenuhi tuntutan untuk berada di dekat pasien
secara terus menerus. Alasan lainnya adalah tertarik untuk mencoba tantangan dalam
menyediakan perawatan bagi pasien dengan metode baru dan menikmati adanya
proses perubahan. Syarat-syarat perawat yang dapat menjadi tim ICU adalah minimal
memiliki 5 tahun pengalaman dalam perawatan kritis pasien dewasa (pengalaman
disini tidak hanya mencakup perawatan kritis tetapi dapat juga pengalaman dalam
perawatan trauma, neurogy/neurosurgical, medical surgical, kardiologi, cardio
surgery), memiliki sertifikat CCRN atau CCRN-E, memiliki sertifikat pelatihan basic
life support atau cardiac life support, sarjana dibidang ilmu keperawatan sesuai
spesialisasi yang dibutuhkan, memiliki keterampilan dalam kepemimpinan, dan
kemampuan berkomunikasi massa untuk meningkatklan layanan kepada pengguna
jasa.
Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat
pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah, dan
macam pasien yang dirawat. Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal
sebagai berikut:
a. Resusitasi jantung paru
b. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator
sederhana
c. Terapi oksigen
d. Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus
e. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan dengan cepat dan menyeluruh
g. Pelaksanaan terapi secara titrasi
h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat - alat portabel selama
transportasi pasien gawat
j. Kemampuan melakukan fisioterapi dada
8. Etika di ICU
Pedoman Etik Bagi Rasionalisasi Penggunaan Ruang ICU
Hak atas kesehatan adalah hak intrinsik dari setiap manusia untuk memperoleh akses
serta layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Bukan semata-mata hak setiap
manusia untuk menjadi sehat. Kondisi sumber daya kesehatan adalah terbatas, sedangkan
kebutuhan akan kesehatan adalah tidak terbatas. Dalam menghadapi kondisi yang demikian,
dibutuhkan rasionalisasi kesehatan agar dapat memenuhi hak atas kesehatan bagi seluruh
masyarakat.
Metode untuk mendistribusikan tempat di ICU yang terbatas secara adil adalah
dengan melakukan rasionalisasi manfaat dari pelayanan intensif sehingga pasien-pasien yang
mendapatkan pelayanan intensif di ICU adalah pasien-pasien yang akan memaksimalisasi
nilai dari tujuan pelayanan intensif tersebut.
9. Indikasi yang Benar Memasukkan Pasien ke Intensive Care Unit
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang masih diharapkan
reversible (pulih kembali seperti semula) mengingat ICU adalah tempat perawatan yang
memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga (yang khusus). Indikasi pasien
yang layak dirawat di ICU adalah:
a) Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive care
b) Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh secara terkoordinasi
dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan terus menerus
dan metode terapi titrasi
c) Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis
Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat menular,
misalnya gas gangrene terjadi pada jaringan otot tubuh. Pada prinsipnya pasien yang masuk
ICU tidak boleh ada yang mempunyai riwayat penyakit menular.
Dalam keadaan yang terbatas, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1)
lebih didahulukan disbanding dengan pasien yang hanya memerlukan pemantauan
intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas berat dan prognosis penyakit hendaknya
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan prioritas masuk ke ICU.
a. Pasien prioritas 1
Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan / bantuan ventilasi, alat
penunjang fungsi organ / system yang lain, infus obat - obat vasoaktif / inotropic, obat
anti aritmia, serta pengobatan lain – lainnya secara kontinyu dan tertitrasi. Pasien yang
termasuk prioritas 1 adalah pasien pasca bedah kardiotorasik, sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa. Institusi setempat dapat
juga membuat kriteria spesifik yang lain seperti derajat hipoksemia, hipotensi di bawah
tekanan darah tertentu. Terapi pada kriteria pasien prioritas 1 demikian, umumnya
tidak mempunyai batas.
b. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan canggih di ICU, sebab sangat beresiko
bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif
menggunakan pulmonary arterial catheter. Pasien yang tergolong dalam prioritas 2
adalah pasien yang menderita penyakit dasar jantung – paru, gagal ginjal akut dan
berat, dan pasien yang telah mengalami pembedahan mayor. Pasien yang termasuk
prioritas 2, terapinya tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
c. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau
penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau
manfaat terapi di ICU pada kriteria ini sangat kecil, sebagai contoh adalah pasien
dengan keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade,
sumbatan jalan napas, dan pasien penyakit jantung dan penyakit paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien kriteria ini hanya untuk
mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan
intubasi atau resusitasi jantung paru.
d. Pasien prioritas 4
Pasien dalam prioritas ini bukan merupakan indikasi masuk ICU. Pasien yang
termasuk kriteria ini adalah pasien dengan keadaan yang “terlalu baik” ataupun “terlalu
buruk” untuk masuk ICU.
b. Pasien prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa
perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak
diperlukan lagi.
c. Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah
tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan
kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu diketahui kemungkinan
untuk pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat
sedikit. Pasien yang tergolong dalam prioritas ini adalah pasien dengan penyakit lanjut
(penyakit paru kronis, penyakit jantung atau hepar terminal, karsinoma yang telah
menyebar luas dan lain - lainnya) yang tidak berespon terhadap terapi ICU untuk
penyakit akut lainnya.
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala
ICU dan atau tim yang merawat pasien, antara lain:
1) Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan yang intesif lebih lanjut
2) Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau oemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (seperti
ventilasi mekanis).
Kriteria pasien yang demikian, antara lain pasien yang menderita penyakit stadium akhir
(misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU sebaiknya keluarga pasien
diberikan penjelasan alasan pasien dikeluarkan dari ICU.
1) Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa)
2) Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada
pasien lain yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih
intensif. Pasien seperti ini hendaknya diusahakan pindah ke ruang yang khusus
untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU.
b. Prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa
perawatan intensif tidak dibutuhkan, pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan
lagi.
c. Prioritas 3
Pasien dipindahkan apabila perawatan intensif tidak dibutuhkan lagi, diketahui
kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif
selanjutnya sangat sedikit.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intensive Care Unit (ICU) adalah bangsal rumah sakit yang menyediakan perawatan
intensif untuk pasien yang dalam kondisi kritis mengancam hidup yang bertujuan untuk
menunjang fungsi-fungsi vital.
Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya
sewaktuwaktu karena kegagalan atau disfungsi satu organ atau lebih atau sistem dan masih
ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan
pengobatan intensif.
Dalam menentukan tindakan kepada pasien harus memperhatikan tingkat prioritas pasien
sehingga penanganan yang diberikan sesuai dan tepat. Yaitu prioritas I Penyakit atau
gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan agresif, prioritas 2
Pementauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ, prioritas 3 Pasien dalam keadaan sakit
kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil untuk penyembuhan (prognosa jelek).
Indikasi pasien keluar ICU yaitu Pasien yang dengan terapi atau pemantauan intensif
tidak diharapkan atau tidak memberikan hasil, sedangkan pasien pada waktu itu tidak
menggunakan alat bantu mekanis (ventilator). Pasien yang telah membaik dan cukup stabil
sehingga tidak memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut. Pasien yang hanya
memerlukan observasi intensif saja, sedangkan ada pasien yang lebih gawat dan lebih
memerlukan terapi.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA