Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
“TERAPI MODALITAS PADA SISTEM GASTROINTESTINAL”

Dosen Pembimbing : Dr. Hariyono

Disusun Oleh :
1. Danang Ardiansyah ( 163210008)
2. Linda Kholifatu R (163210022)
3. Mela Amalia (163210025)
4. Nurul Hidayati Valentina (163210031)
5. Ruli Ambarwati (163210035)
6. Yulanda (163210041)
7. Leni Hafiatun Hasanah (163210113)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TNGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2019-2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“MAKALAH TERAPI MODALITAS PADA SISTEM GASTROINTESTINAL”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Iva Millia Hani. R,S.Kep.Ns.,M.Kep Selaku Pembimbing akademik
2. Dr. Hariyono selaku Dosen Pengampuh Mata Kuliah Keperawatan Kritis
yang telah memberikan bimbingan berupa moral maupun moril.
3. Orang Tua kami yang senantiasa mendukung dan mendoakan kami.
4. Dan Teman-teman yang telah memberi saran.

“TERAPI MODALITAS PADA SISTEM GASTROINTESTINAL” ini saya buat dari


tanggal 11 November 2019. Saya sebagai penyusun sekaligus mahasiswa STIKES
ICME JOMBANG mengharap kritik dan saran untuk membangun perbaikan makalah
ini, karena penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna.

Jombang, 09 November 2019

2
DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar ........................................................................................ 2
Daftar is ................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 9
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................. 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Modalitas ........................................................................ 12
2.2 Klasifikasi Terapi Modalitas pada Sistem Gastrointenisatas ..... 14
2.3 Macam-macam Terapi Modalitas pada Sistem Gastrointenitas . 13
BAB 3 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................... 15
4.2 Saran ......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 16

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Paru-paru adalah salah satu organ pernapasan yang berfungsi sebagai
tempat bertukarnya oksigen dari udara yang menggantikan karbondioksida di
dalam darah. Organ ini bekerja setiap hari, sehingga jika terdapat kerusakan
sekecil apapun pada setiap bagiannya akan mempengaruhi fungsional tubuh.
Penyakit pada paru-paru dapat mempengaruhi jalan napas mulai dari trakea
(tenggorokan) kemudian bercabang menjadi bronkus, lalu menjadi semakin kecil
(alveoli) dan menuju seluruh lapang paru.
Seiring dengan perkembangan teknologi, selain membawa dampak
positif juga memiliki dampak negatif terutama bagi kesehatan. Salah satunya
berdampak pada sistem pernapasan manusia. Tingkat polusi udara yang tinggi
serta pola hidup yang tidak beraturan dalam jangka waktu yang lama, dapat
memicu terganggunya sistem pernapasan sehingga memicu timbulnya penyakit.
Berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES) tahun 1992 menunjukkan
angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat keenam dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Dari hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%. Pada tahun 2015 saja, dapat dilihat bahwa
penduduk berusia 15 tahun keatas yang mengkonsumsi rokok sebesar 22,57% di
perkotaan dan 25,05% di pedesaan. Rata-rata jumlah batang rokok yang
dihabiskan selama seminggu mencapai 76 batang di perkotaan dan 80 batang di
pedesaan. Hal ini menunjukkan tingginya angka perokok di Indonesia yang
merupakan faktor risiko utama PPOK.
Merokok tembakau adalah sebab paling utama dari PPOK, dan juga
beberapa faktor lainnya seperti polusi udara dan genetik yang turut berperan
kecil. Di negara-negara berkembang, salah satu sumber polusi udara biasanya

4
adalah api untuk memasak dan pemanas yang berventilasi buruk. Jika terpapar
penyebab iritasi ini dalam jangka waktu lama, akan mengakibatkan reaksi
inflamasi di paru-paru yang menyebabkan penyempitan saluran udara dan
rusaknya jaringan paru yang disebut sebagai emfisema. Diagnonis ini adalah
berdasarkan terbatasnya aliran udara saat diukur dengan tes fungsi paru.
Berbeda dengan asma, berkurangnya aliran udara tidak membaik secara
signifikan ketika dilakukan pengobatan.
PPOK dapat dicegah dengan mengurangi peluang terpapar
penyebab-penyebab yang telah diketahui. Hal ini termasuk upaya untuk
mengurangi rokok dan memperbaiki kualitas udara di dalam dan luar ruangan.
Penanganan PPOK terdiri dari: berhenti merokok,vaksinasi, rehabilitasi, serta
sering menghirup bronkodilator dan steroid. Sebagian orang ada yang merasakan
perbaikan karenaterapi oksigen jangka panjang atau pencangkokan paru. Bagi
mereka yang mengalami periode bertambah parah akut, mungkin perlu
meningkatkan penggunaan obat-obatan dan perawatan di rumah sakit.
Modalitas yang digunakan penulis untuk kasus PPOK yaitu dengan
menggunakan Active Cycle Of Breathing Technique (ACBT), Chest PT dan Infra
merah. Penggunaan Active Cycle Of Breathing Technique (ACBT) dan Chest PT
bertujuan untuk mengurangi sesak nafas, batuk, pengeluaran sputum,
memaksimalkan masuknya oksigen ke paru, mengembalikan kinerja dari
otot-otot pernafasan. Infra merah bertujuan untuk relaksasi otot pernafasan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut penulis berharap modalitas-modalitas itu
dapat memberikan dampak kesembuhan secara signifikan (Gosselink, 2008).

5
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari terapi modalitas?
b. Apa saja klasifikasi dari terapi modalitas pada system gastrointestinal
(diare)?
c. Apa saja terapi modalitas pada system gastrointestinal (diare)?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui macam-macam terapi modalitas pada sistem
gastrointestinal yang sering diterapkan pada pasien-pasien dengan
penyakit paru.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari terapi modalitas
b. Untuk mengidentifikasi klasifikasi terapi modalitas pada sistem
pencernaan
c. Untuk mengidentifkasi macam-macam terapi modalitas pada sistem
pencernaan

6
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Terapi Modalitas


Modalitas berasal dari kata modality yang berarti modal, potensi atau
kekuatan. Terapi modalitas berarti terapi yang menjadikan potensi atau kekuatan
seseorang pasien untuk merubah derajat kesehatannya. Terapi modalitas dapat
berupa terapi psikofarmakologi, terapi perubahan prilaku dan kognitif, terapi
manajemen agresi, terapi somatik, terapi komplementer dan alternatif, terapi
kelompok terapeutik, dan terapi keluarga (Videbeck 2008)
Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang
menggunakan kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk
membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien.
(Laundry & Jenes, 2009 dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Terapi modalitas
dapat diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri, perawatan gangren, perawatan
luka baru, perawatan luka kronis, latihan peregangan, range of motion, dan terapi
hiperbarik.
Terapi modalitas yang digunakan penulis untuk pasien dengan penyakit
paru yaitu dengan dilakukan fisioterapi seperti : Active Cycle Of Breathing
Technique (ACBT), Chest PT dan Infra merah, Breathing Retraining, oxygen
therapy serta Mechanical Ventilation & Surgery.
Fisioterapi sangat berguna bagi pasien dengan berbagai macam kondisi
pernafasan medis dengan tujuan manajemen sesak napas dan pengendalian gejala,
mobilitas dan fungsi perbaikan atau perawatan, serta pembersihan jalan napas
dan batuk efektif. Strategi dan teknik meliputi: rehabilitasi, pengujian latihan
(termasuk untuk penilaian oksigen ambulatory), resep latihan, pembersihan jalan
napas, dan penentuan posisi serta teknik pernapasan (Bott dkk., 2009).

7
2.2 Penerapan teori modalitas pada pasien dengan diare kronis
1. Pengertian Diare Kronis
Diare kronis atau diare berkepanjangan merupakan diare yang
berlangsung dalam waktu lebih dari satu atau dua minggu. Penyebab diare
kronis sangat banyak namun penyebab tersering pada bayi dan anak adalah
alergi, malabsorpsi dan proses infeksi. Penatalaksanaan diare kronis pada
prinsipnya harus dikerjakan bersama-sama dengan pemberian nutrisi yang
cukup untuk memenuhi atau memelihara pertumbuhan normal. Malnutrisi
kalori dan protein harus dihindari sebisa mungkin karena hal tersebut dapat
menjadi variable pengganggu yang memperlambat atau menghambat
pengembalian ke fungsi usus normal.
2. Diare Berkepanjangan
Terjadi kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan dengan akibat
terjadinya malabsorpsi, peningkatan absorpsi protein asing, berkurangnya
hormon enterik serta pertumbuhan kuman yang berlebihan. Terjadinya suatu
sindrome post enteritis yang merupakan sebab dan akibat sejumlah faktor
yang multi kompleks.
Penyebab diare berkepanjangan Intoleransi sekunder, Enteropati
oleh karena protein makanan, terutama protein susu sapi (CMPSE) dan
kedelai, Malnutrisi, Enteropatogen atau Parasit
1) Gejala Klinik :
Lama diare melewati masa diare akut (5-7 hari) dapat disertai
muntah dan kembung.
a. Diare Kronis
Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu
kondisi yangsama. Ghishan menyebutkan diare kronis sebagai suatu
episode diare lebih dari 2minggu, sedangkan kondisi serupa yang
disertai berat badan menurun atau sukarnaik oleh Walker-Smith et
al. didefinisikan sebagai diare persisten. Di lain pihak,dasar etiologi
diare kronis yang berbeda diungkapkan oleh Bhutta dan oleh The

8
American Gastroenterological Association.
b. Penanganan Umum
1) Koreksi gangguan cairan & elektrolit bila ada
2) Terapi Kausa
3) Probiotik
4) Supportif dan dietetik “
5) Vit A 100.000 -200.000 U 1x i.m.
6) Vit B-compleks, Vit C.
7) Terapi Spesifik
Ada dua cara untuk memutus siklus diare dan gizi buruk: menghentikan
diare bila memungkinkan dan penyediaan dukungan gizi. Untuk kondisi tertentu,
pengobatan khusus memberikan kontrol yang memadai dari diare dan perbaikan
yang cepat dari status gizi. Demonstrasi infeksi bakteri berkepanjangan (E. coli,
Salmonella More Details) atau kutu dengan Giardia lamblia memungkinkan
untuk pengobatan tertentu. Selain itu, terapi antibiotik seperti gentamisin oral
kombinasi dengan cholestyramine telah dilaporkan efektif dalam menghentikan
diare persisten pada bayi, mungkin karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan
bakteri yang berlebihan, sedangkan metronidazol tidak berpengaruh nyata.
Namun, di mana tidak ada organisme tertentu telah dibuktikan,
gentamisin saja tidak efektif dalam pengobatan non-berdarah diare persisten dan
malnutrisi. Modalitas lain yang mungkin dipertimbangkan pada kasus tertentu
dari diare sekretori termasuk inhibitor prostaglandin (misalnya salisilat) dan
steroid. Demikian pula, kondisi seperti intoleransi protein susu sapi, kekurangan
disaccharidase atau malabsorpsi monosakarida, dan penyakit celiac adalah bisa
menerima terapi eliminasi efektif diet. Respon spektakuler untuk pengobatan
khusus biasanya terlihat pada pasien dengan enteropathica acrodermatitis dan
variannya setelah terapi seng lisan.
1. Terapi Nutrisi
Kebutuhan dan jenis diet pada diare persisten/kronis. Kebutuhan
energy dan protein pada diare persisten/kronis berturut-turut sebesar

9
100kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan asupan yang
mengandung energy 1kcal/g.
2. Diet elemental :
Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental terdiri
atas asam amino kristalin atau protein hidrosilat, mono-atau disakarida, dan
kombinasi trigliserida rantai panjang atausedang. Kelemahan diet elemental
ini adalah harganya mahal.Selain itu, rasanya yang tidak enak membuat diet
ini sulit diterima oleh anak-anak sehingga membutuhkan pemasangan pipa
nasogastrik untuk mendapatkan hasil maksimal. Oleh karena itu, diet
elemental mayoritas hanya digunakan di Negara maju.
Diet berbahan dasar susu Diet berbahan dasar susu yang utama
adalah ASI. ASI memiliki keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare
persisten, antara lain mengandung nutrisi dalam jumlah yang mencukupi,
kadar laktosa yang tinggi (7 gram laktosa/100gram ASI, pada susu non-ASI
sebanyak 4,8 gram laktosa/100gram) namun mudah diserap oleh system
pencernaan bayi,serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi.
Dukungan nutrisi dalam keadaan darurat medis berlaku untuk bayi
yang mengalami diare proctacted dan gizi buruk. Setelah koreksi air dan
elektrolit kelainan, penyediaan gizi merupakan prioritas pada pasien tersebut,
dan harus dimulai sebelum atau bersamaan dengan tes atau prosedur yang
diperlukan untuk diagnosis etiologi.
Jangka waktu pemberian susu formula yang jelas cairan atau
dilusian harus dihindari untuk mencegah memburuknya status gizi. Bila
mungkin, kelanjutan dari pemberian ASI, atau ketentuan jangka pendek
setengah susu formula kekuatan direkomendasikan oleh WHO selama
penyakit diare akut. Hal ini ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar bayi
dan berkontribusi terhadap pencegahan diare kronis dan kekurangan gizi
postinfectious . Proses pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih
cepatdibandingkan susu non-ASI, sehingga lambung cepat kembalike
kondisi pH rendah, dengan demikian dapat mencegah invasi bakteri ke

10
dalam saluran pencernaan. ASI juga membantu mempercepat pemulihan
jaringan usus pasca infeksi karena mengandung epidermal growth factors.
Dalam melaksanakan terapi modalitas juga diikuti dengan terapi
farmakologi,yaitu obat-obatan.
a) Berikan oralit
Oralit memiliki fungsi pencegahan dan pengobatan terhadap
dehidrasi akibat diare. Oralit dapat dibuat dengan meracik 1 sendok
makan gula dan seperempat sendok makan garam dalam 1 gelas
belimbing berisi air putih atau setara dengan 200 ml air. Pemberian
larutan oralit dilakukan setiap anak buang air besar. Seperempat sampai
setengah gelas untuk anak kurang dari satu tahun. Setengah sampai satu
gelas untuk anak satu hingga empat tahun. Satu sampai satu setengah
gelas untuk usia lima tahun ke atas. Bila buang air besar kembali terjadi,
berikan tambahan larutan oralit dengan dosis yang sama sesuai usia anak.
Bila anak muntah, hentikan pemberian oralit sejenak dan lanjutkan
setelah 10 menit kemudian dengan pemberian lebih sedikit, misalnya
satu sendok setiap dua sampai tiga menit.
b) Zinc selama 10 hari berturut-turut
Zinc membantu mencegah berulangnya diare dan juga
mengembalikan nafsu makan anak.
c) ASI dan makanan tetap diteruskan
Menu makan sehat harus tetap dijaga agar anak tetap sehat dan
tidak kehilangan berat badan, karena mengganti nutrisi yang hilang
akibat diare.
d) Antibiotik selektif
Pada kasus diare anak, pemberian antibiotik bukanlah terapi
utama, konsultasikan dengan dokter untuk mengetahui apakah diare
yang dikeluhkan memerlukan pemberian antibiotik atau tidak.

11
3. Penerapan terapi modalitas :
a) Terapi individual
1) Hubungan terstruktur yang dijalin antara perawat – klien untuk
merubah klien
2) Untuk mengembangkan pendekatan unik penyelesaian konflik,
meredakan penderitaan emosional, mengembangkan cara yang
cocok untuk memenuhi kebutuhan
3) Melalui 3 fase yang overlap ( orientasi, kerja dan
terminasi )Pelaksanaan terapi individu
b) Terapi lingkungan
Tujuan : Menciptakan lingkungan yang mendukung klien dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pelaksanaan :
1) Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti
terapeutik
2) Perawat memberi kesempatan tumbuh dan berubah perilaku dengan
memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi
3) Memberi kesempatan dukungan, pengertian, berkembang sebagai
pribadi yang bertanggung jawab.
4) Perawat mendorong komunikasi antara orang tua dan anak dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi.
c) Terapi biologis
1) Didasarkan pada model medikal
2) Tekanan: pengkajian spesifik dan pengelompokan gejala penyakit.
3) Perilaku abnormal akibat penyakit atau organisme tertentu dan
akibat perubahan
d) Terapi kognitif
1) Strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi
perasaan dan perilaku klien
2) Tujuan Terapi Kognitif

12
3) Mengembangkan pola pikir yang rasional
4) Menggunakan pengetesan realita
5) Membantu perilaku dengan pesan internal
Intervensi :
a. Mengajarkan pentingnya kebutuhan nutrisi dan kebersihan makan
b. Mengajarkan orang tua untuk menjaga kebutuhan nutrisi pada anak
c. Memodifikasi kebiasaan negatif anak dalam menjaga kebersihan.
d. Pelaksanaan terapi kognitif
e. Pelaksanaan
f. Mengajari pasien cara makan yang baik dan benar
g. Memberikan penghargaan kepada pasien terhadap perilaku positif
yang telah dilakukan pasien
h. Pasien mempelajari melalui praktik dan meniru perilaku adaptif
e) Terapi pelaku
1) Tujian : perilaku dipelajari, perilaku sehat dapat dipelajari dan
disubsitusi dari perilaku tidak sehat
2) Tehnik dasar terapi perilaku :
a) Role model
b) Kondisioning operan
c) Disensitiasi sistematis
d) Pengendalian diri
e) Terapi aversi ( reflek kondisi )
f) Terapi bermain
1) Premis : anak-anak akan berkomunikasi dengan baik melalui
permainan dari pada dengan kemampuan verbal
2) Perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, kebutuhan nutrisi
dan penggunaan obat-obatan.

13
Prinsip terapi bermain
a. Terapis membina hubungan yang hangat
b. Merefleksikan perasaan anak
c. Mempercayai anak dapat menyelesaikan masalah
d. Interpretasi perilaku anak

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Modalitas berasal dari kata modality yang berarti modal, potensi atau
kekuatan. Terapi modalitas berarti terapi yang menjadikan potensi atau kekuatan
seseorang pasien untuk merubah derajat kesehatannya. Terapi modalitas dapat
berupa terapi psikofarmakologi, terapi perubahan prilaku dan kognitif, terapi
manajemen agresi, terapi somatik, terapi komplementer dan alternatif, terapi
kelompok terapeutik, dan terapi keluarga (Videbeck 2008)
Terapi modalitas yang digunakan penulis untuk pasien dengan penyakit
paru yaitu dengan dilakukan fisioterapi seperti : Active Cycle Of Breathing
Technique (ACBT), Chest PT dan Infra merah, Breathing Retraining, oxygen
therapy serta Mechanical Ventilation & Surgery.

3.2 Saran
Setelah membaca isi dari makalah ini maka penulis memberikan saran
kepada :
a. Kepada pasien
Kesungguhan pasien dalam melakukan latihan harus selalu ada
karena tanpa adanya kesungguhan dan semangat untuk melakukan latihan
secara rutin maka keberhasilan susah untuk dicapai. Pasien disarankan untuk
melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan oleh terapis secara mandiri
dan keberlanjutan.
b. Kepada fisioterapis
Kepada rekan fisioterapis,hendaknya lebih mendalami kasus-kasus
respirasi kembali, karena banyak sekali kasus-kasus respirasi yang
sebetulnya bisa diatasi dengan tindakan fisioterapi tetapi belum tersentuh.
Selain itu, ada baiknya apabila fisioterapis mampu senantiasa menerapkan
long life education, dengan mengikuti jurnal-jurnal terbaru.

15
c. Kepada masyarakat
Hendaknya lebih memperhatikan mengenai kesehatan lingkungan
untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Apabila lingkungan
bersih, bebas dari polusi udara, rokok, penataan lingkungan perkotaan dan
perindustrian yang lebih sesuai, adanya kawasan terbuka hijau yang
memadai, serta peraturan ketat mengenai standar kerja yang aman, maka
diharapkan masyarakat akan terhindar dari masalah kesehatan respirasi dan
komplikasinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://abykhan.wordpress.com/2012/09/22/terapi-modalitas/. diakses tanggal 11


November 2019
http://lmclentera.wordpress.com/teknologi/. diakses tanggal 11 November 2019
http://klinikpengobatanalami.wordpress.com/2013/05/16/diare-pada-anak/. diakses
tanggal 11 November 2019

17

Anda mungkin juga menyukai