DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
Kelompok 10
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat daan
karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ KONSEP
NUTRISI SEBAGAI TERAPI ( DIET PASIEN GANGGUAN SYSTEM
PERNAFASAN ) ”
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dengan rendah hati
penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya untuk semua yang telah diberikan, penulis hanya bisa berdoa semoga budi baiknya
dibalas oleh Allah SWT¸ Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................
1.3 TUJUAN...................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2.1 DIET PASIEN GANGGUAN SYSTEM PERNAFASAN...................................
2.2 MAKANAN YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN GANGGUAN SYSTEM
PERNAFASAN..................................................................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................................
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................
3.2 SARAN.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit penyumbatan saluran pernafasan yang disebabkan alergi terhadap
rambut, bulu atau kotoran, debu, atau tekanan psikologis.Asma bersifat menurun. Asma
(dalam bahasa Yunani ásthma, ("terengah") merupakan peradangan kronis yang umum
terjadi pada saluran napas yang ditandai dengan gejala yang bervariasi dan berulang,
penyumbatan saluran napas yang bersifat reversibel, dan spasme bronkus. Gejala umum
meliputi mengi, batuk, dada terasa berat, dan sesak napas.
Asma pada awalnya diperkirakan disebabkan oleh kombinasi faktor genetika dan lingkungan.
Diagnosis biasanya didasarkan atas pola gejala, respons terhadap terapi pada kurun waktu
tertentu, dan spirometri.Asma diklasifikasikan secara klinis berdasarkan seberapa sering
gejala muncul, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), dan puncak laju aliran
ekspirasi. Asma dapat pula diklasifikasikan sebagai atopik (ekstrinsik) atau non-atopik
(intrinsik)dimana atopi dikaitkan dengan predisposisi perkembangan reaksi hipersensitivitas
tipe 1.Terapi untuk gejala akut biasanya dengan menghirup beta-2 agonist reaksi cepat
(misalnya salbutamol) dan kortikosteroid oral. Pada kasus yang sangat parah mungkin
diperlukan pemberian kortikosteroid intravena, magnesium sulfat dan perawatan di rumah
sakit.Gejala ini dapat dicegah dengan menghindari pencetusnya, seperti misalnya alergen dan
iritan, dan dengan penggunaan kortikosteroid hirup.Beta agonist reaksi lambat (LABA) atau
leukotrien antagonis dapat ditambahkan, selain pemberian kortikosteroid hirup bila gejala
asma tidak dapat dikontrol. Prevalensi asma mengalami peningkatan secara signifikan sejak
tahun 1970an. Pada tahun 2011, 235–300 juta orang terserang asma secara global, termasuk
adanya 250.000 kematian.Penyakit ini menyebabkan penyempitan
saluranpernapasan.Penyakit ini dapat disebabkan oleh alergi.Asma merupakan inflamasi
kronik saluran napas.Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel
limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain
berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma.
Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma
persisten.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan
dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi
asma untuk berkembang menjadi asma adalah alergen di dalam maupun di luar ruangan,
seperti mite domestik, alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga , sensitisasi
(bahan) lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosio ekonomi, besarnya keluarga, obesitas . Sedangkan faktor
lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala asma menetap
adalah :
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan. Gejala
awal berupa :
Penderita asma memiliki saluran pernapasan yang lebih sensitif dibandingkan orang
normal. Ketika paru-paru terpapar pemicu asma, maka otot-otot di saluran pernapasan
akan kaku sehingga membuat saluran tersebut menyempit. Selain itu, produksi dahak
juga meningkat. Kombinasi dari kondisi tersebut membuat penderita mengalami
gejala asma.
Asma dapat dipicu oleh beberapa hal, di antaranya: alergi (terhadap debu, makanan
tertentu, bulu binatang, atau serbuk sari), obat-obatan tertentu seperti penghilang
nyeri, aspirin, dan ibuprofen, asap rokok, polusi, atau udara dingin, stres, cuaca, atau
perubahan suhu, kelembapan udara, olahraga berlebih dan adanya Infeksi virus atau
bakteri. Dengan mengindentifikasi pemicu serangan asma dapat membantu kita
mengatasi dan mengendalikan gejalanya.
Penanggulangan asma saat ini adalah dengan pemberian obat obatan untuk meredakan
gejala asma, mencegah kekambuhan, serta mengurangi pembengkakan dan
penyempitan pada saluran pernapasan. Memodifikasi gaya hidup menjadi lebih sehat
dengan pengendalian berat badan, diet yang tepat, latihan-latihan pernafasan,
pengelolaan stres dan pengendalian lingkungan yang memicu serangan asma akan
sangat membantu penderita asma dalam mengurangi terjadinya kekambuhan.
Diet pada penderita asma bertujuan untuk memberikan makanan yang adekuat untuk
mengurangi gejala, memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dan meradang serta
mempercepat penyembuhan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kasus asma
banyak terjadi pada pasien dengan kelebihan berat badan atau obesitas oleh karena itu
diperlukan diet untuk pengendalian berat badan. Selain itu pada penderita asma yang
memiliki riwayat alergi pada makanan harus menghindari makanan tertentu yang
secara umum dapat memicu reaksi alergi antara lain susu sapi dan produk susu sapi,
kacang kedelai dan gandum.
Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan dan harus dihindari dalam melakukan
diet atau pengaturan makanan bagi penderita asma:
1. Lakukan pola makan gizi seimbang sesuai dengan usia, jenis kelamin dan aktifitas
fisik yang sehari hari dilakukandan capailah berat badan sehat pada kisaran indek
massa tubuh 18.5- 25 kg/m2;
2. Memilih bahan makanan beragam yang mengandung zat gizi makro (karbohidrat,
protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral);
3. Memilih makanan sumber karbohidrat komplek dibandingkan dengan karbohidrat
sederhana. Contoh karbohidrat komplek nasi, kentang, ubi, singkong. Contoh
karbohidrat sederhana: gula pasir, gula merah, sirup. Konsumsi karbohidrat
komplek tiga sampai lima porsi sehari. Satu porsi nasi kurang lebih 100 gram atau
tiga perempat gelas belimbing;
4. Memilih protein hewani dan protein nabati dua sampai tiga porsi sehari seperti
daging, ikan, kacang hijau, tempe, tahu. Ikan sangat baik dikonsumsi bagi
penderita asma karena mengandung minyak ikan yang dapat mengurangi
peradangan. Sumber protein yang secara umum memicu alergi seperti susu,
kedelai, telur harus lebih berhati hati ketika diberikan;
5. Mengkonsumsi vitamin, mineral dan antioksidan alami dari beragam sayuran dan
buah buahan setiap hari seperti bayam, wortel, brokoli apel dan jeruk;.
6. Menambahkan bumbu bumbu yang memiliki zat fitokimia anti peradangan seperti
bawang putih dan jahe pada setiap masakan;
7. Menghindari makanan yang berpengawet, yang mengandung zat pewarna,
pemanis buatan dan penguat rasa juga hindari makanan junkfood;
8. Membatasi penggunaan lemak jenuh dan lemak trans yang terdapat pada susu atau
produk susu, daging berlemak, mentega, margarin dan minyak goreng yang
dipakai berulang
9. Menerapkan gaya memasak sehat, dengan mengolah aneka ragam makanan lokal
dan dimasak sederhana;
10. Waspadai jenis makanan tertentu yang akan memicu reaksi alergi, karena pada
setiap orang akan berbeda, jadi alangkah lebih baik bila pasien dapat
mengidentifikasi alergi makanannya tersebut.
Selain melakukan diet atau pengaturan makanan pasien asma harus dapat melakukan
gaya hidup yang lebih sehat seperti berhenti merokok, membiasakan beraktifitas fisik
dan membuat lingkungan rumah yang lebih bersih dan sehat. Apabila Anda ingin
mengetahui informasi lebih banyak tentang asma anda dapat melakukan pemeriksaan
berkala meliputi kesehatan paru dan masalah asma anda di sarana kesehatan
terpercaya seperti Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Bandung (BBKPM
Bandung).
Survei terbaru yang dilakukan oleh National Heart, Lung, and Blood Institute
menunjukkan bahwa meskipun kesadaran akan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) semakin meningkat, hanya 64% responden yang pernah mendengarnya.
Namun, menurut Inisiatif Global untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease), PPOK “adalah penyebab utama
keempat morbiditas dan mortalitas kronis di Amerika Serikat” dan diperkirakan 24
juta orang Amerika terkena dampaknya.1
COPD adalah penyakit paru-paru progresif yang membuat sulit bernapas karena
terhambatnya sebagian aliran udara masuk dan keluar paru-paru. Penyakit ini
disebabkan oleh proses inflamasi dan kerusakan di paru-paru yang dipicu oleh
paparan racun, terutama akibat riwayat merokok.
Saluran bronkial dan alveoli orang sehat bersifat elastis; jadi, ketika mereka menarik
dan membuang napas, mereka mengembang dan mengempis seperti balon.
Sebaliknya, pasien PPOK mengalami keterbatasan aliran udara melalui saluran
napasnya karena hilangnya elastisitas dan/atau saluran napas yang meradang, rusak,
atau tersumbat lendir. Karena saluran udara tersumbat atau rusak sebagian,
pernapasan menjadi sulit, dan paru-paru mulai kehilangan kemampuannya untuk
mengambil oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida secara efektif.2,3
“Keterbatasan aliran udara ekspirasi” adalah ciri khas PPOK, dan standar emas untuk
PPOK. Diagnosisnya adalah spirometri, yaitu tes fungsi paru-paru sederhana yang
mengukur seberapa baik paru-paru mengeluarkan napas.1
Gejala PPOK antara lain batuk kronis, sering disebut sebagai “batuk perokok”;
produksi lendir yang berlebihan; mengi; sesak napas; sesak di dada; dan penurunan
kapasitas olah raga.2,4 Penyebab utama PPOK adalah merokok; faktanya, sebagian
besar pasien PPOK adalah perokok atau mempunyai riwayat merokok. Menurut
American Lung Association, diperkirakan 80% hingga 90% kematian akibat PPOK
disebabkan oleh merokok, dan berhenti merokok adalah cara paling efektif untuk
mencegah penyakit. Penyebab lainnya termasuk paparan jangka panjang terhadap
polutan udara dalam dan luar ruangan, bahan kimia di tempat kerja, asap, debu, dan
perokok pasif. Dalam kasus yang jarang terjadi, komponen genetik dapat
meningkatkan kerentanan.2
COPD adalah istilah umum yang mencakup emfisema dan bronkitis kronis. Pasien
dengan emfisema disebut sebagai “pink puffers” dan mengalami sesak napas karena
hilangnya elastisitas dan akhirnya kerusakan pada dinding kantung udara, yang
menyebabkan gangguan pernafasan dan penumpukan gas di paru-paru. Pasien-pasien
ini biasanya kurus, seringkali menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan
karena peningkatan kebutuhan energi yang terkait dengan sesak napas. Sebaliknya,
pasien dengan bronkitis kronis disebut sebagai “kembung biru” dan biasanya
memiliki berat badan normal atau kelebihan berat badan dan mengalami edema dan
mengalami batuk terus-menerus, peningkatan produksi lendir, dan sesak napas karena
peradangan, jaringan parut, dan akhirnya penyempitan saluran udara. 3,5,6
Istilah COPD digunakan untuk merujuk pada kedua kondisi ini karena pasien sering
kali menunjukkan ciri-ciri keduanya. Ketika penyakit berkembang, kemampuan
individu untuk bernapas memburuk, dan beberapa pasien mungkin memerlukan
oksigen tambahan atau ventilasi mekanis. Meskipun PPOK sebagian besar dapat
dicegah, penyakit ini tidak dapat disembuhkan, dan kerusakan paru-paru tidak dapat
diperbaiki. Oleh karena itu, pengobatan berfokus pada berhenti merokok, manajemen
gejala, perbaikan kondisi, dan peningkatan kemampuan pasien untuk menjalani hidup
aktif.3
Mempertahankan Berat Badan yang Sehat Sangat Penting
Bagi kebanyakan orang, bernapas tidak disadari dan dianggap mudah. Namun, bagi
banyak pasien PPOK, pernapasan memerlukan upaya sadar. Karena upaya tambahan
ini, pasien dapat meningkatkan pengeluaran energi istirahat (REE) mereka hingga
10% hingga 15%.4 Akibatnya, jika pasien tidak mengimbangi peningkatan kebutuhan
energinya dengan menambahkan lebih banyak kalori ke dalam makanannya, mereka
akan mengalami peningkatan. menurunkan berat badan. Kebutuhan energi dapat
dihitung dengan menggunakan kalorimetri tidak langsung atau persamaan Harris-
Benedict. Rekomendasi umum adalah 1,2 hingga 1,3 X REE untuk menyediakan
energi yang cukup dan menghindari penurunan berat badan.6 Saat ini, diperkirakan
30% hingga 70% pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan.6
Selain peningkatan REE, pasien mengalami penurunan berat badan karena penurunan
asupan makanan sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk makan dan bukan karena
kurangnya nafsu makan. Penyebab asupan gizi yang buruk antara lain sebagai berikut:
• batuk;
• kelelahan;
• anoreksia;
• depresi; Dan
Tujuan perawatan gizi pada populasi ini adalah untuk menyediakan energi yang
cukup untuk meminimalkan risiko penurunan berat badan yang tidak diinginkan,
menghindari hilangnya massa bebas lemak (FFM), mencegah malnutrisi, dan
meningkatkan status paru. Penelitian menunjukkan bahwa PPOK adalah penyakit
yang tidak hanya menyerang paru-paru tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi
sistemik, serta mengakibatkan penurunan berat badan yang parah dan penipisan
FFM.7,8 Jika digabungkan, penurunan berat badan dan FFM dapat berdampak buruk
pada pernapasan dengan mengurangi kekuatan dan fungsi otot pernapasan dan rangka.
Selain itu, indeks massa tubuh (BMI) yang rendah dikaitkan dengan prognosis yang
buruk; oleh karena itu, pasien harus menjaga keseimbangan energi mengingat
kebutuhan kalori mereka meningkat.
Meskipun penelitian ini tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa terapi antioksidan
dapat memperlambat laju perkembangan PPOK, temuan menunjukkan bahwa
konsumsi buah-buahan dan sayuran segar berhubungan positif dengan peningkatan
fungsi paru, lebih sedikit gejala, dan kemungkinan berkurangnya stres oksidatif.8
Perlu diingat bahwa pasien mungkin mengalami kekurangan vitamin dan mineral
karena berkurangnya asupan makanan juga penting.
Menurut sebuah penelitian di Chest edisi Februari 2002 yang meneliti dampak PPOK
terhadap perkembangan osteoporosis, 36% hingga 60% pasien PPOK akhirnya
berkembang menjadi osteoporosis. Oleh karena itu, pasien yang memulai terapi
glukokortikoid inhalasi atau oral jangka panjang dianjurkan untuk melengkapinya
dengan kalsium dan vitamin D, karena pengeroposan tulang terjadi dengan cepat
setelah memulai pengobatan. Menurut pedoman praktik COPD ADA tahun 2008,
pasien yang berisiko harus mengonsumsi setidaknya 1.200 miligram kalsium dan 800
hingga 1.000 unit internasional vitamin D setiap hari untuk meminimalkan
pengeroposan tulang.
Pola makan yang sehat untuk pasien PPOK dapat menghasilkan pernapasan yang
lebih baik dan mungkin memfasilitasi penghentian penggunaan ventilasi mekanis
dengan menyediakan kalori yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme, memulihkan FFM, dan mengurangi hiperkapnia. Karbon dioksida
adalah produk limbah metabolisme dan biasanya dikeluarkan melalui paru-paru.
Namun, pasien PPOK yang memiliki aliran udara terbatas dan terhambat memiliki
kemampuan yang terganggu dalam mengambil oksigen dan menghilangkan karbon
dioksida. Pada pasien PPOK, gangguan pertukaran gas ini meningkatkan kebutuhan
ventilasi pasien, karena paru-paru harus bekerja lebih keras untuk membersihkan
kelebihan karbon dioksida. Pada individu sehat, peningkatan kadar karbon dioksida
mudah dihilangkan.7
Sebuah studi pada bulan Juli 1993 di Chest menemukan bahwa diet tinggi lemak
(55% lemak) akan lebih bermanfaat bagi pasien PPOK dibandingkan diet tinggi
karbohidrat (55% karbohidrat) karena akan menurunkan produksi karbon dioksida,
konsumsi oksigen, dan RQ. , serta meningkatkan ventilasi. Namun, tidak ada
konsensus umum dalam literatur yang secara universal merekomendasikan diet tinggi
lemak dan rendah karbohidrat, karena hal ini mungkin tidak diperlukan untuk pasien
yang stabil dan tidak semua pasien dapat mentoleransi potensi efek samping
(misalnya, gastrointestinal). dan ketidaknyamanan perut, bersendawa, diare). Selain
itu, beberapa pasien mungkin juga mempunyai penyakit jantung, sehingga diet tinggi
lemak menjadi kontraindikasi.6 Faktanya, 25% pasien PPOK mengalami hipertensi
pulmonal karena rendahnya kadar oksigen, yang mengakibatkan pembesaran dan
penebalan ventrikel kanan. jantung, suatu kondisi yang dikenal sebagai kor pulmonal.
Oleh karena itu, menurut Manual of Clinical Dietetics ADA , yang terbaik adalah
memenuhi kebutuhan energi tetapi menghindari makan berlebihan karena “kelebihan
kalori lebih signifikan dalam produksi karbon dioksida dibandingkan rasio
karbohidrat terhadap lemak.” Karena pemberian makan berlebihan dan metabolisme
karbohidrat menghasilkan tingkat karbon dioksida yang tinggi dan mengeluarkan
kelebihan karbon dioksida memberikan beban yang sangat besar pada paru-paru yang
sudah mengalami stres, yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan energi tetapi tidak
melebihi kebutuhan untuk menjaga tingkat karbon dioksida dan RQ tetap terkendali.
Kebutuhan protein harus dinilai secara individual. Asupan harus cukup tinggi untuk
menstimulasi sintesis protein, mencegah atrofi otot, dan menjaga kekuatan paru-paru
namun tidak boleh menyumbangkan kalori berlebih ke dalam makanan. Aturan
umumnya adalah sekitar 1,2 hingga 1,7 gram per kilogram protein setiap hari atau
sekitar 20% dari total asupan kalori. Sedangkan untuk cairan, pasien yang tidak
menjalani diet terbatas cairan harus didorong untuk minum cairan (2 hingga 3 liter per
hari) untuk menjaga lendir tetap encer dan membantu membersihkan saluran udara.