Anda di halaman 1dari 31

EVIDENCE BASED PRACTICE TERAPI KOMPLEMENTER PADA

PASIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL

DISUSUN OLEH:

Dosen Pembimbing : Ice Septriani Saragih, S.Kep., Ns., M.Kep.

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
berkat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan tugas kami ini yang berjudul “Evidence based
practice terapi komplementer dengan pasien penyakit terminal”.dengan baik tepat pada
waktunya.Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
tugas kami ini.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan


tugas kami ini, namun kami menyadari bahwa di dalam tugas yang telah kami susun ini masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan
dari para pembaca demi tersusunnya tugas tugas kami di waktu yang akan datang. Akhir kata,
kami berharap agar tugas kami ini bisa memberikan banyak manfaat kepada para
pembaca.Terimakasih.

Sibolga, 26 Agustus 2021

Kelompok 11A

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1


1.2 Tujuan Umum................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Khusus................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi Terapi komplementer………………………………………………. 2


2.2 Tujuan Terapi Komplementer………………………………………………... 2
2.3 Jenis - Jenis…………………………………………………….. ……………. 5
2.4 Regulasi terapi komplementer………………………………………………… 8
2.5 Efek samping …………………………………………………………………. 10
2.6 Terapi Akunpunktur…………………………………………………………… 15
2.7 Terapi Hypnoterapi……………………………………………………………. 19
2.8 Terapi self hypnosis……………………………………………………………. 21
2.9 Terapi herbal …………………………………………………………............. 25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………….. 26
3.2 Saran…………………………………………………………………………….26

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................……. iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengobatan menggunakan terapi komplementer akhir-akhir ini berkembang dan menjadi


sorotan di berbagai negara.Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting
dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis,
2014). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif dan 38 6
juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan
terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun
1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).

Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu
alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam
diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin
terlibat untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup
dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping
dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer
(Snyder & Lindquis, 2014).

1.2 Tujuan Umum


1. Agar para pembaca terkhususnya mahasiswa keperawatan mengetahui dan
memahami tentang bagaimana terapi komplementer pada pasien dengan penyakit
terminal.

1.3 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui defenisi dari terapi komplementer itu sendiri, beserta dengan
jenisnya.
2. Untuk memahami bagaimana terapi komplementer pada pasien dengan penyakit
terminal.

1
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi Terapi Komplementer

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian dari terapi adalah upaya untuk
mengembalikan atau memulihkan keadaan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan dari
suatu penyakit; dan perawatan penyakit.Pengobatan komplementer sifatnya adalah pengobatan
yang melengkapi, atau menyempurnakan. Menurut WHO, terapi komplementer merupakan
pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan (Widyastuti,
2015).
Contoh pengobatan terapi komplementer: jamu merupakan ramuan asal nusantara dan bukan
merupakan salah satu terapi komplementer. Namun, bila diterapkan di Filipina, jamu termasuk
terapi komplementer. Sehingga, Terapi Komplementer adalah cara menanggulangi sebuah
penyakit yang dilakukan sebagai pendukung atau penyempurna pengobatan medis konvensional,
atau bisa juga sebagai pengobatan pilihan lain di luar pengobatan medis yang Konvensional yang
telah ditetapkan .

2.2 Tujuan Terapi Komplementer


1. Sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis.
2. Untuk memperbaiki fungsi dari system system tubuh, terutama system kekebalan
dan pertahanan tubuh.
3. Lebih berserah diri dan ikhlas menerima keadaan.

2.3 Jenis-Jenis Terapi Komplementer

1. Menurut Permenkes RI Nomor 1109/Menkes/Per/2007:

1. Intervensi tubuh dan pikiran (Mind and Body Interventions) : hipnoterapi, mediasi,
penyembuhan spiritual, doa, dan yoga)
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati,
aromaterapi, ayurveda .

2
3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat
urut.
4. Pengobatan Farmakologi dan biologi : Jamu, herbal, dan gurah.
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, mikro nutrient f.
Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik, EEC .

2. Menurut National Center of Complementary Alternative Medicine (NCCAM):

1. Terapi Berbasiskan Tubuh dan Manipulatif Merupakan terapi yang dilakukan


berdasarkan manipulasi atau menggerakkan satu atau lebih bagian dari tubuh Contoh:
pijat, urut, massage.
2. Terapi Energi Terapi yang berfokus pada media energi seperti magnetik, dan biofield
Contoh : reiki, qi gong, magnet, sentuhan penyembuhan.
3. Terapi Berbasis Biologis Terapi yang memakai zat yang ditemukan alami di alam Contoh
: minyak dan tanaman herbal, kedokteran orthomolecular (nutrisi serta suplemen
makanan), atau produk lain.
4. Sistem Perawatan Seluruh sistem perawatan yang dibina berdasarkan teori dan praktek.
Kerap kali berkembang secara terpisah, dan diinisiasi oleh kedokteran barat (Satria,
2013).

2.4 Regulasi Terapi Komplementer di Indonesia

Peraturan Pemerintah RI Nomor 103 Tahun 2014 Pasal 10 Tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Komplementer, yang berbunyi:

1. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer merupakan pelayanan kesehatan


tradisional dengan menggunakan ilmu biokultural dan ilmu biomedis yang manfaat dan
keamanannya terbukti secara ilmiah .
2. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer dapat menggunakan satu cara
pengobatan/perawatan atau kombinasi cara pengobatan/perawatan dalam satu kesatuan
Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer.
3. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional .

3
4. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang memenuhi kriteria tertentu dapat
diintegrasikan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a) mengikuti kaidah-kaidah ilmiah.
b) tidak membahayakan kesehatan pasien/klien;
c) tetap memperhatikan kepentingan terbaik pasien/klien;
d) memiliki potensi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan meningkatkan kualitas
hidup pasien/klien secara fisik, mental, dan sosial; dan
e) dilakukan oleh tenaga kesehatan tradisional (Kemenkes RI 2011).

2.5 Efek Samping Terapi Komplementer

Pada terapi Akupunkturdapat terjadi komplikasi seperti infeksi karena sterilesasi jarum yang
tidak adekuat atau jarum yang ditinggalkan dalam tempat untuk waktu yang lama, jarum
yang patah, perasaan mengantuk pasca pengobatan. Kontraindikasi pengobatan pada
individu yang memiliki kelainan perdarahan trombositopeni, infeksi kulit atau yang memiliki
ketakutan terhadap jarum.

Kontaminasi dengan herbal atau bahan kimia lain termasuk pestisida dan logam berat
juga terjadi, tidak semua perusahaan menjalankan pengawasan kualitas yangketat dan garis
pedoman pabrik yang menentukan standar untuk kadar pestisida yang dapat diterima,
bahan pelarut sisa tingkat bacterial dan logam berat untuk alasan ini pembelian obat herbal hanya
dari pabrik yang mempunyai reputasi. Label pada produk herbal harus mengandung nama
ilmiah tanaman nama dan alat pabrik yang sebenarnya, tanggal kemasan dan tanggal kadaluarsa.

Di Indonesia ada 3 jenis tehnik pengobatan komplementer yang telah di terapkan oleh
Derpartemen Kesehatan untuk di Integrasikan ke dalam pelayanan konvensional yaitu:

1. AkupunkturHiperbarik
Dilakukan oleh dokter umum berdasarkan kompetensinya.

4
2. Terapi Hiperbarik
Yaitu suatu metode terapi dimana pasien di masukan ke dalam sebuah ruangan
yang memiliki tekanan udara atmosfir normal, lalu di beri pernafasan oksigen murni
(100%).
3. Terapi herbal medic
Yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alami baik berupa herbal terstandar
dalam kegiatan pelanyanan penelitian maupun berupa fitofarmaka.

2.6 Penerapan dalam praktik keperawatan

Keperawatan holistic menghormati serta mengobati jiwa, tubuh dan pikiran klien,
perawatan menggunakan Intervensi Keperawatan holistic seperti terapi relaxasi, terapi
music, sentuhan ringan dan usaha pemulihan (doa). Intervensi seperti ini mempengaruhi
Individu secara keseluruhan (jiwa, tubuh, pikiran) dan merupakan pelengkap yang bersifat
efektif ekonomis, non, invasive serta non farmakologis untuk pelayanan medis terapi tersebut di
susun dalam 2 tipe:

1. Terapiyang dapat diakses Keperawatan


Di mana seorang perawat dapat mulai mempelajari dan mempergunakanya
dalam pelayanan klien.
2. Terapi latihan spesifik
Di mana seorang perawat tidak dapat melakukan tanpa pelatihan tambahan dan
atau sertifikat.

2.7 Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang
sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah
tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan
ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz,
Witjaksono, & Rasjidi, 2008).

5
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yangmengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang
sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016).

Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit yang dapat
membatasi hidup mereka atau penyakit terminal dimana penyakit ini sudah tidak lagi
merespon terhadap pengobatan yang dapat memperpanjang hidup(Robert, 2003).Perawatan
paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam mengoptimalkan
kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi
pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013).Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus
dihindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari
siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).

Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan perawatan
paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri, masalah
dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013). Perawatan paliatif ini
bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif dan
dapat bertahan hidupselama mungkin. Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan
gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematias sebagai prosesyang normal,
mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual (Hartati & Suheimi, 2010). Selain
itu perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien terminal tetap dalam keadaan nyaman
dan dapat meninggal dunia dengan baik dan tenang (Bertens, 2009).

Prinsip perawatan paliatif yaitu menghormati dan menghargai martabat serta harga diri
pasien dan keluarganya (Ferrel & Coyle, 2007). Menurut Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia (KEMENKES, 2013)dan Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) prisinsip

6
pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala
serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan menganggap
kematian sebagai proses normal,tidak bertujuan mempercepat atau menghambat
kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan
agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada keluarga
sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien
dan keluarganya.
Elemen dalam perawatan paliatif menurut National Consensus Project dalam Campbell
(2013), meliputi :
1. Populasipasien.
Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan semua usia, penyakit
kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan.
2. Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga.
Dimana pasien dan keluarga merupakan bagian dari perawatan paliatif itu sendiri.
3. Waktu perawatan paliatif.
Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung mulai sejak terdiagnosanya
penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal sampai periode duka cita.
4. Perawatan komprehensif.
Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang bertujuan untuk menanggulangi
gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis, sosial maupun
keagamaan.
5. Tim interdisiplin.
Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat, farmasi, pekerja sosial,
sukarelawan, koordinatorpengurusan jenazah, pemuka agama, psikolog, asisten
perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan.
Tujuan perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi gejala penderitaan
yang disebabkan oleh penyakit maupun pengobatan.

7
7. Kemampuan berkomunikasi.
Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan informasi, mendengarkan aktif,
menentukan tujuan, membantu membuat keputusan medis dan komunikasi efektif
terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga.
8. Perawatan yang berkesinambungan.
Dimana seluru sistem pelayanan kesehatan yang ada dapat menjamin koordinasi,
komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk mencegah krisis dan rujukan
yang tidak diperlukan.
9. Akses yang tepat.
Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus bekerja pada akses yang tepat
bagi seluruh cakupanusia, populasi, kategori diagnosis, komunitas, tanpa
memandang ras, etnik, jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
10. Hambatan pengaturan.
Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat kebijakan, pelaksanaan undang-
undang, dan pengaturan yang dapat mewujudkan lingkungan klinis yang optimal.
11. Peningkatan kualitas.
Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi teratur dan sistemik
dalam kebutuhan pasien.

2.8 Masalah keperawatan pada pasien paliatif

Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-


kejadian yang dapat mengancam diri sendiri dimana masalah yang seringkali dikeluhkan pasien
yaitu mengenai masalah sperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta spiritual
(IAHPC, 2016).Permasalahan yang muncul pada pasien yang menerima perawatan paliatif
dilihat dari persepktif keperawatan meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial,
konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual atau
keagamaan (Campbell, 2013).

2.9 Terapi Akupunktur pada Pasien Paliatif

8
Pelayanan medik akupunktur yang dilakukan oleh dokter merupakan salah satu
jenispelayanan kesehatan yang telah digunakan secara luas di dunia kedokteran dan
manfaatnya telah dirasakan oleh masyarakat dalam hal pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan, bahkan digunakan dalam penyembuhan terhadap beberapa penyakit
tertentu, serta untuk pemeliharaan kualitas hidup manusia.dr. Yuddi Gumara, SpAn,
Koordinator Operasional Nyeri dan Komplementer Instalasi Paliatif, menjelaskan bahwa
salah satu tujuan dari pemberian pelayanan komplementer untuk mengurangi nyeri. Hal ini
dikarenakan nyeri kanker sangat kompleks (total pain).

Dr. Adil S. Pasaribu, Sp.B.KBD, Kepala Instalasi Paliatif RSKD, memaparkan dalam
proses perjalanan penyakit, bila pengobatan yang diberikan tidak dapat lagi menghasilkan
kesembuhan ataupun pengobatan tidak dapat diberikan, maka layanan paliatif merupakan
pilihan yang tepat untuk mengatasi keluhan pasien dan keluarga. Layanan paliatif
diberikan secara menyeluruh dan terpadu terhadap aspek aspek fisik, psikologis, sosial,
dan spiritual, sehingga diharapkan dapat meringankan penderitaan pasien dan beban keluarga.

Tugas seorang fisioterapis sangat diharapkan oleh dokter spesialis rehabilitasi medik dan
pasien yang memerlukan terapi pemulihan fisik, baik akibat trauma / kecelakaan maupun
karena penyakit dan proses degenerasimaupun pasca bedah. Namun fisioterapis juga
menghadapi kendala-kendala khusus dari pasien.

Kendala yang dihadapi yang berasal dari pasien antara lain adalah :

 Nyeri.
Pada pasien pasca trauma baik yang memerlukan tindakan operasi / non operasi
sering disertai dengan nyeri baik kualitas ringan, sedang maupun berat. Hal ini
sangat dirasakan pada pelatihan gerakan pada pasien dengan kaku sendi akibat
immobilisasi anggota gerak yang lama. Nyeri akut ini bila tidak dikelola dengan

9
baik akan berkembang menjadi nyeri kronik yang akan lebih menyulitkan fisioterapis di
dalam melakukan latihan baik pasif maupun aktif pada pasien.
 Kelemahan otot gerak.
Akibat tidak difungsikannya bagian tubuh dalam waktu yang lama, akan mengalami
hipofungsi. Untuk otot gerak,bila tidak difungsikan dalam waktu lama akan
mengalami hipotrofi sampai atrofi. Otot akan menjadi lebih kecil, lebih lemah kurang
bertenaga. Hal ini akan mengurangi stamina, kelincahan gerak anggota tubuh.
 Emosi.
Suasana psikologis / emosional pasien sangat dipengaruhi oleh kepribadian
masing-masing. Namun bila pasien dihadapkan pada kenyataan bahwa dia menderita
sakit yang berkepanjangan seolah tanpa harapan padahal sebelum sakit
aktivitas dan mobilitasnya tinggi. Apalagi bila disertai nyeri baik pada waktu
istirahat / diam maupun nyeri yang timbul pada waktu bergerak / beraktivitas pasti
akan lebih menderita lagi. Belum lagi sikap, perilaku, tata cara serta
profesionalisme fisioterapis kurang mendukung situasi emosional pasien, sudah bisa
dipastikan akan lebih menambah derita emosional pasien

Peran Akupunktur dalam menunjang terapi medis dan fisioterapi :

1. Akupunktur mampu mengatasi nyeri.


WHO (World Health Organization) atau Badan Kesehatan Dunia, telah
memberikan rekomendasi bahwa akupunktur dapat digunakan untuk terapi nyeri,
meliputi :
 Nyeri akut :pasca bedah, persalinan, cedera olahraga.
 Nyeri kronik:artritis, nyeri kepala, tennis arm, shoulder arm syndrom, nyeri
punggung bawah, nyeri leher(torticollis), migrain, dan lain-lain.
 Nyeri kanker:baik nyeri akibat pembesaran / pendesakan tumor ke jaringan sekitar,
nyeri karenaproses tindakan untuk menegakkan diagnosa, maupun nyeri karena terapi
menggunakan obat sitostatika.

10
Menteri Kesehatan Republik Indonesia sudah menerbitkan Surat Keputusan dan
Peraturan Menkes yang mengatur mengenai Pengobatan Tradisional, Akupunktur
sebagai salah satu bentuk pelayanan di sarana kesehatan, maupun tenaga lulusan
D3 Akupunktur sebagai Tenaga Kesehatan.

2. Akupunktur mampu Menunjang Pemulihan Fungsi Alat Gerak


Penggunaan praktis akupunktur untuk kasus Bell’s palsy sudah sangat sering
dilakukan dan diteliti. Meskipun titik-titik yang dipilih berbeda antara praktisi
akupunktur satu dengan yang lain, akan tetapi pada prinsipnya adalah pemilihan
titik akupunktur di otot-otot mimik yang terkena kelumpuhan. Melalui rangsangan
listrik frekuensi rendah,maka otot yang ditusuk jarum dan dialiri listrik tersebut
mengalami kontraksi secara ritmis. Biasanya dilakukan selama 15-30 menit, 2 hari
sekali selama 12 kali dalam 1 seri, dan memberi hasil jauh lebih baik dan lebih
cepat dibandingkan terapi yang hanyamenggunakan obat.

Akupunktur tidak hanya digunakan untuk terapi Bell’s palsy (kelumpuhan otot
wajah) tetapi juga kelumpuhan otot gerak lain baik di anggota gerak atas maupun
bawah, baik akibat trauma maupun penyakit dan proses degenerasi. Akupunktur
memberi hasil yang memuaskan bila terapi akupunktur segera dilakukan (tidak
terlambat) pada pasien stroke maupun cedera tulang belakang sepanjang saraf
motoriknya tidak putus/ rusak berat.

3. Akupunktur mampu Menenangkan Emosi Pasien


Mengenai pengaruh akupunktur terhadap emosi pasien, seperti penelitian
yang menggunakan fMRI di atas, terbukti bahwa bagian otak yang menghilang
aktivitasnya yaitu cortex eingulum arterior.Bagian otak tersebut adalah bagian yang
juga menghubungkan dengan sistem limbik, yaitu bagian otak yang mengendalikan
emosi seseorang.

11
2.10 Terapi Hypnotherapy pada Pasien Paliatif

Hipnoterapi adalah salah satu bentuk terapi komplementer, yaitu terapi yang
digunakan untuk melengkapi terapi atau tindakan medis, dan bukan untuk menggantikan terapi
atau tindakan medis yang sudah ada. Terapi komplementer bersifat holistik dan bertujuan
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Hipnoterapi merupakan salah satu jenis
Terapi Komplementer Mind Body Intervention dimana terapi ini merupakan pendayagunaan
kapasitas pikiran untuk mengoptimalkan fungsi tubuh. Fokus terapi ini adalah
menciptakan keseimbangan antara pikiran, emosi, dan pernapasan. Hipnoterapi
menggunakan sugesti atau pengaruh kata -kata yang disampaikan dengan teknik -teknik
tertentu.Satu-satunya kekuatan dalam hipnoterapi adalah komunikasi.Setiap perawat sudah
cukup akrab dengan namanya komunikasi karena pekerjaannya adalah langsung berinteraksi
dengan orang banyak, termasuk klien dan keluarga. Oleh karena itu tak akan banyak makan
waktu jika dibutuhkan latihan, sebab hampir setiap hari kita berkomunikasi dengan
orang asing. Perawat mampu menghipnotis pasien jika dia memahami bahasa yang perawat
gunakan.

Terapi komplementer telah berkembang pesat menjadi bagian dari pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan. Salah satu terapi komplementer yang juga cukup populer
adalah hipnoterapi. Hadirnya terapi komplementer ini masih menimbulkan kontroversial
tentang etis tidaknya apabila diterapkan dalam layanan kesehatan.Dalam praktiknya,

12
terapi komplementer telah banyak kita jumpai di lingkungan sekitar kita. Selain dari tenaga
kesehatan, banyak juga diantara penyelenggara praktik komplementer tersebuttidak
mempunyai background pendidikan kesehatan, tetapi didapat dari pelatihan-pelatihan
maupun mewarisi bakat turun temurun dari keluarganya. Dengan adanya kontroversial isu etik
terapi komplementer ini, bagi perawat dapat diambil sebagai peluang untuk dapat
berperan didalamnya.

Perawat merupakan profesi kesehatan yang merawat pasien dengan melakukan


pendekatan secara holistik (bio, psiko, sosio, kultural, spiritual). Dan terapi komplementer
ini juga dianggap sebagai terapi dengan pendekatan holistik karena berusaha
menyembuhkan pasien dengan memandang dari berbagai sudut dan beraneka aspek
kehidupan pasien. Terapi komplementer sekarang ini telah banyak dikembangkan dan dapat
hidup berdampingan dengan pengobatan modern/ konvensional, sebagai contoh adalah
Rumah Sakit Umum Dr Soetomo Surabaya, Jawa Timur, yang membuka Poliklinik Obat
Tradisional Indonesia. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1109 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-
alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut aturan itu, pelayanan komplementer-
alternatif dapat dilaksanakan secara sinergi, terintegrasi, dan mandiri di fasilitas
pelayanan kesehatan.Pengobatan itu harus aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi
berwenang sesuai dengan ketentuan berlaku.

Selain itu, pemerintah juga akan mengeluarkan standarisasi, pengaturan, dan


pengawasan yang lebih gamblang dan baku yang memuat perlindungan hukum bagi
masyarakat, termasuk tentang standarisasi tenaga pelaksana dan pendidikan yang harus
ditempuh sebagai syarat dalam menyelenggarakan terapi komplementer. Oleh karena itu,
perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di Indonesia harus segera melakukan jemput bola
agar dapat berperan dalam penyelenggaraan terapi komplementer ini. Terutama pada institusi
pendidikan keperawatan harus jeli dalam menangkap peluang yang terdapat dalam isu etik
terapi komplementer ini dengan mengakomodir dalam pembelajaran (setelah
melalui standarisasi kurikulum pendidikan keperawatan terpadu) serta sebagai bahan kajian
diskusi ilmiah dan penelitian berkelanjutan dengan didukung pula upaya-upaya

13
strategis oleh organisasi profesi. Diharapkan, dalam praktik terapi komplementer ini
nantinya perawat tidak masuk lagi dalam zona abu-abu namun dapat memberikan warna
yang tegas dalam dunia profesi keperawatan .

Peran Hipnoterapi dalam menunjang terapi medis dan fisioterapi


Saat ini hipnoterapi dapat digunakan untuk mengatasi masalah –masalah sebagai berikut:

1. Masalah Fisik
Ketegangan otot dan rasa nyeri (nyeri kronik) yang berlebihan dapat dibantu
dengan Hipnoterapi. Dengan Hipnoterapi, dapat membuat tubuh menjadi relaks dan
mengurangi intensitas nyeri yang berlebihan secara drastic. Selain itu hipnoterapi
juga bermanfaat kegemukan/ obesitas dan irritablebowel syndrome.

2. Masalah Emosi
Serangan panik, ketegangan dalam menghadapi ujian, kemarahan, rasa
bersalah, kurang percaya diri, ansietas/ cemas, duka (grief), depresi, trauma dan
phobia adalah masalah-masalah emosi yang berhubungan dengan rasa takut
dankegelisahan. Semua masalah di atas bisa diatasi dengan hipnoterapi. Selain itu
hipnoterapi juga bisa dilakukan untuk penyembuhan diri sendiri atau self
healing.Sebenarnya beberapa penyakit sumbernya dari pikiran kita. Ramalan diri
sendiri atau sugesti hipnosis seringkali menjadi nyata karena pikiran kita yang
memasukan sugesti dalam proses pemikiran. Seperti saat kita kehujanan, di dalam
pikiran kita akan tersugesti, saya akan sakit kepala atau pusing karena
kehujanan. Akibatnya tubuh benar-benar mengalami sakit kepala. Padahal jika
ditanamkan sugesti saya akan sehat dan tidak akan terjadi apa-apa maka sakitpun
tidak akan datang. Fenomena seperti ini yang disebut oleh pengobatan medis barat
sebagai efek plasebo. Penelitian dari NIH (National Institute of Health)
menunjukkan bahwa pada akhir dekade ini, hipnoterapi mulai dikembangkan sebagai

14
terapi paliatif pada pasien kanker. Hipnoterapi terbukti memiliki manfaat dalam
mengurangi nyeri kronik, stress dan depresi pada pasien kanker stadium lanjutt.

3. Masalah Perilaku
Masalah perilaku seperti merokok, makan berlebihan dan minum minuman
keras yang berlebihan dan berbagai macam perilaku ketagihan (addiction)dapat
diatasi dengan hipnoterapi.Hipnoterapi juga bisa membantu insomnia/ gangguan tidur
dan menghilangkan latah .

2.11 Terapi Self- Hypnosis pada Pasien Paliatif

Hipnosis telah ada sejak awal mula peradaban manusia. Fenomena yang kita kenal
dengan nama hypnosis telahtercatat di berbagai peradaban, dan suku bangsa di muka bumi
ini. Fenomena ini, pada zaman dulu dan sekarang, selalu dihubungkan dengan berbagai
ritual keagamaan dan kepercayaan, kekuatan magis, supranatural dan klenik, alias ilmu
“perdukunan” .

Bangsa Mesir dan Yunani kuno punya pusat mimpi yang berfungsi sebagai tempat
untuk berpuasa, berdoa dan memohon agar mimpi mereka dapat diterjemahkan untuk
dapat membantu menyelesaikan masalah dan memberikan panduan hidup. Kemungkinan
besar, saat mereka berada di pusat mimpi, mimpi yang mereka alami adalah mimpi yang
muncul setelah mereka dihipnosis.

15
Hingga saat ini, para Hindu Healermasih melakukan berbagai variasi teknik
penyembuhan yang berasal dari zaman kuno dengan menggunakan unsure hypnosis.Pada
zaman Jengis Khan, para ahli mistik melakukan praktek sugesti kepada banyak orang
secara bersamaan untuk menimbulkan efek halusinasi visual dan auditori untuk
memperkuat kepercayaan terhadap kekuatan supranatural dan mistik. Dengansejarah yang
demikian panjang, khususnya yang berkaitan dengan dunia supranatural dan mistik,maka
tidak heran,jika sampai saat inipun,banyak orang “salah faham” tentang makna filosofis dari
hypnosis itu sendiri.

Salah satu bentuk aplikasi hipnotis adalah self hipnotis.Namun demikian,selain self hypnosis,
masih banyak aplikasi hipnotis lainnya,seperti Stage Hypnosis, yang pengaplikasiannya banyak
kitatonton di televise, Hypnotherapy,aplikasi dalam mengatasi masalah psikosomatis, misalnya
fobia,stress,penyimpangan perilaku,mual,muntah,melahirkan,penyakit kulit,dll.Anodyne
Awarness,aplikasi hypnosis untuk mengurangi rasa sakit dan kecemasan. Banyak
dokter,tenaga medis,perawat,ahli bedah dan dokter gigi menggunakan teknik Anodyneuntuk
mengurangi rasa sakit yang diderita pasien maupun pada saat operasi.Forensic Hypnosis
untuk membantu melakukan investigasi atau penggalian informasi dan menghilangkan “lupa
ingatan”.Metaphysical Hypnosis,digunakan untuk meneliti berbagai fenomena mistik.

Self hipnotis berarti anda melakukan hipnotis terhadap diri sendiri, atau dalam konkret
lain anda sendiri yang mengarahkan arah dan tujuan pikiran anda. Ada banyak manfaat
positif yang bisa anda dapatkan dengan melakukan self hypnosis, Misalnya berhenti
merokok,membangkitkan semangat,mengendalikan rasa sakit,meningkatkan dayaingat dan
konsentrasi, mengatasi rasa takutdan masih banyak lagi.

Kunci keberhasilan self hypnosis adalah postsynaptic suggestion,yang berarti sugesti yang
diberikan saat seorang masih berada dalam kondisi trance,dan sugesti / perintah ini baru akan
dilaksanakan setelah seorang kembali ke kesadaran normal. Hal penting lain yang perlu
diperhatikan dalam postsynaptic suggestion hanya akan bekerja bila Anda benar-benar

16
menginginkannyabekerja. Jadi, anda harus termotivasi, semangat, dan benar –benar
mengharapkan dan mau menerima perubahan yang akan terjadi.

2.12 Terapi Herbal pada Pasien Paliatif

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan flora nomor 2 di dunia, memiliki


berbagai macam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat termasuk untuk
pengobatan kan ker. Akan tetapi dalam pemakaian tumbuhan untuk pengobatan masih
rendah bila dibandingkan dengan beberapa negara Asia, terutama dalam hal pemakaian
tumbuhan obat yang terintegrasikan dalam pelayanan kesehatan formal.

Diberbagai belahan dunia tumbuhan obat telah banyak digunakan untuk pengobatan kanker,
baik sebagai pencegahan maupun pengobatan. Tanaman yang digunakan adalah yang
mengandung senyawa atau substansi seperti karotenoid, vitamin C, selenium, serat dan
komponenkomponennya, dithiolthiones, isotiosianat, indol, fenol, inhibitor protease,
senyawa aliin, fitisterol, fitoestrogen dan limonen. Glukosianalat dan indol, tiosianat dan
isotiosianat, fenol dan kumarin dapat menginduksi multiplikasi enzim fase II (melarutkan
dan umumnya mengaktivasi). Asam askorbat dan fenol memblok pembentukan karsinogen
seperti nitrosamine. Flavonoid dan karotenoid bertindak sebagai antioksidan. Karotenoid
dan sterol mengubah struktur membran atau integritas. Senyawa yang mengandung sulfur dapat
menekan DNA dan sintesis protein, sedangkan fitoestrogen bersaing dengan estradiol
untuk reseptor estrogen sehingga akan terjadi keadaan anti proliperatif.

Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur (PDPKT), setelah


melalui prosedur dan identifikasi yang panjang, berhasil memilih 30 jenis tanaman berkhasiat
obat dalam mengatasi berbagai penyakit, termasuk kanker. Selain itu berdasarkan
pengalaman pengobatan di RSU Dr. Saiful Anwar Malang dan RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, diperoleh sejumlah herbal yang dapat dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan.

Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1.000

17
penduduk dan merupakan penyebab kematian nomor 7 sebesar 5,7% dari seluruh
penyebab kematian. Sementara itu pada Riskesdas tahun 2013, prevalensi tumor/kanker di
Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang. Prevalensi kanker
tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,1‰), diikuti Jawa Tengah (2,1‰), Bali (2‰), Bengkulu,
dan DKI Jakarta masing-masing 1,9 per mil.

Penyakit kanker juga menyebabkan beban pembiayaan negara sangat tinggi. Hal ini
dapat diketahui dari data Jamkesmas yang menunjukkan bahwa pemanfaatan dana
Jamkesmas paling tinggi penyerapannya untuk penanganan penyakit kanker dibandingkan
dengan penyakit degeneratif lainnya.Pengobatan kanker yang baik harus memenuhi fungsi
menyembuhkan (kuratif), mengurangi rasa sakit (paliatif) dan mencegah timbulnya
kembali (preventif).

Pengobatan komplementer alternatif adalah salah satu pelayanan kesehatan yang akhir-
akhir ini banyak diminati oleh masyarakat maupun kalangan kedokteran konvensional.Pelayanan
kesehatan tradisional komplementer alternatif merupakan pelayanan yang menggabungkan
pelayanan konvensional dengan kesehatan tradisional dan/atau hanya sebagai alternatif
menggunakan pelayanan kesehatan tradisional, terintegrasi dalam pelayanan kesehatan
formal.Keberhasilan masuknya obat tradisional ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal
hanya dapat dicapai apabila terdapat kemajuan yang besar dari para klinisi untuk menerima
dan menggunakan obat tradisional.

Penyelenggaran pengobatan komplementer alternatif diatur dalam standar


pelayanan medik herbal menurut Kepmenkes No.121/Menkes/SK/II/2008 yang meliputi
melakukan anamnesis; melakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik (inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi) maupunpemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, EKG);
menegakkan diagnosis secara ilmu kedokteran; memberikan obat herbal hanya pada pasien
dewasa; pemberian terapi berdasarkan hasil diagnosis yang telah ditegakkan; penggunaan
obat herbal dilakukan dengan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai contoh yang
selama ini telah digunakan di beberapa rumah sakit dan PDPKT; mencatat setiap

18
intervensi (dosis, bentuk sediaan, cara pemberian) dan hasil pelayanan yang meliputi
setiap kejadian atau perubahan yang terjadi pada pasien termasuk efek samping.

Beberapa fakta yang kita jumpai pada masyarakat akhir-akhir ini adalah kecenderungan
kembali ke alam. Banyaknya pilihan tanaman obat yang ditawarkan, mahalnya
biayapengobatan kanker secara konvensional, ketidakberhasilan dan banyaknya penyulit
sampingan dalam pengobatan kanker dalam kedokteran konvensional, serta adanya
kasus kanker yang dapat disembuhkan dengan tanaman obat mendorong makin banyak
masyarakat yang memilih pengobatan alternatif antara lain dengan tanaman obat sebagai
cara pengobatan kanker.

2.13 Terapi Pijat Refleksi pada Pasien Paliatif

Studi penelitian di Amerika Serikat dan di seluruh dunia menunjukkan manfaat positif
dari pijat refleksi untuk berbagai kondisi. Secara khusus, ada beberapa penelitian yang
dirancang dengan baik, yang didanai oleh National Cancer Institute dan National Institute
of Health yang menunjukkan janji refleksologi sebagaiintervensi untuk mengurangi rasa
sakit dan meningkatkan relaksasi, tidur, dan pengurangan gejala psikologis, seperti
kecemasan dan depresi. Mungkin hasil yang paling menguntungkan telah di bidangpaliatif
kanker (Ernst, Posadzki, & Lee, 2010).

Kunz dan Kunz (2008) telah mengembangkan ringkasan dari 168 studi penelitian dan
abstrak dari jurnal dan pertemuan dariseluruh dunia. Banyak dari studi ini berasal dari
jurnal peer-review di Cina dan Korea.Semua studi memiliki informasi tentang
frekuensi dan durasi dari aplikasi refleksologi.

Berdasarkan studi mereka terakhir, Kunz dan Kunz mengidentifikasi empat efek utama
yang reflexology menunjukkan:
 Reflexology berdampak pada organ tertentu (misalnya, pembacaan
fMRI menunjukkan peningkatan aliran darah ke ginjal dan usus)

19
 Reflexology dapat menunjukkan perbaikan gejala (misalnya, perubahan positif yang
dicatat dalam ginjal berfungsi dengan pasien dialisis ginjal)
 Reflexoogy menciptakan efek relaksasi (misalnya, EEG mengukur alpha dan theta
gelombang, tekanan darah menurun, dan kecemasan diturunkan)
 Bantu Reflexology dalam pengurangan nyeri (27 studi menunjukkan hasil yang positif
bagi pengurangan rasa sakit, misalnya, AIDS, nyeri dada, neuropati perifer diabetes
mellitus, batu ginjal, dan osteoarthritis) .

Evidence Based Practice Pada Pasien Kanker Payudara

Judul1 : Terapi Komplementer pada Pasien Kanker Payudara dengan Limfedema

20
Kanker payudara adalah kanker yang banyak dialami oleh wanita di dunia dengan banyaknya
masalah yang dapat ditimbulkannya.Salah satu komplikasi yang dapat dialami pasien dengan
kanker payudara adalah limfedema.Limfedema merupakan pembengkakan abnormal pada
tangan, lengan, dan payudara sebagai efek negatif dari penatalaksanaan medis.Saat ini berbagai
upaya untuk menangani limfedema dilakukan, terdiri dari penanganan invasif maupun
nonfarmakologi. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan
terapi komplementer yang dijalani pasien kanker payudara .

1. Yoga.
Pada penelitian Pasyar, Barshan Tashnizi, Mansouri, & Tahmasebi (2019) menyebutkan
bahwa latihan yoga yang dilakukan pada 40 pasien kanker payudara yang mengalami
limfedema mampu meningkatkan kualitas hidup yakni fungsi fisik, emosional, dan peran
(P < 0.05). namun tidak didapatkan hasil yang signifikan terhadap perubahan volume
edema baik dalam kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.
2. Latihan resistensi dan aerobic.
Penelitian Buchan, Janda, Box, Schmitz, & Hayes, (2016) pada 41 pasien
membandingkan latihan resistensi dan latihan aerobic yang menggunakan design
penelitian RCT dan mendapatkan hasil bahwa status limfedema tidal terjadi perubahan.
Namun dampak baik yang relevan didapatkan pada fungsi tubuh dan kualitas hidup.
3. Akupuntur.
Hal serupa juga dilaporkan oleh Bao et al (2018) yang melakukan penelitian tentang
keefektifan akupuntur pada 84 pasien kanker payudara yang dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Ditemukan perbedaan dari kedua
kelompok yaitu lingkar lengan lengan p = 0.14 atau bioimpedance p = 0.8. Tidak
didapatkan hasil yang signifikan terhadap pengurangan limfedema yang dialami pasien
kanker payudara.

4. Self-care 10 menit.

21
Berbeda dengan penelitian Arinaga et al (2019) yang melaporkan bahwa pemberian
program self-care 10 menit berdampak positif dalam pengurangan tanda dan gejala
limfedema.
5. Kompresi dan latihan.
Penelitian lain Butt, Ijaz, & Qamar (2017) juga menunjukkan hasil yang positif.Penelitian
tersebut membandingkan penggunan kompresi dan kompresi yang dikombinasikan
dengan latihan serta perawatan kulit pada 30 pasien dengan limfedema.Terjadi
peningkatan yang signifikan secara statistic pada kedua kelompok (P>0.05).Namun,
secara klinis, kompresi perban yang dikombinasikan dengan latihan serta perawatan kulit
lebih efektif dalam mengurangi limfedema.
6. Terapi air.
Selain itu, Deacon, Noronha, Shanley, & Young (2019) melaporkan penelitiannya
mengenai terapi air dengan cara Ai Chi yang dibandingkan dengan latihan air
konvensional. Penelitian ini menggunakan cross over ramdomized controlled trial dimana
dibagi dua kelompok yang terdiri dari 18 partisipan. Analisis menunjukkan bahwa
penggunaan terpai air dengan cara Ai Chi dapat menurunkan volume lengan sebanyak
72% dibandingkan dengan latihan air konvensional 28%. Namun tidak terdapat
perbedaan dari kedua kelompok terkait pengukuran bioimpedance.terhadap pasien kanker
payudara dengan limfedema.
7. Teknik refleksi.
Terkait dengan terapi komplementer pada pasien kanker payudara yang mengalami
limfedema terdapat dua artikel kualitatif yang digunakan.Dalam penelitian Whatley,
Street, & Kay (2018) dilaporkan bahwa penelitiannya menggunakan studi kualitatif
dengan penggunaan pertanyaan semistruktur terkait teknik refleksi pada pasien kanker
payudara dengan limfedema.Sebanyak 26 partisipan dijadikan sampel.Dari penelitian ini,
didapatkan empat tema yang berarti, yakni fungsi fisik pada kehidupan sehari-hari,
dampak psikososial terkait limfedema, pengalaman perubahan fisik selama dan setelah
perawatan refleksologi, serta kembalinya optimisme.Perawatan refleksi dianggap
menyenangkan, tidak invasif, mampu mengurangi pembengkakan, nyeri, dan mobilisasi.

Kesimpulan :

22
Penggunaan terapi komplementer dapat menjadi pilihan untuk manajemen limfedema
pada kanker payudara.Terapi komplementer dapat menjadi kombinasi dengan tatalaksana medis
karena memberikan efek positif, mengurangi dan menangani limfedema pada kanker
payudara.Dengan adanya terapi komplementer, keluhan dan gejala yang dialami pasien kanker
payudara dengan limfedema dapat diminimalkan sehingga meningkatkan fungsi tubuh pasien,
baik fisik, emosional, maupun sosial, serta memberikan kepuasan bagi pasien.

Evidence Based Practice Pada Pasien Kanker Ovarium

Judul2 : Terapi Komplementer : Terapi Seft pada stress dan adaptasi pasien kanker
ovarium

Kebutuhan pasien tidak hanya berkisar pada keadaan fisiknya akan tetapi juga pada
kebutuhan psikis, support keluarga dan spiritual. Keadaan umum pasien kanker yang mengalami
penurunan ini juga tergambar dalam status kualitas tidurnya, aktivitas keseharian dan tujuan
dalam hidupnya, selain ini pasien paliatif juga mengalami keadaan mual dan muntah. Dampak
terkait kondisi ini, pasien akan mengalami kondisi stress yang cukup tinggi. Kondisi stress ini
dapat pula disebabkan oleh berbagai ketakutan yang terjadi pada terutama pada pasien wanita
seperti takut akan nyeri, operasi, kematian, perubahan pada reproduksi dan seksual, perubahan
body image serta hubungan dengan keluarga.

SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan
terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh.
Teknik SEFT menjadikan 18 titik utama yang mewakili 12 jalur utama energi meridian dengan
menggunakan teknik tapping (ketukan ringan) sekaligus doa. Penelitian lainnya menyatakan
bahwa pemberian terapi SEFT dapat membantu menurunkan kecemasan dan stress.Senada
dengan hal ini, menunjukkan hal yang saam bahwa teknik SEFT memiliki pengaruh dalam
menurunkan tingkat stress dan kualitas hidup pasien kanker.Studi pendahuluan yang dilakukan
menuliskan permasalahan bahwa pasien kanker juga merasa sulit tidur, sulit untuk berakvitas,
gelisah, merasa takut terhadap penyakitnya, dan badannya terasa lemas dan sulit untuk
beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Penggunaan teknik ini diharapkan dapat

23
menurunkan tingkat stress pada pasien. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh terapi SEFT ini terhadap kondisi stress dan adaptasi pasien kanker.

Kesimpulan :

Terapi SEFT ini merupakan salah satu terapi yang dapat diterapkan untuk menurunkan
emosi negatif dari pasien juga stress dan gejala lain yang ditimbulkan. Pelaksanaan terapi ini
dimulai dengan pasien dapat menceritakan terlebih dahulu perasaan negatif yang sedang
dirasakannya.Perasaan negatif pasien yang tercurah dapat menjadikan keadaan emosi menjadi
lebih rileks dan tenang. Teknik katasis atau proses menceritakan ini bertujuan agar pasien dapat
mengeluarkan perasaannya sehingga beban emosi yang dirasakannya bisa berkurang.

Tingkat stress secara psikologis pada pasien kanker ovarium dapat menyebabkan pasien
mengalami penurunan kualitas hidup yang akan pula mempengaruhi keadaan fisiknya.
Penerapan teori dari terapi SEFT ini dapat memberikan manfaat yang cukup signifikan pada
pasien kanker ovarium.

Evidence Based Practice Pada Pasien Hiv – Aids

Judul 3 : Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai
TerapiKomplementer Untuk Menurunkan Infeksi Opurtunistik Pada Penderita HIV-AIDS

Sekian banyak dari jenis PMS tersebut, Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
adalah salah satu jenis penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan memerlukan
perhatian yang sangat serius. Hampir semua orang yang terinfeksi HIV dan tidak mendapat
pengobatan, akan berkembang menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV bergantung pada
karakteristik virus dan hospes. Penderita yang mengalami infeksi oportunistik dan tidak
mendapat pengobatan anti retrovirus biasanya akan meninggal kurang dari dua tahun kemudian.
pada penyakit HIV stadium lanjut yang tidak diobati, dengan meliputi berbagai penyebab
diantaranya adalah bakteri, virus, dan jamur. Oleh karena itu dibutuhkan peran kita sebagai
tenaga kesehatan untuk memberikan terapi komplementer lain sebagai ikhtiar untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV ini.

24
Terapi yang sering digunakan adalah pengobatan herbal dan salah satunya adalah dari
buah naga merah.Kulit buah naga mengandung fraksi polyphenolic yang menunjukkan spectrum
antimicrobial yang luas melalui penghambatan pertumbuhan beberapa pathogen. Berdasarkan
penelitian Nurmahani, International Food Research Journal 19(1): 77-84 (2012), aktivitas
antibacterial dari ethanol, chloroform dan hexane extracts dari kulit Hylocereus polyrhizus (red
flesh pitaya) dan Hylocereus undatus (white flesh pitaya) dapat melawan sembilan pathogens
yang dievaluasi melalui disc diffusion method dan broth microdilution method. Hasil dari disc
diffusion method menunjukkan bahwa chloroform extracts dari kulit H. polyrhizus and H.
undatus memiliki aktivitas antibacterial yang baik dimana hampir semua pathogen yang diuji
berhasil dihambat. Patogen tersebut antara lain, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria
monocytogenes, Enterococcus faecalis, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Yersiniaent erocolitica dan Campylobacter jejuni. Aktivitas antibacterial dari kulit
buah naga yang mempunyai spectrum luas yang dapat menghambat pathogenesis bakteri gram
positif dan gram negatif diharapkan dapat menjadi terapi komplementer pendamping ARV dalam
mencegah terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV AIDS.

Kulit buah naga yang akan dijadikan teh harus melalui proses pengeringan terlebih
dahulu. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan akibat
pengurangan kadar air. Pengeringan dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari dan alat
pengering. Pengeringan menggunakan sinar matahari lebih memerlukan waktu yang lama dan
suhu tidak dapat diatur, sedangkan pengeringan menggunakan alat pengering lama waktu
pengeringandapat dipersingkat dan suhu dapat diatur.31 Suhu pengeringan herbal yang baik
adalah berkisar antara 300C-900C tetapi suhu terbaik untuk pengeringan sebaiknya tidak
melebihi 600C.32 Setelah pengeringan selesai, ekstrak dapat diseduh seperti teh biasa untuk
kemudian dikonsumsi. Berdasarkan sumber di atas, dapat diketahui bahwa pemanfaatan kulit
buah naga menjadi teh dapat lebih diterima penderita, dikarenakan sediaan olahannya lebih
mudah dikonsumsi dan juga dengan efek samping minimal karena menggunakan bahan herbal.
Demikian pula yang terjadi pada minuman di dalam lambung, tetapi jenis minuman akan
lebih mudah diserap mineralnya tanpa harus diproses secara kimiawi terlebih dahulu, salah
satunya adalah flavonoid yang ada di dalam teh kulit buah naga merah. Flavonoid adalah
senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan yang dapat mempengaruhi beberapa reaksi yang

25
tidak diinginkan dalam tubuh, misalnya dapat menghambat reaksi oksidasi, sebagai pereduksi
radikal hidroksil dan superoksid serta radikal peroksil. Mekanisme flavonoid pada kulit buah
naga merah sebagai agen terapi infeksi oportunistik melalui berbagai cara diantaranya,
menghambat reaksi oksidasi, menganggu permeabilitas membran sel jamur, serta memiliki
aktivitas penghambatan pada bakteri gram positif sehingga dapat merusak fungsi dinding sel dan
akan menyebabkan sel menjadi lisis.
Oleh karena itu teh dari kulit buah naga merah sebgai terapi komplemetenter untuk
menurunkan infeksi oportunistik pada penderita HIV AIDS.

Evidence Based Practice Pada Pasien Gagal Jantung


Judul 4 :Distraksi Menonton Efektif Menurunkan Nyeri Ringan Pasien Congestive Heart
Failure (CHF)

Distraksi menonton adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga dapat
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan tolerasi terhadap nyeri. Sample
yang di gunakan 60 responden dengang di bagi 2 kelompok. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 30 responden pada kelompok sesudah tindakan distraksi menonton pasien CHF
didapatkan ratarata nilai nyeri 3,57 dengan standar deviasi 0,976 nilai nyeri minimal 2 dan nilai
nyeri maksimal 5. Sedangkan untuk kelompok relaksasi di peroleh data dari 30 responden pada
kelompok sesudah tindakan relaksasi pada pasien CHF didapatkan nilai rata-rata nyeri 3,57
dengan standar deviasi 0,787 nilai nyeri minimal 3 dan nilai nyeri maksimal 5.

Dengan itu hasil penelitian menunjukkan terapi distraksi menonton berpengaruh terhadap
nyeri ringan pasien dengan CHF.Namun, perawat masih perlu menerapkan terapi komplementer
teknik distraksi menonton dalam SOP penanganan nyeri ringan sampai sedang pada pasien
dengan gagal jantung kongestif (CHF).Hasil penelitian menunjukkan terapi distraksi menonton
berpengaruh secara signifikan terhadap nyeri ringan pasien dengan CHF.Terapi distraksi
menonton berpengaruh secara signifikan terhadap nyeri ringan pasien dengan CHF.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terapi komplementer adalah sebuah kelompokdari macam -macam sistem
pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara umum
tidak menjadi bagian dari pengobatan konvensional .Klien yang menggunakan terapi
komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi holistik
pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan
dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk
pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan
sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari
pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer
(Snyder & Lindquis, 2014).

3.2 Saran
Dengan adanya pembelajaran tentang pemberian terapi komplementer pada pasien
terminal, semoga dapat bermanfaat dan bersifat membangun bagi para pembaca.terkhusus
mahasiswa keperawatan di dalam melakukan asuhan keperawatan nantinya terhadap klien/
pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djamil. 2019. Distraksi Menonton Efektif Menurunkan Nyeri Ringan Pasien Congestive
Heart Failure (CHF).Jurnal Kesehatan Volume 10, Nomor 3, November 2019 ISSN 2086-
7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online) http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK.

Amalia Mastura. 2020. TERAPI KOMPLEMENTER PADA PASIEN KANKER PAYUDARA


DENGAN LIMFEDEMA. Jurnal Keperawatan Volume 12 No 4, Hal 629 - 642, Desember
2020 p-ISSN 2085-1049 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal e-ISSN 2549-8118.

Annisa Fitriani. 2019. Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai
TerapiKomplementer Untuk Menurunkan Infeksi Opurtunistik Pada Penderita HIV-AIDS.
.Jakarta, Indonesia.

Karolin Adhisty. 2019. Terapi Komplementer : Terapi Seft pada stress dan adaptasi pasien
kanker ovarium. Palembang , Indonesia.

Sri Arini. 2018. Modul Asuhan keperawatan pada pasien terminal. Jakarta, Indonesia.

28

Anda mungkin juga menyukai