Anda di halaman 1dari 16

ASPEK ETIK & HUKUM PRAKTIK KEPERAWATAN KOMPLEMENTER DI

INDONESIA DAN ASPEK ETIK & HUKUM PRAKTIK PENGOBATAN


TRADISIONAL USADA BALI/BALIAN PADA SUKU BALI

Diajukan untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah Keparawatan Holistik, Lintas
Budaya dan Terapi Modalitas Keperawatan

Dosen Pengampu :
Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., Ph.D

Disusun Oleh :

Nyoman Wigo Agusto 220120190512

PEMINATAN KEPERAWATAN MANAJEMEN


ANGKATAN XIV B

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2021

DAFTAR ISI
Cover

Daftar isi

BAB PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Terapi Komplementer....................................................................................5


2.1.1 Definisi..............................................................................................5
2.1.2 Macam-macam Terapi Komplementer..............................................6
2.1.3 Peran Tenaga Kesehatan....................................................................6
2.1.4 Etik Dalam Keperawatan Komplementer..........................................8
2.1.5 Hukum-hukum Terapi Komplementer..............................................9
2.2 Budaya Bali..................................................................................................10
2.2.1 Profil Bali.........................................................................................10
2.2.2 Bahasa Bali.......................................................................................11
2.2.3 Kebudayaan Bali...............................................................................11
2.2.4 Definisi Usada Bali/Balian...............................................................11
2.2.5 Jenis-jenis Usada Bali/Balian...........................................................12
2.2.6 Sumber Bahan Tamba atau Obat Usada Bali...................................12
2.2.7 Sistem Usada Bali/Balian.................................................................13
2.2.8 Siapa yang melaksanakan Usada Bali..............................................14
2.2.9 Aspek Etik Usada Bali/Balian atau Dharma Sasana Balian.............15
2.2.10 Aspek Hukum Usada Bali/Balian.....................................................15

BAB IV PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan terapi komplementer akhirakhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquist,
2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif
dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith, Duell, &
Martin, 2011). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi
komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997
(Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan.
Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu
adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer.
Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam
pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan sebelumnya. Sejumlah
82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari pengobatan konvensional
yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquist,
2002).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi
alternatif (Smith et al., 2011). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi
akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat
untuk berperan memberikan terapi komplementer. Terapi komplementer atau
pengobatan tradisional berada di Indonesia salah satunya ialah Usada Bali/Balian
yang merupakan pengobatan tradisional bali yang turun temurun diwariskan dan
sampai saat ini masih banyak digunakan oleh masyarakat bali.

3
Usada Bali merupakan sistem pengobatan tradisional Bali yang sampai
sekarang masih dilakukan di Bali. Usada Bali merupakan turunan dari Ayurweda.
Usada Bali atau balian adalah sebutan untuk pengobat tradisional di Bali, yaitu
orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang sakit (Pujaastawa &
Pujaastawa, 2015).
Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau
alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas
kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini
sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic Nursing Association (AHNA),
Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock, Schubert, & Thomas,
2003). Ada pula National Center for Complementary/Alternative Medicine
(NCCAM) yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquist, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari terapi komplementer dalam keperawatan ?
2. Bagaimana Aspek Etik dan Hukum Praktik Keperawatan Komplementer di
Indonesia ?
3. Bagaimana konsep Usada Bali/Balian pengobatan tradisional Bali ?
4. Bagaimana Aspek Etik dan Hukum Praktik Komplementer Usada Bali/Balian ?

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1 Terapi Komplementer


1.1.1 Definisi
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer
adalah pengobatan nonkonvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan
komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional
yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan
diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina
misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer
(Rufaida, Lestari, & Sari, 2018).
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang
digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan
terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews, Angone, Cray, Lewis,
& Johnson, 1999). Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan
pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang
mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu
untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan dan jiwa dalam kesatuan fungsi
(Smith et al., 2011).
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai
pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi
modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis,
psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang
telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini
sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk
yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).
1.1.2 Macam-macam Terapi Komplementer
Terapi komplementer terbagi menjadi 2 bagian yaitu terapi komplenenter
invasif (akupuntur dan cupping) dan terapi komplementer non-invasif (terapi
energi, terapi biologis dan terapi sentuhan modalitas) (Hitchcock et al., 2003).

5
Menurut (Rufaida et al., 2018), macam-macam terapi komplementer terdiri dari
5 jenis antara lain :
1. Mind-body therapy : intervensi dengan teknik untuk memfasilitasi kapasitas
berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi berpikir yang
mempengaruhi fisik dan fungsi tubuh (imagery, yogo, terapi musik, berdoa,
journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan hypnoterapy).
2. Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis (cundarismo, homeopathy,
nautraphaty).
3. Terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilya misalnya
herbal, dan makanan.
4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh (didasari oleh manupulasi dan
pergerakan tubuh misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, rolfiing, terapi
cahaya dan warna, serta hidroterapi.
5. Terapi energi : terapi yang berfokus pada energy tubuh (biofields) atau
mendapatkan energi dari luat tubuh (terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan,
reiki, external qi gong magnet) terapi ini kombinasi antar energi dan
bioelektromagnetik.
1.1.3 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Terapi Komplementer
Menurut (Rufaida et al., 2018), peran tenaga kesehatan dalam terapi
komplementer terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
(Didukung oleh teori keperawatan berdasarkan Teori Orem (1971).
Tujuan keperawatan adalah untuk merawat dan membantu klien mencapai
perawatan diri secara total. Nightingale (1860) Tujuan keperawatan untuk
pasilitasi proses penyebuhan tubuh dengan memanipulasi lingkungan klien.
Rogers (1970) Untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan,mencegah kesakitan, dan merawat serta merehabilitasi klien yang
sakit dan tidak mampu dengan pendekatan humanistic keperawatan).
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses

6
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang
sederhana sampai dengan kompleks.
2. Peran Sebagai Advokat (Pembela) Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagia informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan berkaitan dengan terapi komplementer yang diberikan kepada
pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak
pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran educator
Didukung oleh Teori Peplau (1952). Tujuan keperawatan untuk
mengembangkan interaksi antara perawat dan klien. King (1971), tujuan
keperawatan untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien
mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Peran ini
dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan mengenai terapi komplementer, gejala penyakit bahkan tindakan
yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
1.1.4 Etik Keperawatan dalam Terapi Komplementer
Etik merupakan landasan perilaku seseorang dalam memutuskan benar
atau salah dalam suatu tindakan atau perilaku. Etik memiliki komponen yang
terdiri dari Biothics, Biomedical ethics, dan Medical ethics yang memiliki
hubungan erat dalam pelayanan kesehatan. Etika dalam keperawatan merupakan
standar acuna untuk mengatasi segala macam masalah yang dilakukan oleh
praktisi keperawtan terhadap pasien yang tidak mengindahkan dedikasi moral
dalam pelaksanaan tugasnya (Amelia, 2013).

7
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menetapkan kode etik
perawat yang kemudian diterapkan dan dilaksanakan oleh komisi etik pelayanan
keperawatan, sehingga hal ini akan mengarahkan seorang perawara dalam
menentukan keputusan benar atau salah asuhan keperawatan maupun perilaku
seseorang perawat dari segi etik. Etika dalam keperawatan dalam melakukan
terapi komplementer adalah sebagai berikut :
1. Autonomy (otonomi) adalah suatu bentuk respek terhadap seseorang dan
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
2. Beneficience (berbuat baik) adalah suatu bentuk wujud kemanusiawian dan
juga memerlukan pencegahan dari kesalahn atau kejadian yang disebabkan
oleh diri sendiri dan orang lain.
3. Justice (keadilan) adalah suatu bentuk terapi adil terhadap orang lain yang
menjunjung tinggi prinsip moral, legal, dan kemanusiaan, dan prinsip keadilan.
4. Non-maleficience (tidak merugikan) adalah sebuah prinsip yang mempunyai
arti bahwa setiap tindakan yang dilakukan pada seseorang tidak menimbulkan
kerugian baik secara fisik maupun mental.
5. Veracity (kejujuran) adalah suatu nilai yang menjunjung tinggi untuk
menyampaikan kebenaran apa yang sebenarnya terjadi.
6. Fidelity (loyalitas/ketaatan) pada prinsip ini dibutuhkan orang yang dapat
menghargai janji dan berkomitmen kepada orang lain.
7. Confidentiality (kerahasiaan), prinsip yang dilakukan oleh semua manusia
yang ada dibumi ketika mengiyakan suatu rahasia yang diberikan oleh orang
lain.
8. Accountability (akuntabilitas) bertanggung jawab pasti pada setiap tindakan
dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.
1.1.5 Hukum–hukum Praktik Komplementer
Terapi komplementer atau pengobatan alternatif telah diakui secara hukum
di Indonesia, berikut ini aspek legal terapi komplementer atau pengobatan
alternatif :

1. Undang-undang 1945
a. Pasal 28A tentang “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

8
b. Pasal 28H (ayat 1) tentang “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan linkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
c. Pasal 34 tentang “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
2. Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
a. Pasal 1 butir 16, tentang “pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun – temurun secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat”.
b. Pasal 48 tentang “pelayanan kesehatan tradisional”.
c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang “pelayanan kesehatan tradisonal”.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
“penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas
pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan secara sinergi, terintegrasi, dan
mandiri pada fasilitas pelayanan kesehatan. Pemberian pengobatan pada
dasarnya harus aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi berwenang
sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku”.
2.2 Pengobatan Tradisional Bali “Usada Bali/Balian”
2.2.1 Profil Bali
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km
dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara geografis, Bali
terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang
membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Pada tahun 1946, Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13
wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan yaitu
sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang
diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga
dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui
kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali

9
meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi
sebuah provinsi dari Republik Indonesia.
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4.236.983 jiwa (2019) dengan
mayoritas 86,91% menganut agama Hindu. Agama lainnya
adalah Islam (10,05%), Kristen
Protestan (1,56%), Katolik (0,79%), Buddha (0,68%), Konghucu (0,01%), dan
Kepercayaan (kurang dari 0,01%) (Wikipedia.org).
2.2.2 Bahasa Bali
Masyarakat Bali menguasai 3 bahasa yaitu Bali, Indonesia dan Inggris
untuk keperluan wisatawan. Akan tetapi masyarakat Bali menggunakan bahasa
keseharian ialah bahasa Bali. Bahasa Bali merupakan sebuah bahasa
Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak.
Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan
sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki
tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan
Bali Kasar. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa Jawa menyebar ke Bali sejak
zaman Majapahit, bahkan sampai zaman Mataram Islam.
2.2.3 Kebudayaan Bali : Ekspresi Interaksi Manusia Bali dengan Lingkungan
Kebudayaan Bali sesungguhnya merupakan ekspresi dari hubungan
interaksi orang Bali dengan lingkungannya. Dalam kosmologi orang Bali,
lingkungan dibedakan atas dua macam, yakni lingkungan sekala (nyata) dan
lingkungan niskala (tidak nyata). Lingkungan sekala meliputi lingkungan sosial
(masyarakat) dan lingkungan fisik (alam sekitarnya). Sedangkan lingkungan
niskala merupakan lingkungan spiritual yang dihuni oleh kekuatan-kekuatan
supernatural atau adikodrati yang diyakini dapat menimbulkan pengaruh positif
maupun negatif terhadap kehidupan manusia.
Ekspresi dari interaksi antara orang Bali dengan lingkungan spiritual
(niskala) melahirkan sistem religi lokal atau “agama Bali” yang di dalamnya
mencakup emosi atau sentimen keagamaan, konsepsi tentang kekuatan-kekuatan
dan mahluk-mahluk gaib, upacara ritual keagamaan, fasilitas keagamaan,
kelompok atau komunitas keagamaan. Dalam perkembangan selanjutnya
keberadaan religi lokal tersebut bercampur dengan unsur-unsur agama Hindu

10
yang disebabkan oleh adanya proses perjumpaan kebudayaan pada masa lampau
(Pujaastawa, 2002).
2.2.4 Definisi Usada Bali/Balian
Sistem pengobatan yang berkembang di era milenial saat ini adalah
sistem Bio Medis kedokteran dan sistem Bio Kultural atau pengobatan
tradisional. Usada Bali merupakan sistem pengobatan tradisional Bali yang
sampai sekarang masih dilakukan di Bali. Usada Bali merupakan turunan dari
Ayurweda. Usada Bali atau balian adalah sebutan untuk pengobat tradisional
di Bali, yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang
sakit (Pujaaastawa, 2002).
2.2.5 Jenis Usada Bali/Balian
Dalam buku Heilkunde und Volkstum auf Bali oleh dr. Wolgang von
Weck (1937) dan dalam buku Usada Bali oleh I Gusti Ngurah Nala (1993) telah
dipaparkan tentang jenis-jenis balian yang ada dalam masyarakat Bali yang
mana sebagai praktisi Usada Bali, anatara lain :
1) Balian Ketakson, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya memanggil
Ista Dewata nya untuk memasuki tubuhnya sehingga balian tersebut Ketakson
/ Kerasukan / Trance. Makanya balian tersebut dinamakan Balian Ketakson.
2) Balian Kapican, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya
menggunakan sarana berupa keris, permata, bagian-bagian dari tumbuhan
atau binatang. Sarana ini didapat saat melakukan persembahyangan atau
meditasi dengan kusuk, sarana ini disebut Pica / pemberian dari alam gaib.
3) Balian Usada, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya menggunakan
acuan dari kepustakaan Usada, keterampilan ini didapatkan dari mempelajari
Lontar-Lontar Usada ditambah dengan adanya faktor keturunan, sehingga
Balian Usada menjadi mantap.
4) Balian Campuhan, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya
menggunakan teknik campuran dari keterampilan tersebut diatas, tidak
tertutup kemungkinan seorang praktisi kesehatan modern merangkap sebagai
Balian Usada Bali.
2.2.6 Sumber Bahan Tamba atau Obat Usada Bali
Beberapa jenis bahan obat dalam praktek pengobatan tradisional Usada
Bali (Pujaaastawa, 2001) antara lain :

11
1. Taru Pramana / Pohon Berkhasiat Obat
Taru Pramana sungguh populer dalam masyarakat Bali sebagai bahan obat
keluarga. Taru Pramana ini mulai dari bunga, daun, buah, batang, kulit, akar,
dan umbi dapat dipergunakan sebagai bahan obat.
2. Sato Pramana / Bahan Obat yang Berasal dari Binatang
Bahan obat yang berasal dari binatang, baik itu berasal dari minyaknya,
kencingnya, tahinya, madunya, susunya, dll.
3. Toya Pramana / Bahan Obat yang Berasal dari Air
Bahan obat yang memakai air sebagai bahan utama dan sebagai penyerta
obat, yaitu air laut, air hujan, air sungai, air danau, air bendungan, air kolam,
air dari buah, air perasan daun, air pancoran, embun, salju, air kencing, air
cucuran atap, air susu ibu, air kumkum, dll.
4. Bayu Pramana / Power of Mind
Para Balian dianggap memiliki kekuatan lebih oleh masyarakat, termasuk
memiliki taksu / kharisma / power of mind, sehingga balian dalam prakteknya
menggunakan daya magis ini untuk kesembuhan pasiennya.
2.2.7 Sistem Usada Bali/Balian
Dalam pengobatan balian, ada beberapa tahap yang akan dilakukan antara
lain;
1. Pasien Datang
Seseorang yang datang meyakini dirinya terkena penyakit secara fisik, psikis
dan spiritual dari kekuatan mistis.
2. Balian
Pasien akan datang ke Usada Bali (Pengobatan Tradisional) kemudian
bertemu dengan dukun (Balian). Kemudian dukun melakukan sejumlah ritual
untuk mengetahui penyebab dan apa obat nya (Tembe).
3. Ista Dewata
Jika pasien dinyatakan mengalami gangguan roh halus maka dulakukan Ista
Dewata yaitu memasukan roh suci untuk memberi petunjuk selanjutnya
kemudian dilakukan pengobatan.
4. Sarana Prasarana
Dalam melakukan praktek nya, biasanya balian meminta sejumlah sarana
prasarana untuk melakukan pengobatan.
12
5. Hasil
Hasil akhir dari pengobatan tradisional ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu
gagal atau pasien tidak sembuh, kedua pasien sembuh secara lahir dan batin,
dan ketiga pasien harus melakukan stag/naneng yaitu pembersihan diri atau
karang dengan upakara/upacara adat.
Gambar 1 Sistem Usada Bali/Balian

2.2.8 Siapa yang dapat melaksanakan Praktik Usada/Bali


Dalam Undang-Undang oleh Gubernur Bali yaitu Peraturan Gubernur
Bali Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal Bali Pasal
10 menyatakan bahwa :
1. Pelayanan kesehatan Tradisonal Bali dilaksanakan oleh Pengusada dan
Tenaga Kesehatan Tradisional yang memiliki sertifikat Kompetensi
2. Sertifikat Kompetensi Pengusada diberikan oleh Gotra Pengusada
3. Sertifikat Kompetensi sebagai Tenaga Kesehatan Tradisional diberikan oleh
asosiai yang menaunginya
4. Pengusada dan Tenaga Kesehatan Tradisional sebagaimana dimakasud pada
ayat 1 wajib menjadi anggota asosiasi profesi.
2.2.9 Aspek Etik Usada Bali/Balian atau Dharma Sasana Balian
Dharma Sasana Balian adalah kode etik seorang balian dimana disebutkan
dalam Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam pengobatan tradisional
Bali yaitu :
1. Semua rahasia dari orang yang sakit harus disimpan, tidak boleh
disebarluaskan atau dibicarakan dengan orang lain.
13
2. Hidup para balian harus suci dan bersih, terlepas dari sifat loba, sombong dan
asusila. Didalam lontar tutur bhagawan çiwa sempurna ditegaskan bahwa;
a. seorang balian tidak boleh berlaku sombong, harus bertingkah laku yang
baik sesuai dengan dharma, serta semua nafsu hendaknya ditahan didalam
hati.
b. Seorang balian tidak boleh was-was, ragu-ragu, apalagi malu-malu dalam
hati harus teguh dan mantap serta penuh keyakinan pada apa yang
dikerjakan. 
c. Tidak goyah terhadap segala hambatan, rintangan, gangguan, dan godaan
yang datang dari dalam diri sendiri, yang mengakibatkan gagalnya usaha
yang sedang ditempuh. 
d. Tidak akan mundur sebelum berhasil mendapatkan apa yang sedang
dihayati, apa yang diinginkan yaitu kesembuhan dari orang yang sakit.
3. Seorang balian tidak boleh pamrih. Semua pengobatan berlangsung dengan
tulus ikhlas tanpa pamrih. Sebab semua balian yang benar-benar balian di
Bali tahu akan akibat dari kelobaan akan sesantun dan materi lainnya. Para
balian harus tahu akan hak dan kewajibannya, rendah hati tidak sombong,
membatasi diri terhadap apa yang dapat dilakukannya, menghormati
kehidupan manusia.
2.2.10 Aspek Hukum Usada Bali/Balian
Dalam pelaksanaan praktik kesehatan tradisonal Bali yaitu Usada
Bali/Balian telah dikeluarkan Undang-Undang oleh Gubernur Bali yaitu
Peraturan Gubernur Bali Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisonal Bali. Selain dari itu, Undang-Undang lainnya juga memperkuat
berdirinya Usada Bali seperti Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer
– alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada

yang diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan

individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah

terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan

dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang

memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan

spiritual).

Terpai komplementer merupakan salah satu bagian praktik keperawatan

yang harus didasarkan oleh fakta ilmiah (evidance base practicr). Sehingga

dalam menjalankan terapi komplementer diharapkan individu atau perawat

mampu menerapkan aspek legal etik dan hukum dalam proses pelaksanaannya.

Adapun etik dalam keperawatan yaitu autonomy, justice, veracity, fidelity,

beneficience, non-maleficience, confidentiality dan accountability. Selain dari

itu dalam pelaksanaan terapi komplementer perawat memiliki peran penting

antara lain peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat dan educator.

15
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, N. (2013). Prinsip Etika Keperawatan. Yogyakarta: D-Medika


Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, mary fran. (2014). Complementary & Alternative
Therapies in Nursing. New York: Springer Publishing company, LLC.
Meleis, A. (1990). Being and becoming healthy : the core of nursing knowledge. Nurs
Sci Q.
Potter and Perry. (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
Praktik (4th ed.). Jakarta: PENERBIT BUKU KEDOKTERAN. ECG.
Rufaida, Z., Lestari, S., & permata sari, D. (2018). Terapi Komplementer. (H.
Sudiyanto, Ed.), Stikes Majapahit Mojokerto (1st ed.). https://doi.org/10.1007/978-
3-662-49054-9_1734-1
Undang-Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
Amelia, N. (2013). Prinsip etika keperawatan.
Andrews, M., Angone, K., Cray, J., Lewis, J., & Johnson, P. (1999). Nurse’s handbook
of alternative and complementary therapies. Pennsylvania: Springhouse.
Hitchcock, J. E., Schubert, P. E., & Thomas, S. A. (2003). Community health nursing:
Caring in action: Cengage Learning.
Pujaastawa, I. B. G., & Pujaastawa, I. B. G. (2015). FILSAFAT KEBUDAYAAN.
Rufaida, Z., Lestari, S. W. P., & Sari, D. P. (2018). Terapi Komplementer. E-Book
Penerbit STIKes Majapahit, 1-32.
Smith, S. F., Duell, D. J., & Martin, B. C. (2011). Clinical nursing skills: Pearson
Higher Ed.
Snyder, M., & Lindquist, R. (2002). An overview of complementary/alternative
therapies. Complementary/Alternative Therapies in Nursing. 4th ed. New York,
NY: Springer Publishing Co, 3-15.
https://kesmas.kemkes.go.id/konten/133/0/082311-pengobatan-tradisional-bali

16

Anda mungkin juga menyukai