Diajukan untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah Keparawatan Holistik, Lintas
Budaya dan Terapi Modalitas Keperawatan
Dosen Pengampu :
Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., Ph.D
Disusun Oleh :
DAFTAR ISI
Cover
Daftar isi
BAB PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Usada Bali merupakan sistem pengobatan tradisional Bali yang sampai
sekarang masih dilakukan di Bali. Usada Bali merupakan turunan dari Ayurweda.
Usada Bali atau balian adalah sebutan untuk pengobat tradisional di Bali, yaitu
orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang sakit (Pujaastawa &
Pujaastawa, 2015).
Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau
alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas
kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini
sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic Nursing Association (AHNA),
Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock, Schubert, & Thomas,
2003). Ada pula National Center for Complementary/Alternative Medicine
(NCCAM) yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquist, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari terapi komplementer dalam keperawatan ?
2. Bagaimana Aspek Etik dan Hukum Praktik Keperawatan Komplementer di
Indonesia ?
3. Bagaimana konsep Usada Bali/Balian pengobatan tradisional Bali ?
4. Bagaimana Aspek Etik dan Hukum Praktik Komplementer Usada Bali/Balian ?
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
Menurut (Rufaida et al., 2018), macam-macam terapi komplementer terdiri dari
5 jenis antara lain :
1. Mind-body therapy : intervensi dengan teknik untuk memfasilitasi kapasitas
berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi berpikir yang
mempengaruhi fisik dan fungsi tubuh (imagery, yogo, terapi musik, berdoa,
journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan hypnoterapy).
2. Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis (cundarismo, homeopathy,
nautraphaty).
3. Terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilya misalnya
herbal, dan makanan.
4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh (didasari oleh manupulasi dan
pergerakan tubuh misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, rolfiing, terapi
cahaya dan warna, serta hidroterapi.
5. Terapi energi : terapi yang berfokus pada energy tubuh (biofields) atau
mendapatkan energi dari luat tubuh (terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan,
reiki, external qi gong magnet) terapi ini kombinasi antar energi dan
bioelektromagnetik.
1.1.3 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Terapi Komplementer
Menurut (Rufaida et al., 2018), peran tenaga kesehatan dalam terapi
komplementer terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
(Didukung oleh teori keperawatan berdasarkan Teori Orem (1971).
Tujuan keperawatan adalah untuk merawat dan membantu klien mencapai
perawatan diri secara total. Nightingale (1860) Tujuan keperawatan untuk
pasilitasi proses penyebuhan tubuh dengan memanipulasi lingkungan klien.
Rogers (1970) Untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan,mencegah kesakitan, dan merawat serta merehabilitasi klien yang
sakit dan tidak mampu dengan pendekatan humanistic keperawatan).
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
6
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang
sederhana sampai dengan kompleks.
2. Peran Sebagai Advokat (Pembela) Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagia informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan berkaitan dengan terapi komplementer yang diberikan kepada
pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak
pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran educator
Didukung oleh Teori Peplau (1952). Tujuan keperawatan untuk
mengembangkan interaksi antara perawat dan klien. King (1971), tujuan
keperawatan untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien
mencapai kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Peran ini
dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan mengenai terapi komplementer, gejala penyakit bahkan tindakan
yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
1.1.4 Etik Keperawatan dalam Terapi Komplementer
Etik merupakan landasan perilaku seseorang dalam memutuskan benar
atau salah dalam suatu tindakan atau perilaku. Etik memiliki komponen yang
terdiri dari Biothics, Biomedical ethics, dan Medical ethics yang memiliki
hubungan erat dalam pelayanan kesehatan. Etika dalam keperawatan merupakan
standar acuna untuk mengatasi segala macam masalah yang dilakukan oleh
praktisi keperawtan terhadap pasien yang tidak mengindahkan dedikasi moral
dalam pelaksanaan tugasnya (Amelia, 2013).
7
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menetapkan kode etik
perawat yang kemudian diterapkan dan dilaksanakan oleh komisi etik pelayanan
keperawatan, sehingga hal ini akan mengarahkan seorang perawara dalam
menentukan keputusan benar atau salah asuhan keperawatan maupun perilaku
seseorang perawat dari segi etik. Etika dalam keperawatan dalam melakukan
terapi komplementer adalah sebagai berikut :
1. Autonomy (otonomi) adalah suatu bentuk respek terhadap seseorang dan
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
2. Beneficience (berbuat baik) adalah suatu bentuk wujud kemanusiawian dan
juga memerlukan pencegahan dari kesalahn atau kejadian yang disebabkan
oleh diri sendiri dan orang lain.
3. Justice (keadilan) adalah suatu bentuk terapi adil terhadap orang lain yang
menjunjung tinggi prinsip moral, legal, dan kemanusiaan, dan prinsip keadilan.
4. Non-maleficience (tidak merugikan) adalah sebuah prinsip yang mempunyai
arti bahwa setiap tindakan yang dilakukan pada seseorang tidak menimbulkan
kerugian baik secara fisik maupun mental.
5. Veracity (kejujuran) adalah suatu nilai yang menjunjung tinggi untuk
menyampaikan kebenaran apa yang sebenarnya terjadi.
6. Fidelity (loyalitas/ketaatan) pada prinsip ini dibutuhkan orang yang dapat
menghargai janji dan berkomitmen kepada orang lain.
7. Confidentiality (kerahasiaan), prinsip yang dilakukan oleh semua manusia
yang ada dibumi ketika mengiyakan suatu rahasia yang diberikan oleh orang
lain.
8. Accountability (akuntabilitas) bertanggung jawab pasti pada setiap tindakan
dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.
1.1.5 Hukum–hukum Praktik Komplementer
Terapi komplementer atau pengobatan alternatif telah diakui secara hukum
di Indonesia, berikut ini aspek legal terapi komplementer atau pengobatan
alternatif :
1. Undang-undang 1945
a. Pasal 28A tentang “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
8
b. Pasal 28H (ayat 1) tentang “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan linkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
c. Pasal 34 tentang “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
2. Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
a. Pasal 1 butir 16, tentang “pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun – temurun secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat”.
b. Pasal 48 tentang “pelayanan kesehatan tradisional”.
c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang “pelayanan kesehatan tradisonal”.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
“penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas
pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan secara sinergi, terintegrasi, dan
mandiri pada fasilitas pelayanan kesehatan. Pemberian pengobatan pada
dasarnya harus aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji institusi berwenang
sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku”.
2.2 Pengobatan Tradisional Bali “Usada Bali/Balian”
2.2.1 Profil Bali
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km
dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara geografis, Bali
terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang
membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Pada tahun 1946, Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13
wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan yaitu
sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang
diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga
dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui
kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali
9
meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi
sebuah provinsi dari Republik Indonesia.
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4.236.983 jiwa (2019) dengan
mayoritas 86,91% menganut agama Hindu. Agama lainnya
adalah Islam (10,05%), Kristen
Protestan (1,56%), Katolik (0,79%), Buddha (0,68%), Konghucu (0,01%), dan
Kepercayaan (kurang dari 0,01%) (Wikipedia.org).
2.2.2 Bahasa Bali
Masyarakat Bali menguasai 3 bahasa yaitu Bali, Indonesia dan Inggris
untuk keperluan wisatawan. Akan tetapi masyarakat Bali menggunakan bahasa
keseharian ialah bahasa Bali. Bahasa Bali merupakan sebuah bahasa
Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak.
Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan
sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki
tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan
Bali Kasar. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa Jawa menyebar ke Bali sejak
zaman Majapahit, bahkan sampai zaman Mataram Islam.
2.2.3 Kebudayaan Bali : Ekspresi Interaksi Manusia Bali dengan Lingkungan
Kebudayaan Bali sesungguhnya merupakan ekspresi dari hubungan
interaksi orang Bali dengan lingkungannya. Dalam kosmologi orang Bali,
lingkungan dibedakan atas dua macam, yakni lingkungan sekala (nyata) dan
lingkungan niskala (tidak nyata). Lingkungan sekala meliputi lingkungan sosial
(masyarakat) dan lingkungan fisik (alam sekitarnya). Sedangkan lingkungan
niskala merupakan lingkungan spiritual yang dihuni oleh kekuatan-kekuatan
supernatural atau adikodrati yang diyakini dapat menimbulkan pengaruh positif
maupun negatif terhadap kehidupan manusia.
Ekspresi dari interaksi antara orang Bali dengan lingkungan spiritual
(niskala) melahirkan sistem religi lokal atau “agama Bali” yang di dalamnya
mencakup emosi atau sentimen keagamaan, konsepsi tentang kekuatan-kekuatan
dan mahluk-mahluk gaib, upacara ritual keagamaan, fasilitas keagamaan,
kelompok atau komunitas keagamaan. Dalam perkembangan selanjutnya
keberadaan religi lokal tersebut bercampur dengan unsur-unsur agama Hindu
10
yang disebabkan oleh adanya proses perjumpaan kebudayaan pada masa lampau
(Pujaastawa, 2002).
2.2.4 Definisi Usada Bali/Balian
Sistem pengobatan yang berkembang di era milenial saat ini adalah
sistem Bio Medis kedokteran dan sistem Bio Kultural atau pengobatan
tradisional. Usada Bali merupakan sistem pengobatan tradisional Bali yang
sampai sekarang masih dilakukan di Bali. Usada Bali merupakan turunan dari
Ayurweda. Usada Bali atau balian adalah sebutan untuk pengobat tradisional
di Bali, yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang
sakit (Pujaaastawa, 2002).
2.2.5 Jenis Usada Bali/Balian
Dalam buku Heilkunde und Volkstum auf Bali oleh dr. Wolgang von
Weck (1937) dan dalam buku Usada Bali oleh I Gusti Ngurah Nala (1993) telah
dipaparkan tentang jenis-jenis balian yang ada dalam masyarakat Bali yang
mana sebagai praktisi Usada Bali, anatara lain :
1) Balian Ketakson, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya memanggil
Ista Dewata nya untuk memasuki tubuhnya sehingga balian tersebut Ketakson
/ Kerasukan / Trance. Makanya balian tersebut dinamakan Balian Ketakson.
2) Balian Kapican, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya
menggunakan sarana berupa keris, permata, bagian-bagian dari tumbuhan
atau binatang. Sarana ini didapat saat melakukan persembahyangan atau
meditasi dengan kusuk, sarana ini disebut Pica / pemberian dari alam gaib.
3) Balian Usada, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya menggunakan
acuan dari kepustakaan Usada, keterampilan ini didapatkan dari mempelajari
Lontar-Lontar Usada ditambah dengan adanya faktor keturunan, sehingga
Balian Usada menjadi mantap.
4) Balian Campuhan, yaitu Balian yang dalam praktek pengobatannya
menggunakan teknik campuran dari keterampilan tersebut diatas, tidak
tertutup kemungkinan seorang praktisi kesehatan modern merangkap sebagai
Balian Usada Bali.
2.2.6 Sumber Bahan Tamba atau Obat Usada Bali
Beberapa jenis bahan obat dalam praktek pengobatan tradisional Usada
Bali (Pujaaastawa, 2001) antara lain :
11
1. Taru Pramana / Pohon Berkhasiat Obat
Taru Pramana sungguh populer dalam masyarakat Bali sebagai bahan obat
keluarga. Taru Pramana ini mulai dari bunga, daun, buah, batang, kulit, akar,
dan umbi dapat dipergunakan sebagai bahan obat.
2. Sato Pramana / Bahan Obat yang Berasal dari Binatang
Bahan obat yang berasal dari binatang, baik itu berasal dari minyaknya,
kencingnya, tahinya, madunya, susunya, dll.
3. Toya Pramana / Bahan Obat yang Berasal dari Air
Bahan obat yang memakai air sebagai bahan utama dan sebagai penyerta
obat, yaitu air laut, air hujan, air sungai, air danau, air bendungan, air kolam,
air dari buah, air perasan daun, air pancoran, embun, salju, air kencing, air
cucuran atap, air susu ibu, air kumkum, dll.
4. Bayu Pramana / Power of Mind
Para Balian dianggap memiliki kekuatan lebih oleh masyarakat, termasuk
memiliki taksu / kharisma / power of mind, sehingga balian dalam prakteknya
menggunakan daya magis ini untuk kesembuhan pasiennya.
2.2.7 Sistem Usada Bali/Balian
Dalam pengobatan balian, ada beberapa tahap yang akan dilakukan antara
lain;
1. Pasien Datang
Seseorang yang datang meyakini dirinya terkena penyakit secara fisik, psikis
dan spiritual dari kekuatan mistis.
2. Balian
Pasien akan datang ke Usada Bali (Pengobatan Tradisional) kemudian
bertemu dengan dukun (Balian). Kemudian dukun melakukan sejumlah ritual
untuk mengetahui penyebab dan apa obat nya (Tembe).
3. Ista Dewata
Jika pasien dinyatakan mengalami gangguan roh halus maka dulakukan Ista
Dewata yaitu memasukan roh suci untuk memberi petunjuk selanjutnya
kemudian dilakukan pengobatan.
4. Sarana Prasarana
Dalam melakukan praktek nya, biasanya balian meminta sejumlah sarana
prasarana untuk melakukan pengobatan.
12
5. Hasil
Hasil akhir dari pengobatan tradisional ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu
gagal atau pasien tidak sembuh, kedua pasien sembuh secara lahir dan batin,
dan ketiga pasien harus melakukan stag/naneng yaitu pembersihan diri atau
karang dengan upakara/upacara adat.
Gambar 1 Sistem Usada Bali/Balian
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah
terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan
dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang
memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan
spiritual).
yang harus didasarkan oleh fakta ilmiah (evidance base practicr). Sehingga
mampu menerapkan aspek legal etik dan hukum dalam proses pelaksanaannya.
antara lain peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat dan educator.
15
DAFTAR PUSTAKA
16