Anda di halaman 1dari 16

TERAPI KOMPLEMENTER DALAM

KOMUNITAS

DISUSUN

OLEH:

ALISYA HUMAIRA
IZA HUMAIRAH
CUT FARANITA
MUHAMMAD YUSUF
MAULISA
MUHAMMAD HARITS
NAZELLA ANAIYA
NUR AINI

KELAS : `4-C
PEMBIMBING :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDIKA


NURUL ISLAM
2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT serta segala rahmat,

berkah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KOMUNITAS”.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik

dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran guna perbaikan dalam pembuatan makalah di hari yang akan datang.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan

sederhana ini semoga dapat di terima dan bermanfaat bagi semua pembaca.

Atas semua ini penulis ucapkan terimakasih dan semoga diberkati dan di ridhoi

Allah SWT.

Sigli, 21 Oktober 2020


Penulis,

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PEMBAHASAN......................................................................... 1
A. Definisi Terapi komplementer .............................................. 1
B. Jenis-jenis Terapi Komplementer ......................................... 2
C. Fokus Terapi Komplementer ................................................ 3
D. Peran Perawatn dalam Terapi Komplementer ...................... 7
E. Tehnik Terapi Komplementer .............................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 13

ii
BAB I

PEMBAHASAN

A. DEFINISI TERAPI KOMPLEMENTER

Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan

dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke

dalam pengobatan modern ((Andrews et al., 1999) dalam Widyatuti, 2008). Terapi

komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat

ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh

yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan

jiwa dalam kesatuan fungsi ((Smith et al., 2004), dalam Widyatuti, 2008). Pendapat

lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai sebuah domain luas

dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik

dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan

kesehatan yang umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and

alternative medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997, dalam

Widyatuti, 2008). Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai

pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern

yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan

spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji klinis

sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip

keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko,

sosial, dan spiritual). (Widyatuti, 2008).

1
B. JENIS JENIS TERAPI KOMPLEMENTER

Jenis jenis terapi komplementer terbagi dua yaitu:

1) Invasive, contoh terapi komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping

(bekam basah) yang menggunakan jarum dalam pengobatannya.

2) Noninvansive, seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara),

terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,

hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi,

reiki, rolfing, dan terapi lainnya ((Hitchcock et al., 1999) dalam Widyatuti,

2008).

National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat

klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori.

1) Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan

berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi

gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi

musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.

2) Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan

yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat

misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika,

cundarismo, homeopathy, naturopathy.

3) Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan

praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).

2
4) Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari

oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-

macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Terakhir, terapi

energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau

mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan

sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini

biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan

bioelektromagnetik. Ada banyak jenis terapi komplementer yang bisa di terapkan

salah satunya adalah terapi relaksasi otot progresif yang memiliki manfaat begitu

banyak bagi klien. ((Snyder & Lindquis, 2002) dalam Widyatuti 2008).

C. FOKUS TERAPI KOMPLEMENTER

1) Konsep Terapi Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress yang

memberikan individu kontrol diri ketika tidak merasa nyaman, stress fisik, dan

emosi. ((Edelman dan Mandle, 1994 dalam Potter dan Perry, 2005) dalam Rahma,

Rizky Nova 2016).

Relaksasi merupakan suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental

individu, sementara aspek bawah sadar tetap bekerja. Dalam keadaan relaksasi

seluruh tubuh dalam keadaan seimbang, keadaan tenang tapi tidak tertidur dan

seluruh otot dalam keadaan rileks dan posisi tubuh yang nyaman.

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk mengurangi

ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam menegangkan

3
sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali ((Snyder, Pestka & Bly, 2006)

dalam Rahma, Rizky Nova 2016).

Ketika otot tubuh terasa tegang, kita akan merasakan ketidaknyamanan, seperti

sakit pada leher, punggung belakang, serta ketegangan pada otot wajahpun akan

berdampak pada sakit kepala. Jika ketegangan otot ini dibiarkan akan menganggu

aktivitas dan keseimbangan tubuh seseorang ((Marks, 2011) dalam Rahma, Rizky

Nova 2016).

Relaksasi otot progresif merupakan kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol

dengan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Kegiatan ini menciptakan

sensasi dalam melepaskan ketidaknyamanan dan stress ((Potter dan Perry, 2005)

dalam Rahma, Rizky Nova 2016).

Dengan melakukan tindakan relaksasi otot progresif secara berkelanjutan,

seorang individu dapat merasakan relaksasi otot pada berbagai kelompok otot yang

diinginkan.

2) Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi otot progresif memberikan hasil yang memuaskan dalam program

terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan kecemasan, memfasilitasi tidur,

depresi, mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan pungung,

menurunkan tekanan darah tinggi, fobia ringan, serta meningkatkan konsentrasi

((Davis, 1995) dalam Rahma, Rizky Nova 2016).

Target yang tepat dan jelas dalam memberikan terapi relaksasi otot progresif ada

keadaan yang memiliki respon ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat

4
tidak nyaman sehingga dapat menggangu kegiatan sehari- hari. (Jacobson (1938)

dalam Snyder, Pestka & Bly, (2006) dalam Rahma, Rizky Nova 2016)mengatakan

bahwa relaksasi otot progresif menurunkan konsumsi oksigen tubuh, metabolisme

tubuh, frekuensi nafas, ketegangan otot, kontraksi ventrikel yang tidak sempurna,

tekanan darah sistolik dan diastolik, dan meningkatkan gelombang alpha otak.

3) Prinsip Kerja Terapi Relaksasi Otot Progresif

Dalam melakukan relaksasi otot progresif hal yang penting dikenali adalah

tegangan otot ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan akan disampaikan

ke otot melalui jalur saraf aferent. Tension merupakan kontraksi dari serat otot

rangka yang menghasilkan sensasi tegangan. Relaksasi adalah pemanjangan dari

serat serat otot tersebut yang dapat menghilangkan sensasi ketegangan setelah

memahami dalam mengidentifikasi sensasi tegang,kemudian dilanjutkan dengan

merasakan relaks. Ini merupakan sebuah prosedur umum untuk mengidentifikasi

lokalisasi ketegangan, relaksasi dan merasakan perbedaan antara keadaan tegang

(tension) dan relaksasi yang akan diterapkan pada semua kelompok otot utama.

Dengan demikian, dalam relaksasi otot progresif diajarkan untuk mengendalikan

otot-otot rangka sehingga memungkinkan setiap bagian merasakan sensasi tegang

dan relaks secara sistematis ((Mc Guigan dan Lehrer, 2005)dalam Rahma, Rizky

Nova 2016).

4) Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Setyoadi dan Kushariyadi (2011) dalam Prasetya, Zulfiana, 2016 bahwa tujuan

dari teknik ini adalah:

5
a) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan

darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.

b) Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak

memfokus perhatian seperti relaks.

d) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

f) Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan,

gagap ringan, dan

g) Membangun emosi positif dari emosi negatif.

h) Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011)dalam Nurmaya, siti, 2018 bahwa

indikasi dari terapi relaksasi otot progresif, yaitu:

a) Klien yang mengalami insomnia.

b) Klien sering stres.

c) Klien yang mengalami kecemasan.

d) Klien yang mengalami depresi

e) Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot progresif

f) Klien yang mengalami keterbatasan gerak pada anggota tubuh

g) Klien yang menjalani perawatan tirah baring (bedrest)

6
D. PERAN PERAWAT DALAM TERAPI KOMPLEMENTER

Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer

diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan

langsung, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi

tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun

sebelum mengambil keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi

pendidik bagi perawat di sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di

Australia dengan lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan ((Crips &

Taylor, 2001) dalam Widyatuti 2008). Peran perawat sebagai peneliti di antaranya

dengan melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-

based practice.

Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam

praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer ((Snyder

& Lindquis, 2002)dalam Widyatuti 2008). Perawat lebih banyak berinteraksi dengan

klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat penting.

Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan

unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi

permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk

perawatan alternatif ((Smith et al.,2004)dalam Widyatuti 2008).

7
E. TEKNIK TERAPI KOMPLEMENTER

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011)dalam Prasetya, Zulfiana, 2016 persiapan

untuk melakukan teknik ini yaitu:

a) Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang dan

sunyi.

a) Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

b) Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup

menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan

kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

c) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu.

d) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya mengikat.

b) Prosedur

a) Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

• Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

• Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang

terjadi.

• Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.

• Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat membedakan

perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.

• Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan

8
b) Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

• Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan sehingga

otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang.

• Jari-jari menghadap ke langit-langit.

c) Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar padabagian atas

pangkal lengan).

• Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

• Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot biseps

akan menjadi tegang.

d) Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

• Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

• Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi di

bahu punggung atas, dan leher.

e) Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti

dahi, mata, rahang dan mulut).

• Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai

otot terasa kulitnya keriput.

• Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di

sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

9
f) Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh

otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga

terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.

g) Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut. Bibir

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di

sekitar mulut.

h) Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun

belakang.

• Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian

otot leher bagian depan.

• Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

• Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan

punggung atas.

i) Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

• Gerakan membawa kepala ke muka.

• Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di

daerah leher bagian muka.

j) Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung

• Angkat tubuh dari sandaran kursi.

• Punggung dilengkungkan

10
• Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian

relaks.

• Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot

menjadi lurus.

k) Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

• Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak banyaknya.

• Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di

bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

• Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega. Ulangi

sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi

tegang dan relaks.

l) Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

• Tarik dengan kuat perut ke dalam.

• Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

• Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

m) Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan

betis).

• Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

11
• Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

• Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

• Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nurmaya, Siti. 2018.”Pengatur Pemberian Dosis Terapi Realksasi Otot Progresif Pada

Perupahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi”. Program Studi S1 Keperawatan.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDIKA MEDIKA. Jombang

Prasetya, Zulfiana. 2016.” PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESSIF

TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA”. Fakultas

Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Makasar

Rahma, Rizky Nova. 2016.”Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Kanker Payudara di RSUP Haji Adam Malik Medan”.

FAKULTAS KEPERAWATAN. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Sumatera Utara

Widyatuti. 2008. TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN. Jurnal

Keperawatan Indonesia, Vol 12, No 1, Hal 53-57.

13

Anda mungkin juga menyukai