Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpah hidayah, rahmat dan lindungannya,
akhirnya makalah ini kami selesaikan dengan lancar.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kami. Selain itu kami menyusun makalah ini
untuk menambah wawasan untuk memahami tentang Penerapan Terapi Komplementer dan Tren
Issue.

Mungkin masalah yang kami buat ini belum sempurna karna kami juga masih dalam proses
belajar, oleh karena itu kami menerima saran/kritikan pembaca supaya makalah selanjutnya bisa
lebih baik dari sebelumnya.

Dalam makalah ini kami membahas tentang Penerapan Terapi Komplementer dan Tren Issue.
Semoga makalah yang kami buat ini bisa bermafaat bagi pembaca.

Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau perkataan yang kurang berkenan
kami mohon maaf sebesar-besarnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, Maret 2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2


Daftar Isi .................................................................................................................................. 3

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 5
1.4 Manfaat .............................................................................................................................. 5

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Definisi Terapi Komplementer .......................................................................................... 6
2.2 Macam-macam Terapi Komplementer .............................................................................. 8
2.3 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer ................................................................. ..10
2.4 Penerapan Terapi Komplementer pada HIV/AIDS……………………………………..10

BAB III : PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 16
3.2 Saran ................................................................................................................................ 16

Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak negara. Pengobatan
komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika
Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta
orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik
konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna
terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997
(Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).

Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya
adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan promosi
kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk
pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan
sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari pengobatan
konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquis,
2002).

Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Di berbagai
tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau
alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog
perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin
mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi
akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan
memberikan terapi komplementer.

Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau alternatif dapat disesuaikan
dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas kemampuannya. Pada dasarnya,

3
perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American
Holistic Nursing Association (AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock
et al., 1999). Ada pula National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM)
yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquis, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Terapi Komplementer ?
2. Apa saja macam-macam Terapi Komplementer ?
3. Bagaimana peran perawat dalam Terapi Komplementer ?
4. Bagaimana penerapan Terapi Komplementer pada HIV/AIDS ?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami definisi dari Terapi Komplementer.
2. Untuk mengetahui macam-macam Terapi Komplementer.
3. Agar mengetahui bagaimana peran perawat dalam Terapi Komplementer.
4. Agar memahami bagaimana penerapan Terapi Komplementer pada HIV/AIDS.

1.4 Manfaat
Untuk mengintegrasikan terapi komplementer pada HIV/Aids and long term care

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Terapi Komplementer


Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam pengobatan
modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern
(Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang
menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini
didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan
fungsi (Smith et al., 2004).

Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai sebuah domain luas
dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan
ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan
yang umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative
medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang
didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau promosi
kesehatan dan kesejahteraan.

Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional


dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan
individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi
tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern.
Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk
yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).

Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan perawat dalam menguasai
berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer. Penerapan terapi

5
komplementer pada keperawatan perlu mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari
praktik keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia sebagai sistem
terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori ini dapat
mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi misalnya tai chi,
chikung, dan reiki.

Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan
terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya mengaitkan ilmu
fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan
Florence Nightingale yang telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu,
terapi komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada
klien (Snyder & Lindquis, 2002).

Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum banyak dan tidak dijelaskan
dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil dibuktikan secara ilmiah
misalnya terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi, menurunkan nyeri, mengurangi
kecemasan, mempercepat penyembuhan luka, dan memberi kontribusi positif pada
perubahan psikoimunologik (Hitchcock et al., 1999). Terapi pijat (massage) pada bayi yang
lahir kurang bulan dapat meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawat, dan
meningkatkan respons. Sedangkan terapi pijat pada anak autis meningkatkan perhatian dan
belajar. Terapi pijat juga dapat meningkatkan pola makan, meningkatkan citra tubuh, dan
menurunkan kecemasan pada anak susah makan (Stanhope, 2004). Terapi kiropraksi terbukti
dapat menurunkan nyeri haid dan level plasma prostaglandin selama haid (Fontaine, 2005).

Hasil lainnya yang dilaporkan misalnya penggunaan aromaterapi. Salah satu aromaterapi
berupa penggunaan minyak esensial berkhasiat untuk mengatasi infeksi bakteri dan jamur
(Buckle, 2003). Minyak lemon thyme mampu membunuh bakteri streptokokus, stafilokokus
dan tuberkulosis (Smith et al., 2004). Tanaman lavender dapat mengontrol minyak kulit,
sedangkan teh dapat membersihkan jerawat dan membatasi kekambuhan (Key, 2008). Dr.
Carl menemukan bahwa penderita kanker lebih cepat sembuh dan berkurang rasa nyerinya

6
dengan meditasi dan imagery (Smith et al., 2004). Hasil riset juga menunjukkan hipnoterapi
meningkatkan suplai oksigen, perubahan vaskular dan termal, mempengaruhi aktivitas
gastrointestinal, dan mengurangi kecemasan (Fontaine, 2005).

Hasil-hasil tersebut menyatakan terapi komplementer sebagai suatu paradigma baru (Smith
et al., 2004). Bentuk terapi yang digunakan dalam terapi komplementer ini beragam
sehingga disebut juga dengan terapi holistik. Terminologi kesehatan holistik mengacu pada
integrasi secara menyeluruh dan mempengaruhi kesehatan, perilaku positif, memiliki tujuan
hidup, dan pengembangan spiritual (Hitchcock et al., 1999).

Terapi komplementer dengan demikian dapat diterapkan dalam berbagai level pencegahan
penyakit.Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan, pencegahan penyakit
ataupun rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan misalnya memperbaiki gaya hidup dengan
menggunakan terapi nutrisi. Seseorang yang menerapkan nutrisi sehat, seimbang,
mengandung berbagai unsur akan meningkatkan kesehatan tubuh. Intervensi komplementer
ini berkembang di tingkat pencegahan primer, sekunder, tersier dan dapat dilakukan di
tingkat individu maupun kelompok misalnya untuk strategi stimulasi imajinatif dan kreatif
(Hitchcock et al., 1999).

Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer mempunyai manfaat selain dapat


meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga lebih murah. Terapi komplementer
terutama akan dirasakan lebih murah bila klien dengan penyakit kronis yang harus rutin
mengeluarkan dana. Pengalaman klien yang awalnya menggunakan terapi modern
menunjukkan bahwa biaya membeli obat berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan
setelah menggunakan terapi komplementer (Nezabudkin, 2007).

Minat masyarakat Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang masih tradisional
mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengunjung praktik terapi
komplementer dan tradisional di berbagai tempat. Selain itu, sekolah-sekolah khusus
ataupun kursuskursus terapi semakin banyak dibuka. Ini dapat dibandingkan dengan Cina

7
yang telah memasukkan terapi tradisional Cina atau traditional Chinese Medicine (TCM) ke
dalam perguruan tinggi di negara tersebut (Snyder & Lindquis, 2002).

Kebutuhan perawat dalam meningkatnya kemampuan perawat untuk praktik keperawatan


juga semakin meningkat. Hal ini didasari dari berkembangnya kesempatan praktik mandiri.
Apabila perawat mempunyai kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan akan
meningkatkan hasil yang lebih baik dalam pelayanan keperawatan.

2.2 Macam-macam Terapi Komplementer


1. Sistem medis alternatif-Dibangun di antara sistem teori dan praktik yang lengkap
a. Akupuntur : suatu metode tradisional china yang menghasilkan analgesia atau
perubahan fungsi sistem tubuh dengan cara memasukan jarum tipis di sepanjang
rangkaian garis atau jalur yang disebut meridian. Manipulasi jarum langsung pada
meridian energi akan mempengaruhi organ internal dalam dengan pengalihan qi (shi).
b. Ayurveda : sistem pengobatan tradisional hindu yang digunakan di India sejak abad
pertama AD. Suatu kombinasi obat seperti herbal, obat pencahar, dan minyak gosok
untuk mengobati penyakit.
c. Pengobatan Homeopatik : sistem pengobatan medis didasari pada teori bahwa
penyakit tertentu dapat diobati dengan memberikan dosis kecil substansi yang pada
individu sehat akan menghasilkan gejala seperti penyakit. Substansi yang dianjurkan
tersebut adalah obat yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan alami, hewan, atau substansi
mineral.
d. Praktik Amerika Latin : sistem medis curanderismo, di mana memasukan suatu
model humonal untuk mengklasifikasikan makanan, aktifitas, obat-obatan, dan
penyakit serta rangkaian penyakit masyarakat.
e. Praktik Amerika Asli : terapi termasuk keringat dan pembersihan, obat-obatan herbal,
dukun sihir (dukun membuat hubungan dengan roh untuk menanyakan petunjuk
dalam memberikan pengobatan kepada individu).
f. Pengobatan Naturopatik : sistem terapeutik didasarkan pada makanan alami, cahaya,
kehangatan, pijatan, air segar, olahraga teratur, dan menghindari pengobatan.
Mengenali kemampuan penyembuhan alami tubuh. Pengobatan menggabungkan

8
terapi tradisional alami dengan ilmu pengetahuan diagnostik terkini termasuk
pengobatan botanikal (tumbuh-tumbuhan).
g. Pengobatan tradisional China (Asian) : kumpulan teknik dan metode sitematik
termasuk akupuntur, pengobatan herbal, pijatan, akupresur, muxibistion
(menggunakan panas dari herbal yang dibakar).

2. Terapi secara Biologis-Menggunakan Substansi dari Alam, seperti Herbal, Makanan, dan
Vitamin
a. Zona : program diet yang memerlukan makanan berprotein, karbohidrat, dan lemak
dalam perbandingan 30:40:30% kalori dari protein, 40% dari karbohidrat, dan 30%
dari lemak. Digunakan untuk menyeimbangkan insulin dan hormon lain untuki
kesehatan yang optimal.
b. Diet Makribiotik : diutamakan diet vegetarian (tidak ada produk hewan kecuali ikan
). Awalnya digunakan dalam manajemen berbagai kanker. Penekanan pada semua
biji-bijian padi, sayur-sayuran, dan makanan yang tidak diawetkan.
c. Pengobatan ortomelekular (megavitamin) : meningkatkan masukan nutrisi seperti
vitamin C dan beta karoten. Diet mengobati kanker, skizofrenia, penyakit autis, dan
penyakit kronis tertentu seperti hiperkolesterolemia dan penyakit arteri koroner.
d. European phytomedicines : produk yang dikembangkan di bawah kontrol kualitas
yang ketat pada pabrik farmasi yang berpengalaman, dibungkus secara profesional
dalam tablet atau kapsul. Contoh obat-obatan herbal yang telah diteliti dengan baik
adalah gingko biloba, susu dari tanaman liar, dan bilberry.
e. Obat-obatan tradisional herbal China : lebih dari 50.000 jenis tabaman obat, banyak
yang telah diteliti secara luas. Herbal dipertimbangkan sebagai tulang belakang
pengobatan.
f. Herbal Ayuveda : sistem herbal tradisional Hindu yang telah digunakan lebih dari
2000 tahun.

9
3. Manipulasi dan Metode Didasari Tubuh-Didasari pada Manipulasi dan/ atau Pergerakan
dari Satu atau lebih Bagian Tubuh
a. Akupresur : teknik terapeitik mempergunakan tekanan digital dalam cara tertentu
pada titik yang dibuat pada tubuh untuk mengurangi rasa nyeri, menghasilkan
analgesia, atau mengatur fungsi tubuh.
b. Pengobatan kiropraktik : sistem terapi yang melibatkan manipulasi kolumna spinalis
dan memasukan fisioterapi dan terapi diet.
c. Metode Feldenkrais : terapi alternatif yang didasarkan pada citra tubuh yang baik
melalui perbaikan pergerakan tubuh. Teknik ini mengintegrasikan pemahaman fisika
tentang pola pergerakan tubuh dengan kewaspadaan seseorang dalam mempelajari
gerak, sikap, dan interaksi.
d. Tai Chi : teknik yang menggabungkan pernapasan, gerakan, dan meditasi untuk
membersihkan, memperkuat, dan sirkulasi energi dan darah kehidupan yang penting.
Terapi merangsang sistem imun dan mempertahankan keseimbangan internal dan
eksternal.
e. Terapi pijat : manipulasi jaringan ikat melalui pukulan, gosokan, atau meremes
untuik meningkatkan sirkulasi, memperbaiki sifat otot, dan relaksasi.
f. Sentuhan ringan : sentuhan pada klien dengan cara yang tepat dan halus untuk
membuat hubungan, menunjukan penerimaan, dan memberikan penghargaan.

4. Intervensi Tubuh dan Pikiran-Menggunakan Berbagai Teknik yang Dibuat untuk


Meningkatkan Kapasitas Pikiran untuk Memengaruhi Tubuh
a. Terapi Seni : penggunaan seni untuk mendamaikan konflik emosional, meningkatkan
kewaspadaan diri, dan mengungkapkan masalah yang tidak dikatakan dan disadari
klien tentang penyakit mereka.
b. Umpan balik biologis : suatu proses yang memberikan individu dengan informasi
visual dan suara tentang fungsi fisiologis otonom tubuh, seperti tegangan otot, suhun
tubuh, dan aktivitas gelombang otak, melalui penggunaan alat-alat.

10
5. Intervensi Tubuh-Pikiran-Menggunakan Berbagai Teknik yang Dibuat
untukMeningkatkan Kapasitas Pikiran guna Memengaruhi Fungsi dan Gejala Tubuh
a. Terapi dansa : sarana memperdalam dan memperkuat terapi karena merupakan
ekspresi langsung dari pikiran dan tubuh. Terapi ini mampu mengobati individu
dengan masalah sosial, emosional, kognitif, atau fisik.
b. Terapi pernapasan : menggunakan segala jenis pola pernapasan untuk merelaksasi,
memperkuat, atau membuka jalur emosional.
c. Imajinasi terbimbing : teknik terapeutik untuk mengobati kondisi patologis dengan
berkonsentrasi pada imajinasi atau serangkaian gambar.
d. Meditasi : praktik yang ditujukan pada diri untuk merelaksasi tubuh dan
menenangkan pikiran menggunakan ritme pernapasan yang berfokus.
e. Terapi musik : menggunakan musik untuk menunjukan kebutuhan fisik, psikologis,
kognitif, dan sosial individu yang menderita cacat dan penyakit. Terapi memperbaiki
gerakan dan atau komunikasi fisik, mengembangkan ekspresi emosional,
memperbaiki ingatan, dan mengalihkan rasa nyeri.
f. Usaha pemulihan (doa) : berbagai teknik yang digunakan dalam budaya
menggabungkan pelayanan, kesabaran, cinta, atau empati dengan target doa.
g. Psikoterapi : pengobatan kelainan mental dan emosional dengan teknik psikologi.
h. Yoga : teknik yang berfokus pada susunan otot, postur, mekanisme pernapasan, dan
kesadaran tubuh. Tujuan yoga adalah memperoleh kesejahteraan mental dan fisik
melalui pencapaian kesempurnaan tubuh dengan olahraga, mempertahankan postur
tubuh, pernapasan yang benar, dan meditasi.

6. Terapi Energi-Melibatkan Penggunaan Medan Energi


a. Terapi Reiki : terapi yang berasal dari praktik Buddha kuno di mana praktisi
menempatkan tangannya pada atau di atas bagian tubuh dan memindahkan “energi
kehidupan semesta” kepada klien. Energi ini memberikan kekuatan.
b. Sentuhan terapeutik : pengobatan melibatkan pedoman keseimbangan energi praktisi
dalam suatu cara yang disengaja terhadap semua klien. Termasuk peletakan tangan
praktisi pada atau dekat tubuh klien (Perry, Potter,2009).

11
Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer invasif
adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam
pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi,
prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi
urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki,
rolfing, dan terapi lainnya (Hitchcock et al., 1999)

National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat klasifikasi


dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. Kategori pertama, mind-body
therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas
berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi
seni.

Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan
tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy,
naturopathy. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural
dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).

Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat,
rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang
fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar
tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet.
Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara
biofield dan bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002).

Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik,
nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur &

12
akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color
healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang
dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti
meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat
penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian (Hitchcock et al.,
1999).

Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu mengetahui pentingnya
terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi komplementer diantaranya untuk
membantu mengkaji riwayat kesehatan dan kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar
tentang terapi komplementer dan merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel,
memberi rujukan terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer
(Snyder & Lindquis, 2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan
dalam mencapai tujuan perawatan integratif (Fontaine, 2005).

2.3 Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer


Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer
diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung,
koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya,
konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu
mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2001). Peran perawat sebagai
peneliti di antaranya dengan melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari
hasilhasil evidence-based practice.

Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik
pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer (Snyder & Lindquis,
2002). Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam
terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer
dengan dokter yang merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat

13
berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin
diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith et al.,2004).

2.4 Penerapan Terapi Komplementer pada HIV/AIDS


Para pengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus), dengan pemenuhan nutrisi dan
ketenangan spiritual bisa memperpanjang harapan hidup mereka. Terapi alternatif
komplementer, seperti; akupunktur, akupressur, meditasi, dan mengomsumsi tanaman obat
dapat menambah daya tahan tubuh dan pertumbuhan sel-sel imun. ketenangan spiritual dan
nutrisi peningkat daya tahan membuat virus lebih jinak dan memperlambat
perkembangannya dalam tubuh manusia, sehingga memberi kesempatan CD4 yaitu sel
pembentuk daya tahan tubuh untuk berkembang dan memperbanyak diri.

Akupunktur dan akupressur diberikan untuk memperkuat organ-organ vital, seperti; paru-
paru, ginjal, lambung, dan limpa, pada masa awal infeksi HIV. Sebelum d aya tahan tubuh
dan sel- sel CD4 turun karena infeksi HIV.

1. Terapi informasi
Untuk mengetahui ‘terapi informasi’, mungkin kita harus mencari arti kata ‘terapi’
terlebih dahulu. Dalam kamus, definisi terapi adalah “usaha untuk memulihkan kesehatan
orang yang sedang sakit”. Tidak disebut “usaha medis” dan juga tidak disebut
penyembuhan penyakit. Maka kita bisa paham bahwa terapi adalah lebih luas daripada
sekedar pengobatan atau perawatan. Apa yang dapat memberi kesenangan, baik fisik
maupun mental, pada seseorang yang sedang sakit dapat dianggap terapi.
Kita cenderung menganggap ‘terapi’ sebagai suatu yang fisik: pil, jamu, pijat, akupuntur.
Jarang kita dengar ‘informasi dianggap sebagai terapi. Terapi informasi melatarbelakangi
semua bentuk terapi lain. Tanpa informasi, bagaimana kita dapat mengetahui tentang
berbagai terapi yang ada? Apakah terapi itu efektif? Untuk gejala apa? Dimana terapi itu
tersedia? Bagaimana kita dapat memperolehnya? Dan berapa harganya?

Terapi informasi bukan sekedar penegtahuan. Kita ambil contoh seseorang yang baru
dites HIV dan hasilnya ternyata positif. Setelah lewat rasa terkejut (shock), banyak

14
pertanyaan akan muncul: apa itu AIDS? Apa bedanya dengan HIV? Bagaimana
kelanjutanya? Bagaimana penularanya? Apa pengobatanya? Gejalanya apa? Orang yang
baru ditentukan terinfeksi HIV (serta keluarga dan sahabatnya) pertama akan merasa mati
kutu. Konseling pasca (atau sesudah) tes yang paling sempurna pun tidak mungkin dapat
menjawab semua pertanyaan kita dan kita tidak berada dalam keadaan untuk bertanya,
atau pun menangkapi jawaban. Pasti kita merasa muram, kita tidak dapat membayangkan
masa depan. Apa pengobatan untuk dperesi ini? Bukan obta, bukan pengobatan medis,
tetapi jawaban terhadap pertanyaan kita. Informasi, dengan bentuk dan bahasa yang dapat
kita pahami dn pada waktu kita perlukan. Informasi akan mengobati ketidakpahaman
kita, depresi kita, memulihkan dan menyelakan jiwa kita. Dan seperti halnya berbagai
macam terapi, terapi informasi adalah suatu perjalanan, sebuah proses yang akan
berlangsung secara terus-menerus.

Ketakutan terhadap hal yang tak dikenal adalah macam ketakutan yang buruk. Kita
semua pernah mengalami kekhawatiran yang diakibatkan oleh ketakutan kita tahu
dampaknya terhadap tidur, nafsu makan, terhadap kemampuan kita untuk melanjutkan
kehidupan kita sehari-hari. Kita semua tahu bagaimana ketakutan ini dapat
memepengaruhi kesehatan kita sendiri. Adalah terkenal bahwa stres dapat mempengaruhi
system kekebalan tubuh kita, jadi dalam keadaan stres, kita lebih mungkin terinfeksi
penyakit seperti flu dan ini juga akan menambah rasa khawatir dan takut, terutama bagi
odha.

Pertolongan perta auntuk mengobati ketakutan terhadap hal yang tak diketahui adalah
informasi yang jelas dan tepat. Bila kita mulai memahami apa arti menjadi HIV-positif,
kita dapat mulai menerima penyakit ini, mungkin bahwa itu bukan vonis mati, dan mulai
merencanakan tanggapan kita sendiri yaitu kumpulan terapi lain yang kita akan
mengukutinya. Dengan perncanaan begitu dan tindakanya dan rasa ketakutan kita akan
berkurang dan stress yang terkait denganya akan mulai menurun juga. Jadi, informasi
untuk membantu kita jadi paham.

15
2. Terapi spiritual
Dewasa ini konsep kedokteran moderen mengenai pengobatan ialah dengan
pertimbangan aspek biopsikososial. Artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk
mengembalikan fungsi fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis dan social. Pendekatan ini
menepatkna kembali pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam
upaya penyembuhan penderita.

Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Seseorang pemeluk


agama islam misalnya cenderung untuk menjalani pengobatan spiritual yang
dilaksanakan sesuai ajaran agama islam, misalnya berzikir, berdoa, berpuasa, sholat hajat
dll. Dalam agama lain juga terdapat kegiatan ritual untuk penyembuhan baik yang
dibimbing oleh rohaniawan maupun yang dilakukan sendiri. Odha dapat memilih untuk
menjalankana pengobata spiritual yang sesuai dengan agamanya atau pengobatan
spiritual yang berlaku umum. Bila dia memilih pengobatan spiritual yang sesuai dengan
agamanya maka kegiatan tersebut tidak asing lagi baginya serta mendukung jemaah yang
dikenal dan akrab akan mempermudah sosialisasi.

3. Terapi nutrisi
Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV /AIDS untuk mempertahankan
kekuatan, meningkatkan fungsi system imun, meningkatkan kemampuan tubuh untuk
memerangi infeksi, dan menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS tetap aktif dan
produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang degan HIV, dan
defisiensi sudah terjadi sejak dini walaupun pada ODHA mengonsumsi makanan dengan
gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan kehilangan nafsu makan dan
gangguan absorbs zat gizi. Di unti perawatan intermediet penyakit terdapat 87% ODHA
dengan berat badan di bawah normal.

Sebagian besar para ODHA dan keluarga mengatakan bahwa nafsu makanya menurun
sehingga frekuensi makan juga berkurang. Keadaan ini dimanfaatkan oleh HIV untuk
berkembang lebih cepat. Di samping itu daya tahan tubuh untuk melawan HIV menjadi
berkurang. Untuk mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang, ODHA sebaiknya

16
mengosumsi makanan yang bervariasi, seperti makanan pokok, kacang-kacangan, produk
susu, daging, serta sayur dan buah-buahan setiap hari, lemak dan gula, dan meminum
banyak air bersih dan aman. Bila diperlukan bisa diberikan zat gizi mikro dalam bentuk
supleme makanan sera jus buah dan sayur.
a. Pentingnya nutrsi bagi pasien HIV/AIDS
Nutrisi yang sehat dan sembang harus selalu diberikan pada klien dengan HIV/AIDS
pada semua tahap infeksi HIV. Perawatan dan dukungan nutrisi bagi pasien berfungsi
untuk (1) mempertahankan kekuatan tubuh dan berat badan, (2) mengganti kehilangan
vitamin dan minerl, (3) meningkatkan fungsi sitem imun dan kemampuan tubuh untuk
memerangi infeksi, (4) memperpanjang periode dari infeksi hingga perkembangan
menjadi panyakit AIDS, (5) meningkatkan respon terhadap pengobatan, mengurangi
waktu dan uang yang dihabiskan untuk perawatan kesehatan, (6) menjaga orang yang
hidup dengan HIV/AIDS agar dapat tetap aktif, sehingga memungkinkan mereka untuk
merawat diri sendiri, keluarga dan anak-anak mereka, dan (7) menjaga orang dengan
HIV/AIDS agar tetap produktif, mampu berkerja, tumbuh baik dan tetap berkontribusi
terhadap pemasukan kelurga mereka (FAO-WHO, 2002).

Makanan penting bagi tubuh kita untuk: (1) berkembang, mengganti dan memperbaiki
sel-sel dan jaringan, (2) memproduksi energy agar tetap hangat, bergerak dan berkerja,
(3) membawa proses kimia misalnya pencernaan makanan, (4)melindungi melawan,
bertahan terhadap infeksi serta mambantu proses penyembuhan penyakit. Makan terdiri
atas zat gizi mikro dan makro. Zat gizi mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil,
sedangkan zat gizi makro (kabohidrat, protein dan lemak) dibutuhkan dalam jumlah yang
lebih banyak (FAO-WHO, 2002).

b. Bahan makanan yang dianjurkan dikonsumsi pasien


Berbagai bahan makanan yang banyak di dapatkan di Indonesia seperti tempe, kelapa,
wortel, kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan dapat diberikan dalam
penatalaksanaan gizi pada pasien.
 Tempe atau produknya mengandung protein dan vitamin B12 untuk mencukupi kebutuhan
pasien dan mengandung bakterisida yang dapat mengobati dan mencegah diare.

17
 Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus sebagai sumber
energy karena mengandung medium chain trigliserida (MCT) yang mudah diserap dan
tidak menyebabkan diare. MCT merupakan sumber energy yang dapat digunakan untuk
pembentukan sel.
 Wortel kaya kandungan beta karoten sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan
sebagai bahan pembentukan CD4, vitamin C, vitamin E, dan beta karoten berfungsi
sebagai antiradical bebas yang dihasilkan oleh perusakan oleh HIV pada sel tubuh.
 Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin neurotropik yakni vitamin B1,
B6, B12 dan zat gizi mikro lainya yang berfungsi untuk pembentukan CD4 dan pencegahan
anemia.
 Buah alpukat mengandung banyak lemak yang sangat tinggi dan dapat dikonsumsi
sebagai bahan makanan tambahan. Lemak tersebut dalam bentuk MUFA (mono
unsaturated fatty acid) yang 63% dari jumlah tersebut berfungsi sebagai antioksidan dan
dapat menurunkan HDL, selain itu alpukat juga mengandung glutation untuk
menghambat replikasi HIV.
 Jus buah dan sayur
Orang yang terinfeksi HIV akan kehilangan selerah makan dan sulit menguyah makanan,
daya serap pencernaan dan tubuh juga lemah, oleh karenyanya pasien membutuhkan
makanan yang mudah dikunya dan diserap tubuh serta meningkatlkan nafsu makan.
Olahan berupa jus dibutuhkan agar kandungan gizinya mudah dan cepat diserap oleh
tubuh sehingga energi akan meningkatnkan dan tuuh lebih sehat.
Gizi yang terkandung dalam jus buah dan sayuran tergolong lengkap seperti protein,
kabohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral. Lemak yang terkandung dalam
buah dan sayur termaksud lemak yang menguntungkan yang berperan sebagai komponen
sel saraf, membrane sel, homon dalam tubuh.

Jus mengandung enzim alami yang bermanfaat untuk pencernaan sehinggah tubuh tidak
mengeluarkan enzim pencernaan dan energy dapat dihemat untukperbaikan peremajaan
sel. Jus hanya memerlukan waktu penyerapan 5 menit sedangkan makanan yang lain
memerlukan waktu 3-5 jam (putu, oka 2005).

18
4. Terapi fisik
Terapi fisik adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap dalam upaya
memperbaiki disfungi yang berikatan dengan tubuh yang disebabkan HIV, virus
penyebab AIDS. Ada beberapa jenis terapi fisik yang bisa dilakukan. Antara lain terapi
makanan dan jamani.

Pada asanya terapi yang dilakukan bisa membuat daya tahan tubuh atau keadaan
kekebalan ODHA bisa dipertahankan secara maksimal, juga kondisi fisiknya tetap dilatih
agar lebih kuat. Misalnya massa otot orang pada masa AIDS yang biasanya akan
menurun drastis, semakin kurus. Saat seseorang mulai menunjukan gejala, masa otot dan
lemak berkurang perlahan namun pasti. Kalau dari awalnya masa otot tidak diperhatikan,
maka penampilan serta daya tahan akan sangat berpengaruh.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa olahraga dengan tigkat/ kadar sedang ternyata
bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih tinggi. Selama berolahraga,
tubuh mengelurkan berbagai hormon. Antara lain yang berfungsi meningkatnkan mutu
dan jumlah limfosit B dan T, serta endfrin, dan enkafalin, serta homon yang berfungsi
menurunkan kekebalan seperti suatu hormone yang disebut ACTH. ACTH bekerja
meningkatkan kadar kortisol yang berperan menekan produksi sel kekebalan.

Keluarnya hormen tersebut sangat beraneka ragam tergantung beberapa factor, antara lain
beratnya latihan. Latihan ringan sampai sedang akan mengelurkan hormone yang
merangsang pembentukan system kekebalan. Sementara latihan berat yang menimbulkan
kelelahan justru sebaliknya, yaitu menekan produksi sel kekebalan.

Agar keadaan tubuh tetap stabil lebih baik memilih jenis olahraga yang tidak
menimbulkan stress. Seperti jalan kaki dan renag. Terapi jenis jasmani lain yang bisa
dilakukan adalah tehnik aromaterapi. Beberapa alhi menyarankan penggunaan
wewangian berbagai jenis tumbuhan, seperti lavender. Yoga, meditasi, dan pemijatan
merupakan tehnik yang baik untuk dipilih sebagai alternative terapi fisik-jasmani yang
lain. Beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis olah fisik tersebut mampu

19
menghilangkan stress dan membuat tubuh tenang. Ketenangan yang diperoleh bisa
meningkat pembuatan sel kekebalan tubuh di dalam tubuh.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu yang telah
berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai jenjang pelayanan
kesehatan tidak hanya menggunakan pengobatan Barat (obat kimia) tetapi secara mandiri
memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan terapi komplementer.Perkembangan terapi
komplementer atau alternatif sudah luas, termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam
memberi pengobatan karena banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter
umum yang terlibat dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan
ilmu pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi
komplementer agar menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan.

3.2 Saran
Perawat sebagai salah satu profesional kesehatan, dapat turut serta berpartisipasi dalam
terapi komplementer. Peran yang dijalankan sesuai dengan peran-peran yang ada. Arah
perkembangan kebutuhan masyarakat dan keilmuan mendukung untuk meningkatkan peran
perawat dalam terapi komplementer karena pada kenyataannya,beberapa terapi keperawatan
yang berkembang diawali dari alternatif atau tradisional terapi.Kenyataan yang ada, buku-
buku keperawatan membahas terapi komplementer sebagai isu praktik keperawatan abad ke
21. Isu ini dibahas dari aspek pengembangan kebijakan, praktik keperawatan,pendidikan,
dan riset. Apabila isu ini berkembang dan terlaksana terutama oleh perawat yang
mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentangterapi komplementer, diharapkan akan
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan klien dan perawat secara
bersama-sama dapat meningkat (HH, TH).

21
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis, J.A., & Johnson, P.H. (2003). Nurse’s handbook
of alternative and complementary therapies. Pennsylvania: Springhouse.

Buckle, S. (2003). Aromatherapy. http// .www.naturalhealthweb.com/articles, diperoleh 25


Januari 2008.

Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing practice. 2th ed. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.

Hitchcock, J.E, Schubert, P.E., Thomas, S.A. (2006). Community health nursing: Caring in
action. USA: Delmar Publisher.

Key, G. (2008). Aromatherapy beauty tips. http// .www.naturalhealthweb. com/articles/


georgekey3.html, diperoleh 25 Januari 2008.

Nezabudkin, V. (2007). How to research alternatif treatment before using them.http//


.www.naturalhealthweb.com/articles/ Nezabudkin1.html, diperoleh 25 Januari 2008.

Smith, S.F., Duell, D.J., Martin, B.C. (2004). Clinical nursing skills: Basic to advanced skills.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative therapies in nursing. 4th ed. New
York: Springer.

Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community & public health nursing. 6th ed. St. Louis:
Mosby Inc.

22

Anda mungkin juga menyukai