DI KOMUNITAS
OLEH:
KELOMPOK 8
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2019/2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan kami hikmat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
topik Terapi tradisional (Modalitas dan komplementer) di Komunitas.
Terima kasih yang tak terkira juga kami ucapkan untuk semua pihak yang
terlibat membantu dalam penyusunan makalah ini.Terima kasih kepada Dosen-
dosen kami juga kepada semua teman-teman kami yang telah mendukung
sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah
ini, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
menjadi acuan untuk penulisan selanjutnya.Semoga sedikit banyak makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca serta dapat meningkatkan
ilmu pengetahuan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………................
……….i
Kata Pengantar…………………………………………………………………….ii
Daftar Isi…………………………………………………………………….……iii
Bab I Pendahuluan
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
konvensional misalnya klienhanya memilih pengobatan herbal dalam
mengatasipenyakitnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
terapi yangdigunakan selain keperawatan kesehatan tradisional(Stanhope
& Lancaster, 2014).
Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan, pencegahan
penyakit ataupun rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan misalnya
memperbaiki gaya hidup dengan menggunakan terapi nutrisi. Seseorang
yang menerapkan nutrisi sehat, seimbang, mengandung berbagai unsur
akan meningkatkan kesehatan tubuh. Intervensi komplementer ini
berkembang di tingkat pencegahan primer, sekunder, tersier dan dapat
dilakukan di tingkat individu maupun kelompok misalnya untuk strategi
stimulasi imajinatif dan kreatif (Hitchcock et al., 1999).
4
Menggunakan zat yang ditemukan pada alam.Contohnya : preparat
turunan tumbuhan (herbal dan minyak esensial), pengaturan diet khusus,
pengobatan orthomocelular (nutrisi dan supleme makanan), dan produk
lainnya. Contoh herbal yang digunakan untuk pengobatan saat ini adalah
bawang putih.Bawang putih digunakan untuk pencegahan penyakit
kardiovaskular terutama mempengaruhi tingkat lipid pada tubuh (Qidwai
dan Ashfaq, 2013).
Praktik Manipulasi dan Sistem Tubuh
Praktik manipulasi dan dasar tubuh focus utamanya pada struktur
dan system tubuh termasuk tulang dan sendi, jaringan lunak, serta
system sirkulasi dan limpa. Contoh terapi ini yang paling sering
digunakan adalah manipulasi spinal, chiropractic, dan terapi masase
seperti rolfing.
Terapi Energi
Focus pada penggunaan energi dari lingkungan seperti magnetic
dan biofields yang dipercaya sebagai energi yang didapatkan dari
lingkungan sekitar dan dapat diserap tubuh. Contohnya :Healing
Touch,Reiki energi Qi-Gong dan magnet.
System Pemeliharaan Kesehatan
Suatu system besar yang merupakan unit pelayanan yang
dibangun berdasarkan teori dan fakta praktik serta seringkali
dilibatkan dan sebagai bagian serta lebih dahulu digunakan
dibandingkan pengobatan barat.Praktik ini mencakup seluruh system
perawatan yang membangun teori dan praktik yang telah
berkembang.
Praktik pelayanan terapi komplementer dan alternative di
Indonesia dapat merujuk dari Permenkes RI No. 1109 tahun 2007
pasal 4. Pengaturan tersebut mengacu pada ruang lingkup
pengobatan komplemeter-alternatif yang harus berlandaskan ilmu
pengetahuan biomedik, sehingga praktik yang dilaksanakan yaitu :
intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) , system
5
pelayanan pengobatan alternatif (alternative systems of medical
practice), cara penyembuhan manual (manual healing methods),
pengobatan farmakologi dan biologi (pharmacologic and biologic
treatmens), diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan (diet
and nutrition the prevention and treatment of disease), dan cara lain
yang tergolong ke dalam berbagai metode diagnosis yang tidak
diklasifikasikana dan pengobatan (unclassified diagnostic and
treatment methods).
6
perut, rasakan sensasinya, tahap ini dilakukan dengan hati ikhlas
sehingga tercapai tujuan untuk mengatasi masalah.
2. Akupresur
3. Terapi Massase
7
Teknik Masase ada berbagai macam Gerakan. Misalnya
menggunakan cara mengusap, friction (Gerakan melingkar kecil-kecil
menggunakan jari dengan penekanan), meremas. Mencincang, memukul,
dan menggetar (vibrasi) merupakan Gerakan dasar (Mantle & Tiran,
2009); Kementerian Kesehatan RI, 2004).
4. Yoga
Yoga merupakan suatu sarana untuk mencapai suatu tingkat aktivitas
untuk pikiran dan jiwa agar berfungsi Bersama secara harmonis (Shindu,
2013). Yoga merupakan salah satu terapi yang memiliki dasar pengetahuan
mengenai seni pernapasan, anatomi tubuh manusia, pengetahuan tentang
cara mengatur napas disertai Gerakan anggota badan, cara melatih
konsentrasi dan kedamaian pikiran. Teknik ini mengkombinasikan postur
fisik, Teknik napas dalam, dan meditasi atau relaksasi, maka untuk mampu
melakukan dengan benar dengan menggunakan buku-buku panduan yang
ada, mengikuti kelas yoga, ataupun video.
5. Bekam
Bekam adalah melakukan suction pada bagian tertentu (local) dengan
menggunakan cups pada area yang telah dipilih pada tubuh. Setelah
beberapa menit, cup akan dipindahkan dan dilakukan penyayatan kecil
dengan menggunakan scalpel. Suction kedua menggunakan cup pada
bagian tersebut akan mengeluarkan darah dari dalam tubuh dengan
kuantitas kecil yang berfungsi untuk mengeluarkan racun dari tubuh (El
Sayed, Mahmoud, & Nabo, 2013).
Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk mempercepat aliran darah
dan membantu mengeluarkan darah yang sudah tidak memiliki manfaat
bagi tubuh.Bekam juga berguna untuk mengeluarkan racun dari sirkulasi
kulit dan kompartemen interstisial (Kim et al, 2012).
8
Terdapat dua tipe utama dari bekam yaitu kering (dry cupping)
yaitu dengan melakukan suction pada kulit secara langsung dilakukan
penyedotan oleh vakum pada cup. Area pemasangan vakum diletakkan cup
diatas area kongesti atau titik akupunktur (Mantle & Tiran, 2009).Bekam
basah (wet cupping) pada area tersebut di insisi pada bagian superfisial
kulit, lebih aman apabila menggunakan lancet, sehingga darah dapat keluar
pada bagian kulit yang dilakukan penyedotan oleh vakum.
6. Terapi Benson
Terapi ini dikenal dengan respons relaksasi, yaitu kondisi fisiologis
dan psikologis yang melawan stess (Dusek dan Benson, 2009). Bensom
dan Proctor mendefinisikan teknik relaksasi benson adalah upaya
pengembangan merode relaksasi pernapasan dengan melibatkan keyakinan
klien mengenai kondisi kesehatannya sehingga dapat membantu
menciptakan lingkungan internal dan membantu klien mencapai kondisi
kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi (Purwanto, 2006). Respons
relaksasi adalah salah satu teknik meditasi sederhana untuk mengatasi
tekanan dan meraih ketenangan hidup. Teknik relaksasi benson merupakan
teknik latihan napas yang bertujuan untuk mengurangi stress.
Teknik relaksasi benson menggabungkan antara meditasi dengan
relaksasi napas dalam Tujuan kombinasi tersebut adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
ateletasi paru, meningkatkan efisiensi batuk. Mengurangi stress fisi
maupun emosional serta membantu keluhan sulit tidur. Hal perlu
diperhatikan selama intervensi pada terapi ini adalah kondisi lingkungan
yang tenang agar tercapai efek optimal, kemampuan fisik memungkinkan
tindakan.
9
7. Hipnoterapi
Teknik terapi ini digunakan untuk membantu orang lain dalam
menciptakan kemungkinan hidupnya lebih berarti melalui cara
mengekspresikan diri dalam berbagai hal (Stanley, 2014). Hipnosis secara
tradisional dianggap sebagai kesadaran yang berubah, mirip dengan
keadaan yang dialami saat mendengarkan music, menonton TV, melamun
atau berkonsentrasi pada tugas (Mantle dan Tiran 2009). Keadaan
hypnosis dikaitkan dengan adanya peningkatkan sugesti, memfasilitasi
interaksi antara terapis dan subjek yang memungkinkan praktisi membuat
sugesti untuk memfasilitasi seseorang agar mengubah cara berpikir,
perasaan atau reaksi terhadap peristiwa atau situasi tertentu (Mantle dan
Tiran, 2009). Komplikasi Hypnosis umumnya bersifat sementara misalnya
terjadi lelah, gelisah, bingung, pusing, dan mual.Kontra indikasi hypnosis
adalah gangguan psikiatri, trauma psikologis yang dalam, dan epilepsy.
8. Food Combining
Food Combining adalah pola makan yang diselaraskan dengan
mekanisme alamiah tubuh manusia. Artinya cara ini menggunakan pola
makan yang benar sesuai dengan siklus pencernaan sehingga mengatur
waktu makan dan kombinasi makanan yang serasi (Gunawan, 1999).
Tujuan dilaksanakannya food combining adalah untuk mempermudah
pekerjaan system pencernaan sehingga pemakaian energy tubuh lebih
efisien dan tubuh menjadi sehat serta membentuk berat badan dan tinggi
badan yang ideal.
Jamu
10
Obat tradisional Indonesia dikenal dengan istilah jamu (WHO,
2010; Chaundhury & Rafei, 2001). Perkembangan jamu saat ini
dikelola secara tradisonal dan modern, bebrapa pabrik jamu di
Indonesia sudah sampai di mancanegara.
Di Indonesia ada 3 pembagian yaitu jamu (obat tradisional),
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (BPOM, 2005). Obat tradisional
adalah bahan baku atau ramuan yang berasal dari tumbuhan, sediaan
sari atau campuran dari bahan tersebut yang digunakan secara turun-
temurun berdasarkan pengalaman untuk pengobatan. Obat herbal
terstandar adalah sediaan obat bahan yang telah terbukti keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah melalui uji selain dari uji praklinik.
Pijat
Tindakan pijat memiliki prinsip yang hamper sama dengan
masase, hal ini sudah di bahas sebelumnya. Penekanan pada bagian ini
adalah, banyaknya jenis pijat yang ada di Indonesia tergantung wilayh
tempat tinggal masyarakat. Istilah yang banyak beredar di masyarakat
pijat bermacam-macm, misalnya pijat danurut. Pijat memiliki tujuan
untuk rileks, melemaskan otot dan memperancar peredaran darah.
11
Perawat yang melakukan tindakan terapi komplementer perlu
diintegrasikan ke dalam Asuhan Keperawatan klien sebagai pelengkap
tindakan keperawatan kepada klien. Hal ini didasari oleh Undang-undang
Keperawatan No.38 tahun 2014 pasal 30 yang menjelaskan tentang tugas dan
wewenang perawat dalam penatalaksanaan tindakan komplementer dan
alternatif. Perawat juga harus mengaplikasikan prinsip keperawatan selama
melaksanakan terapi komplementer.
12
akan mempengaruhi sistem klien sebagai individu, keluarga, ataupun anggota
masyarakat (Stanhope & Lancaster,2014), Misalnya Klien dengan gangguan
psikososial akan berdampak pada diri dan keluarganya. Menurut Stozier dan
Carpenter (2008), terapi komplementer melakukan pendekatan psikoterapi
yang dianggap sebagai bagian dari sistem yang melengkapi untuk proses
penyembuhan selain pengobatan konvensional. Terapi komplementer ini
dapat diterapkan pada klien dalam keadaan sehat dan sakit yang ada dirawat
di rumah maupun di pelayanan kesehatan secara mandiri ataupun kolaborasi,
artinya memenuhi prinsip kontinum.Pelayanan kesehatan yang diberikan
hendaknya dilakukan secara internasional untuk mendapatkan hasil terbaik
untuk klien.
13
komplementer melalui permenkes 1144 tahun 2010.Pembinaan yang
dilakukan oleh direktorat ini tentunya terhadap semua pelayanan dan tenaga
kesehatan yang ada di masyarakat yang menggunakan terapi ini.
Pelayanan kesehatan tradisional yang digunakan oleh masyarakat
77,8% berupa keterampilan tanpa alat, sedangkan ramuan sebesar 49%
(Riskesdas, 2013). Hasil observasi penulis sejak tahun 2005 sampai saat ini,
masyarakat umumnya menggunakan obat tradisional tersebut digabungkan
dengan pengobatan modern yang didapat dari pelayanan kesehatan ataupun
membeli di took obat. Hal ini dibuktikan dari survey tahun 2014 bahwa
61,05% masyarakat mengobati sendiri tentunya perlu mendapat perhatian
khusus dari tenaga kesehatan termasuk perawat untuk menghindari hal yang
tidak diinginkan.
Perawat penting dalam mengoptimalkan penggunaan terapi tradisional
dan komplementer yang mendukung perawatan secara holistic.Peran yang
dilakukan perawat diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memilih
pengobatan tradisional dan komplementer yang masuk akal dan menghindari
dampak yang tidak diinginkan.
Menurut College fo Nurse of Ontario (CN, 2014), beberapa terapi
komplementer yang tidak memiliki dasar ilmiahnya dan tidak jelas prosesnya,
sering menimbulkan pertanyaan. Beberapa terapi dapat menyebabkan dilema
etik untuk perawat, terutama jika terjadi kkonflik antara nilai yang dimiliki
oleh perawat dengan klien.Perwata harus menghargai nilai etik dari pilihan
klien. Perawat merupakan partner (mitra) dalam proses pengambilan
keputusan dan bertanggung jawab untuk memastikan klien memiliki
pengetahuan untuk menentukan pilihan berdasarkan informasi yang diberikan
perawat. Perawat bertanggung jawab dalam mengkaji kelayaka semua
tindakan sebelum dilakukan selama terapi komplementer.Intervensi yang
dilakukan harus didasari oleh akuntabilitas professional.
Akuntabilitas didemonstrasikan melalui proses pengambilan
keputusan, tercermin dalam kompetensi dan integritas. Perawat juga harus
memahami tanggung jawab dalam memutuskan terapi yang sesuai dengan
14
status kesehatan klien dan secara kompeten melakukan terapi . perawat
melaksanakan praktik sesuai standar praktik yang diakui dan public dapat
melihat perawat dalam memberikan perawatan yang aman sesuai etik.
Peran perawat dalam salah satu jurnal menyebutkan bahwa peran
perawat yaitu memberikan asuhan keperawatan komprehensif yang tidak
hanya mengkaji fisik atau biologic, namun juga psikologik, social dan
spiritual, sehingga kecemasan yang mempengaruhi psikososial klien dapat
diantisipasi (Shari, Suryani & Emaliyawati, 2014). Terapi untuk mengatasi
kecemasan dalam ranah keperawatan klinis selain farmakologi adalah non
farmakologi menggunakan terapi komplementer.
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan memberikan terapi
komplementer sebagai salah satu intervensi yang dapat diberikan selain
memberi obat konvensional sebagai peran kolaboratif.Penggunaan terapi
komplementer di ranah kritis dapat diberikan namun efeknya membutuhkan
waktu, tetap dapat dipertimbangkan pemberiannya karena intervensi ini
menggunakan pendekatan holistic dalam melengkpai kebutuhan klien, dalam
hal fisik, psikologis, social, cultural dan spiritual.
Perawat di Indonesia dalam memberikan intervensi keperawatan
komplementer dilindungi oleh undang-undang. Tugas tersebut terdapat dalam
UU No. 38 Tahun 2014 Pasal 30 yang menjelaskan tentang tugas dan
wewenang perawat dalam member asuhan keperawatan di bidang upaya
kesehatan masyarakat adalah melakukan penatalaksanaan keperawatan
komplementer dan alternative. Perawat yang melakukan terapi tersebut
tentunya menintegrasikannya ke dalam asuhan keperawatan. Tindakan
tersebut tidak dapat diterima apabila terpisah dari asuhan keperawatan karena
seorang perawat dalam memberikan terapi sebagai bagian dari tindakan
keperawatan yang tidak boleh terpisah dari proses dalam asuahan
keperawatan.
Intervensi keperawatan berupa terapi komplementer perlu
memperhatikan kode etik keperawatan.persatuan Perawat Nasional Indonesia
telah menetapkan diantaranya bahwa perawat dalam memberikan pelayanan
15
senantiasa memelihara nilai budaya, adat istiadat, dan lingkungannya (PPNI,
2000). Umumnya masyarakat yang menggunakan komplementer banyak
dipengaruhi oleh nilai budaya, adat istiadat, dan lingkungan tempat
tinggalnya, sehingga hal ini sesuai dengan kode etik keperawatan.Intervensi
ini juga harus memberikan aspek manfaat dan menghindari dampak buruk
(maleficience) pada klien.
Perawat harus menerapkan informed consent sebelum melakukan
terapi komplementer dan juga mengacu pada prinsip beneficience
(kemanfaatan) yang didasari hasil kajian dan evaluasi respons terhadap terapi
yang dilakukan sebelumnya (Norton, 2007). Lebih lanjut Norton menuliskan
bahwa perawat dapat menggabungkan beberapa terapi komplementer untuk
diberikan pada klien sesuai dengan permasalahan, hal ini harus didukung oleh
pengetahuan dasar dan riset terkini yang diperoleh melalui pendidikan
khusus. Pendapat ini sesuai dengan kode etik perawat dalam praktiknya harus
meningkatkan kompetensi melalui proses belajar secara berkelanjutan (PPNI,
2000).
16
keterampilan terapi komplementer seorang perawat membutuhkan pendidikan
lanjutan atau khusu (Snyder & Linduist, 2010).Pendidikan tersebut dapat
dilakukan secara mandiri di institusi yang terakreditasi.Adapun pelatihan
terapi komplementer yang diketahui penulis telah diakui oleh Badan PPSDM
(Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia) Kesehatan RI yang telah
dikembangkan adalah akupunktur dan akupresur untuk tenaga kesehatan.
Meningkatnya ketertarikan dalam terapi komplementer, banyak
institusi termasuk sekolah kedokteran dan keperawatan menggabungkan
antara terapi komplementer dan terapi alternative dalam konten kurikulum
pendidikan (Snyder & Linduist, 2010).Kondisi ini Indonesia dapat dilihat dari
institusi pendidikan kesehatan dan keperawatan yang memasukkan terapi
komplementer dalam kurikulum pendidikannya.Pengakuan lembaga
pendidikan dapat diperoleh dari lembaga pendidikan formal yang diakui oleh
pemerintah.Misalnya institusi pendidikan paska sarjana hehrbal dan
akupunktur telah dibuka di beberapa universitas di Indonesia.Perawat yang
telah menyelesaikan studi lanjutannya dapat memberikan terapi
komplementer, sebelum melakukan praktik keperawatan yang bersangkutan
terlebih dahulu menguasai keterampilan dasar yang sudah diakui oleh
organisasi profesi perawat (PPNI).
Perawat yang telah mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi
atau lembaga tersertifikasi dapat melakukan intervensi tepai komplementer
untuk praktik maupun penelitian.Penelitian yang dilakukan perawat tetap
harus menggunakan pertimbangan etik dan standard yang sesuai dengan
batasan yang berlaku. Perawat yang terlibat aktif dalam penelitian terapu
komplementer, salah satu diantara ketua atau anggota tim interdisiplin harus
memiliki kemampuan atau sertifikat tersebut (Snyder & Linduist, 2010).
Adanya anggota peneliti yang memiliki sertifikat keterampilan tersebut akan
menjadi syarat dalam mendapatkan izin dari komite etik untuk melaksanakan
penelitian tersebut.
Fenomena saat ini di institusi pendidikan, banyakmahasiswa
keperawatan yang mengajukan usulan penelitian dalam skripsi ataupun tesis
17
tentang topic terapi komplementer.Contohnya penelitian tentang pengaruh
terapi akupresur, kualitas tidur dan kecemasan lansia dengan hipertensi, terapi
komplementer mengatasi hipertensi dan penelitian lainnya (Efriyanti,
Suardana, & Suari, 2015; Fitriani, Nursasi, & Widyatuti, 2015; Hikayati,
Flora, & Purwanto, 2014).
Banyaknya skripsi dan tesis yang dilakukan mahasiswa dalam
menjawab kebutuhan masyarakat terhadap terapi komplementer.Hal ini
menjadi tantangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam menjawab
tingginya keinginan masyarakat terhadap efektivitas terapi komplementer
(Ping, 2015).
Kebutuhan masyarakat menjadi tantangan perawat dalam memberikan
pelayanan kesehatan professional yang didasari bukti yang cukup untuk
mendukung penggunaan terapi dalam intervensi keperawatan (Snyder &
Linduist, 2010). Penggunaan terapi komplementer akan terus menerus
meningkat. Aspek yang menarik dari terapi komplementer yakni dapat
diguanakan dalam praktik pencegahan, pengobatan, dan pemulihan
kesehatan.
Perawat dalam memberikan terapi komplementer dalam asuhan
keperawatan dilakukan sesuai langkah proses keperawatan. hal ini sesuai
undang-undang yang berlaku di Indoesia tentang tugas dan wewenang
perawat dalam penatalaksanaan tindakan komplementer dan alternative.
Proses keperawatan penting digunakan bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, mengatasi masalah actual, atau potensial dalam status kesehatan
(Berman et al, 2015).
Proses keperawatan berfokus pada lima langkah utama, pengkajian
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Potter, Perry, Stockert &
Hall, 2013). Proses ini membantu perawat untuk memahami klien, dengan
memperlakukannya secara holistic. Saat melakukan tindakan terapi
kmplementer yang perlu diidentifikasi tidak hanya kesehatan emosional dan
mental serta fisik klien, tetapi juga latar belakang klien seperti, nilai-nilai,
18
keyakinan, etnis, agama, dan budaya; serta mengidentifikasi berbagai factor
ini penting untuk kesehatan klien.
Perawat menggunakan proses keperawatan dengan
mempertimbangkan klien menjadi mampu mengenali kesehatannya sendiri
dan menghormati pengalaman subjektifnya yang relevan dalam pemulihan.
Dalam model kesehatan holistic klien dilibatkan dalam proses pemulihan dan
juga pemeliharaan kesehatan (Edelman dan Mandle, 2010). Artinya seorang
perawat yang melakukan intervensi komplementer harus menggunakan
pendekatan proses keperawatan, jika tidak demiikian maka praktik yang
dilakukan identik dengan pengobat tradisional (batra).
Sejalan dengan perkembangan intervensi keperawatan berdasarkan
Nursing Intervention Clasification (NIC), terapi komplementer merupakan
tindakan yang membutuhkan keahlian khusus dikelompokkan dalam level
edukasi perawatan lanjut (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Cheryl, 2013).
Sehingga perawat yang memberikan terapi komplementer membutuhkan
pendidikan khusus atau lanjutan.
Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan terapi
komplementer yang terintegrasi antara intervensi konvensional dengan
tradisional dapat memunculkan dilemma terhadap penghargaan imbalan jasa
(Gaydos, 2001).Kondisi dapat menimbulkan keengganan perawat dalam
melakukan intervensi terapi komplementer dalam praktik sehari-hari, yang
disebabkan kurang pengakuan terhadap kemampuan dalam membantu
kesembuhan klien.Namun sejauh inin perkembangan terapi komplementer
semakin terlihat di Indonesia karena adanya kebutuhan dan tuntutan dari
masyarakat. Hal ini disambut oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya
dengan munculnya berbagai kajian, seminar, pelatihan, organisasi,
pembukaan sekolah atau pendidikan lanjut yang dapat diikuti oleh individu
yang tertarik untuk pengembangan diri.Dukungan pemerintah dan organisasi
profesi semakin kuat untuk mengembangkan berbagai jenis terapi
komplementer yang sesuai dengan nilai budaya dan didukung oleh hasil-hasil
penelitian sangat diharapkan.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi komplementer adalah terapi yangdigunakan selain keperawatan
kesehatan tradisional. Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan,
pencegahan penyakit ataupun rehabilitasi.
Perawat menggunakan proses keperawatan dengan mempertimbangkan
klien menjadi mampu mengenali kesehatannya sendiri dan menghormati
pengalaman subjektifnya yang relevan dalam pemulihan. Dalam model
kesehatan holistic klien dilibatkan dalam proses pemulihan dan juga
pemeliharaan kesehatan (Edelman dan Mandle, 2010). Artinya seorang
perawat yang melakukan intervensi komplementer harus menggunakan
pendekatan proses keperawatan, jika tidak demiikian maka praktik yang
dilakukan identik dengan pengobat tradisional (batra).
Sejalan dengan perkembangan intervensi keperawatan berdasarkan
Nursing Intervention Clasification (NIC), terapi komplementer merupakan
tindakan yang membutuhkan keahlian khusus dikelompokkan dalam level
edukasi perawatan lanjut.
3.2 Saran
Perawat dalam melaksanakan terapi komplementer perlu berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosio kultural dan spiritual klien. Perawat
dapat menggunakan prinsip ini karena mengakui adanya kemampuan alami
dalam pemulihan tubuh dengan menggabungkan berbagai intervensi sebagai
komplementer termasuk memberikan terapi musik, life review, relaksasi,
healing touch, dan guided imaginery (imajinasi tertuntun) karena terapi
tersebut menyesuaikan kondisi dan kemampuan klien, non invasif yang
ekonomis, dan non farmakologi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pusat
Penyembuhan Penyakit Jiwa dan Gangguan Kejiwaan.
21