Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH

RESPIRASI II
Tentang :
VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA( VAP )

Disusunoleh:

NOVI WULANDARI 1411B0067


NURUL AMINTIAS 1411B0068
OKKY MAHALA SAPUTRI 1411B0070
O’O ANGGER DWI R. 1411B0072
OKTOFIANUS NABU 1411B0071
ORSTED RENTTI NITTI 1411B0073

STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI


PRODI PENDIDIKAN NERS
2016
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah atas karunia Allah hingga kami


dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Bahwasanya kami
menyelesaikan makalah yang berjudul “Ventilator Associated
Pneumonia”walaupun tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang kami hadapi
dalam membuat makalah ini, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan
Allah SWT.
Makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna
karena keterbatasan kemampuan kami, dan mungkin karena kurangnya
pengetahuan dan wawasan yang lebih tentang “Ventilator Associated Pneumonia”
Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat kami harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang akan datang
bisa lebih baik lagi.
Harapan kami semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang
membacanya. Demikian atas kurang lebihnya mohon maaf.

Kediri, 24 Mei 2016

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian VAP ..................................................................... 3
2.2 Etiologi VAP .......................................................................... 3
2.3 Faktor Resiko VAP ................................................................ 4
2.4 Diagnosis VAP ....................................................................... 5
2.5 Patogenesis VAP .................................................................... 5
2.6 Terapi ..................................................................................... 6
2.7 Pencegahan ............................................................................ 7
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1Studi Kasus ............................................................................. 9
BAB IV PENGKAJIAN KASUS
4.1 Pengkajian .............................................................................. 10
BAB V PEMBAHASAN KASUS
5.1 Pembahasan ............................................................................ 20
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 23
6.2 Saran ..................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab morbiditas dan


mortalitas di rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah suatu
bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di Intensive Care Unit
(ICU) yang sampai sekarang masih merupakan masalah perawatan kesehatan di
rumah sakit seluruh dunia. Penggunaan antiseptik terhadap oral hygiene
merupakan salah satu cara farmakologi yang dapat menurunkan insiden Ventilator
associated pneumonia (VAP). Insiden VAP di luar negeri cukup tinggi, bervariasi
antara 9-27% dan angka kematiannya bisa melebihi 50%. Insiden pneumonia
meningkat 3-10 kali pada penderita dengan ventilasi mekanik.
Pencegahan Ventilator associated pneumonia (VAP) dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu secara nonfarmakologi dan farmakologi. Cara non
farmakologi merupakan cara rutin dan baku dilakukan di Intensive Care Unit
(ICU) meliputi kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien, intubasi peroral, posisi kepala ditinggikan 30-45o, dan menghindari
volume lambung yang besar. Pencegahan secara farmakologi dilakukan dengan
cara dekontaminasi selektif menggunakan antibiotik pada saluran cerna dan
dekontaminasi orofaring menggunakan antiseptik.
Hasil dari penelitian terbaru didapatkan bahwa salah satu cara farmakologi
yang efektif dalam mencegah terjadinya Ventilator associated pneumonia (VAP)
adalah dengan dekontaminasi oral menggunakan antiseptik chlorhexidine.
Chlorhexidine yang digunakan dalam dekontaminasi oral dapat menurunkan
kejadian infeksi nosokomial saluran napas di Intensive Care Unit (ICU) sampai
dengan 69%.

1
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik menelaah jurnal mengenai
dekontaminasi oral yang efektif untuk mencegah terjadinya Ventilator associated
pneumonia (VAP).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Definisi VAP itu ?


2. Apa penyebab dari VAP?
3. Bagaimana pathogenesis VAP ?
4. Apa terapi yang di berikan pada penderita VAP ?
5. Bagaimana cara mencegah dan mengobati VAP ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui definisi VAP


2. Mengetahui penyebab terjadinya VAP
3. Mengetahui pathogenesis VAP
4. Mengetahui faktor resiko VAP
5. Mengetahui pencegahan dan pengobatan VAP

1.4 Manfaat

Makalah ini di buat agar pembaca mengerti tentang Ventilator Associated


Pneumonia, serta mampu menerapkan langkah apa yang harus dilakukan ketika
menderita Ventilator Associated Pneumonia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian VAP

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah infeksi nosokomial


pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan mekanik baik
melalui jalur endotrakea maupun secara trakeostomi, salah satu keadaan terdapat
gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai tanda yaitu, hasil
biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme pada sputum maupun
mikroorganisme pada aspirasi trakea, kavitas pada foto toraks, dan adanya
gejalaseperti demam, leukositosis dan sekret purulen.

Membagi VAP menjadi onset dini yang terjadi dalam 4 hari pertama pemberian
ventilasi mekanis dan onset lambat yang terjadi 5 hari atau lebih setelah pemberian
ventilasi mekanik. VAP onset dini yang terjadi pada 4 hari pertama perawatan di
ICU pada umumnya memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman
yang masih sensitif terhadap antibiotika.VAP onset lambat yang terjadi selama 5 hari
atau lebih perawatan memiliki prognosis yang lebih buruk karena disebabkan oleh
kuman patogen yang Multi Drug Resisten
( MDR),Ibrahim,2000 dalam Wiryana,2007.

Ventilator Associated pneumonia (VAP) merupakan komplikasi sebanyak


28% dari pasien yang menerima ventilasi mekanik. Kejadiannya meningkat
seiring dengan peningkatan durasi penggunaan ventilasi mekanik. Estimasi
insiden adalah sebesar 3% per hari selama 5 hari pertama,2% per hari selama 6-10
hari !% perhari setelah 10 hari ( Amanullah& Posner,2010).

3
2.2 Etiologi VAP
Bakteri yang menyebabkan VAP terbagi berdasarkan onset atau lamanya pola
kuman. Kelompok pertama dengan onset dini adalah Streptococcus penumoniae,
Haemophilus influemza, Moraxella cattarrhalis, Staphylococcus aureus, dan
kuman aerobik gram negative dan Methicilin sensitive staphylococcus aureus
(MSSA). Kelompok berikutnya dengan onset lambat adalah Pseudomonas
aeruginosa, Enterobacter spp, Klebsiella pneumonia,Serratia marcescens, jamur
dan E. Coli. Kelompok penyebab VAP lainnya adalah bakteri anaerob, Legionella
penumophillia, Influenza A,B dan Methicillin resistan staphylococcus aureus
(MRSA).

2.3 Faktor Risiko VAP


Meskipun setiap pasien dengan bantuan nafas endotrakea lebih dari 48 jam
berisiko terkena VAP, pasien dengan kondisi tertentu juga dapat mengalami risiko
lebih tinggi untuk mengalami VAP.
Faktor risiko untuk VAP dapat dibagi menjadi 3 kategori :
a. Terkait penjamu
b. Terkait perangkat
c. Terkait pengguna perangkat

Risiko terkait penjamu termasuk kondisi yang suda ada sebelumnya seperti
imunocompromise, penyakit paru-paru obstruktif kronis, dan sindromgangguan
pernafasan akut. Faktor lainnya termasuk kondisi tubuh pasien, tingkat kesadaran,
jumlah intubasi, dan obat-obatan, termasuk obat anestesi dan antibiotik. Dalam
suatu studi, kontaminasi bakteri sekresi endotrakrea lebih tinggi pada pasien
dengan pada posisi terlentang dibanding kan pada pasien dengan posisi setengah
berbaring. Hilangnya kesadaran yang mengakibatkan hilangnya reflek batuk dan
muntah berkontribusi terhadap risiko aspirasi yang dimana dapat meningkatkan

4
risiko VAP. Reintubasi dan aspirasi selanjutnya dapat meningkatkan kemungkinan
VAP sebesar 6 kali lipat. Perangkat yang berhubungan dengan risiko VAP antara
lain adalah selang endotrakea, sirkuit ventilator dan adanya nasogastrik atau
orogastrik tube.

Sekresi pompa sebuah tabung endotrakea dan tekanan rendah dapat


menyebabkan mikroaspirasi dan/atau kebocoran yang dapat menyebabkan bakteri
masuk kedalam trakea. Tabung nasogastrik dan orogastrik mengganggu sphincter
gastroesophageal, dan menyebabkan refluks dan peningkatan risiko kejadian VAP.
Selain beberapa faktor risiko tersebut, pembagian risiko VAP juga dapat
berdasarkan onsetnya.
VAP onset dini yang terjadi pada 4 hari pertama perawatan di ICU pada
umumnya memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman yang
masih sensitif terhadap antibiotika. VAP dengan onset lambat yang terjadi setelah
5 hari atau lebih perawatan memiliki prognosis yang lebih buruk karena
disebabkan oleh kuman yang multidrug resisten (MDR).

Berdasarkan derajat penyakit, faktor risiko dan onsetnya amaka klasifikasi


untuk mengetahuikuman penyebab VAP, sebagai berikut :
1. Penderita dengan faktor risiko biasa, derajat ringan-sedang dan onset kapan
saja selama perawatan atau derajat berat dengan onset dini
2. Penderita dengan faktor risiko spesifik dan derajatringan-sedang yang terjadi
kapan saja selama perawatan.
3. Penderita derajat berat dan onset dini dengan daktor risiko spesifik atau onset
lambat.

2.4 Diagnosis VAP


Diagnosis VAP ditentukan berdasarkan beberapa komponen penanda infeksi
sistemik seperti demam, takikardi dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru
ataupun buruknya hasil pemeriksaan foto toraks dan penemuan bakteri penyebab

5
infeksi paru. Dinyatakan oleh Torres bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda
infiltrat baru maupun leukopeni dan sekret purulen. Gambaran foto torak disertai
dua dari tiga criteria gejala tersebut memberikan sensitivitas 69% dan spesifitas
75%.Hal ini terangkum dalam Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS), dimana
nilai ≥6 dinyatakan positif.

2.5 Patogenesis VAP


Patogenesis VAP sangat kompleks, insidensi VAP tergantung dari lamanya
paparan lingkungan petugas kesehatan, dan faktor risiko lainnya. Faktor risiko ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya VAP seiring dengan pertumbuhan
mikroorgansime patogen di traktus orodigestif dan meningkatkan terjadinya
aspirasi sekret yang terkontaminasi ke dalam saluran nafas bagian bawah. Kuman
dalam aspirat tersebut akan menghasilkan biofil di dalam saluran nafas bawah dan
di parenkim paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi
parenkim paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan di parenkim
paru.Lambung dapat merupakan reservoir untuk pertumbuhan dan aspirasi
mikroorganisme.Pemakaian antibiotika, posisi tidur pasien yang terlentang,
pemberian nutrisienteral dan derajat keparahan merupakan faktor yang dapat
berpengaruh.
Seperti telah kita ketahui bersama, saluran pernafasan normal memiliki
berbagai mekanisme pertahaan terhadap infeksi, reflek batuk, gerak silia
trakea,sekresi musin oleh sel goblet, imunitas humoral dan sistem fagositosis.
Sebagian besar VAP disebabkan oleh aspirasi kuman patogen yang tumbuh di
orofaring, dan akibat intubasi akan mempermudah masuknya kuman dan
menyebabkankontaminasi di ujung pipa endotrakea pada penderita denganposisi
terlentang. Kuman gram negative dan Staphylococcus aureus merupakan koloni
yang sering ditemukan di saluran pernafasan atas saat perawatan lebih dari 5 hari.
VAP juga dapat terjadi akibat makro aspirasi lambung. Bronkoskopi serat optik,
penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat menyebabkan
kuman patogen masuk ke dalam saluran pernafasan bagian bawah, dengan

6
demikian kuman yang masuk ke saluran nafas bagian bawah akan mengalami
kolonisasi dan berkembangan sehingga menyebabkan hambatan di paru-paru.
Paru-paru yang berusaha bekerja menyalurkan oksigenmenjadi terhambat

2.6 Terapi
Sebagai masalah yang sedang berkembang dalam perawatan pasien, infeksi
yang didapat dirumah sakit memerlukan perhatian khusus pada pasien ICU karena
secara signifikan berhubungan dengan hasil buruk biaya yang lebih tinggi.
Pneumonia menjadi penyakit yang umum dikalangan pasien ICU, kejadian
berkisar antara 9,3 VAP dan 13,6 kasus per 1000 hari ventilasi. Awal terapi
antimikroba yang tepat dan memadai merupakan factor penentu yang penting dari
hasil klinis.
Sediaan yang direkomendasikan termasuk monoterapi dengan
acylaminopenicillines + betalaktamase inhibitor, chepalosporins generasi ketiga,
kuinolon, carbapenemes dan sediaan kombinasi.

2.7 Pencegahan VAP

Meskipun VAP memiliki beberapa faktor risiko, intervensi keperawatan


banyakberperan dalam mencegah kejadian VAP. Ada dua cara pencegahan
(Wiryana, 2007):
a. Tindakan pencegahan kolonisasi bakteri di orofaring dan saluran
pencernaan.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan antara lain :
1) Mencuci tangan
Selalu mencuci tangan selama 10 detik harus dilakukan sebelum
dansetelah kontak dengan pasien. Selain itu, sarung tangan harus
dipakai bilakontak dengan atau endotrakeal sekresi oral (Porzecanski,
2006).

7
2) Suction
Suctionendotrakeal merupakan prosedur penting dan sering
dilakukanuntuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis. Prosedur
ini dilakukanuntuk mempertahankan patensi jalan napas, memudahkan
penghilangansekret jalan napas, merangsang batuk dalam, dan
mencegah terjadinyapneumonia (Smeltzer, 2002).
3) Oral dekontaminasi
Oral dekontaminasi atau perawatan mulut juga merupakan salah
satutindakan mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut pasien.
yang dapatdilakukan dengan intervensi mekanis dan farmakologis.
Intervensi mekaniktermasuk menyikat gigi dan pembilasan dari
rongga mulut untukmenghilangkan plak gigi. Adapun intervensi
farmakologis melibatkanpenggunaan antimikroba ( Luna, 2003).
Penggunaan antibiotik profilaksis sistemik tidak menurunkan kejadian
VAP dan ketika agen-agen yangdigunakan tidak tepat, dapat
mengembangkan resistensi antibiotik (Mandell,2007)
4) Perubahan posisi tidur
Rutin mengubah pasien minimal setiap dua jam dapat
meningkatkandrainase paru dan menurunkan resiko VAP. Penggunaan
tempat tidur mampurotasi lateral terus menerus dapat menurunkan
kejadian pneumonia tetapitidak menurunkan angka kematian atau
durasi ventilasi mekanis (Pineda dkk,2006).
b. Tindakan pencegahan untuk mencegahaspirasi ke paru-paru. Selain
strategiuntuk mencegah kolonisasi, strategi untuk mencegah aspirasi juga
dapatdigunakan untuk mengurangi risiko VAP.
Strategi tersebut meliputi :
1) Menyapih dan ekstubasi dini
Karena adanya suatu selang endotrakeal merupakan predisposisi
pasienVAP, oleh karena itu pasien harus diobservasi setiap hari.

8
Jikamemungkinkan menyapih dan ekstubasi lebih dini dari ventilasi
mekanislebih dianjurkan (Wiryana, 2007).
2) Posisi semifowler
Memberikan posisi pasien dalam posisi semifowler dengan kepala
tempattidur ditinggikan 30° sampai 45° mencegah refluks dan aspirasi
bakteri darilambung ke dalam saluran napas. Cukup mengangkat kepala
30° tempat tidurdapat menurunkan VAP sebesar 34% (AACN, 2007).

9
BAB III
TINJAUAN KASUS ATAU STUDI KASUS

Ny.R umur 25 tahun agama islam,suku bangsa jawa,perkerjaan PNS alamat jl.H T
jambi.klien masuk Rs pada tanggal 30 september 2012 ruang paru kelas 1, klien
masuk Rs dengan Hiperkapnia atau penuranan kesadaran dan pasien terpasang
ventilator,hidung memerah, penggunaan otot bantu pernafasan, dan timbul
sianosis,badan lemas dan, malaise, gelisah, ansietas, adanya retraksi dada,dari hasil
pemeriksaan fisik TD:130/90 mmHg, suhu:37 C, Nadi: 100 x/menit ,RR:32x/menit.

10
BAB IV
PENGKAJIAN KASUS
3.1 ASUHAN KEPERAWATAN

I. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. R.
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Alamat : jl.H T. Jambi
Status perkawinan : Sudah menikah
Tgl masuk : 30 September 2015
Tgl pengkajian : 03 Oktober 2015
Dx. Medis : Pneumonia

2) Keluhan Utama / Alasan masuk RS :

Gagal nafas.

Alasan di rawat: pemantauan intensif.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)


Pasien mengatakan sakit sejak tanggal 26 september kemudian di
bawa ke puskesmas terdekat setelah itu pasien di rujuk atau dibawa keke Rs
pada tanggal 30 september 2015kemudian di rawat di ruangan paru kelas
satu. Hiperkapnia atau penuranan kesadaran dan pasien terpasang
ventilator,hidung memerah,penggunaan otot bantu pernafasan, dan timbul
sianosis,badan lemas dan, malaise, gelisah, ansietas, adanya retraksi dada,dari

11
hasil pemeriksaan fisik TD:130/90 mmHg, suhu:37 C, Nadi: 100 x/menit
,RR:32x/menit.

4) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)

Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap kuman, debu, dll.

5) Riwayat kesehatan keluarga (RKK)

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai

penyakit seperti yang dialaminya dan tidak ada anggota keluarga yan

menderita penyakit keturunan dan penyakit menular lainnya, seperti penyakit

jantung, hipertensi, asma, Tb, dll.

Dasar Data Pengkajian Pasien

 Aktivitas Istirahat:

Pola tidur malam 2 jam

Pola tidur siang 2 jam

Ada gangguan tidur

 Makanan atau Cairan:

Nafsu makan menurun, Minum kurang lebih 2 gelas

¼ porsi tidak habis,

 Eliminasi

BAK: 2x BAB:1x

W arna kuning warna coklat

Bau khas bau khas

12
Output lancar frekuensi bab lancar

6) Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum :

Klien tampak lemah, klien tampak kesulitan bernapas dan klien tampak

gelisah.

 TTV :

 TD : 130/90 mmHg

 ND : 100 x/menit

 RR : 32 x/menit

S : 37°C.

 Kepala :

Inspeksi: bentuk simetris,tidak ada lesi atau luka, bersih.

Palpasi: tidak ada benjolan,rambut lebat,dan tidak rapuh’

 Mata :

Inspeksi: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva

pink, dan sclera berwarna putih.

 Hidung : pernapasan cuping hidung.

 Telinga :

Inspeksi: bentuk dan posisi simetris kika, warna sama dengan kulit,tidak

ada tanda-tanda infeksi.

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.

13
 Mulut : ada bau mulut ,lidah simetris, mukosa bibir kering dan pucat,langit

langit utuh.

 Intergumen :

Inspeksi: warna pucat,tidak ada lesi/perlukaan,sianosis,kulit terlihat

kering.

Palpasi: tugor kulit tidak elastis,kering,tidak ada edema

 Leher: bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.

 Abdomen :

Inspeksi: tidak ada perlukaan

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

Perkusi: timpani

Askultasi: terdengar peristaltik usus

 Jantung

Inspeksi: simestris

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

Perkusi: normal

Auskultasi : terdengar normal

 Kuku :

Inspeksi : bentuk normal, kuku pucat dan sedikit sianosis.

Palpasi: CRT < 2

 Thorak / paru

 Inspeksi : RR : 32 x/i, penggunaan otot bantu pernapasan (+),

takipnea (+), pernapasan dangkal.

14
 Palpasi : ada nyeri dad skala nyeri 8

 Perkusi : Redup

 Auskultasi : Bunyi napas bronkial, krekels (+), stridor (+)

 Vaskular perifer : akral dingin, capilarry refille kembali dalam 5 detik.

 Exstermitas atas bawah:

Bawah : Atas:

Tanda anemis sianosis Tidak ada edema

Tidak ada edema , Terpasang infus pada tanggan

kiri

Akral hanggat Tidak ada lesi

7) Pemeriksaan penunjang

 Pemerikasaan sputum : ditemukan kuman stapilococcus pneumonia

 Pemerikasaan darah rutin didapatkan :

HB: 10,0 gr%


Leukosit: 15.000 mL

15
3.2 ANALISA DATA

NO DATA Etiologi Masalah


1 DS : Adanya secret mukus
Pasien tidak sadar. Ketidak efektifan
DO : penggunaan alat jalan nafas
bantu pernafasan.

2 DS : Malaise Kelemahan fisik Perubahan nutrisi


DO: Hb 10,0 gr% kurang dari
A: kebutuhan
B: tubuh.
C:
D:

16
3.3 Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekret mukus

yang kental.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hasil BGA.

3. Resiko terhadap trauma dan infeksi yang berhubungan dengan intubasi

endotrakea dan traskeostomi.

4. Koping individu tidak efektif dan ketidak berdayaan yang berhubungan dengan

ketergantungan pada ventilator.

17
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasionalisasi

Hasil

1. Bersihan jalan Mengidentifika Mandiri: Kaji frekuensi/ Takipnea, pernapasan


dangkal, dan gerak
napas tidakefektif si atau kedalamanpernapasan dan
Dadatak simetris sering
berhubungan menunjukkan gerak dada
terjadi karena
dengan perilaku Bantu pasien latihan napas ketidaknyamanan
gerakan dinding dada
peningkatan mencapai sering.
dan/atau cairan paru.
produksi sputum bersihan jalan Kolaborasi :
Napas dalam
nafas Bantu mengawasi efek memudahkan ekspansi
maksimum paru-paru/
pengobatan nebuliser dan
jalan napas lebih kecil.
fisioterapi lain.
Merangsang batuk atau

pembersihan jalan

napas secara mekanik

pada pasien yang tidak

mampu melakukan

karena batuk tak efektif

atau penurunan tingkat

kesadaran.

17
3.5 Evaluasi

Format

Catatan Perkembangan

(Diisi Setiap Hari)

Nama Klien :Ny.R


Ruang Rawat : kelas 1 ruang paru
Diagnosa Medik :pneumonia

Diagnosa
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Bersihan jalan Jam : 08.00,- S : Klien terlihat
O3okt 2015 nafas tak 03oktober nafasnya
efektif 2015 tidak terlalu
berhubungan sesak lagi
dengan - Memberikan O : RR :
peningkatan obat sesuai 44x/menit
produksi indikasi misal : A : Masalah
sputum ekspektoran. teratasi
- Berikan cairan sebagian
tambahan P : Intervensi
misal IV dilanjutkan
oksigen
humidifikasi

Jum’at Nyeri akut Jam : 13.00, 03 S : Pasien


03 oktober 2015 berhubungan oktober2015 mengatakan
dengan - Mengkaji nyeri
inflamasiparen tingkat nyeri, berkurang.
kimparu durasi, lokasi, O : Klien tampak
instensitas tenang
nyeri. A : Masalah
- Pantau terus teratasi
tanda vital sebagian
secara rutin. P : Lanjutkan
- Memberikan intervensi.
tindakan
nyaman :
misalnya
pijatan
punggung
perubahan
posisi dan
relaksasi.
- Anjurkan dan

18
bantu pasien
dalam teknik
menekan dada
selama episode
batuk.
- Memberikan
analgesik dan
antitusif sesuai
indikasi.

19
BAB V
PEMBAHASAN KASUS

1. Pengkajian
Pengkajian pada Ny.R umur 25 tahun agama islam,suku bangsa jawa,perkerjaan
PNS alamat jl.H T jambi.klien masuk Rs pada tanggal 30 september 2012 ruang
paru kelas 1, klien masuk Rs dengan Hiperkapnia atau penuranan kesadaran dan
pasien terpasang ventilator,hidung memerah,penggunaan otot bantu pernafasan,
dan timbul sianosis,badan lemas dan, malaise, gelisah, ansietas, adanya retraksi
dada,dari hasil pemeriksaan fisik TD:130/90 mmHg, suhu:37 C, Nadi: 100
x/menit ,RR:32x/menit.

Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut berdasarkan data
yangdidapatkan pada klien saat pengkajian yaitu data subjektif :pasien
keadaan tidak sadar data objektif : sputum hijau dan purulen.
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan ototpernapasan
Penulis menegakkan diagnosa tersebut berdasarkan data
yangditemukan pada klien saat pengkajian yaitu data Subjektif : sesak
napas, data objektif : pasien dispneu,napas cuping hidung, RR : 32x/menit,
terdapat retraksi dada.

2. Pelaksanaan Tindakan
Implementasi keperawatan dan Rasional ketidakefektifan bersihan jalan
napas yang dilakukan menurut (Wilkinson, 2011), adalah

20
a) Monitor vital sign (suhu, RR, Nadi) dengan rasional untukmengetahui
keadaan umum klien.
b) Monitor respirasi dan oksigenasi dengan rasional penurunan bunyinapas
dapat menunjukkan atelektasis.
c) Auskultasi bunyi napas dengan rasional untuk mencatat adanyasuara napas
tambahan.
d) Sajikan minum hangat atau air susu hangat dengan rasional
dapatmelunakan secret
e) Kolaborasi dalam pemberian terapi nebulizer 2,5 mg denganrasional
melancarkan jalan napas.

Implementasi dan rasional Pola napas tidak efektif berhubungan dengan


kelemahan otot pernapasan yang dilakukan menurut (Wilkinson, 2011),adalah :

a. Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan dengan rasionalmengetahui


frekuensi kedalaman nafas
b. Monitor vital sign dengan rasional mengetahui keadaan umumklien
c. Auskultasi bunyi nafas dengan rasional mengetahui suara nafastambahan
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2ltr/menit dengan nasal kanuldengan
rasional memenuhi kebutuhan oksigenasi
e. Kolaborasi dalam pemberian obat terapi ampicillin 250 mg dangentamicin
35 mg tim medis dengan rasional pemberian terapimedis.

Implementasi dan rasional Resiko gangguan perkembangan berhubungan


dengan defisiensi stimulus yang dilakukan menurut (Wilkinson, 2011), adalah :
a. Lakukan pemijatan pada bayi dengan rasional meningkatkan dayatahan
tubuh
b. Kaji tumbuh kembang klien dengan rasional mengetahui
tingkatperkembangan klien
c. Kaji status gizi klien dengan rasional meningkatkan daya tumbuhklien
d. Latih klien alih baring,tengkurap, dan berbaring dengan rasionalmelatih
keseimbangan

21
3. Evaluasi
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubunganketidakmampuan untuk
mengeluarkan sekresi jalan napas
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam pada diagnosa ini
dengan kriteria hasil pada , 03 Oktober 2015 jam 13.45 adalah subjektif :
pasien mengatakan anak masih batuk. Objektif : pasien masih batuk,suara
napas ronkhi, RR : 50 x/menit,suhu : 36,5ºC, nadi : 120 x/menit. Assement
: Masalah teratasi sebagian. Planning : Lanjutkan intervensi.
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan ototpernapasan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam pada diagnosa ini
dengan kriteria hasil pada 03 oktober 2015jam 13.45 adalah Subjektif :
pasien mengatakan sesak napas berkurang. Objektif : Sesak napas
berkurang, RR : 40 x/menit, suhu. Assement : masalah teratasi sebagian.
Planning : lanjutkan intervensi

22
BAB VI
PENUTUP

3.2 Kesimpulan

Ventilator Associated Pneumonia(VAP) adalah infeksi nosokomial


pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan mekanik
baik melalui jalur endotrakea maupun secara trakeostomi, salah satu keadaan
terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai tanda
yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme pada
sputum maupun mikroorganisme pada aspirasi trakea, kavitas pada foto toraks,
dan adanya gejalaseperti demam, leukositosis dan sekret purulen.
(Andini, 2012).

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini kelompok kami menyadari masih banyak
terdapat kekurangan dan kelemahannya baik dari segi isi maupun teknis
penulisannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan guna perbaikan dalam penulisan makalah
ini dan kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

23
DAFTAR PUSTAKA

Astuti , Marilin( 2010). Penerapan Chlorexidine , Tootbrushing dan Pencegahan


VAP di icu RSUP Dr.Kariadi Semarang .

Augustyn, B. (2007). Risk Factor and Prevention Ventilator associated


pneumoniaCritical Care Nurse. 2007;27: 32-39

Ewig E, Baurer T, Torres A. The pulmonary physycian in critical care:


nosocomial pneumonia. Thorax 2002; 57:366-71

Kollef MH. The prevention of ventilator associated pneumonia. N Engl J Med
2005; 340:627-34
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC

iii

Anda mungkin juga menyukai