Anda di halaman 1dari 24

KONSEP DASAR TERAPI KOMPLEMENTER

DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS :


Definisi, Jenis, Fokus, dan Peran Perawat

Disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II

Dosen Pembimbing : Widyoningsih, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1

1. Annisa Fatimatul Zahra (108118027)

2. Intan Nilawati (108118029)

3. Ratna Komala Dewi (108118030)

4. Sundari (108118031)

5. Sindi Yulia Iryani (108118032)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN TINGKAT 3B

i
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cilacap, 29 Maret 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3

A. Definisi.................................................................................................................................3

B. Jenis-Jenis Terapi Komplementer.........................................................................................3

C. Fokus Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas..........................................11

D. Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer Pada Keperawatan Komunitas....................12

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................15

A. Kesimpulan.........................................................................................................................15

B. Saran...................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan


Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern.
Terminology ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan
pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan. Terapi kesehatan. Terapi komplementer
juga ada yang yang menyebutkan menyebutkan dengan pengobatan holistic, pendapat ini
didasari bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan
fungsi.
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis, 2002).
Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta
orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain
menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari
33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder &
Lindquis, 2002).
Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah
satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni
dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena
klien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan dan peningkatan
kualitas hidup hidup dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya
reaksi efek samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih
terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya tentang
terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun

1
perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith
et et al., al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai
dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan
klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi
komplementer.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dan jenis-jenis terapi komplementer?


2. Bagaimanakah fokus terapi komplementer dalam keperawatan komunitas?
3. Bagaimanakah peran perawat dan teknik dalam terapi komplemeter pada
keperawatan komunitas ?

C. Tujuan

1. Mahasiswa memahami definisi dan jenis-jenis terapi komplementer.


2. Mahasiswa memahami fokus terapi komplementer dalam keperawatan komunitas.
3. Mahasiswa memahami peran perawat dan teknik terapi komplemeter pada
keperawatan komunitas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer adalah


pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Jadi
untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi
merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah
pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun –
temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa
dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Terapi komplementer adalah cara
penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis
konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang
konvensional.
Terapi komplementer adalah pengobatan holistik dengan terapi tradisional yang
digabungkan dalam pengobatan modern dapat digunakan sebagai tambahan untuk terapi
konvesional. terapi komplementer dikenal juga sebagai terapi modalitas dengan
pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan. Terapi komplomenter juga disebut
sebagai terapi alternatife sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan
yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan
keyakinan, dengan cara yang berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di
masyarakat atau budaya yang ada (Mukhamad Rajin, 2020). Terapi komplementer
sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi
modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis dan
spiritual.
Kramlich (2014) menyebutkan terapi komplementer merupakan cara atau terapi
tambahan bersamaan dengan pengobatan kompensional. Pendapat lain mendefinisikan
sebagai beragam praktik dan produk terkait dengan kesehatan yang penggunaanya diluar
biomedis konpensional (Hall, Leach,Brosnan, & Collns, 2017)
Jadi terapi komplementer adalah tindakan yang diberikan sebagai bagian dari
keperawatan kesehatan, terdiri dari berbagai macam bentuk praktik kesehatan selain
3
tindakan konpensional, ditunjukkan untuk meningkatkan derajat kesehatan ditahap
pencegahan primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui pendidikan khusus yang
didasari oleh ilmu– ilmu kesehatan.

B. Jenis-Jenis Terapi Komplementer

1. Akupuntur
Di Cina, praktek akupunktur telah dimulai dari zaman batu dengan menggunakan
batu tajam atau Bian Shi. Jarum batu Akupuntur yang diperkirakan sudah ada sejak
3000 SM ditemukan oleh ahli arkeolog di pedalaman Mongolia. Pengobatannya sangat
individu dan dilakukan berdasarkan intuisi, subjektif dan pengalaman pribadi, bukan
atas bukan atas dasar penelitian dasar penelitian medis. Akupuntur melibatkan
penusukan jarum dalam berbagai ukuran ke “titik meridian” dalam tubuh manusia
dengan tujuan untuk mengalihkan Chi (energi vital tubuh) untuk meningkatkan
keseimbangan tubuh atau mengembalikan kesehatan tubuh (Hadibroto dkk, 2006).
Titik Meridian adalah jalur yang sangat penting dalam tubuh manusia sebagai
tempat mengalir Chi. Chi mengalir dalam tubuh manusia memberikan energi vital
untuk organ tubuh agar organ- organ tubuh dapat berfungsi dengan baik.Maka sangat
penting untuk memastikan bahwa Chi dapat mengalir dengan bebas untuk memastikan
bahwa struktur dan fungsi organ tubuh bagian dalam bekerja dengan efektif
(Hadibroto dkk, 2006).
Jarum ditusukkan ke titik meridian untuk mempengaruhi Chi yang mengalirke
organ tubuh bagian dalam, untuk meningkatkan struktur dan fungsi mereka. Jarum
juga dapat digunakan untuk daerah tertentu yang mereka. Jarum juga dapat digunakan
untuk daerah tertentu yang terasa sakit yang mungkin berhubungan dengan masalah
dalam tubuh, seperti cedera akibat olahraga. Sebagai contoh, sebuah jarum ditusukkan
ke daerah tendon yang tertarik atau otot yang kelelahan akan meningkatkan aliran Chi
ke area tersebut. Yang akan menghilangkan rasa sakit dan mempercepat proses
penyembuhan (Hadibroto dkk, 2006).
Akupuntur dapat menyebabkan beberapa reaksi fisik, baik di sekitar daerah dimana
akupuntur dilakukan atau di daerah lain karena sel syaraf yang menghubungkan organ
keotak. Ini dapat mengaktifkan berbagai sistem dalam otak dan tubuh. Rasa sakit di

4
salurkan melalui hormon urat syaraf, terutama yang berhubungan dengan penerima
rasa sakit. Pereda rasa sakit yang diberikan oleh morfin bekerja pada penerima yang
sama dengan hormon urat syaraf ini. Endorphin yang diproduksi oleh otak adalah
pengganti alami dari morfin dan bekerja dengan cara yang sama.

2. Herbalisme Medis
Herbalisme medis- penggunaan obat dari tumbuhan untuk pencegahan dan
pengobatan penyakit- penyakit memiliki sejarah sepanjang sejarah umat manusia. Di
inggris, metode ini memiliki dasar sejarah yang sebagian dalam model Galenis “cairan
tubuh” (darah, empedu hitam, empedu kuning lender),”temperamen”-nya (misalnya
panas, dingin, lembab), dan kepercayaan bahwa penyakit disebabkan oleh
ketidakseimbangan cairan-cairan ini. Herbal digunakan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan ini dan sering digambarkan sebagai, misalnya,”pemanas”,
atau”pendingin”, seperti peppermint, akan digunakan untuk mengobati kondisi-kondisi
“panas” seperti demam.
Di inggris, herbalisme juga di ambil dari tradisi-tradisi lain, misalnya penggunaan
herba Amerika utara oleh Samuel Thomson, meskipun Thomson sendiri pada awalnya
di pengaruhi oleh herbalisme di Eropa (Heinrich et al., 2009). Kini, herbalisme
modern, yang dipraktikkan oleh herbalis medis, diambil dari pengetahuan tradisional,
tetapi metode ini semakin banyak di tapsirkan dan diterapkan dalam konteks modern.
Sebagai contoh, herbalis menggunakan pengetahuan terkini mengenai penyebab dan
akibat penyakit serta beberapa alat diagnosisi, seperti pengukuran tekanan darah, yang
diagnosisi, seperti pengukuran tekanan darah, yang di gunakan dalam pengobatan
konvensional. Beberapa aspek herbalisme zaman modern lainnya adalah sebagai
berikut (Heinrich et al., 2009) :
a. Herbalisme menggunakan suatu pendekatan holistik dengan mempertimbangkan
perasaan sehat pasien secara pisikologis dan emosional, juga kesehatan fisik.
b. Herbalis memilih herbal berdasarkan pada basis individual untuk setiap pasien
(sesuai dengan pendekatan holistic) sehingga kemungkinan besar pasien-pasien
dengan gejala fisik yang sama akan menerima kombinasi herba yang berbeda.

5
c. Herbalis juga bertujuan untuk menggidentifikasi penyebab dasar (misalnya stres)
penyakit pasien dan mempertimbangkan hal ini dalam rencana pengobatan.
d. Herba di gunakan untuk merangsang kemempuan penyembuhan tubuh, untuk
“memperkuat” system tubuh dan untuk “memperbaiki” fungsi tubuh yang
terganggu, bukan untuk mengobati gejala-gejala yang muncul secara langsung.
e. Herba mungkin di gunakan, misalnya, dengan tujuan untuk “mengeliminasi toksin”
atau “merangsang” peredaran darah. Tujuannya adalah untuk penyembuhan jangka
panjang dari kondisi-kondisi tertentu.
Salah satu prinsip dasar herbalisme adalah bahwa kandungan herba yang berbeda
bekerja bersama dalam beberapa cara (yang tidak dapat di jelaskan) sehingga
menghasilkan efek-efek bermanfaat. Herbalis medis mengobati berbagai macam
kondisi akut (misalnya infeksi), dan yang lebih lazim, kondisi kronis. Beberapa
contoh gangguan yang biasanya dikonsultasikan orang kepada herbalis yaitu
(Heinrich et al., 2009) :
a. Sindrom iritasi usus
b. Sindrom pramenstruasi
c. Gejala- gejala menopause
d. Eksim
e. Jenis-jenis arthritis
f. Depresi
g. Jerawat dan kondisi lainnya
h. Sistitis
i. Migrain
j. Sindrom lelah kronis
Herbalis biasanya merespon obat-obat herbal, seperti tingtur, meskipun terkadang
menggunakan formulasi yang lebih pekat (ekstrak cair). Jika suatu resep memerlukan
beberapa herba, tingtur dan ekstrak cair di campur menjadi suatu campuran. Beberapa
herbalis akan menyiapkan bahan-bahan persediaannya sendiri, sementara bahan yang lain
dibeli dari pemasok khusus dan sebagian besar memberikan resep herbalnya sendiri.
Formulasi oral lainnya (tablet, kapsul) dan sediaan herba topikal juga dapat di resepkan
(Heinrich et al., 2009).

6
Terdapat sekumpulan bukti klinis yang signifikan tentang manfaat dan resiko
potensial yang berkaitan dengan penggunaan obat herbal tertentu. Ikhtisar mengenai
beberapa herba paling penting yang umum di gunakan di gunakan dapat dilihat pada
bagian B buku ini. Sebagian besar informasi ini berkaitan dengan penggunaan obat herbal
tertentu yang diformulasikan sebagai sediaan fitofarmasi dan di gunakan dengan cara
yang sama dengan sediaan farmasi konfensional, biasanya dibawah pengawasan seorang
docter, untuk mengobati gejala-gejala penyakit. Penelitien tentang efikasi dan keamanan
obat herbal dan kombinasi obatherbal yang telah di gunakan oleh praktisi obat herbal
sangat sedikit. Selain itu, efikasi dan keamanan herbalisme sebagai salah satu pendekatan
pengobatan belum di evaluasi secara ilmiah (Heinrich et al., (Heinrich et al., 2009).

3.Aromaterapi
Tumbuhan aromatis dan ekstraknya telah digunakan pada kosmetik dan parfum
serta untuk keperluan religious selama ribuan tahun, meskipun hanya sedikit kaitannya
dengan penggunaan terapeutik minyak-minyak atsiri. Dasar-dasar aromaterapi berkaitan
dengan Rene-Maurice Gattefosse,seorang ahli kimia pembuat parfum Prancis, yang yang
pertama pertama kali kali menggunakan menggunakan istilah aromaterapi pada tahun
1928 (Heinrich et al., 2009).
Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik zat-zat aromatic yang diekstraksi dari
tumbuhan. Kelompok paling penting pada zat zat ini adalah minyak atsiri. Minyak ini
biasanya diperoleh dari bahan tumbuhan (misalnya (misalnya akar, daun, bunga, biji)
dengan dengan cara destilasi, meskipun tindakan fisik (menggunakan pengempaan dan
tekanaan) adalah metode yang digunakan untuk memperoleh beberapa minyak atsiri,
terutama yang yang diperoleh dari kulit buah sitrus. Beberapa aspek penting untuk
penggunaan minyak atsiri dalam aromaterapi dijelaskan berikut ini (Heinrich et al.,
2009):
a) Aromaterapis menyakini bahwa minyak atsiri dapat digunakan tidak hanya untuk
pengobatan dan pencegahan penyakit, tetapi tidak hanya untuk pengobatan dan
pencegahan penyakit, tetapi juga efeknya terhadap mood, emosi dan rasa sehat.
b) Aromaterapi diklaim sebagai suatu terapi holistik; dalam hal ini, aromaterapis memilih
suatu minyak atsiri, atau kombinasi minyak atsiri, disesuaikan dengan gejala,

7
kepribadian, dan keadaan emosi masing-masing klien. Pengobatan dapat berubah pada
kunjungan pasien berikutnya.
c) Minyak atsiri dijelaskan tidak hanya dengan rujukan terhadap reputasi sifat-sifat
farmakologisnya (misalnya anti bakteri, antiradang), tetapi juga melalui hal-hal yang
tidak dikenali pada obat-obat kovensional (misalnya keseimbangan, memberenergi)
d) Aromaterapis menyakini bahwa kandungan minyak atsiri, atau kombinasi minyak,
bekerja secara sinergistis untuk meningkatkan efikasi atau mengurangi terjadinya efek-
efek merugikan yang terkait dengan kandungan kimia tertentu.

Aromaterapi digunakan secara luas sebagai suatu pendekatan untuk meredakan


stres, dan banyak minyak atsiri diklaim sebagai ‘perelaksasi’. Banyak aromaterapis juga
mengklaim bahwa minyak atsiri dapat digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi.
Banyak pengguna menggunakan menggunakan sendiri sendiri minyak atsiri untuk
perawatan kecantikkan, membantu relaksasi, atau mengobati penyakit ringan tertentu,
banyak diantaranya tidak cocok untuk pengobatan sendiri. Aromaterapi juga digunakan
dalam berbagai pelayanan kesehatan kovensional, seperti dalam perawatan paliatif, unit
perawatan intesif, unit kesehatan jiwa dan pada unit-unit khusus yang merawat pasien
HIV/AIDS, cacat fisik dan ketidakmampuan belajar yang parah (Heinrich et al., 2009)
Metode paling lazim yang digunakan oleh aromaterapis untuk penggunaan minyak atsiri
adalah dengan pemijatan, yaitu tetesan dua sampai tiga minyak atsiri diencerkan dalam
pembawa berupa minyak sayur, seperti minyak biji anggur, minyak jojoba dll. Metode
minyak sayur, seperti minyak biji anggur, minyak jojoba dll. Metode lain untuk
penggunaan minyak atsiri yang dilakukan oleh aromaterapis atau dalam perawatan
perawatan sendiri antara lain (Heinrich et al., 2009) :
1) Penambahan minyak atsiri ke dalam air mandi dan air untuk mencuci kaki (air harus
diaduk dengan kuat untuk membantu disperse).
2) Dihirup
3) Kompres
4) Digunakan dalam peralatan aromaterapi (misalnya alat pembakar dan penguap)
Beberapa praktisi menganjurkn penggunaan minyak atsiri secara oral, yang
disebut ‘aromatologi’. Namun minyak atsiri tidak boleh digunakan untuk pemakaian

8
internal tanpa pengawasan medis. Beberapa aromatis juga menyatakan bahwa minyak
atsiri dapat diberikan malalui vagina (misalnya, melalui tampon atau douche) atau secara
rektal, tetapi pemberian melalui rute-rute ini dapat menyebabkan iritasi membran dan
tidak dianjurkan (Heinrich et al., 2009).
Biasanya, minyak atsiri mengandung sekitar 100 atau lebih kandungan kimia,
kebanyakan terdapat pada konsentrasi dibawah 1%, meskipun beberapa kandungan
terdapat pada konsentrasi yang jauh lebih rendah. Beberapa minyak atsiri mengandung
satu atau dua kandungan utama, serta sifat-sifat terapeutik dan toksikologis minyak
tersebut sebagian besar dimiliki oleh kandungan kimia tersebut. Namun, kandungan-
kandungan lain yang terdapat pada konsentrasi rendah mingkin penting.Komposisi suatu
minyak atsiri akan bervariasi tergantung pada lingkungan dan kondisi pertumbuhan
tumbuhan tersebut, bagian tumbuhan yang digunakan serta pada metode panen, ekstraksi,
dan penyimpanan (Heinrich et al., 2009).
Minyak-minyak atsiri harus merujuk pada nama binomial latin spesies tumbuhan
yang menghasilkan minyak tersebut. Bagian tumbuhan yang digunakan harus dinyatakan
secara khusus, dan terkadang spesifikasi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan jenis
senyawa kimia dalam suatu tumbuhan tertentu; misalnya,
Thymus vulgaris CT timol menjelaskan jenis senyawa kimia suatu spesies timi yang
memiliki timol sebagai kandungan kimia utamanya (Heinrich et al., 2009).
Minyak atsiri diyakini bekerja dengan cara memberikan efek-efek farmakologis
setelah Absorpsi ke dalam peredaran darah dan melalui efek aromanya terhadap sistem
olfaktori. Terdapat bukti bahwa minyak atsiri diabsorpsi ke dalam peredaran darah
setelah setelah penggunaan secara topical (yaitu pemijatan) dan setelah dihirup,
meskipun jumlah yang memasuki peredaran darah kemungkinan
sangat kecil. Terdapat bukti bahwa minyak bahwa minyak tea tree yang digunakan
secara topical efektif dalam pengobatan infeksi-infeksi kulit tertentu, tetapi penelitian-
penelitian ini belum menguji aromaterapi yang dipraktikkan oleh aromaterapis (Heinrich
et al., 2009)
Sedikit efek merugikan yang berkaitan dengan pengobatan aromaterapi telah
dilaporkan; sebagian besar laporan berkaitan dengan kasus-kasus dermatitis kontak pada
pasien atau aromaterapis. Efek merugikan sementara yang bersifat ringan,seperti

9
mengantuk, sakit kepala dan mual, dapat terjadi setelah pengobatan aromaterapi. Secara
umum disarankan untuk menghindari penggunaan minyak atsiri selama kehamilan,
terutama selama trimester pertama. Penggunaan minyak atsiri tertentu juga harus
dihindari oleh pasien epilepsy (Heinrich et al., 2009).

4. Terapi Pengobatan Bunga


Pengobatan bunga Bach dikembangkan oleh Dr Edward Bach (1886-1936),
seorang dokter dan ahli homeopati.Teorinya adalah bahwa dengan mengobati respons
emosional dan mental pasien terhadap penyakitnya, gejala-gejala fisik akan dapat
diredahkan. Ia mengidentifikasi 38 keadaan psikologis negative (misalnya iri, putus asa,
rasa bersalah, tidak dapat memutuskan) dan mencari obat-obat alam yang dapat
digunakan untuk memperbaiki berbagai keadaan pikiran yang negatif ini (Heinrich et al.,
2009).
Berbagai jenis obat bunga banyak tersedia untuk dipilih sendiri dan terapi
mandiri. Selain itu beberapa orang menjalani pelatihan untuk menjadi praktisi
pengobatan dengan bunga; hal ini meliputi beberapa professional pelayanan kesehatan,
seperti beberapa dokter umum, yang menggunakan obat-obatan bunga beserta praktik
medis konvensional yang mereka lakukan setiap hari (Heinrich et al., 2009).
Bach mengembangkan 38 obat bunga, di antaranya terdiri atas bunga-bunga liar
tunggal dan dan pohon-pohon berbunga, dan 1 yang diperoleh dari mata air alami. Ia
bertujuan bahwa masing-masing obat digunakan untuk keadaan emosional atau mental
tertentu.
Misalnya:
 Gentian (Gentiana amarella) untuk perasaan murung.
 Holly (Ilex aquifolium) untuk perasaan iri.
 Impatiens (Impatiens glandulifera) untuk ketidaksabaran.
 Pinus (Pinus sylvestris) untuk rasa bersalah.
 Rock rose (Helianthemum nummularium) untuk perasaan takut.
Bach juga mengembangkan suatu sediaan yang dinamakan obat penyelamat (Recue
Remedy), yang merupakan kombinasi lima obat lainnya: Impatiens (Impatiens
glandulifera), bintang Betlehem (Ornithogalum umbellatum), prem ceri (Prunus

10
cerasifera), Rock rose (Helianthemum nummularium), dan Clematis (Clematis vitalba).
Bach menganjurkan sediaan ini untuk digunakan dalam situasi yang sulit mendesak,
seperti syok, sangat ketakutan dan kehilangan (Heinrich etal., 2009).
Obat-obat bunga Bach disiapkan dari tingtur induk yang dibuat dari bahan-bahan
tumbuhan dan mata air alami dengan menggunakan suatu metode infus (penjemuran) atau
metode ‘pendidihan’.Obat-obat bunga biasanya digunakan secara oral (2-4 tetes
ditambahkan pada air dingin dan diminum sedikit-sedikit), meskipun pada beberapa
kasus, tetesan dapat diteteskan langsung dibawah lidah dan bahkan pada pergelangan
tangan atau pelipis. Obat penyelamat juda tersedia dalam bentuk krim untuk penggunaan
luar (Heinrich et al., 2009).
Meskipun terdapat banyak laporan yang bersifat anekdot mengenai keuntungan obat-
obat bunga, tidak ada penelitian eksperimenta maupun klinis tentang efek-efeknya yang
terkenal. Obat-obat bunga diklaim secra luas sama sekali tidak menimbulkan efek
merugikan. Efek-efek merugikan tidak mungkin terjadi,
mengingat bahwa sediaan tersebut hanya mengandung bahan-bahan yang sangat
encer. Namun, karena obat-obat bunga mengandung alkohol, obat-obat ini mungkin tidak
sesuai untuk beberapa orang. Penggunaan suatu obat bunga secara berlebihan dapat
mengkwatirkan jika seseorang mengandalkan terapi mandiri dengan menggunakan obat-
obat bunga untuk kondisi-kondisi seperti ansietas atau depresi, yang mungkin
membutuhkan penanganan medis dan bantuan professional lainnya (Heinrich et al.,
2009).

5. Terapi Pijat
Pijat adalah terapi komplementer dengan melibatkan manipulasi jaringan lunak tubuh,
biasanya dilakukan dengan tangan. Terapi pijat bertujuan untuk mengurangi ketegangan
dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Pijat pada bagian tubuh tertentu
seperti pada tangan, punggung atau kaki dapat membantu memperlancar peredaran darah
dan tubuh menjadi lebih segar. Terapi ini utamanya digunakan untuk merilekskan tubuh,
walau juga dipercaya dapat membantu mengurangi rasa sakit tertentu.Pijat sebagai terapi
komplementer dipercaya untuk menangani kondisi berikut ini:

11
 Otot yang sakit
 Sakit punggung
 Fibromyalgia

6. Relaksasi
Teknik relaksasi terapi termasuk meditasi, biofeedback, hipnotis dan relaksasi otot. Cara
pengobatan dengan merangsang di daerah refleks (mikrosistem) di kaki, tangan dan
telinga yang ada hubungannya dengan organ, kelenjar dan bagian tubuh lainnya.
Penelitian menunjukkan kalau teknik-teknik relaksasi otot bisa memperbaiki fungsi paru-
paru.

C. Fokus Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas

Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan konvensional,
yaitu sebagai berikut :
a. Akupunktur medic yaitu metode yang berasal dari Cina ini diperkirakan sangat
bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi kesehatan tertentu dan juga sebagai
analgesi (pereda nyeri). Cara kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul
signal yang berperan sebagai komunikasi antar sel. Salah satu pelepasan molekul
tersebut adalah pelepasan endorphin yang banyak berperan pada sistem tubuh.
b. Terapi hiperbarik, yaitu suatu metode terapi dimana pasien dimasukkan ke dalam
sebuah ruangan yang memiliki tekanan udara 2 – 3 kali lebih besar daripada tekanan
udara atmosfer normal (1 atmosfer), lalu diberi pernapasan oksigen murni (100%).
Selama terapi, pasien boleh membaca, minum, atau makan untuk menghindari trauma
pada telinga akibat tingginya tekanan udara.
c. Terapi herbal medik, yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alam, baik berupa
herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun berupa fitofarmaka.

12
Herbal terstandar yaitu herbal yang telah melalui uji preklinik pada cell line atau
hewan coba, baik terhadap keamanan maupun efektivitasnya.
Terapi dengan menggunakan herbal ini akan diatur lebih lanjut oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
 Sumber daya manusia harus tenaga dokter dan atau dokter gigi yang sudah
memiliki kompetensi.
 Bahan yang digunakan harus yang sudah terstandar dan dalam bentuk sediaan
farmasi.
 Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan penelitian harus telah mendapat
izin dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan akan dilakukan
pemantauan terus – menerus.

Jenis-jenis terapi komplementer yang dapat diakses keperawatan


Beberapa terapi dan teknis medis alternatif dan komplementer bersifat umum
dan menggunakan proses alami (pernapasan, pikiran dan konsentrasi, sentuhan ringan,
pergerakan, dan lain-lain) untuk membanti individu merasa lebih baik dan beradaptasi
dengan kondisi akut dan akut. Berikut jenis-jenis terapi yang dapat diakses
keperawatan, yaitu :
a. Terapi Relaksasi
Respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan umum kognitif, fisiologis, dan
stimulasi perilaku. Relaksasi juga melibatkan penurunan stimulasi. Proses relaksasi
memperpanjuang serat otot, mengurangi pengiriman impuls neural ke otak, dan
selanjutnya mengurangi aktivitas otak juga sistem tubuh lainnya. Relaksasi
membantu individu membangun keterampilan kognitif untuk mengurangi cara yang
negatif dalam merespon situasi dalam lingkungan mereka. Keterampilan kognitif
adalah seperti sebagai berikut :
a) Fokus (kemampuan untuk mengidentifikasi, membedakan, mempertahankan
perhatian pada, dan mengembalikan perhatian pada rangsangan ringan untuk
periode yang lama).
b) Pasif (kemampuan untuk menghentikan aktivitas analisis dan tujuan yang tidak
berguna).

13
c) Kesediaan (kemampuan untuk menoleransi dan menerima pengalaman yang
tidak pasti, tidak dikenal, atau berlawanan). Tujuan dari relaksasi jangka panjang
adalah agar individu memonitor dirinya secara terus-menerus terhadap indikator
ketegangan, serta untuk membiarkan dan melepaskan dengan sadar ketegangan
yang terdapat di berbagai bagian tubuh.
b. Meditasi dan Pernapasan
Meditasi adalah segala kegiatan yang membatasi masukan rangsangan dengan
perhatian langsung pada suatu rangsangan yang berulang atau tetap (Rakel dan
Faas, 2006). Ini merupakan terminasi umum untuk jangkauan luas dari praktik yang
melibatkan relaksasi tubuh dan ketegangan pikiran. Menurut Benson, komponen
relaksasi sangat sederhana, yaitu : (1) ruangan yang tenang, (2) posisi yang nyaman,
(3) sikap mau menerima, dan (4) fokus perhatian. Praktik meditasi tidak
membutuhkan seorang pengajar, banyak individu mempelajari prosesnya dari buku
atau kaset, dan mudah untuk diajarkan (Fontaine, 2005). Sebagian besar teknik
meditasi melibatkan pernapasan, biasanya pernapasan perut yang dalam, relaks,
dan perlahan. Meditasi menimbulkan keadaan santai, menurunkan konsumsi
oksigen, mengurangi frekuensi pernapasan dan denyut jantung, serta menghasilkan
laporan penurunan kecemasan. Ada banyak indikasi untuk meditasi, diantaranya
adalah sebagai berikut :
 Kecemasan atau suasana yang menegangkan
 Rasa kehilangan yang kronis
 Sindroma kelelahan kronis
 Rasa nyeri kronis
 Penyalahgunaan obat (alkohol atau tembakau)
 Hipertensi
 Kegelisahan
 Harga diri rendah atau menyalahkan diri
 Depresi ringan
 Gangguan tidur
c. Imajinasi

14
Imajinasi atau teknik visualisasi yang menggunakan kesadaran pikiran untuk
menciptakan gambaran mental agar menstimulasi perubahan fisik dalam tubuh,
memperbaiki kesejahteraan, dan meningkatkan kesadaran diri. Biasanya imajinasi
dikombinasi dengan beberapa bentuk latihan relaksasi yang memfasilitasi efek dari
teknik relaksasi. Imajinasi bersifat ditujukan pada diri, di mana individu
menciptakan gambaran mental dirinya sendiri, atau bersifat terbimbing, dimana
selama seorang praktisi memimpin individu melalui skenario tertentu.
Imajinasi akan sering menimbulkan respons psikofisiologis yang kuat
seperti perubahan dalam fungsi imun (Fontaine, 2005). Banyak teknik imajinasi
melibatkan imajinasi visual, tapi mereka juga melibatkan indera pendengaran,
proprioseptif, pengecap, dan penciuman. Visualisasi kreatif adalah satu bentuk
imajinasi yang ditujukan pada diri yang didasari pada prinsip hubungan tubuh-
pikiran. Imajinasi memiliki aplikasi pada sejumlah populasi klien. Imajinasi telah
digunakan untuk visualisasi sel kanker yang telah dihancurkan oleh sel sistem
imun, untuk mengontrol atau mengurangi rasa nyeri, dan untuk mencapai
ketenangan dan ketentraman. Imajinasi juga membantu dalam pengobatan kondisi
kronis seperti asma, hipertensi, gangguan fungsi berkemih, sindrom prementasi dan
menstruasi, gangguan gastrointestinal ulceratif colotis, dan rheumatoid arthritis.

Perawat penting mengenal terapi komplementer, karena masyarakat termasuk di


Indonesia masih banyak yang menggunakanterapi tradisional. Menurut pengalaman
penulis selama praktek keperawatan di masyarakat lebih banyak melakukan tindakan
tindakan awal awal dengan dengan cara tradisional sebelum pergi ke pelayanan
kesehatan, sehingga perlu pengetahuan yang cukup untuk membantu masyarakat dalam
member informasi berbagai jenis tindakan. Klien dapat memilih tindakan yang tepat
sesuai dengan masalah yang dialaminya. Perawat yang menguasai terapi komplementer
juga dapat memberikan tindakan sesuai kebutuhan klien. Hal ini sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan terapi terapi komplementer dan alternative yaitu memberi pelindungan
kepada, klien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta
memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga pengobatnya (Permenkes RI

15
No 1109, 2007). Kondisi saat ini sudah banyak perawat yang mengenal dan kompeten
melakukan terapi komplementer di Indonesia.
Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan terapi
komplementer dan alternative adalah holistik, komprehensif, dan kontinu. Prinsip holistik
pada terapi komplementer sesuai dengan pendekatan perawat yang mengacu pada
kebutuhan biologis, psikologis, social, cultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter,
Perry, Stockert & Hall, 2013).
Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder, dan tersier (Edelman & Mandle,
2010). Terapi komplementer dapat dilakasanakan disemua level pencegahan tersebut
misalnya seseorang yang ingin sehat dengan konsumsi suplemen nutrisi, pencegahan
sekunder misalnya menggunakan herbal untuk menyembuhkan penyakit dan contoh
tersier menggunakan massage untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk
meningkatkan fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Terapi komplementer mengajarkan
individu mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik terhadap setres
dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot, ketidaknyamanan pada perut,
nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Penerapan terapi
komplementer dalam semua level ini sesuai dengan prinsip komprehensif dalam
keperawatan. Terapi komplementer untuk semua level pencegahan tersebut juga
memperhatikan system klien.

D. Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer Pada Keperawatan Komunitas

Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi


komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi
pelayanan, koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi
tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun
sebelum mengambil keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi
pendidik bagi perawat di sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di
Australia dengan lebih dahulu mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor,
2001). Peran perawat sebagai peneliti di di antaranya antaranya dengan dengan
melakukan melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasil-hasil evidence-
based practice.

16
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam
praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer (Snyder &
Lindquis, 2002). Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran
koordinator dalam terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat
mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit manajer
terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi permintaan
kebutuhan kebutuhan perawatan perawatan komplementer mungkin diberikan termasuk
perawatan alternatif (Smith et al.,2004).
Beberapa terapi komplementer telah diintegrasikan kedalam praktik keperawatan
dari masa ke masa, perluasan ruang lingkup dari terapi ini merupakan sebuah kebutuhan
bahwa perawat melakukan pengembangan panduan untuk digunakan dalam pelayanan.
Kunci untuk mendapatkan keterampilan terapi komplementer seorang perawat
membutuhkan pendidikan lanjutan atau khusus (Snyder & Lindquist, 2010).
Pendidikan tersebut dapat dilakukan secara mandiri di institusi yang terakreditasi,
adapun pelatihan terapi komplementer yang telah diakui oleh Badan PPSDM (Pusat
Pengembangan Sumber Daya Manusia) Kesehatan RI yang telah dikembangkan adalah
akupuntur dan akupresur untuk tenaga kesehatan.

Perawat yang telah mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi atau lembaga
tersertifikasi dapat melakukan intervensi terapi komplementer untuk praktik ataupun
penelitian. Penelitian yang dilakukan perawat tetap harus menggunakan pertimbangan
etik dan standar yang sesuai dengan batasan yang berlaku. Perawat yang terlibat aktif
dalam penelitian terapi komplementer, salah satu diantara ketua atau anggota tim
interdisiplin harus memiliki kemampuan atau sertifikat tersebut (Snyder & Lindquist,
2010). Perawat dalam memberikan terapi komplementer dalam asuhan keperawatan
dilakukan sesuai langkah proses keperawatan. Hal ini ini sesuai undang-undang yang
berlaku di Indonesia tentang tugas dan wewenang perawat dalam penatalaksanaan
tindakan komplementer dan alternatif. Proses keperawatan penting digunakan bertujuan
untuk mengidentifikasi, mencegah, mengatasi masalah aktual atau potensial dalam status
kesehatan (Bertnan et al, 2015).

17
Perawat menggnakan proses keperawatan dengan mempertimbangkan klien
menjadi mampu mengenali kesehatannya sendiri dan menghormati pengalaman
subjektifnya yang relevan dalam memelihara kesehatan atau pendampingan dalam
pemulihan. Dalam model kesehatan holistik klien dilibatkan dalam proses pemulihan dan
juga pemeliharaan kesehatan (Edelman dan dan Mandle, 2010). Artinya seseorang
perawat yang melakukan intervensi komplementer harus menggunakan pendekatan
proses keperawatan, jika tidak demikian makan praktik yang dilakukan identik dengan
pengobat tradisional. Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalammemberikan terapi
(batra). Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan terapi komplementer
yang terintegrasi antara intervensi konvensional dengan tradisional dapat memunculkan
dileme terhadap penghargaan imbalan jasa (Gaydos, 2001)

BAB III
PENUTUP

18
A. Kesimpulan

Pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan


berasal dari negara yang bersangkutan. Terapi komplementer adalah tindakan yang
diberikan sebagai bagian dari keperawatan kesehatan, terdiri dari berbagai macam bentuk
praktik kesehatan selain tindakan konpensional, ditunjukkan untuk meningkatkan derajat
kesehatan ditahap tahap pencegahan primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui
pendidikan khusus yang didasari oleh ilmu-ilmu kesehatan. Jenis-jenis terapi
komplementer adalah akupuntur, herbalisme medis, aromaterapi, terapi pengobatan
bunga. Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan terapi
komplementer dan alternative adalah holistik, komprehensif, dan kontinu. Prinsip holistik
pada terapi komplementer sesuai dengan pendekatan perawat yang mengacu pada
kebutuhan biologis, psikologis, social, cultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter,
Perry, Stockert & Hall, 2013). Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan
tentang terapi komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti,
pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat. Di Indonesia ada 3 jenis
teknik pengobatan komplementer yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
untuk dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan konvensional adalah akupuntur, terapi
hiperbalik, herbal medik.

B. Saran

Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca


maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena penulis
sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

19
Hadibroto, Iwan, dan Syamsir Alam. 2006. “Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan
Komplementer”. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Nies, Mary A & Melanie Mcewen. 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan
Keluarga. Elseiver Singapore.
Widyatuti W. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. diakses dari :
jki.ui.ac.id/index.php/jki/articledownload/200/pdf_65. Pada tanggal 13 Desember 2019

20

Anda mungkin juga menyukai