Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan Atresia Bilier

A. Anatomy dan Fungsi sistem bilier


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu,
dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu. Ketika sel-sel hati
mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui
duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus
hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kantong empedu untuk membentuk
saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus
kecil). Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari
empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk
buah pir yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke
duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.
Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:
 untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
 untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu
Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan
garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk
yang berikut:
 untuk membawa pergi limbah
 untuk memecah lemak selama pencernaan
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak.
Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan
kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem
Bilier.Columbus:Medical center).
B. Definisi Atresia bilier
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep
Atresia Bilier).
C. Klasifikasi Atresia bilier
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
gambar 1.3 tipe atresia bilier
 Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
 IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanyanormal).
 IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandung empedu normal.
 Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III
adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia
bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II
D. Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan
bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom
trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun,
sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki
cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier
bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar
identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan
besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor
predisposisi berikut:
 infeksi virus atau bakteri
 masalah dengan sistem kekebalan tubuh
 komponen yang abnormal empedu
 kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
 hepatocelluler dysfunction
E. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
 Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini
biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan
atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga
minggu setelah lahir

 Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
 Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk
ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat
pembesaran hati.
 Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
 degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air
serta gagal tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
 Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
 Gatal-gatal
 Rewel
 splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
F. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran
empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik
akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang
alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada
ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura
pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan
cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi
portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual pada
hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati
ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut
lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga
memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan
disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi
mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan
sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung
G. Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia
bilier.
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu
dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan
atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin
direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia
bilier.
 Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluran empedu total.
 Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
 Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya
diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini
tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena
kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam
empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat
menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan
sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka
atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus
bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat
mendukung diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai
akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien
diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada
kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi
ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop
normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak,
pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke
duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi,
dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada
menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier,
sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik
sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis
sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang
terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid).
Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat
menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan
upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan
kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai
95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi
eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu
pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus
hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi
eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran
histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara
dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi
hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang
menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh
karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

H. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
 Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi
toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder
2. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
3. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
 Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy
untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
 Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E,
K
4. Terapi bedah
 Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya
merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan
hati.
 Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan
kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun
terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa
perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan
atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai
anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan
untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu,
hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati
harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati
orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk
transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
I. Komplikasi
a. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang
tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam
minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi
ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam,
hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan
mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi
hati.
b. Hipertensi portal
c. Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
d. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo
mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis
dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan
shunts,dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
 Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan
atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara
teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil. Hasil setelah gagal
operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan
pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan
dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di
masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya
sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi
Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-
rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari,
adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik
yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)

DAFTAR PUSTAKA

Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th
Edition.

Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from: url:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/

Anda mungkin juga menyukai