Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang
unik bagi perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang
dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya
dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis.
Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan
tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan
psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan. Dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien yang dirawat di icu atau perawatan kritis
selalu mempertimbangkan aspek biologis, psikologis, sosiologis, spiritual,
secara komprehensif. Hal ini berarti pasien yang dirawat di ICU
membutuhkan asuhan keperawatan tidak hanya masalah patofisiologi tetapi
juga masalah psiko sosial, lingkungan dan keluarga yang secara erat terkait
dengan penyakit fisiknya. (FK Unair, RSUD Dr. Soetomo, 2001).
Ketika merawat pasien kritis perawat dituntut untuk secara seimbang
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun pasien dan
keluarganya.Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami
mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.
Dalam keperawatan, keadaan sehat dan sakit jiwa merupakan suatu rentang
yang dinamis dari kehidupan seseorang. Keadaaan penyakit kritis sangat
besar pengaruhnya terhadap kedinamisan dari rentang sehat sakit jiwa karena
dalam keadaan mengalami penyakit kritis, seseorang mengalami stress yang
berat dimana pasien mengalami kehilangan kesehatan, kehilangan
kemandirian, kehilangan rasa nyaman dan rasa sakit akibat penyakit yang
dideritanya.
Semua keadaan tersebut bisa memperburuk status kesehatan mereka.
Sebagai seorang perawat kritis, perawat harus mampu mengatasi berbagai
masalah kesehatan pasien termasuk masalah psikososialnya. Perawat tidak
boleh hanya berfokus pada masalah fisik yang dialami pasien. Kegagalan
dalam mengatasi masalah psikososial pasien bisa berdampak pada semakin
memburuknya keadaan pasien karena pasien mungkin akan mengalami
kecemasan yang semakin berat dan menolak pengobatan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang terdeskripsikan secara mendalam
dapat dirumuskan masalah yaitu, “Apa Saja Aspek Psikososial dalam
Keperawatan Kritis?”
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumuskan masalah adapun tujuan yang diharapkan yaitu,
dapat memahami “Aspek Psikososial dalam Keperawatan Kritis”.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Aspek Psikososial Keperawatan Kritis

Psikososial istilah digunakan untuk menekankan hubungan yang erat


antara aspek psikologis dari pengalaman manusia dan pengalaman sosial yang
lebih luas. Efek psikologis adalah mereka yang mempengaruhi berbagai tingkat
fungsi termasuk kognitif (persepsi dan memori sebagai dasar untuk pengalaman
dan pembelajaran), afektif (Emosi) , dan perilaku. Dampak sosial keprihatinan
hubungan, keluarga dan jaringan komunitas, tradisi budaya dan status ekonomi,
termasuk tugas-tugas kehidupan seperti sebagai sekolah atau bekerja. (ARC
Resourch Pack. 2009).

Penggunaan psikososial jangka didasarkan pada gagasan bahwa


kombinasi faktor yang bertanggung jawab atas kesejahteraan psikososial orang,
dan bahwa aspek-aspek biologis, emosional, spiritual, budaya, sosial, mental dan
material dari pengalaman tidak bisa tentu akan dipisahkan satu sama lain. Istilah
mengarahkan perhatian terhadap totalitas pengalaman orang daripada berfokus
secara eksklusif pada fisik atau aspek psikologis kesehatan dan kesejahteraan,
dan menekankan perlunya untuk melihat ini masalah dalam konteks
interpersonal yang lebih luas keluarga dan masyarakat jaringan di mana mereka
berada. (ARC Resourch Pack. 2009).

Kedua unsur ini saling berhubungan dalam konteks keadaan darurat yang
kompleks dimana penyediaan dukungan psikososial merupakan bagian dari
bantuan kemanusiaan dan upaya pemulihan awal. Salah satu fondasi
kesejahteraan psikososial adalah akses ke kebutuhan dasar (makanan, tempat
tinggal, mata pencaharian, kesehatan, pelayanan pendidikan) bersama-sama
dengan rasa aman yang berasal dari hidup di lingkungan yang aman dan
mendukung. Itu manfaat dari intervensi dukungan psikososial harus
menghasilkan dampak positif pada kesejahteraan anak-anak, dan mengatasi
kebutuhan psikologis dasar kompetensi dan keterkaitan (ARC Resourch Pack.
2009).

Definisi psikososial kunci psikososial : Hubungan dinamis yang ada


antara psikologis dan sosial efek, masing-masing terus berinteraksi dengan dan
mempengaruhi yang lain. Psikososial perencanaan pemulihan : perencanaan
pemulihan psikososial difokuskan pada intervensi sosial dan psikologis yang
akan membantu memulihkan komunitas (Johal,2009).

2.2 Masalah pisikososial


1. Gangguan citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu
secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk struktur,
fungsi keterbatasan, serta makna dan objek yang kontak secara terus-menerus
(anting, make up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik masa lalu maupun
sekarang. (Dalami dkk dalam Fitria dkk., 2013)

Tanda dan Gejala:


a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi.
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d. Persepsi negatif pada tubuh.
e. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
f. Mengungkapkan keputusaaan.
g. Mengungkapkan ketakutan.

Tanda dan gejala lain yang mungkin muncul:

a. Citra yang mengalami distorsi, melihat diri sebagai gemuk, meskipun pada
keadaan berat badan normal atau angat kurus.
b. Penolakan bahwa adanya masalah dengan berat badan yang rendah.
c. Kesulitan menerima penguatan positif.
d. Kegagalan untuk mengambil tanggung jawab menurut diri sendiri.
e. Tidak berpartisipasi terhadap terapi.
f. Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri; penyalahgunaan
obat-obatan pencahar dan diuretik, penolakan untuk makan.
g. Kontak mata hilang.
h. Alam peraaan yang tertekan dan pikiran-pikiran yang mencela diri sendiri
setelah episode dari pesta dan memicu perut.
i. Perenungan yang mendalam tentang penampilan diri dan bagaimana orang-
orang lain melihat diri mereka.

2. Kecemasan (ansietas)
Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidak nyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons
suatu perasaan takutkan terjadi sesuatu yang diebabkan oleh antisipasi
bahaya. Hal ini merupakan sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan
tentang bahaya yang akan datang dan memperkuat individu dengan
mengambil tindakan menghadapi ancaman (NANDA, 2009, dalam Fitria
dkk, 2013).
Tingkat ansietas menurut Stuart dan Sundeen (2007) dalam Fitria,dkk
(2013) adalah sebagai berikut :
1) Ansietas Ringan.
Tingkat ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
2) Ansietas Sedang
Tingkat sedang memungkinkan seeorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah.

3) Ansietas Berat
Tingkat berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada suatu yang terinci, spesifik, dan
tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain.
3. Tingkat Panik
Tingkat ini berhubungan degan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian
terpecah dari proporsinya, tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi
peningkatkan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan
dengan orang lain, persepsi menyimpang, dan kehilangan pemikiran
rasional.

Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2007) terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan ansietas, di antaranya sebagai berikut (Fitria dkk, 2013):
a. Pandangan Psikoanalitik.
Teori ini beranggapan bahwa ansietas terjadi apabila konflik emosional
yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencermikan hati nurani dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari kedua elemenyang
bertentangan, sedangkan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
b. Pandangan Interpersonal
Teori ini beranggapan bahwa ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami
harga diri rendah mudah mengalami perkembangan ansietas yang tepat.
c. Pandangan Perilaku.
Teori ini beranggapan bahwa ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap bahwa sebagai
dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari
kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada
ketakutan berlebihan, lebih sering menujukkan ansietas dalam kehidupan
selanjutnya.
d. Kajian Keluarga.
Teori ini beranggapan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan
ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis.
Menurut kajian secara biologis, otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiapine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat
GABA juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endofrin. Ansietas mungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stressor.

4. Harga diri rendah situasional


Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, serta merasa gagal mencapai keinginan
sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang
yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif. Misalnya,seseorang yang
mengalami kecelakaan, cerai, putus sekolah perasaan malukarena sesuatu,dsb.
Harga diri rendah situasional bila tidak diatasi dapat menyebabkan harga diri
rendah kronis (Fitria dkk, 2013).

Anda mungkin juga menyukai