Anda di halaman 1dari 126

SKRIPSI

PENGARUH MOBILISASI TERHADAP PEMULIHAN


PERISTALTIK USUS PASIEN POST SECTIO
CAESAREA DI RSUD KOTA MADIUN

OLEH :
ISTI’ANAH DAARUL MUFLIHAH
201302085

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2017

i
SKRIPSI

PENGARUH MOBILISASI TERHADAP PEMULIHAN


PERISTALTIK USUS PASIEN POST SECTIO
CAESAREA DI RSUD KOTA MADIUN

Diajukan Untuk Memenuhi


Salah Satu Persyaratan Dalam Mencapai Gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :

ISTI’ANAH DAARUL MUFLIHAH

201302085

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2017
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : ISTI’ANAH DAARUL MUFLIHAH

NIM 201302085

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya

sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam

memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan

lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah

maupun belum / tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan

daftar pustaka.

Madiun, Agustus 2017

Isti’anah Daarul Muflihah


NIM : 201302085

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ISTI’ANAH DAARUL MUFLIHAH

Jenis Kelamin : PEREMPUAN

Tempat dan Tanggal Lahir : MADIUN, 20 JULI 1995

Agama : ISLAM

Email : cumicumi772@ymail.com

Riwayat Pendidikan : - Sekolah Dasar di SDN SANGEN 02

- Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 GEGER

- Sekolah Menengah Atas di SMAN 1

DAGANGAN

- STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

Riwayat pekerjaan : Belum pernah bekerja


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala nikmat

dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasien Post

Sectio Caesarea di RSUD Kota Madiun”

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terlaksana

sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang

telah memberikan banyak bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis. Untuk

itu, dalam kesempatan ini dengan setulus hati penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. Zaenal Abidin, SKM, M.Kes(Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti Husada

Mulia Madiun yang telah memberikan izin, kesempatan dan pengarahan

kepada peneliti, sehingga proposal ini terselesaikan.

2. Mega Arianti Putri, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ka Prodi S1 Keperawatan

STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

3. Bapak Muhidin S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing I yang telah

meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan

kerjasamanya selama penyusunan proposal ini.

4. Bapak Kuswanto S.Kep, Ns, M.Kes selaku pembimbing II yang dengan

kesabarannya dan ketelitannya dalam membimbing.

5. Ibu Asrina S.Kep, Ns, M.Kes selaku penguji yang telah memberikan

pengarahan kepada peneliti.

6. dr. Resti Lestiantini, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Madiun.


7. Orang Tua dan keluarga besar tercinta yang selalu memberikan

dukungan dan semangat serta doa yang tulus untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman – teman program studi ilmu keperawatan STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun angkatan 2013 atas kerja sama dan

motivasinya.

9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu atas

bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Akhirnya penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.

Madiun, Agustus 2017

ISTI’ANAH DAARUL MUFLIHAH


ABSTRAK
PENGARUH MOBILISASI TERHADAP PEMULIHAN PERISTALTIK
USUS PASIEN POST SECTIO CAESAREA DI RSUD KOTA MADIUN
Isti’anah Daarul Muflihah
201302085

Tindakan operasi sectio caesarea mempunyai efek samping yang


diakibatkan oleh anestesi, salah satunya adalah termanipulasinya organ abdomen
sehingga menurunkan peristaltik usus. Untuk mempercepat kembalinya peristaltik
usus pasca operasi tindakan keperawatan yang dilakukan adalah melalui upaya
mobilisasi. Dampak bila tidak melakukan mobilisasi adalah fungsi motilitas usus
dan kandung kemih lebih lambat sehingga ibu sulit melakukan defekasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dengan pemulihan
peristaltik usus pada pasien post operasi sectio caesarea.
Penelitian ini menggunakan Pra-eksperimen dengan desain One group
pra-post test. Sampel penelitian ini sebanyak 17 ibu post sectio caeesarea di
RSUD Kota Madiun dengan menggunakan teknik Systematic Random Sampling.
Instrumen yang digunakan adalah Standart Operasional Prosedur (SOP) dan
lembar observasi. Uji yang di gunakan yaitu Paired T-test dengan tingkat
kemaknaan ɑ = 0,05.
Pada penelitian ini rata – rata peristaltik usus sebelum pemberian
intervensi 7,18 sedangkan sesudah pemberian intervensi 8,00. Hasil Uji Paired T-
test di dapatkan ρ value = 0,000 < ɑ = 0,05 sehingga ada pengaruh mobilisasi
terhadap pemulihan peristaltik usus pasien post sectio caesarea di RSUD Kota
Madiun.
Dari hasil penelitian ini diharapkan perlunya di terapkan tindakan
mobilisasi post sectio caesarea dengan penerapan sesuai Standart Operasional
Prosedur.

Kata Kunci : Mobilisasi, Peristaltik usus, Sectio caesarea


ABSTRACT
THE EFFECT OF MOBILIZATION TO INTESTINAL PERISTALTIC
RECOVERY PATIENTS POST SECTIO CAESARIA
IN RSUD KOTA MADIUN

Isti’anah Daarul Muflihah


201302085

Cesarean section surgery has side effects caused by anesthesia, one of


which is the manipulation of the abdominal organs that decreases intestinal
peristalsis. To accelerate the return of postoperative peristaltic post-operative
nursing actions performed is through mobilization efforts. The impact of not
mobilizing is the function of bowel motility and bladder more slower so that the
mothers had difficulty to do defecation. This study aims to determined the effect of
mobilization with intestinal peristaltic recovery in postoperative patients section
caesarea.

This study used pre-experiment with One group pre-post test design. The
sample of this research were 17 post section caeesarea mothers in RSUD Kota
Madiun used a Systematic Random Sampling technique. The instruments used are
Standard Operating Procedure (SOP) and observation sheet. The statistic test
was Paired T-test with significance level ɑ = 0,05.

In this study the average peristaltic intestine before the intervention were
7.18 while after giving intervention were 8.00. The result of Paired T-test was
obtained ρ value = 0.000 <ɑ = 0,05 so that there was an effect of mobilization on
peristaltic recovery of patient post sectiocaesarea patient at RSUD Kota Madiun.

From the results of this study is expected to be applied mobilization post


section caesarea with the implementation according to Standart Operational
Procedure.

Keywords :Mobilization, Intestinal Peristaltic, Section caesarea


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM….........................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN….............................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN…...........................................................................iii

HALAMAN PERNYATAAN…...........................................................................iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP…............................................................................v

KATA PENGANTAR….......................................................................................vi

ABSTRAKS…....................................................................................................viii

ABSTRACT…......................................................................................................ix

DAFTAR ISI............................................................................................................x

DAFTAR TABEL.................................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR….........................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi

DAFTAR ISTILAH…........................................................................................xvii

DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xix

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah….......................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian…........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitan….......................................................................................7

ix
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Imobilisasi ................................................................................ 8
2.1.1 Pengertian Mobilisasi .................................................................... 8
2.1.2 Latihan Gerak Sendi dalam Mobilisasi.......................................... 8
2.1.3 Tujuan Mobilisasi .......................................................................... 9
2.1.4 Manfaat Mobilisasi ........................................................................ 9
2.1.5 Kerugian Tidak Melakukan Mobilisasi...............................................10
2.1.6 Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi........................................................10
2.1.7 Tahapan Mobilisasi..............................................................................11
2.1.8 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobiisasi..................................12
2.2 Konsep Sectio Caesarea
2.2.1 Definisi Sectio Caesarea......................................................................12
2.2.2 Tujuan Sectio Caesarea........................................................................13
2.2.3 Anestesi Pada Sectio Caesarea............................................................13
2.2.4 Skor Anestesi dan Waktu Pulih Sadar Pasca Sectio Caesarea.............15
2.2.5 Jenis Tindakan Sectio Caesarea...........................................................16
2.2.6 Kategori Sectio Caesarea.....................................................................17
2.2.7 Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesarea.........................................17
2.2.8 Indikasi Sectio Caesarea......................................................................19
2.2.9 Komplikasi Pasca Sectio Caesarea......................................................20
2.2.10 Masalah yang Terjadi Pasca Sectio Caesarea....................................22
2.2.11 Tindakan Keperawatan Ibu Post Sectio Caesarea..............................23
2.3 Anatomi Usus
2.3.1 Fungsi Usus.........................................................................................27
2.3.2 Peristaltik Usus....................................................................................28
2.3.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Peristaltik Usus........................30
2.3.4 Motilitas Usus Post Sectio Caesarea....................................................31
2.3.5 Hubungan Mobilisasi Dini Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus 33

x
BAB 3. KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konseptual.................................................................................. 35
3.2 Hipotesis….................................................................................................. 36
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian….....................................................................................37
4.2 Populasi dan Sampel…...............................................................................38
4.2.1 Populasi…........................................................................................... 38
4.2.2. Sampel…............................................................................................ 38
4.2.3 Kriteria Inklusi.................................................................................... 39
4.2.4 Kriteria Ekslusi…................................................................................40
4.3 Teknik Sampling......................................................................................... 40
4.4 Kerangka Kerja........................................................................................... 40
4.5 Variabel Penelitian….................................................................................. 42
4.6 Definisi Operasional…................................................................................42
4.7 Instrumen Penellitian…...............................................................................44
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian…...................................................................45
4.8.1 Lokasi Penelitian….............................................................................45
4.8.2 Waktu Penelitiian...............................................................................45
4.9 Prosedur Pengumpulan Data…...................................................................45
4.10 Teknik Analisa Data..................................................................................48
4.10.1 Pegolahan Data…..............................................................................48
4.10.2 Analisa Data….................................................................................. 49
4.11 Etika Penelitian….....................................................................................50
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian…...................................................................54
5.2 Karakteristik Responden….........................................................................55
5.2.1 Data Umum…..................................................................................... 55
5.3 Hasil Penelitian…....................................................................................... 57
5.4 Pembahasan…............................................................................................. 62

xi
5.4.1 Peristaltik Usus Sebelum Mobilisasi…................................................62
5.4.2 Peristaltik Usus Sesudah Mobilisasi….................................................64
5.4.3 Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus….............67
5.5 Keterbatasan Penelitian…........................................................69
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan…............................................................................................. 69
6.2 Saran…....................................................................................................... 70

Daftar Pustaka
Lampiran

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Skor Anastesi........................................................................................15

Tabel 2.3 Frekuensi Peristaltik Usus….................................................................33

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel…...........................................................41

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Tendensi Sentral Berdasarkan Usia........................55

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan......................................56

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan........................................56

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Paritas.................................57

Tabel 5.5 Hasil Penelitian Peristaltik Usus Pasien Post Sectio Caesarea Sebelum
Mobilisasi............................................................................................. 58

Tabel 5.6 Hasil Penelitian Peristaltik Usus Pasien Post Sectio Caesarea Sesudah
Mobilisasi............................................................................................. 59

Taabel 5.7 Analisa Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus


Pasien Post Sectio Caesarea.................................................................60
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 Bagian Usus Halus…........................................................................24

Gambar 2.3 Lapisan Usus…................................................................................25

Gambar 2.3 Bagian Usus Besar…........................................................................27

Gambar 2.3 Gerakan Segmentasi…......................................................................30

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Mobilisasi Terhadap Terhadap


Pemulihan Peristaltik Usus Post Sectio Caesarea...............................34

Gambar 4.1 Desain Penelitian…..........................................................................36

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitiian…...........................................................39

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Ijin Studi Pendahuluan…...................................................75

Lampiran 2 : Lembar Persestujuan Menjadi Responden…..............................76

Lampiran 3 : Lembar Penjelasan Penelitian…..................................................77

Lampiran 4 : Lembar Instrument Penelitian Standart Operasional Prosedur…78

Lampiran 5 : Lembar Prosedur Pengukuran Peristaltik Usus…........................80

Lampiran 6 : Lembar Observasi Pemulihan Peristaltik Usus............................83

Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian….................................................................85

Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian Dari Bangkesbangpol….............................86

Lampiran 9 : Surat Keterangan Selesai Penelitian…........................................87

Lampiran 10 : Jadwal Kegiatan….......................................................................88

Lampiran 11 : Hasil Tabulasi Data…..................................................................89

Lampiran 12 : Rekap Hasil Penelitian….............................................................91

Lampiran 13 : Data Umum..................................................................................92

Lampiran 14 : Lembar Konsultasi Proposal dan Skripsi...................................104

Lampiran 15 : Foto Kegiatan Penelitian…........................................................106


DAFTAR SINGKATAN

ACOG : American College of Obstetricians and Gynecologists

ASI : Air Susu Ibu

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SAB : Subarrachniod Blok

SC : Sectio Caesarea

SOP : Standart Operasional Prosedur

TT : Tempat Tidur

WHO : World Health Organization


DAFTAR ISTILAH

Abrupsio Plasenta : lepasnya plasenta sebelum waktunya.

Abdoment : anggota tubuh yang berada diantara toraks (dada) dan pelvis (panggul).

Atelektasis : suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan
berkembang secara sempurna.

Atonia Uteri : perdarahan yang disebabkan oleh kegagalan rahim untuk berkontraksi.

Body aligment : postur tubuh.

Dekubits : kerusakan / kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit.

Disteni abdomen : zat (gas atau cairan) menumpuk di dalam perut yang menyebabkan
perut mengembung.

Distosia : keterlambatan atau kesullitan persalinan.

Emboli Pulmonal : penyumbatan pembuluh darah di paru - paru.

Fleksura hepatica : lengkungan di bawah hati membengkok ke kiri dilanjutkan


sebagai kolon trasvesum.

Fleksura Splenik : lengkungan dari kolon tranvesum ke kolon desenden.

Gestosis : penyakit yang hanya terjadi saat kehamilan.

Hidrosefalus : penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak.

Ileus paralitik : keadaan perut berupa kembung karena usus tidak dapat bergerak.

Kimus : bahan setengah cair seperti bubur terdapat di dalam lambung sebagai hail
pencernaan makanan.
Mukus : cairan lengket dan tebal yang di sekresikan oleh membran dan kelenjar
mukosa.

Paritas : kondisi wanita yang sudah pernah melahirkan bayi hidup.

Perineum : kulit antara liang vagina dengan anus yang dapat robek ketika melahirkan.

Placenta Previa : plasenta yang menutup bagian mulut rahim.

Placenta accrete :plasenta dengan jonjot-jonjot yang menembus ke dalam otot rahim.

Postterm : kehamilan lewat waktu.

Pre eklamsia : keracunan pada kehamilan dengan gejala hipertensi.

Primigravida : seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya

Recovery Room : ruang pemulihan.

Rectum : bagian ujung usus besar yang berhubungan dengan anus.

Rupture Uteri : robeknya dinding uterus saat kehamilan atau dalam persalinan.

Rupture Membrane : Pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan

Sectio Caesarea : operasi untuk mengeluarkan bayi dari dalam kadungan dengan cara
pembedahan perut dan dinding rahim sehingga tidak lewat vagina.

Sekum : suatu kantung yang terhubung pada usus serta bagian kolon.

Tromboflebitis : pembengkakan pada vena (pembuluh darah balik).

Thrombosis : proses pembekuan darah di dalam lumen pembuluh darah.

Uterus : organ reproduksi wanita yang terletak di antara kandung kemih dan rectum.

Vaskuler : istilah yang mencakup arteri dan vena dalam sistem pembuluh darah.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melahirkan adalah usaha yang dilakukan oleh rahim ketika bayi akan dilahirkan.

Selama melahirkan rahim berkontraksi dan mendorong bayi ke bawah sampai

leher rahim. Dorongan ini membuka leher rahim. Setelah leher rahim mencapai

pembukaan lengkap, kontraksi dan dorongan akan menggerakkan si bayi ke

bawah dan keluar dari jalan lahir (Janet dkk, 2005).

Pada saat ini masyarakat Indonesia sudah banyak mengenal dua cara persalinan

yaitu persalinan lewat vagina (pervaginam), lebih dikenal dengan persalinan

normal atau alami dan persalinan secara operasi bedah (sectio caesarea). Ibu

hamil menginginkan dapat melahirkan secara normal, tetapi dalam kondisi

tertentu dari faktor janin (bayi terlalu besar, kelainan letak, ancaman gawat janin,

janin abnormal, kelainan tali pusat, dan bayi kembar), dan dari faktor ibu

(kelainan panggul, kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini, pre eklamsia),

harus dilakukan operasi sectio caesarea (Hutabalian, 2011).

Melahirkan secara sectio caesarea adalah ibu yang melahirkan janin dengan

proses pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dalam

waktu sekitar kurang lebih enam minggu organ-organ reproduksi akan kembali

pada keadaan tidak hamil (Suryani dan Anik, 2015).

Sectio caesarea merupakan pembedahan mayor yang memiliki risiko tinggi

terjadinya berbagai komplikasi pasca persalinan oleh sebab itu perlu di pantau

1
sejak awal bagaimana fungsi dari organ tubuh pasca sectio caesarea. Komplikasi

penting yang muncul pada sectio caesarea mencakup perdarahan, infeksi sesudah

pembedahan dengan presentase perdarahan 60%, infeksi 25%, gestosis 15%

(Anggorowati, 2012), dan menurunnya motilitas gastrointestinal dapat

menimbulkan ileus paralitik yang mengakibatkan akumulasi gas dan distensi

abdomen (Sally, 2013).

World Health Organization (WHO) menetapkan standart rata – rata sectio

caesarea di sebuah negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia.

Berdasarkan survey WHO tahun 2004-2008 di tiga benua, yakni Amerika Latin,

Afrika, dan Asia dilaporkan bahwa angka persalinan sectio caesarea mencapai

25,7%, mulai angka terendah di Angola 2,3% sampai angka tertinggi 46,2% di

Cina. Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia menurut data Survey Nasional

tahun 2011 tercatat persalinan dengan sectio caesarea adalah 921.000 kasus

(22,8%) dari 4.039.000 total persalinan. Di Jawa Timur persalinan sectio caesarea

pada tahun 2011 berjumlah 3.401 kasus (20%) dari 170.000 total persalinan

(Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2012). Sedangkan untuk Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Madiun, selama tahun 2016 tercatat angka persalinan dengan sectio

caesarea adalah 521 kasus (39,8%) dari 1307 total persalinan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti bahwa setiap ibu post

sectio cesarea harus dilakukan mobilisasi secara bertahap tetapi didapat kenyataan

dari 10 ibu post sectio caesarea terdapat 6 (60%) ibu tidak melaksanakan tahapan
mobilisasi dini sampai akhir dari 4 tahap mobilisasi karena merasakan nyeri pada

luka post sectio caesarea dan umumnya membuat ibu malas untuk melakukan

mobilisasi atau menggerakkan badan dengan alasan takut jahitan lepas yang

berakibat perut menjadi kembung dan ibu tidak bisa kentut, pada pelaksanaannya

tindakan tersebut tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh perawat karena beberapa

ibu menolak untuk dilakukan mobilisasi, sementara ibu yang melakukan

mobilisasi lebih mudah untuk pulih dan hanya memerlukan 3 hari saja untuk di

rawat di rumah sakit.

Penelitian oleh Henke, Elsner & Gorlinger (2010) teknik operasi sectio caesarea

terdiri dari spinal anastesi (subarrachniod blok/SAB) dan anestesi umum (General

Anastesi). Operasi sectio caesarea dengan spinal anestesi (SAB) umumnya sering

digunakan karena 62% lebih baik dibandingkan anastesi umum. Sehingga proses

sectio caesarea berdampak terhadap termanipulasinya organ abdomen serta

menurunkan peristaltik usus dan terjadi distensi abdomen. Efek anastesi spinal

pada kelumpuhan peristaltik usus akan berlangsung pada pasca operasi sectio

caesarea hingga 12-24 jam sehingga pasien belum diperbolehkan mengkonsumsi

makanan sebelum peristaltik usus pulih yang ditandai dengan terdengarnya bising

usus (Oswari, 2000).

Efek dari anestesi pada sectio caesarea akan semakin berkurang dengan seiring

bertambahnya waktu dan ativitas fisik (mobilisasi) yang dilakukan baik pasif

maupun aktif, hal tersebut menandakan fungsi sistem pencernaan bekerja


kembali. Apabila belum muncul peristaltik usus tapi pasien sudah memaksakan

untuk makan dan minum, dikhawatirkan usus belum mampu bekerja normal

sehingga memungkinkan terjadinya penyumbatan saat makanan tersebut melewati

usus (Bararah, 2010). Peristaltik usus dipengaruhi oleh aktivitas fisik atau

mobilisasi, asupan makanan, fungsi saraf, dan anestesi (Guyton, 2008). Untuk

mempercepat kembalinya peristaltik usus pasca operasi tindakan keperawatan

yang dilakukan adalah melalui upaya mobiliasi.

Mobilisasi ibu setelah sectio caesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya

kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan

caesarea (Suryani dan Anik, 2015). Hasil penelitian Carnavorro’s (1946) dalam

Morris, Benneti, Marro & Roshental (2010) menyatakan bahwa program tindakan

mobilisasi yang dilakukan oleh perawat pada seluruh ibu pasca operasi dapat

menurunkan risiko terjadinya komplikasi sebanyak 50%.

Dampak bila tidak melakukan mobilisasi menurut Suryani dan Anik (2015) adalah

fungsi motilitas usus dan kandung kemih menjadi lebih lambat sehingga ibu sulit

melakukan defekasi dan memperlama hari perawatan.

Mobilisasi (duduk dan jalan) yang cepat adalah untuk mengurangi komplikasi

bedah terutama tromboflebitis dan atelektasis. Di Amerika Serikat dan Negara

Eropa yang maju, diterapkan operasi dengan tindakan ambulansi pada operasi

caesarea dan telah berkembang dengan pesat di 2000 klinik yang terdaftar dalam

Frederated Surgery Association (Suryani dan Anik, 2015).


Adapun manfaat tindakan mobilisasi dapat memperlancar sirkulasi darah,

mencegah terjadinya thrombosis/sumbatan, meningkatkan kekuatan otot,

menurunkan vena statis, menstimulasi sirkulasi darah, mencegah terjadinya

thromosis/emboli pulmonal, meningkatkan kekuatan otot dan fungsi pencernaan,

pernafasan (Morris dkk (2010). Farrer & Hellen (2010) menyatakan bahwa

manfaat dilakukan mobilisasi adalah ibu merasa lebih sehat, kuat dan dapat

mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu memperoleh kekuatan, mempercepat

kesembuhan, fungsi usus dan kandung kemih lebih baik, merangsang peristaltik

usus kembali normal dan mobilisasi juga membantu mempercepat organ – organ

tubuh bekerja seperti semula. Ibu dianjurkan untuk latihan menggerakkan kaki 2

jam pasca sectio caesarea, tahapan mobilisasi sendiri dilakukan selama 24 jam.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi tahun 2008 menjelaskan bahwa ada

pengaruh pemberian kompres hangat terhadap waktu flatus pada pasien post

operasi sectio caesarea. Di RSUP dr. Soeradji peneliti menemukan fenomena ibu

post sectio caesarea belum di berikan minum dan makan sebelum gerakan

peristaltik usus kembali normal atau sebelum kentut/flatus keluar.

Berdasarkan hal – hal tersebut maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien

post operasi sectio caesarea di ruang Nifas RSUD Kota Madiun.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Adakah Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasien

Post Sectio Caesarea di RSUD Kota Madiun?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasien

Post Sectio Caesarea di RSUD Kota Madiun.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi peristaltik usus sebelum dilakukan mobilisasi pada pasien

post sectio caesarea di RSUD Kota Madiun.

2. Mengidentifikasi peristaltik usus sesudah dilakukan mobilisasi pada pasien post

sectio caesarea di RSUD Kota Madiun.

3. Menganalisa pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik usus pasien

post sectio caesarea di RSUD Kota Madiun.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi RSUD Kota Madiun

Pasien dengan pemberian pengetahuan tentang mobilisasi pada ibu post sectio

caesarea di harapkan pasien mampu melaksanakan praktek mobilisasi dini untuk

mencegah terjadinya komplikasi.


1.4.2 Bagi Peneliti

Adanya penelitian ini agar dapat menambah wawasan dalam melakukan

penelitian, khususnya penelitian tentang mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik

usus post sectio caesarea.

1.4.3 Bagi Intstitusi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Diharapkan hasil penelitian ini mampu menjadi referensi dan mampu

mengembangkan teori keperawatan khususnya dalam keperawatan maternitas.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Imobilisasi


2.1.1 Pengertian Mobilisasi

Pengertian mobilisasi dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Mobilisasi adalah suatu usaha mempertahankan keseimbangan pasca

pembedahan dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk,

bergerak dan melakukan aktivitas sehari – hari (Suryani dan Anik, 2015).

2. Mobilisasi merupakan tindakan keperawatan yang dapat memulihkan

peristaltik usus (Indiarti, 2007).

3. Mobilisasi ibu pasca sectio caesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau

adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan

persalinan caesarea (Suryani dan Anik, 2015).

2.1.2 Latihan Gerak Sendi dalam Mobilisasi

Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat penting bagi klien setelah operasi,

klien dapat segera melakukan pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat

proses penyembuhan. Banyak klien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena

takut jahit luka operasi akan lepas atau takut luka operasinya lama sembuh.

Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika klien selesai operasi dan

segera bergerak maka klien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik)

sehingga klien akan lebih cepat kentut/flatus, menghindarkan penumpukan lender

pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya

dekubitus. Latihan ini dilakukan secara pasif (misalnya dibantu petugas


kesehatan) namun kemudian seiring bertambahnya kekuatan otot maka pasien

akan diminta melakukan secara mandiri (Suryani dan Anik, 2015).

2.1.3 Tujuan Mobilisasi

Farrer & Hellen (2010) menyatakan bahwa tujuan dilakukan mobilisasi adalah ibu

merasa lebih sehat, kuat dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu

memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, fungsi usus dan kandung

kemih lebih baik, merangsang peristaltik usus kembali normal dan mobilisasi juga

membantu mempercepat organ – organ tubuh bekerja seperti semula.

Menurut Suryani dan Anik (2015) tujuan mobilisasi antara lain mempertahankan

body alignment, meningkatkan rasa nyaman, mengurangi kemungkinan tekanan

yang menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap.

2.1.4 Manfaat Mobilisasi

Adapun manfaat dari mobilisasi dini diantaranya :

1. Manfaat tindakan mobilisasi setelah pasca operasi dapat menurunkan vena

statis, menstimulasi sirkulasi darah, mencegah terjadinya thrombosis/emboli

pulmonal, meningkatkan kekuatan otot dan fungsi pencernaan, pernafasan

(Morris, Benetti, Marro & Rosenthal, 2010).

2. Farrer & Hellen (2010) menyatakan bahwa manfaat dilakukan mobilisasi

adalah ibu merasa lebih sehat, kuat dan dapat mengurangi rasa sakit dengan

demikian ibu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, fungsi usus

dan kandung kemih lebih baik, merangsang peristaltik usus kembali normal

dan mobilisasi juga membantu mempercepat organ – organ tubuh bekerja

seperti semula.
3. Manfaat dilakukan mobilisasi yaitu dapat memperlancar sirkulasi darah,

mencegah terjadinya thrombosis/sumbatan, meningkatkan kekuatan otot

(Suryani dan Anik, 2015) .

2.1.5 Kerugian Tidak Melakukan Mobilisasi

Menurut Suryani dan Anik (2015) kerugian tidak melakukan mobilisasi pada ibu

sectio caesarea :

1. Fungsi motilitas usus dan kandung kemih menjadi lebih lambat sehingga ibu

sulit melakukan defekasi dan memperlama hari perawatan di rumah sakit.

2. Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi adalah pada fundus uteri teraba

lemah sehingga kontraksi uterus tidak ada, maka akan terjadi perdarahan yang

abnormal, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang

terbuka sehingga ibu mengalami infeksi yang ditandai dengan peningkatan

suhu tubuh.

2.1.6 Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi

Menurut Patricia & Sally (2006) pelaksanaan tindakan mobilisasi ini dibutuhkan

peran perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan atau pengetahuan untuk

melakukan mobilisasi, dalam hal ini perawat harus memberikan penjelasan secara

rinci pada ibu tentang tindakan yang harus dilakukan setelah mengalami pasca

operasi sectio caesarea dengan cara :

1. Ibu dianjurkan untuk batuk

2. Ibu dianjurkan untuk nafas dalam

3. Ibu dianjurkan untuk latihan menggerakkan kaki setiap 2 jam


4. Ibu dianjurkan untuk melakukan pergerakan sampai kondisi ibu stabil untuk

dapat berjalan setelah 24 jam

2.1.7 Tahapan Mobilisasi

Tahap – tahap mobilisasi pada pasien post operasi sectio caesarea menurut

Suryani dan Anik (2015) meliputi :

1. Bernafas dalam hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan

hidungdalam kondisi mulut tertutup rapat.Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik)

kemudian secara perlahan-lahan udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui

mulut.Lakukan hal ini berulang kali (15 kali). Dan latihan kaki2 jam setelah

operasi dengan menggerakkan jari kaki dan memutar pergelangan kaki, serta

telapak kakidi fleksi dan ekstensikan2-3x selama 5 menit.

2. Setelah 6 jam ibu dilakukan pergerakan miring kanan dan miring kirisekurang –

kurangnya sebanyak 3x dalam 1 jam.

3. Setelah 12 jam ibu dianjurkan untuk duduk selama 10-15 menit baik bersandar

atau tidak.

4. Setelah 24 jam ibu belajar berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar

kamar, misalnya ke toilet atau ke kamar mandi sendiri, hal ini perlu dilakukan

sedini mungkin pada pasien untuk mengembalikan fungsi pencernaan pasien

kembali normal.

2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


Menurut Setyowati (2013) kurangnya mobiliasi disebabkan oleh faktor – faktor

yang terjadi pada ibu post sectio caesarea antara lain :

1. Faktor intern : pasien takut jahitan akan lepas jika bergerak, kelelahan saat

mengalami partus lama, cidera yang dialami sebelum partus, persepsi nyeri

yang berbeda, motivasi, gaya hidup, emosi.

2. Faktor ekstern : dukungan suami dan keluarga, budaya yang melarang bergerak

dan kaki harus lurus, sosial ekonomi, pelayanan petugas.

3. Faktor karakteristik : tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman yang

diberikan petugas, semakin bertambah usia seseorang tonus otot akan menurun

sehingga kemampuan mobilisasi menurun (Kozier, 2010). Umur muda

cenderung malu dan menarik diri , ibu bekerja, ibu dengan paritas yang lebih

banyak, karena ibu dengan paritas lebih banyak akan lebih cepat melakukan

mobilisasi dini karena harus memberikan perhatian kepada anak yang lain.

Klasifikasi paritas di bagi menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.

2.2 Konsep Sectio Caesarea

2.2.1 Definisi Sectio Caesarea

Pengertian sectio caesarea dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Sectio caesarea adalah ibu yang melahirkan janin dengan proses pembedahan

dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dalam waktu sekitar

kurang lebih enam minggu organ-organ reproduksi akan kembali pada

keadaan tidak hamil (Suryani dan Anik, 2015).


2. Menurut Indiarti (2007) sectio caesarea adalah jalan alternative menyambut

kelahiran seorang bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada

perut dan rahim ibu.

2.2.2 Tujuan Sectio Caesarea

Menurut Suryani dan Anik (2015) beberapa tujuan kelahiran dengan sectio

caesareaadalah :

1. Tujuan dari kelahiran sectio caesarea adalah memelihara kehidupan atau

kesehatan ibu dan janinnya. Selain itu tindakan sectio caesarea dilaksanakan

dalam keadaan dimana penundaan kelahiran akan memperburuk keadaan

janin, ibu atau keduanya, sedangkan kelahiran pervaginam tidak mungkin

dilakukan dengan aman.

2. Operasi sectio caesarea dapat dilakukan secara terencana maupun segera,

dimana pada operasi sectio caesarea terencana (elektif) operasi telah di

rencanakan jauh – jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan

mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin.

2.2.3 Anestesi Pada Sectio Caesarea

Beberapa studi tentang anestesi pada operasi sectio caesarea diuraikan berikut ini

1. Penelitian oleh Henke, Elser, Gorlinger (2010) teknik operasi sectio caesarea

terdiri dari spinal anestesi (subarrachniod blok/SAB) dan umum (General

Anastesi).
a. Operasi sectio caesarea dengan spinal anestesi (subarrachniod

blok/SAB) umumnya sering digunakan karena lebih baik 62%

dibandingkan dengan anestesi umum.

2. Henke, Elser, Gorlinger (2010) menyatakan bahwa pada operasi sectio

caesarea ibu dianjurkan untuk menggunakan spinal anestesi.

a. Anestesi spinal membuat pertengahan ke bawah tubuh ibu mati rasa,

tetapi ibu akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi.

b. Ibu merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan kesakitan dan dilakukan

di lumbal 3 atau lumbal 4 menggunakan injeksi 2.2 ml dengan hyperbaric

bupivacaine 0,5% dan sufentanil 6g.

3. Suryani dan Anik (2015) menguraikan bahwa anestesi umum diberikan jika

anestesi spinal atau epidural tidak memungkinkan di berikan, baik karena

alasan teknis maupun karena tidak aman.

a. Prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker

wajah selama 3 sampai 4 menit sebelum obat diberikan melalui

penetesan intravena.

b. Dalam waktu 20 sampai 30 detik maka ibu akan terlelap, saat ibu tidak

sadar disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorokan ibu untuk

membantu ibu bernafas dan mencegah muntah

c. Jika digunakan anestesi total, ibu akan dimonitor secara konstan oleh

seorang ahli anestesi.


d. Efek anestesi section caesarea adalah ibu merasakan adanya nyeri akut

secara fisiologi, intesitas nyeri akut yang berisiko terhadap

perkembangan pasca pembedahan.

2.2.4 Skor Anastesi dan Waktu Pulih Sadar Pasca Sectio Caesarea

Pulih sadar merupakan bangun dari efek obat anestesi setelah proses pembedahan

dilakukan (Barone, 2004). Lamanya waktu yang dihabiskan pasien di recovery

room tergantung kepada berbagai faktor termasuk durasi dan jenis pembedahan,

teknik anestesi, jenis obat dan dosis yang di berikan dan kondisi umum

pasien.Sebagian besar unit memiliki kebijakan yang menentukan lamanya berada

di ruang pemulihan.Gwinnut (2012) mengatakan sekitar 30 menit pasien berada

dalam ruang pemulihan dan itupun memenuhi kriteria pengeluaran. Berikut

beberapa skor yang biasa di gunakan untuk menilai kondisi pasien pasca anestesi :

Tabel 2.2 Skor Anastesi (Latief, 2002)

Aldrete Score (dewasa)

Penilaian
Nilai Warna - Merah muda : 2
- Pucat : 1
- Sianosis : 0
Pernapasan - Dapat bernafas dan batuk : 2
- Dangkal namun pertukaran udara adekuat :
1
- Apneu atau obstruksi : 0

Sirkulasi - Tekanan darah menyimpang < 20% dari


normal : 2
- Tekanan darah menyimpang 20-50% dari
normal : 1
- Tekanan darah menyimpang >50% dari normal
:0
Kesadaran - Sadar, siaga dan orientasi : 2
- Bangun namun cepat kembali tertidur : 1
- Tidak berespon : 0

Aktivitas - Seluruh ektremitas dapat digerakkan : 2


- Dua ekstremitas dapat digerakkan : 1
- Tidak bergerak : 0

Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.


Bromage Score (Spinal Anastesi)
Penilaian - Gerakan penuh dari tungkai : 0
- Tidak mampu ekstensi tungkai : 1
- Tak mampu fleksi lutut : 2
- Tak mampu fleksi pergelangan kaki : 3

Jika Bromage Score 2, pasien dapat di pindahkan ke rungan.

2.2.5 Jenis Tindakan Sectio Caesarea

Menurut Indiarti (2007) jenis tindakan sectio caesarea yang kita kenal sampai

saat ini :

1. Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga

memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi

jenis ini sudah sangat jarang dilakukan hari ini karena lebih beresiko

terjadinya komplikasi.

2. Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih lebih umum dilakukan

pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan resiko terjadinya

perdarahan dan lebih cepat penyembuhannya.

3. Sectio caesarea berulang dilakukan ketika ibu yang akan melahirkan

sebelumnya telah pernah mengalami sectio caesarea. Umumnya sayatan

dilakukan pada bekas luka operasi sebelumnya.


4. Histerektomi caesarea yaitu diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini

dilakukan dalam kasus – kasus dimana perdarahan yang sulit tertangani atau

ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dengan rahim.

2.2.6 Kategori Sectio Caesarea

Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka

dikelompokkan 4 kategori (Edmonds, 2007) :

a. Kategori 1 atau emergency

Dilakukan segera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin. Contohnya

abrupsio plasenta.

b. Kategori 2 atau urgent

Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam jiwa

ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.

c. Kategori 3 atau scheduled

Tidak terdapat penyulit.

d. Kategori 4 atau elective

Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.

2.2.7 Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesarea

Menurut Suryani dan Anik (2015) keuntungan persalinan sectio caesarea antara

lain :

1. Dapat menjadi prosedur keselamatan hidup

2. Memiliki keuntungan yang lebih besar untuk ibu – ibu yang mempunyai

komplikasi selama kehamilannya, seperti :


a. Dapat menghindari kehamilan postterm karena sectio caesarea

biasanya direncanakan pada usia kehamilan 39 – 40 minggu.

b. Dibandingkan dengan pervaginam, risiko perdarahan post sectio

caesarea akibat atonia uteri (kontraksi rahim tidak normal setelah

persalinan) lebih rendah.

c. Risiko trauma persalinan seperti pembengkakan atau memar lebih

kecil.

3. Dapat diusahakan dengan cepat.

4. Lebih nyaman untuk ibu karena tanggal persalinan telah direncanakan,

stress dan kecemasan ibu lebih kecil.

Menurut Suryani dan Anik (2015) kerugian persalinan sectio caesarea antara lain

1. Sectio caesarea merupakan prosedur pembedahan abdomen mayor yang

memiliki risiko bedah dan risiko anestesi. Efek samping anestesi meliputi

sakit kepala, mual, muntah.

2. Lama perawatan di rumah sakit dan periode pemulihan yang lebih

panjang.

3. Masalah dan risiko pada ibu :

a. Fungsi usus yang menurun setelah proses sectio caesarea

b. Risiko cedera usus atau kandung kencing saat operasi

c. Risiko kehilangan darah lebih besar, sekitar 2/3 wanita memerlukan

transfusi darah
d. Risiko placenta previa dan placenta accreta lebih besar pada

kehamilan selanjutnya

e. Risiko lebih tinggi terjadinya rupture uteri (robeknya dinding rahim

pada tempat insisisectio caesarea).

2.2.8 Indikasi Sectio Caesarea

Menurut Suryani dan Anik (2015) beberapa indikasi pada ibu yang dilakukan

operasi sectio caesarea, antara lain :

1. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan

normal (dystosia)

2. Detak jantung janin melambat (fetal distress)

3. Komplikasi pre-eklamsia

4. Ibu menderita herpes

5. Putusnya tali pusat

6. Risiko luka parah pada rahim

7. Bayi dalam posisi sungsang, letak lintang

8. Bayi besar

9. Masalah plasenta seperti plasenta previa

10. Pernah mengalami masalah pada penyembuhan perineum, distosia, sectio

caesareaberulang

11. Presentasi bokong hipertensi akibat kehamilan (pregnancy-

induced hypertension)

12. Kelainan plasenta dan malpresentasi misalnya presentasi bahu

Sedangkan indikasi pada janin yang dilakukan operasi sectio caesareaantara lain :
1. Gawat janin

2. Prolapsis funikuli (tali pusat penumpang)

3. Primigravida tua

4. Kehamilan dengan diabetes mellitus

5. Infeksi intra partum

6. Kehamilan kembar

7. Kehamilan dengan kelainan kongenital

8. Abnomaly janin misalnya hidrosefalus

2.2.9 Komplikai Pasca Sectio Caesarea

Komplikasi pada persalinan sectio caesarea, antar lain di uraikan sebagai berikut :

1. Menurunnya motilitas gastrointestinal dapat menimbulkan ileus paralitik

yang mengakibatkan akumulasi gas dan distensi abdomen (Sally, 2013).

2. Komplikasi penting yang muncul pada sectio caesarea mencakup perdarahan,

infeksi sesudah pembedahan dengan presentase perdarahan 60%, infeksi

25%, gestosis 15% (Anggorowati, 2012) .

3. Rasjidi (2009) menguraikan bahwa komplikasi utama persalinan sectio

caesarea adalah kerusakan organ – organ seperti vesika urinaria dan uterus

saat dilakukan operasi dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi,

perdarahan, infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar pada

persalinan sectio caesarea dibandingkan persalinan pervaginam.

4. Sementara itu Aksu, Kucuk, Duzgun (2011) menyatakan bahwa risiko

komplikasi akibat tindakan operasi sectio caesarea adalah vena thrombosis,

karena berbagai faktor seperti trombophilia, American College of


Obstetricians and Gynecologists (ACOG) membut kategori pasien pasca

operasi sectio caesarea menjadi dua yaitu risiko rendah sampai risiko tinggi.

5. Bonney & Jenny (2010) menjelaskan bahwa komplikasi pasca operasi sectio

caesarea pada insisi segmen bawah rahim dapat terjadi berkurangnya

vaskuler bagian atas uterus sehingga beresiko mengalami rupture membrane,

ileus dan peritonitis, pasca operasi obstruksi, masalah infeksi karena

masuknya mikroorganisme selama pasca operasi.

6. Sedangkan Suryani dan Anik (2015) menyatakan bahwa komplikasi pada ibu

yang dilakukan sectio caesarea yaitu :

a. Terjadinya aspirasi

b. Emboli pulmonal

c. Perdarahan

d. Infeksi urinaria

e. Injuri pada bladder

f. Thrombophlebitis

g. Infeksi pada luka operasi

h. Komplikasi yang berhubungan dengan efek anestesi serta terjadinya

injury

i. Berkurangnya vaskuler bagian atas uterus sehingga beresiko mengalami

rupture membrane

2.2.10 Masalah yang Terjadi Pasca Operasi Sectio Caesarea

2.2.10.1 Efek Pembiusan

Efek pembiusan pasca sectio caesarea adalah :


1. Anestesi spinal memperlambat motilitas gastrointestinal dan menyebabkan

mual. Selama tahap pemulihan, peristaltik usus terdengar lemah atau

menghilang. Menurunnya motilitas gastrointestinal dapat menimbulkan ileus

paralitik yang mengakibatkan akumulasi gas dan distensi abdomen (Sally,

2013).

2. Jika klien mendapat bius epidural maka efek biusnya kecil, sedangkan apabila

menggunakan anestesi apinal, tungkai akan terasa baal, tidak dapat

digerakkan selama beberapa jam (Rasjidi, 2009).

3. Apabila menggunakan anestesi umum, biasanya klien akan mengantuk, nyeri

kerongkongan, mulut terasa kering selama beberapa jam pertama setelah

operasi (Rasjidi, 2009).

4. Perasaan letih dan bingung mungkin akan dialami sebagian besar ibu setelah

melahirkan, timbulnya rasa nyeri setelah efek anestesi hilang (Rasjidi, 2009).

2.2.11 Tindakan Keperawatan Ibu Post Sectio Caesarea

Menurut Suryani dan Anik (2015) tindakan keperawatan ibu post sectio caesarea

adalah :

1. Management nyeri pasca sectio caesarea


Nyeri adalah rangsangan tidak enak yang dapat menimbulkan rasa takut dan

khawatir. Teknik penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara teknik relaksasi

dan distraksi.

2. Perawatan payudara

Bila payudara bengkak lakukan pengompresan dengan waslap dan air hangat

bergantian dengan waslap dingin, bila payudara lecet putting susu dioleskan

dengan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting susu setiap selesai

menyusui. Menyusui tetap dilakukan pada payudara yang tidak lecet.

3. Perawatan luka operasi sectio caesarea

Perawatan luka operasi sectio caesarea adalah prosedur perawatan yang dilakukan

pada luka dengan cara mengganti balutan.

4. Latihan pasca partum (mobilisasi) pasca operasi sectio caesarea

Mobilisasi ibu setelah sectio caesaria adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya

kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan

caesarea.

5. Seksualitas dan kontrasepsi

Seksualitas biasanya dalam waktu 3-4 minggu setelah persalinan seorang wanita

sudah pulih dan siap mulai melakukan hubungan suami istri tapi sebelumnya

sudah menggunakan kontrasepsi yang aman. Kontrasepsi adalah

menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel

telur yang matang dengan sperma.

2.3 Anatomi Fisiologi Usus

Pada umumnya usus pada manusia terbagi menjadi 2 bagian yaitu :


1. Usus halus (intestinum)

Menurut Lauralee (2011) usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan

penyerapan berlangsung.Usus halus terletak bergelung di dalam rongga abdomen,

terbentang antara lambung dan usus besar. Menurut Pearce (2009) Struktur usus

halus terdiri dari :

a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang 25 cm panjangnya,

berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala pancreas.

b. Yeyunum adalah bagian yang selanjutnya. Panjang kurang lebih 1 meter

sampai 1,5 meter.

c. Ileum (2m sampai 2,5m) merentang sampai menyatu dengan usus besar.

Gambar 2.3 Bagian Usus Halus (Guyton, 2008)

Menurut Lauralee (2011) struktur dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan yaitu :

a. Dinding lapisan mukosa, bagian ini dibagi menjadi 3 lapisan yaitu

membrane mukosa, lamina propia dan muskularis mukosa.

b. Dinding lapisan submukosa, adalah lapisan tebal jaringan ikat yang

menentukan daya regang dan elastisitas saluran cerna.


c. Dinding lapisan muskularis eksterna, adalah selubung otot polos utama

saluran cerna, mengelilingi submukosa. Di sebagian besar saluran cerna,

muskularis eksterna terdiri dari dua lapisan : lapisan sirkular dalam dan

lapisan longitudinal luar.

d. Dinding lapisan serosa, adalah jaringan ikat paling luar yang menutupi

saluran cerna.

Gambar 2.3 Lapisan Usus (Lauralee, 2011)

2. Menurut Setiadi (2007) usus besar merupakan bagian akhir dari proses

pencernaan, karena sebagai tempat pembuangan, maka di usus besar sebagian

nutrient telah dicerna dan diabsorbsi dan hanya menyisakan zat – zat yang

tidak tercerna. Makanan biasanya memerlukan waktu 2 sampai 5 hari untuk

menempuh ujung saluran pencernaan, 2 sampai 6 jam di lambung, 6 sampai 8

jam di usus halus, dan sisa waktunya berada di usus besar. Panjangnya ± 1,5

m lebarnya 5-6cm. Struktur kolon terdiri atas keempat lapisan dinding yang

sama seperti usus halus. Dinding mukosa lebih halus daripada yang ada pada

usus halus, dan tidak memiliki vili. Kolon memiliki 3 bagian pokok yaitu :
a. Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di

sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatica.

b. Kolon tranvesa merentang menyilang abdomen di bawah hati dan

lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah

pada fleksura splenik.

c. Kolon desenden merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi

kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rectum.

3. Rectum 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada kolon sigmoid dan

berakhir pada saluran anal yang kira – kira 3cm panjangnya.

Gambar 2.3. Bagian Usus Besar (Lauralee, 2011)

2.3.1 Fungsi Usus


Menurut Pearce (2009) fungsi usus halus adalah :

1. Mencerna dan mengabsorbsi kimus dari lambung.

2. Usus halus mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut

dan di lambung. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pankreas

serta dibantu empedu dalam hati.

3. Usus halus secara selektif mengabsorbsi nutrisi dan elektrolit. Enzim dari

pancreas dan empedu dari kantung empedu dilepaskan dalam duodenum,

enzim dalam usus halus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi

unsur – unsur dasar.

Sedangkan fungsi usus besar menurut Setiadi (2007) adalah :

1. Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorbsi makanan. Usus

besar mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit.

2. Usus besar hanya memproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung enzim

atau hormon pencernaan.

3. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan

memproduksi sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam setiap hari.

4. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses :

a. Air mencapai 75% sampai 80% feses. Sepertiga materi padatnya adalah

bakteri dan sisanya 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organic dan

anorganik dari sekresi pencernaan, serta mukus dan lemak.

b. Feses juga mengandung sejumlah materi kasar, atau serat dan selulosa

yang tidak tercerna. Warna coklat berasal dari pigmen empedu, bau

berasal dari kerja bakteri.


2.3.2 Peristaltik Usus

Menurut Sloane (2004) Peristaltik adalah kontraksi ritmik otot polos longitudinal

dan sirkular. Kontraksi ini adalah daya dorong utama yang menggerakkan kimus

ke arah bawah di sepanjang saluran. Gerakan peristaltik pada usus halus

mendorong makanan menuju kearah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2

cm/detik. Suara peristaltik usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara

dalam usus.

Dua jenis gerakan peristltik usus menurut Guyton (2008) diantaranya :

1. Gerakan Mencampur (Gerakan segmentasi)

Bila sebagian usus halus diregangkan oleh kimus, hal ini menimbulkan kontraksi

konsentrik lokal seperti cincin dengan interval sepanjang usus. Kontraksi ritmik

ini berlangusng dengan kecepatan 11 sampai 12 permenit dalam duodenum.

Kontraksi ini menyebabkan “segmentasi” usus halus, kadang – kadang membagi

usus menjadi segmen dalam jarak teratur yang mempunyai bentuk seperti rantai

sosis. Sekelompok kontraksi segmentasi mengadakan relaksasi bila kelompok

kontraksi segmentasi yang baru mulai timbul tetapi kontraksi yang terjadi saat ini

terjadi pada tempat yang baru antara kontraksi – kontraksi sebelumnya.Oleh

karena itu, kontraksi segmentasi “membelah” kimus berkali – kali dalam semenit.

Dengan cara ini meningkatkan pencampuran progresif partikel – partikel makanan

yang padat dengan secret usus halus.


Gambar 2.3. Gerakan Segmentasi (Lauralee, 2011)

2. Gerakan Propulsif – Peristaltik

Dasar gerakan propulsive (mendorong) adalah gerakan yang menyebabkan

makanan bergerak maju sepanjang saluran dengan kecepatan yang sesuai untuk

terjadinya pencernaan dan absorbsi. Gerakan inilah yang mendorong makanan ke

usus besar. Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Hal

ini terjadi pada bagian usus halus manapun, dan mereka bergerak ke arah anus

dengan kecepatan 0,5 sampai 2cm/detik. Aktivitas peristaltik usus sangat

meningkat setelah makan, hal ini sebagian disebabkan oleh masuknya kimus ke

dalam duodenum.

2.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Peristaltik Usus

Menurut Guyton (2008) peristaltik usus dipengaruhi oleh :

1. Mobilisasi
Mobilisasi merupakan tindakan keperawatan yang dapat memulihkan peristaltik

usus (Indiarti, 2007). Kerugian jika tidak melakukan mobilisasi yaitu fungsi

motilitas usus dan kandung kemih menjadi lebih lambat. Mobilasi menyebabkan

perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi

gastrointestinal dengan latihan menggerakkan kaki, miring kanan dan miring kiri,

latihan duduk dan belajar berjalan. Dengan mobilisasi otot – otot perut akan

kembali normal, dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu

memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Fungsi motilitas usus dan

kandung kencing menjadi lebih baik, hal ini disebabkan karena mobilisasi akan

merangsang peristaltik usus kembali normal (Binarti, 2010).

2. Asupan makanan

Aktivitas peristaltik usus sangat meningkat setelah makan. Hal ini sebagian

disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam duodenum, juga disebabkan oleh

reflek gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung. Kimus didorong

melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Hal ini terjadi pada bagian usus

halus manapun, dan mereka bergerak ke arah anus dengan kecepatan 0,5 sampai

2cm/detik. Reflek ini meningkatkan seluruh derajat kepekaan usus halus,

termasuk peningkatan gerakan dan sekreti.

3. Fungsi saraf

Penyebab umum peristaltik usus adalah peregangan.Regangan sirkum ferensial

usus merangsang reseptor – reseptor pada dinding usus, hal ini menimbulkan

reflek mienterikus local yang mulai dengan kontraksi dari otot longitudinal atas

jarak beberapa sentimeter diikuti oleh kontraksi otot sirkular.


4. Anestesi

Efek dari anestesi yang sering dialami ibu pasca sectio caesarea adalah

termanipulasinya organ abdomen sehingga peristaltik usus menurun dan terjadi

distensi abdomen dan. Anestesi selama operasi membuat gerak pencernaan belum

sempurna kembali

2.3.4 Motilitas Usus Post Operasi Sectio Caesarea

Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan

menuju bagian pencernaan selanjutnya, pada pasien yang mengalami anestesi atau

pembiusan, secara tidak langsung juga aktivitas peristaltik usus juga mengalami

fase pembiusan juga. Pada pasien yang dilakukan tindakan pembiusan maka butuh

waktu yang lama dalam pemulihan peristaltik usus dikarenakan tidak melakukan

tindakan apapun untuk pemulihan peristaltik ususnya (Joko, 2011). Anastesi

merupakan tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan rasa takut saat

pembedahan untuk menciptakan kondisi yang optimal (Sjamsuhidajat dan Jong,

2005). Anestesi juga dapat mengganggu sistem gastrointestinal yaitu menghambat

motilitas gastrointestinal dan menyebabkan mual. Normalnya pada tahap

pemulihan motilitas usus tersengar lemah sampai menghilang pada ke empat

kuadran (Price & Wilson, 2006). Efek dari anestesi yang sering dialami ibu pasca

sectio caesarea adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga peristaltik usus

menurun dan terjadi distensi abdomen. Anestesi selama operasi membuat gerak

pencernaan belum sempurna kembali.

Pengaruh agens anastesi dapat menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot

usus. Kerja anastesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang


motilitas yang berakibat terjadinnya ileus paralitik. Terhambatnya impuls saraf

parasimpatis akan meyebabkan pelepasan asetilkolin juga terhambat. Secara

normal, asetilkolin dilepaskan oleh saraf parasimpatik nervus vagus, dimana

asetilkolin yang dilepaskan tersebut diterima oleh reseptor muskarinik pada

pleksus mienterikus intestinal (Guyton, 2008). Fungsi dari pleksus mienterikus ini

adalah mengatur aktiviitas motorik disepanjang usus, dan apabila asetilkolin

dihambat pelepasannya yang dikarenakan efek dari anestesi tersebut maka akan

terjadi penurunan kecepatan konduksi gelombang eksitatori disepanjang dinding

usus halus sehingga dapat menurunkan motilitas usus (Sjamsuhidajat & Jong,

2005). Pasien yang belum pulih motilitas ususnya setelah pembiusan dapat

menderita ileus obstruktif atau obstruksi intestinal bila dalam waktu tersebut

diberikan asupan makanan.(Potter & Perry, 2005).

Dalam keadaan normal bunyi usus akan terdengar dengan frekuensi 5 –

35x/menit, suaranya tidak teratur seperti orang berkumur. Pada ibu yang

dilakukan tindakan operasi atau pembedahan, diberikan anestesi spinal yang

menyebabkan peristaltik usus dapat berhenti beraktivitas. Peristaltik usus akan

kembali beraktivitas dan berfungsi secara normal setelah efek anestesi spinal

hilang dan dengan dilakukan aktvitas fisik atau mobilisasi (Joko, 2011).

2.3.5 Hubungan Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus

Menurut Suryani dan Anik (2015) fungsi usus akan menurun setelah proses sectio

caesarea. Efek dari anestesi yang sering dialami ibu pasca sectio caesarea adalah

termanipulasinya organ abdomen sehingga peristaltik usus menurun dan terjadi

distensi abdomen. Efek dari anestesi pada sectio caesarea akan semakin
berkurang dengan seiring bertambahnya waktu dan ativitas fisik (mobilisasi) yang

dilakukan baik pasif maupun aktif, hal tersebut menandakan fungsi sistem

pencernaan bekerja kembali. Oleh sebab itu perlu di pantau sejak awal bagaimana

fungsi dari pencernaan itu sendiri dengan cara mela kukan mobilisasi. Mobilisasi

merupakan tindakan keperawatan yang dapat memulihkan peristaltik usus

(Indiarti, 2007). Mobilasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas

dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal dengan latihan

menggerakkan kaki, miring kanan dan miring kiri, latihan duduk dan belajar

berjalan. Dengan mobilisasi otot – otot perut akan kembali normal, dengan

demikian pasien merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat

kesembuhan. Fungsi motilitas usus dan kandung kencing menjadi lebih baik, hal

ini disebabkan karena mobilisasi akan merangsang peristaltik usus kembali

normal (Binarti, 2010).

Dampak bila tidak melakukan mobilisasi dini menurut Suryani dan Anik (2015)

adalah fungsi motilitas usus dan kandung kemih menjadi lebih lambat sehingga

ibu sulit melakukan defekasi dan memperlama hari perawatan. Farrer & Hellen

(2010) menyatakan bahwa manfaat dilakukan mobilisasi dini adalah ibu merasa

lebih sehat, kuat dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu

memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, fungsi usus dan kandung

kemih lebih baik, merangsang peristaltik usus kembali normal dan mobilisasi juga

membantu mempercepat organ – organ tubuh bekerja seperti semula juga dapat

menurunkan vena statis, menstimulasi sirkulasi darah, mencegah terjadinya


thrombosis/emboli pulmonal, meningkatkan kekuatan otot dan fungsi pencernaan,

pernafasan.

Tabel 2.3 Frekuensi Peristaltik Usus (Potter & Perry, 2005)

Jenis peristaltik Frekuensi


Hipoaktif 0-4x/menit
Normal 5-35x/menit
Hiperaktif >35x/menit
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan

variabel yang lain dari masalah yang ingin di teliti (Notoatmodjo, 2012).

Operasi Sectio Caesarea

Mobilisasi Anastesi

Peristaltik usus
Fungsi saraf

Anestesi
Mobilisasi

Asupan
makanan
Pemulihan
Peristaltik usus

Gambar 3.1 Kerangka konsep pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan


peristaltik usus post sectio caesarea

Keterangan :
: Diteliti

: Tidak diteliti

: Berpengaruh

Gambar 3.1 menjelaskan dari operasi sectio caesarea akan mendapat anastesi dan

berpengaruh pada penurunan peristaltik usus pasien post sectio caesarea, adanya

faktor – faktor yang mempengaruhi peristaltik usus yaitu mobilisasi, adanya

kimus, asupan makanan, fungsi saraf, dan anestesi (Guyton, 2008). Untuk proses

pulihnya peristaltik usus pasca operasi salah satu intervensi yang dilakukan yaitu

dengan melakukan upaya mobilisasi dan setelah pemberian intervensi mobilisasi

di observasi pemulihan peristaltik ususnya.

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Notoatmodjo, 2012).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik usus post sectio

caesarea di RSUD Kota Madiun.


BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode

ilmiah (Notoatmodjo, 2012).

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pra-eksperimen yaitu desain

yang ditandai dengan tidak adanya kelompok banding dan randomisasi, perlakuan

ini diberikan kepada kelompok yang telah terbentuk apa adanya (Dantes, 2012).

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan One group pra-post test design.

Rancangan jenis ini hanya menggunakan satu kelompok subyek, pengukuran

dilakukan sebelum dan setelah perlakuan. Perbedaan kedua hasil pengukuran

dianggap sebagai efek perlakuan (Saryono, 2010). Bentuk rancangan pra-post test

dalam penelitian ini adalah :

01 X 02

Gambar 4.1 Desain Penelitian

Keterangan :

01 = Pengukuran pertama peristaltik usus sebelum mobilisasi

X = Pemberian intervensi mobilisasi

02 = Pengukuran kedua peristaltik usus setelah mobilisasi


4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Saryono, 2010). Perkiraan jumlah populasi dalam penelitian ini adalah

rata – rata pasien perbulan dalam satu tahun sejumlah 43 ibu bersalin dengan

sectio caesarea di RSUD Kota Madiun.

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi. Sampel

di kehendaki untuk menjawab masalah penelitian merupakan bagian dari populasi

terjangkau. Pengambilan sampel harus sedemikian rupa sehingga dapat mewakili

populasi (representativ) (Saryono, 2010). Besar sampel dalam penelitian

eksperimental dengan menggunakan rumus Gay adalah :

(t-1) (r-1) ≥ 15

Keterangan :

t : banyak kelompok perlakuan

r : jumlah replikasi

Sehingga penghitungan sampelnya

adalah (t-1) (r-1) ≥ 15

(1-1) (r-1) ≥ 15

0 (r-1) ≥ 15

0 . r - 0 ≥ 15

r ≥ 15 + 0

r ≥ 15
Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang. Untuk

mengantisipasi hilangnnya unit eksperimen, atau mengundurkan diri atau drop

out, dilakukan korelasi dengan :

Keteragan :

f : proporsi yang hilang

Di dalam penelitian ini peneliti memprediksi 10% sampel yang tidak dapat

mengikuti penelitian sampai selesai maka :

= = = 1,11

Sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penlitian ini adalah 15 + 1,11 =

16,11 = 17 responden .

4.2.3 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2016). Pertimbangan ilmiah

harus menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi. Adapun kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah :

1. Pasien post SC yang bersedia menjadi respoden.

2. Pasien dengan spinal anestesi (SAB)

3. Pasien post SC yang tidak dalam kondisi kritis / kedaruratan.


4.2.4 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan / mengeluarkan subyek yang memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2016). Kriteria ekslusi

dalam penelitian ini adalah :

1. Pasien post SC yang tidak mengikuti mobilisasi dini sampai tahap akhir.

2. Pasien post SC dalam kondisi kritis / kedaruratan.

4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara – cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang benar – benar sesuai dengan keseluruhan

subjek penelitian (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini menggunakan secara

Acak Sistematis (Systematic Random Sampling) teknik ini merupakan modifikasi

dari sampel random sampling. Caranya adalah membagi jumlah atau anggota

populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah

interval sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar elemen atau anggota

populasi secara acak antara 1 sampai dengan banyaknya anggota populasi.

Kemudian membagi dengan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya sebagai

interval adalah X, maka yang terkena sampel adalah setiap kelipatan dari X

tersebut (Notoatmodjo, 2012).

4.4 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah merupakan bagan kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang dilakukan , meliputi apa saja yang akan di teliti (subyek

penelitian), variabel yang akan diteliti dan variabel yang mempengaruhi penelitian

(Hidayat, 2007).
Populasi
Rerata pasien 1 bulan post sectio caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota
Madiun sebanyak 43 orang

Sampel
Sebagian pasien post sectio caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun
sebanyak 17 orang

Teknik Sampling
Systematic Random Samplnng

Jenis Penelitian
(Pra-Eksperimental)

Desain Penelitian
(Pra-ekperimental one group pra-post test)

Data awal : Peristaltik Data akhir : Peristaltik


Mobilisasi
usus sebelum usus sesudah
dilakukan mobilisasi dilakukan mobilisasi

Pengolahan Data
(Editing, coding, skoring, tabulating)

Analisa Data
Paired t-Test

Penyajian Data

Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian


4.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian

tertentu (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu :

1. Variabel Independent (bebas)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel independent dalam

penelitian adalah mobilisasi.

2. Variabel Dependent (terikat)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh

variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah

peristaltik usus.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian yang dibuat untuk memudahkan

mengumpulkan data dan menghindarkan perbedaan interprestasi serta membatasi

ruang lingkup variabel. Variabel yang dimasukkan dalam definisi operasional

adalah variabel kunci / penting yang dapat diukur secara operasional dan dapat

dipertanggungjawabkan (Saryono,2010).

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Indikator Instrumen Skala Skor/
Operasional Kriteria

Variabel Pergerakan Ibu mampu SOP Nominal 1 : Sebelum


Bebas : atau melakukan dilakukan
Mobilisasi perubahan tahapan mobilisasi
posisi atau mobilisasi
adanya yaitu : 2 : Sesudah
kegiatan yang 1. 2 jam nafas dilakukan
dilakukan dalam dan mobilisasi
perawat latihan kaki
terhadap ibu setelah
setelah operasi
melahirkan 2. 6 jam
dengan sectio miring
caesarea di kanan dan
RSUD Kota miring kiri
Madiun. 3. 12 jam
belajar
duduk
4. 24 jam
belajar
berdiri dan
berjalan
Variabel Suara Jumlah Pengukuran Interval 0 - >35
Terikat : pergerakan peristaltik dengan x/menit
Peristaltik usus yang usus dalam 1 menggunakan
usus dapat di menit stetoskop dan Dengan
tangkap lembar Kategori :
melalui observasi
pemeriksaan Hipoaktif:
fisik 0-4x/menit
auskultasi
pada Normal: 5-
abdomen 35x/menit
pada pasien
post Hiperaktif:
>35x/menit
sectio
caesarea.

4.7 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik

(cermat, lengkap, dan sitematis). Jenis instrumen penelitian dapat berupa : angket,

checklist, pedoman wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaam

laboratorium dan lain – lain (Saryono, 2010). Instrumen pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah :

1. Standart Operasional Prosedur

Suatu instrumen yang memuat tentang proses dan suatu prosedur suatu kegiatan

yang bersifat efektif dan efisien berdasarkan suatu standart yang sudah baku

(Notoatmodjo, 2012). Peneliti memberikan intervensi dengan melakukan

mobilisasi dini pada pasien, intervensi dilakukan secara bertahap yang di bagi

menjadi 4 tahapan mobilisasi sesuai panduan dalam lembar Standart Operasional

Prosedur.

2. Alat pengukur peristaltik usus (stetoskop)

Alat untuk mengukur peristaltik usus berupa stestokop bermerk General Care.

3. Lembar observasi pemulihan peristaltik usus

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati, mencatat

dan melakukan pertimbangan. Cara yang paling efektif dalam metode ini adalah

menyusunnya ke dalam format yang disusun berisi item – item tentang kejadian

atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto, 2010).

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.8.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun Jl. Campursari

No.12b Kota Madiun.

4.8.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Juli 2017.

4.9 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Mengurus ijin kepada Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun untuk

melakukan penelitian di RSUD Kota Madiun.

2. Mengurus ijin kepada Bangkesbangpol Kota Madiun untuk melakukan

penelitian di RSUD Kota Madiun.

3. Menyampaikan surat pengantar kepada Direktur RSUD Kota Madiun

untuk melakukan survey pendahuluan.

4. Menyampaikan surat permohonan ijin melaksanakan penelitian kepada

Direktur RSUD Kota Madiun.

5. Melakukan izin kepada kepala ruang untuk penelitian.

6. Menemui responden yang sudah sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

7. Menjelaskan kepada calon responden dan keluarga tentang tujuan manfaat

penelitian.

8. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan dilakukan penelitian.

9. Peneliti melakukan observasi pertama frekuensi peristaltik usus responden.


10. Peneliti melakukan teknik mobilisasi dini sesuai SOP kepada responden

dengan tahap :

1. Bernafas dalam hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan

hidungdalam kondisi mulut tertutup rapat.Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik)

kemudian secara perlahan-lahan udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui

mulut.Lakukan hal ini berulang kali (15 kali). Dan latihan kaki 2 jam setelah

operasi dengan menggerakkan jari kaki dan memutar pergelangan kaki, serta

telapak kaki di fleksi dan ekstensikan 2-3x selama 5 menit.

2. Setelah 6 jam ibu dilakukan pergerakan miring kanan dan miring kiri sekurang

– kurangnya sebanyak 3x dalam 1 jam.


3. Setelah 12 jam ibu dianjurkan untuk duduk selama 10-15 menit baik bersandar

atau tidak.

4. Setelah 24 jam ibu belajar berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar

kamar, misalnya ke toilet atau ke kamar mandi sendiri, hal ini perlu dilakukan

sedini mungkin pada pasien untuk mengembalikan fungsi pencernaan pasien

kembali normal.

11. Peneliti mengobsevasi kembali frekuensi peristaltik usus responden setelah

mobilisasi pada responden

4.10 Teknik Analisa Data

4.10.1 Pengolahan Data


Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan menggunakan software statistik.

Menurut Notoadmodjo (2012) pengolahan data meliputi :

1. Editing

Hasil observasi atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan

(editing) terlebih dahulu.Secara umum editing adalah kegiatan untuk pengecekan

dan perbaikan isian lembar observasi tersebut.

2. Coding

Setelah semua lembar observasi diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

coding atau member tanda kode, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau

huruf menjadi data angka atau bilangan.. Pada penelitian ini diberikan kode :

Pekerjaan : 1 = Bekerja, 2 = Tidak Bekerja

Pendidikan : 1 = SD, 2 = SMP, 3 = SMA, 4 = Perguruan Tinggi

Jenis Paritas : 1 = Primipara, 2 = Multipara

3. Skoring

Pengolahan data selanjutnya adalah memberikan skor berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan. Hasil pengukuran peristaltik usus dilakukan dengan observasi

data dan pengelompokkan data. Hasil dari pengamatan di catat dalam observasi

untuk keperluan deskripsi. Deskripsi di kategorikan meliputi peristaltik hipoaktif

0-4x/menit, normal 5-35x/menit dan hiperaktif35x/menit.

4. Tabulating

Pekerjaan membuat tabel. Jawaban – jawaban yang telah di beri kode kemudian

dimasukkan ke dalam tabel. Langkah terakhir dari penelitian ini adalah melakukan
analisa data. Selanjutnya data dimasukkan ke komputer dan dianalisis secara

statistik.

4.10.2 Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok

penelitian, yaitu menjawab pertanyaan – pertanyaan penelitian yang mengungkap

fenomena (Nursalam, 2013).

4.10.2.1 Analisa Univariat

Analisa univariat adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau

grafik (Saryono, 2011). Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Sifat data secara umum dibedakan atas dua macam yaitu kategori berupa skala

ordinal dan nominal, data numeric berupa skala ratio dan interval. Untuk

mengukur peristaltik usus menggunakan lembar observasi. Data dalam penelitian

ini berbentuk numeric antara lain usia serta hasil pengukuran sebelum diberi

intervensi mobilisasi dini dan hasil setelah intervensi mobilisasi dianalisis dengan

pendekatan tendensi sentral berbentuk mean, median, modus, standart devisiansi,

maksimum dan minimum. Sedangkan data yang berbentuk kategori dapat di

analisis dengan menggunakan pendekatan frekuensi dan presentase dengan rumus

Keterangan :
P : Prosentase

N : Jumlah Populasi

F : Frekuensi peristaltik

4.10.2.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berkorelasi atau

berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini analisa bivariat

dilakukan untuk mengetahui pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik

usus post sectio caesarea di RSUD Kota Madiun. Skala data yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan data interval. Data yang diperoleh adalah data

pretest dan postest serta dianalisis dengan uji Paired t-Test menggunakan SPSS

16.0 dengan nilai kesalahan ɑ 0,05. Digunakan uji Paired t-Test ini apabila

sampel yang digunakan saling berhubungan, artinya satu sampel akan

menghasilkan dua data. Rancangan ini paling umum di kenal dengan rancangan

pre-post test.

Uji Paired t-Test termasuk uji parametrik yang salah satu syaratnya data harus

berdistribusi normal. Uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data yang

kita miliki berdistribusi normal sehingga dapat dipakai statistik parametrik yaitu

uji Paired t-Test, jika data tidak berdistribusi normal peneliti di sarankan untuk

melakukan uji non parametrik dan uji t tidak valid untuk digunakan, seperti uji

Wilcoxon. Uji normalitas ini dapat dilihat dengan menggunakan uji Kolmogorov

Smirnov, dimana :
Jika Sig > 0,05 maka data berdistribusi normal

Jika Sig < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal

4.11. Etika Penelitian

Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi isu

sentral yang berkembang saat ini. Penelitian ilmu keperawatan, karena hampir

90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka penelti harus memahami

prinsip – prinsip etika penelitian. Apabila hal ini tidak dilaksanakan, maka peneliti

akan melanggar hak – hak (otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien.

Peneliti yang sekaligus juga perawat, sering memperlakukan subjek peneliti

seperti memperlakukan kliennya, sehingga subjek harus menurut semua anjuran

yang diberikan.Padahal pada kenyataan hal ini sangat bertentangan dengan prinsip

– prinsip etika penelitian (Nursalam, 2016). Menurut Notoatmodjo (2012) prinsip

etika dalam penelitian ini adalah :

1. Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak – hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak tidak

memberikan apa yang di ketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu peneliti

tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas

subjek. Semua info yang telah dikumpulkan oleh peneliti dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti dan tidak akan disebar luarkan. Serta data yang telah di dapat akan di

simpan

2. Prinsip Keadilan dan Keterbukaan (Respect for Justice an Insclusiveness)


Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti perlu di kondisikan

sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur

penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subyek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntugan yang sama tanpa membedakan gender,

agama, etnis dan sebagainya. Serta peneliti menjelaskan maksud dari penelitian

yang akan dilakukan.

3. Prinsip Manfaat (Banefit)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umumnya, dan subyek penelitian pada khususnya. Penelitian

hendaknya meminimalkan dampak yang merugikan pada subyek. Oleh karena itu,

pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa

sakit, cidera, stress, maupun kematian subyek penelitian.

4. Inform Concent

Inform Concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Inform Concent tersebut di

berikan sebelum peneliti memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden.. Tujuan Inform Concent adalah agar subyek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

5. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan

subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama


responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.


BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Sejarah singkat RSUD Kota Madiun dimulai dengan peresmian pada tanggal 20

April 2004 oleh walikota Madiun saat itu yaitu Bapak Drs. Ahmad Ali. Pada saat

awal beroperasi dibawah pimpinan Ibu dr. Agung sulistya wardani jumlah tempat

tidur pasien adalah 39 TT (Tempat Tidur) yang terbagi menjadi Ruang Dewasa,

Ruang Anak dan Ruang Kebidanan. Tenaga kerja yang ada juga masih terbatas

yaitu hanya 23 orang. Juga sarana dan prasarana masih kurang sehingga

pelayanan kesehatan yang diberikan juga masih terbatas. Pada tahun 2005, RSUD

mulai membenahi sarana dan prasarana yang ada dan diperlukan untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan di RSUD dengan mengusulkan kegiatan

pembangunan gedung rawat inap Anggrek untuk menambah kebutuhan ruang

rawat inap dan kegiatan pembangunan gedung rawat inap anggrek ini terealisasi

pada tahun 2006 bersamaan dengan kegiatan pembangunan pagar tembok yang

mengelilingi RSUD.

Sejalan dengan usaha peningkatan segi pelayanan kesehatan terhadap masyarakat

dan semakin meningkatnya kunjungan serta komitmen dan dukungan dari

Pemerintah Kota Madiun, pada tahun 2009 RSUD Kota Madiun berubah status

menjadi Rumah Sakit Kelas C sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan nomor

: 245 Menkes/SK/IV/2009 tanggal 2 April 2009 tentang penetapan peningkatan

kelas RSUD Kota Madiun menjadi Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas C

dengan jumlah Tempat Tidur saat ini sebanyak 113 TT (Tempat Tidur) terdiri dari
: VIP : 4 TT, Kelas I : 24 TT, Kelas II : 27 TT, Kelas III : 48 TT. Lokasi RSUD

Kota Madiun terletak di Jalan Campursari no. 12B Madiun. Penelitian ini

dilaksanakan di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun. Ruang Nifas adalah ruang

rawat inap ibu setelah melahirkan yang terletak di sebelah kanan ruang

Perinatologi. Jumlah tempat tidur di Ruang Nifas sebanyak 15 tempat tidur

dengan ruangan yang bersih dan jauh dari keramaian untuk pemulihan ibu setelah

melahirkan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli.

5.2 Karakteristik Responden

5.2.1 Data Umum

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Tendensi Sentral Berdasarkan Usia Pada Pasien Post
Sectio Caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun Bulan Juni-Juli Tahun 2017

Usia Mean Median Modus Min- SD CI 95%


(Tahun) Max
30,59 31,00 28 21-35 3,809 28,63-32,55

Sumber : Data Primer

Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rata – rata usia responden ibu post sectio

caesarea 30,59 tahun, nilai tengah (median) usia responden 31 tahun, usia

responden paling banyak yaitu 28 tahun, usia terendah responden 21 tahun dan

tertinggi 35 tahun dengan standart deviasi 3,809. Pada tingkat kepercayaan 95%

maka usia berkisar pada nilai 28 tahun – 32 tahun.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Pada Pasien Post Sectio
Caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun Bulan Juni-Juli Tahun 2017
No Pendidikan Jumlah Prosentase (%) Prosentase
Kumulatif
1 SD 1 5,9 5,9
2 SMP 3 17,6 23,5
3 SMA 9 52,9 75,5
4 Perguruan Tinggi 4 23,5 100,0
Jumlah 17 100
Sumber : Data Primer

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi berdasarkan Pendidikan pada pasien post sectio

caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun bulan Juni-Juli tahun 2017 sebagian

besar 9 orang (52,9%) ibu nifas dengan pendidikan SMA, sedangkan sebagian

kecil sejumlah 1 orang (5,9%) berpendidikan SD.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Pada Pasien Post Sectio
Caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun Bulan Juni-Juli Tahun 2017
No Pekerjaan Jumlah Prosentase (%)
1 Bekerja 7 41,2
2 Tidak Bekerja 10 58,8
Jumlah 17 100
Sumber : Data Primer

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan pekerjaan pada pasien post section

caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun sebagian besar sejumlah 10 orang

(58,9%) tidak bekerja dan sebagian kecil 7 orang (41,2%) bekerja.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Paritas Pada Pasien Post
Sectio Caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun Bulan Juni-Juli Tahun 2017
No Paritas Jumlah Prosentase (%)
1 Primipara 6 35,3
2 Multipara 11 64,7
Jumlah 17 100
Sumber : Data Primer

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi berdasarkan Jumlah Paritas pada pasien post sectio

caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun bulan Juni-Juli tahun 2017 sebagian

besar berjumlah 11 orang (64,7%) ibu dengan multipara yaitu ibu yang telah

melahirkan seorang anak lebih dari satu kali dan sebagian kecil sejumlah 6 orang

(35,3%) ibu dengan primipara yaitu ibu yang telah melahirkan seorang anak.

5.3 Hasil Penelitian

Setelah mengetahui data umum dalam penelitian ini maka berikut akan

ditampilkan hasil penelitian yang terkait dengan data khusus yang meliputi

peristaltik usus pasien post sectio caesarea sebelum pemberian intervensi

mobilisasi, peristaltik usus setelah pemberian intervensi mobilisasi dan pengaruh

mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik usus pasien post sectio caesarea dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi.

5.3.1 Peristaltik Usus Pasien Post Sectio Caesarea Sebelum Intervensi Mobilisasi

Tabel 5.5 Hasil Penelitian Peristaltik Usus Pasien Post Sectio Caesarea Sebelum
Mobilisasi pada Ibu di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun pada Bulan Juni-Juli
2017

Peristaltik Mean Median Modus Min- SD CI 95%


Usus Max
2 Jam 3,24 3,00 4 2-4 0,831 2,81 –
Post SC 3,66
6 Jam 4,76 5,00 5 3-6 0,752 4,38 –
Post SC 5,15
12 Jam 6,18 6,00 6 5-8 0,728 5,80 –
Post SC 6,55
24 Jam 7,18 7,00 8 6-8 0,883 6,72 -
Post SC 7,63
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui bahwa peristaltik usus 2 jam post

operasi belum mencapai normal dengan rerata 3,24, dan peristaltik usus belum

menunjukkan hasil yang signifikan pada 6 jam post operasi dengan rata – rata

4,76, sedangkan peristaltik usus sudah mencapai normal pada 12 jam post operasi

dengan rerata 6,18, tetapi peristaltik usus tertinggi di dapatkan pada 24 jam post

SC dengan rata – rata peristaltik usus sebelum dilakukan mobilisasi 24 jam post

SC adalah 7,18, nilai tengah (median) peristaltik usus sebelum dilakukan

mobilisasi 7,00, frekuensi peristaltik usus sebelum dilakukan mobilisasi yang

paling banyak adalah 8, frekuensi peristaltik usus sebelum dilakukan mobilisasi

terendah 6 dan tertinggi 8 dengan Standart Deviasi sebesar 0,883%. Pada tingkat

kepercayaan 95% maka pemulihan peristaltik usus sebelum dan sesudah

dilakukan mobilisasi berkisar pada nilai 6,72 – 7,63%.

5.3.2 Peristaltik Usus Pasien Post Sectio Caesarea Sesudah Mobilisasi

Tabel 5.6 Hasil Penelitian Peristaltik Usus Pasien Post Sectio Caesarea Sesudah
Mobilisasi pada Ibu di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun pada Bulan Juni-Juli
2017

Peristaltik Mean Median Modus Min- SD CI 95%


Usus Max
2 Jam 3,35 3,00 4 2-5 0,862 2,91 –
Post SC 3,80
6 Jam 5,29 5,00 5 3-6 0,772 4,90 –
Post SC 5,69
12 Jam 6,76 6,00 6 6-8 0,903 6,30 –
Post SC 7,23
24 Jam 8,00 8,00 8 7-9 0,707 7,64 –
Post SC 8,36
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa 2 jam post operasi belum

mencapai normal dengan rata – rata 3,35, dan rerata peristaltik usus sudah

mencapai normal pada 6 jam pasca sectio caesarea, pada 12 jam post operasi

terjadi peningkatan peristaltik usus dengan rerata 6,76, peristaltik usus tertinggi

terjadi pada 24 jam post sectio caesarea dengan rerata 8,00, nilai tengah (median)

peristaltik usus setelah mobilisasi adalah 8,00, frekuensi peristaltik usus sesudah

mobilisasi paling banyak adalah 8, frekuensi peristaltik usus sesudah mobilisasi

terendah adalah 7 dan tertinggi 9 dengan Standart Deviasi sebesar 0,707%. Pada

tingkat kepercayaan 95% maka perbedaan perstaltik usus sesudah pemberian

intervensi mobilisasi berkisar pada nilai 7,64 – 8,63%. Setelah semua data

terkumpul kemudian dilakukan anslisis data untuk membandingkan nilai rata –

rata pre test dan post test dengan menggunakan uji normalitas terlebih dahulu

untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak menggunakan uji Kolmogorov

Smirnov dengan ketentuan nilai p value > ɑ = 0,05. Pada penelitian ini nilai p

value = 0,185 apabila di ambil keputusan p value = 0,185 > ɑ 0,05 sehingga dapat

dikatakan bahwa data berdistribusi normal.

5.3.3 Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasien Post

Sectio Caesarea
Tabel 5.7 Analisa Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus
Pasien Post Sectio Caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun pada Bulan
Juni-Juli 2017

Peristaltik Mean Median Modu Min - SD CI 95% Ρ value Mean


Usus s Max Different
Sebelum 3,24 3,00 4 2-4 0,831 2,81 –
2 jam
3,66
Sesudah 3,35 3,00 4 2-5 0,862 2,91 – 0.163 -0,11
2 jam
3,80
Sebelum 4,76 5,00 5 3-6 0,752 4,38 –
6 jam
5,15 0.003 -0,53
Sesudah 5,29 5,00 5 3-6 0,772 4,90 –
6 jam
5,69
Sebelum 6,18 6,00 6 5-8 0,728 5,80 –
12 jam
6,55 0.004 -0,58
Sesudah 6,76 6,00 6 6-8 0,903 6,30 –
12 jam
7,23
Sebelum 7,18 7,00 8 6-8 0,883 6,72 - 7,63
24 jam
0.000 -0,82
Sesudah 8,00 8,00 8 7-9 0,707 7,64 –
24 jam
8,36
(n = 17) Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 Hasil dari Uji Paired T-test nilai peristaltik usus pasca

sectio caesarea menunjukkan bahwa rerata peristaltik usus sudah mencapai

normal di temukan pada 6 jam post sectio caesarea, sedangkan latihan 4 atau 24

jam post sectio caesarea yang memberikan pengaruh paling bermakna. Pada tabel

5.7 dijelaskan bahwa nilai rata – rata peristaltik usus 24 jam sebelum mobilisasi

adalah 7,18, nilai tengah (median) adalah 7,00, modus 8, nilai terendah peristaltik

usus 6 dan nilai tertinggi 8 dengan Standart Deviasi 0,883%. Pada tingkat
kepercayaan 95% maka perbedaan peristaltik usus sebelum dilakukan intervensi

mobilsasi berkisar pada nilai 6,72 – 7,63%. Sedangkan untuk nilai rata – rata

peristaltik usus 24 jam sesudah mobilisasi adalah 8,00, nilai tengah (median) 8,00

modus 8, nilai terendah peristaltik usus 7 dan tertinggi 9 dengan Standart Deviasi

sebesar 0,707%. Pada tingkat kepercayaan 95% maka perbedaan peristaltik usus

sesudah dilakukan intervensi mobilisasi berkisar pada nilai 7,64 – 8,36%.

Berdasarkan hasil uji Paired T-test pengambilan keputusan dengan tingkat

kesalahan 0,05 diperoleh sig (0,000) < 0,05. Kesimpulan dari uji Paired T-test Ho

ditolak, yang berarti ada pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik usus

sebelum dan sesudah dilakukan inervensi pada pasien post sectio caesarea.

5.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui lembar observasi terhadap

responden pada bulan Juni-Juli 2017 dan setelah diolah, maka peneliti akan

membahas mengenai pengaruh mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik usus

pasien post sectio caesarea.

5.4.1 Peristaltik Usus Sebelum Mobilisasi


Berdasarkan hasil penelitian peristaltik usus sebelum dilakukan mobilisasi pada

pasien post sectio caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun, yang dilakukan

pada 2 jam setelah operasi pada tabel 5.5 diketahui bahwa peristaltik usus pasien

belum mencapai normal dengan rata – rata 3,24, hal ini belum seberapa

meningkat pada 6 jam pasca operasi dengan rerata 4,76 yang termasuk dalam

kategori hipoaktif, pada 12 jam post operasi terjadi peningkatan peristaltik usus

dengan rerata 6,18, dan meningkat lagi dengan hasil yang paling signifikan pada

24 jam pasca operasi dengan rerata 7,18. Hasil pengamatan terhadap peristaltik

usus pada responden sebelum dilakukan mobilisasi pada 24 jam post operasi

menunjukkan bahwa rata – rata mengalami peristaltik usus dengan frekuensi 7

(7,18) yang termasuk kategori peristaltik usus normal, hal ini disebabkan oleh

efek anestesi yang dialami ibu pasca sectio caesarea berkurang seiring dengan

bertambahnya waktu.

Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan

menuju bagian pencernaan selanjutnya, pada pasien yang mengalami anestesi atau

pembiusan, secara tidak langsung juga aktivitas peristaltik usus juga mengalami

fase pembiusan juga (Joko, 2011). Anestesi merupakan tindakan untuk

menghilangkan rasa nyeri dan rasa takut saat pembedahan, anestesi juga dapat

menghambat motilitas gastrointestinal dan menyebabkan mual (Sjamsuhidajat dan

Jong, 2005).

Pada pasien yang dilakukan tindakan pembiusan maka butuh waktu yang lama

dalam pemulihan peristaltik usus dikarenakan tidak melakukan tindakan apapun

untuk pemulihan peristaltik ususnya (Joko, 2011). Tindakan operasi sectio


caesarea berdampak terhadap termanipulasinya organ abdomen serta menurunkan

peristaltik usus dan terjadi distensi abdomen. Kejadian pemulihan, frekuensi

peristaltik usus berbeda dari pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan dari

rumah sakit ke rumah sakit lain. Anestesi selama operasi sectio caesarea

membuat gerak pencernaan belum sempurna kembali. Pengaruh agens anestesi

dapat menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anastesi tersebut

memperlambat atau menghentikan gelombang motilitas yang berakibat

terjadinnya ileus paralitik. Terhambatnya impuls saraf parasimpatis akan

meyebabkan pelepasan asetilkolin juga terhambat. Secara normal, asetilkolin

dilepaskan oleh saraf parasimpatik nervus vagus, dimana asetilkolin yang

dilepaskan tersebut diterima oleh reseptor muskarinik pada pleksus mienterikus

intestinal (Guyton, 2008). Fungsi dari pleksus mienterikus ini adalah mengatur

aktivitas motorik disepanjang usus, dan apabila asetilkolin dihambat pelepasannya

yang dikarenakan efek dari anestesi tersebut maka akan terjadi penurunan

kecepatan konduksi gelombang eksitatori disepanjang dinding usus halus

sehingga dapat menurunkan motilitas usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Pasien yang belum pulih motilitas ususnya setelah pembiusan dapat menderita

ileus obstruktif atau obstruksi intestinal bila dalam waktu tersebut diberikan

asupan makanan (Potter & Perry, 2005). Dalam keadaan normal bunyi usus akan

terdengar dengan frekuensi 5 – 35x/menit, suaranya tidak teratur seperti orang

berkumur. Pada ibu yang dilakukan tindakan operasi atau pembedahan, diberikan

anestesi spinal yang menyebabkan peristaltik usus dapat berhenti beraktivitas.

Peristaltik usus akan kembali beraktivitas dan berfungsi secara normal setelah
efek anestesi spinal hilang dan dengan dilakukan aktvitas fisik atau mobilisasi

(Joko, 2011).

Menurut teori yang diungkapkan Oswari (2000) Efek anestesi spinal pada

kelumpuhan peristaltik usus akan berlangsung pada pasca operasi sectio caesarea

hingga 12-24 jam sehingga pasien belum diperbolehkan mengkonsumsi makanan

sebelum peristaltik usus pulih yang ditandai dengan terdengarnya bising usus.

5.4.2 Peristaltik Usus Sesudah Mobilisasi

Berdasarkan hasil pengamatan peristaltik usus setelah dilakukan mobilisasi pada

pasien sectio caesarea di Ruang Nifas RSUD Kota Madiun pada tabel 5.6

diketahui bahwa peristaltik usus 2 jam pasca operasi belum mencapai normal

dengan rerata 3,35, pada 6 jam pasca operasi peristaltik usus terjadi peningkatan

dengan rerata 5,29 yang termasuk kategori peristaltik usus normal, pada 12 jam

pasca operasi peristaltik usus meningkat lagi dengan rerata 6,76, dan hasil yang

paling signifikan terjadi pada 24 jam pasca operasi dengan frekuensi peristaltik

usus rata – rata adalah 8,00 maka hal ini disebabkan karena pasien melakukan

mobilisasi sesuai Standart Operasional Prosedur (SOP) dan mengikuti insruksi


dengan benar. Hal ini disebabkan oleh pertama adalah pendidikan mempengaruhi

mobilisasi pada ibu post sectio caesarea karena semakin tinggi pendidikan akan

mempengaruhi pemahaman yang diberikan petugas tentang pentingnya dilakukan

mobilisasi pasca operasi sectio caesarea, dan yang kedua ibu dengan paritas lebih

banyak (multipara) akan lebih cepat melakukan mobilisasi karena harus

memberikan perhatian kepada anak yang lain. Pada penelitian ini mayoritas ibu

dengan pendidikan SMA mempengaruhi pemahaman yang diberikan petugas

tentang pentingnya dilakukan mobilisasi pasca operasi sectio caesarea.

Penelitian ini hampir mirip dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Narko (2008). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ambulasi dini

berpengaruh pada kecepatan pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca operasi

fraktur femur. Ambulasi dini pada pasien pasca operasi ternyata memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap waktu pemulihan peristaltik usus.

Untuk mempercepat kembalinya peristaltik usus pasca operasi sectio caesarea

tindakan keperawatan yang dilakukan adalah melalui upaya mobilisasi. Mobilisasi

ibu setelah sectio caesarea adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan

yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan caesarea

(Suryani dan Anik, 2015).

Mobilasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan

menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal dengan latihan menggerakkan kaki,

miring kanan dan miring kiri, latihan duduk dan belajar berjalan. Dengan

mobilisasi otot – otot perut akan kembali normal, dengan demikian pasien merasa

sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Fungsi


motilitas usus dan kandung kencing menjadi lebih baik, hal ini disebabkan karena

mobilisasi akan merangsang peristaltik usus kembali normal (Binarti, 2010).

Menurut Patricia & Sally (2006) pelaksanaan tindakan mobilisasi ini dibutuhkan

peran perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan atau pengetahuan untuk

melakukan mobiliasi, dalam hal ini perawat harus memberikan penjelasan secara

rinci pada ibu tentang tindakan yang harus dilakukan setelah sectio caesarea.

Adapun kerugian tidak melakukan mobilisasi yaitu fungsi motilitas usus dan

kandung kemmih menjadi lebih lambat sehingga ibu sulit melakukan defekasi dan

memperlama hari perawatan di rumah sakit. Farrer & Hellen (2010) menyatakan

bahwa tujuan dilakukan mobilisasi adalah ibu merasa lebih sehat, kuat dan dapat

mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu memperoleh kekuatan, mempercepat

kesembuhan, fungsi usus dan kandung kemih lebih baik, merangsang peristaltik

usus kembali normal dan mobilisasi juga membantu mempercepat organ – organ

tubuh bekerja seperti semula.

Pemulihan peristaltik usus pada responden ini terjadi karena ibu post sectio

caesarea melakukan mobilisasi dengan benar. Menurut Suryani dan Anik (2015)

Faktor keberhasilan mobilisasi ini juga dipengaruhi oleh perilaku klien. Banyak

klien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahit luka operasi akan

lepas atau takut luka operasinya lama sembuh. Hal ini jelas keliru karena justru

jika klien selesai operasi dan segera bergerak maka klien akan lebih cepat

merangsang usus (peristaltik) sehingga klien akan lebih cepat kentut/flatus.

5.4.3 Pengaruh Mobilisasi Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus


Penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh mobilisasi pada pasien post

sectio caesarea sebelum dilakukan mobilisasi dan sesudah dilakukan mobilisasi.

Dari hasil analisis data yang diperoleh pada tabel 5.7 hal ini terbukti pada hasil

perlakuan yang dilakukan peneliti pada 17 orang pasien post sectio caesarea.

Pada awal sebelum dilakukan mobilisasi rata – rata peristaltik usus 2 jam pasca

operasi adalah 3,24 dan setelah mobilisasi menjadi 3,35 dengan selisih -0,11, pada

awal sebelum dilakukan mobilisasi rerata peristaltik usus 6 jam pasca operasi

adalah 4,76 dan setelah mobilisasi menjadi 5,29 dengan selisih -0,53, pada awal

sebelum dilakukan mobilisasi rerata peristaltik usus 12 jam pasca operasi adalah

6,18 dan setelah dilakukan mobilisasi menjadi 6,76 dengan selisih -0,58. Dan

pada 24 jam pasca operasi yang memberikan selisih peningkatan paling banyak

adalah rerata peristaltik usus sebelum dilakukan mobilisasi yaitu 7,18. Setelah

dilakukan mobilisasi 24 jam post sectio caesarea ternyata peristaltik usus

meningkat menjadi rata – rata 8,00 dan termasuk kategori peristaltik usus normal.

Responden diberikan latihan mobilisasi sesuai SOP (Standart Operasional

Prosedur) pada tahap 1 atau 2 jam pasca operasi dilakukan intervensi bernafas

dalam yang bertujuan untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus

menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu serta dengan latihan menggerakkan kaki

agar melatih kelenturan dan kekuatan otot kaki, pada tahap 2 atau 6 jam post

operasi dilakukan intervensi miring kanan dan miring kiri berfungsi untuk

sirkulasi darah menjadi normal/lancar sehingga mencegah terjadinya thrombosis

dan thrombo emboli, pada tahap 3 atau 12 jam pasca operasi setelah dilakukan

intervensi duduk selama 10-15 menit untuk mempercepat pemulihan otot – otot
perut kembali normal, pada tahap 4 atau 24 jam pasca operasi dilakukan

intervensi latihan berdiri dan berjalan untuk mempercepat pemulihan peristaltik

usus dan ibu merasa lebih sehat.

Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Daru (2015) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signfikan antara

mobilisasi dini ROM pasif terhadap pemulihan peristaltik usus pasca pembedahan

anestesi umum di RS Telogorejo Semarang dengan nilai signifikasi (ρ) = 0,000.

Mobilisasi adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakuan ibu

setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan sectio caesarea (Suryani dan

Anik, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa ada sebagian dari peristaltik usus

responden selama pemberian mobilisasi, sehingga fungsi dari dilakukan

mobilisasi ini telah berfungsi dengan cukup baik. Efek dari anestesi yang sering

dialami ibu pasca sectio caesarea adalah termanipulasinya organ abdomen

sehingga peristaltik usus menurun dan terjadi distensi abdomen. Efek dari anestesi

pada sectio caesarea akan semakin berkurang dengan seiring bertambahnya

waktu dan aktivitas fisik (mobilisasi) yang dilakukan baik pasif maupun aktif, hal

tersebut menandakan fungsi system pencernaan bekerja kembali. Oleh sebab itu

perlu di pantau sejak awal bagaimana fungsi dari pencernaan itu sendiri dengan

cara melakukan mobilisasi. Dampak bila tidak melakuka mobilisasi adalah fungsi

motilitas usus dan kandunng kemih menjadi lebih lambat sehingga ibu sulit

melakukan defekasi dan memperlama hari perawatan (Suryani dan Anik, 2015).
Berdasarkan hasil uji Paired T-test pengambilan keputusan dengan tingkat

kesalahan 0,05 diperoleh sig (0,000) < 0,005. Dari perrnyataan tersebut maka Ho

ditolak, yang berarti ada pengaruh mobilisasi pada pasien sectio caesarea sebelum

dan sesudah dilakukan mobilisasi. Dari penjelasan diatas pemberian mobilisasi

pada pasien post sectio caesarea telah sesuai seperti yang diharapkan dan dapat

memulihkan peristaltik usus post sectio caesarea. Berdasarkan hasil tersebut

maka tindakan mobilisasi dapat diterapkan pada pasien post sectio caesarea.

5.5 Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti merasa bahwa hasil belum optimal,

misalnya :

1. Penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol dimana penelitian ini

dilakukan pada satu kelompok subjek yang diobservasi.


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pembahasan penelitian yang berjudul “Pengaruh mobilisasi

terhadap pemulihan peristaltik usus pasien post sectio caesarea di RSUD Kota

Madiun” di dapat beberapa kesimpulan :

1. Dari 17 responden rata – rata hasil pengukuran frekuensi peristaltik usus

sebelum dilakukan mobilisasi pada 2 jam pasca operasi adalah 3,24, pada 6

jam pasca operasi adalah 4,76, pada 12 jam pasca operasi adalah 6,18, pada

24 jam pasca operasi adalah 7,18 yang termasuk dalam peristaltik usus

normal.

2. Nilai rata – rata hasil pengukuran frekuensi peristaltik usus sesudah dilakukan

mobilisasi pada 2 jam pasca operasi adalah 3,25, pada 6 jam pasca operasi

adalah 5,29, pada 12 jam pasca operasi adalah 6,76, pada 24 jam pasca

operasi adalah 8,00 yang termasuk dalam peristaltik usus normal.

3. Hasil analisis data dengan menggunakan uji Paired T-test dengan tingkat

kesalahan 0,05 pada 17 responden diperoleh sig ρ value = 0,000 < ɑ = 0,05,

maka terdapat pemulihan yang signifikan terhadap pengaruh peristaltik usus

sebelum dan sesudah dilakukan mobilisasi pasien post sectio caesarea di

RSUD Kota Madiun.


6.3 Saran

Dari hasil penellitan yang peneliti lakukan maka peneliti ingin menyampaikan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi pelayanan kesehatan untuk perlunya di terapkan intervensi mobilisasi

post sectio caesarea yang benar sesuai SOP sesuai waktunya dan mencatat

respon pasien serta memberikan penyuluhan tentang komplikasi yang bisa

terjadi bila ibu tidak mau melakukan mobilisasi sehingga bisa menekan

komplikasi yang mungkin terjadi pada diri ibu dan ibu dapat melakukan

mobilisasi dengan tepat agar dapat mempersingkat penyembuhan pasca

operasi sectio caesarea.

2. Bagi Institusi Pendidikan STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan mampu

mengembangkan teori keperawatan khususnya dalam keperawatan

maternitas.

3. Bagi Peneliti selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan penelitian lain

mengenai pemulihan peristaltik usus dari segi faktor dan variabel yang

berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Aksu, Kucuk, Duzgun. 2011. The Effect Of Pascanatal Breastfeeding


Education/support Offered At Home 3 Days After Delivery On Beastfeeding
Duration And Knowledge : A Randomized Trial. Journal Of Maternal-Fetal and
Neonatal Medicine, 24, 354-361.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Anggorowati. 2012. di akses pada 2 februari 2017 jam 17.10. Jurnal Ilmiah
Tentang Mobilisasi Dini Dan Penyembuhan Luka Operasi Pada Ibu Post Sectio
Caesarea (SC)Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.
Bararah, V.F. 2010.di akses pada 2 februari jam 18.20. Pentingnya Kentut Setelah
Operasi. http://health.detik.com/pentingnya-kentut-setelah-operasi/
Barone, P. 2004. Postanesthetic Care in The Critical Care Unit. Journal of Thee
American Asociation of Critical –Care Nurse, 24, 38-45.
Bonney & Jenny. 2010. Caesarean Section: Techniquesand Complications.
Journal Of Obstetry Gynecology Reproductive Medicine, 21, 4-9.
Dantes, N. 2012.Metode Penelitian. Jakarta : C.V Andi Offset.
Daru, E. 2015. Di akses pada 3 februri jam 09.00. Jurnal Ilmiah Tentang
Pengaruh Mobilisasi Dini ROM Pasif Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pada
Pasien Paska Pembedahan Dengan Anestesi Umum Di SMC RS Telogorejo.
Edmonds, DK. 2007. Dewhurst’s textbook of Obstetrics and Gynecology,7th
edition. Blackwell Publishing.
Farrer & Helen. 2010. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Fauzi.2007. Operasi Caesar Masalah Dan Solusinya. Jakarta : Puspaswara.
Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Gwinnut, C.L. 2012. Catatan Kuliah Anestesi Klinis, Edisi 3. Jakara :
EGC.
Hanke, Elsner, & Gorlinger. 2010. Spinal anaesthesia and caesarean section in a
patient with hypofibrogenaemia and factor XII deficiency. Journal of the
association of anaesthesi of great britian and Ireland Anaesthesi, 65,641-645.
Hidayat, A.A.2009. Metode Penelitian Keperawatan Teknik Analisa Data.Jakarta
: Salemba Medika.
Hutabalian. 2011. di akses pada 2 februari jam 19.00. Jurnal Ilmiah Tentang
Pengaruh Umur Terhadap Persalinan Sectio Caesarea.
Indiarti, M.T 2007.Caesar, Mengapa Tidak ? Cara Aman Menyambut Kelahiran
Buah Hati Anda.Yogyakarta : Elmatera Publishing.
Janet, W, Penny S dan Ann K. 2007. Kehamilan & Persalinan.Jakarta : PT
Bhuana Ilmu Populer.
Joko, P. 2011. di akses pada 5 februari 2017. Jurnal Ilmiah Tentang Hubungan
Ambulasi Dini Terhadap Aktivasi Peristaltik Usus Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstremitas Bawah Dengan Anestei Umum Di Ruang Mawar II RS. DR
Moewardi Surakarta.
Latief, A. 2002.Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua.Jakarta : Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Morris, Marro & Rosenthal. 2010. Clinicalpractice guidelines for early
mobilization hours after surgery. Journal Orthopedic Nursing,29, 290-299.
Narko. 2008. di akses pada 3 februari 2017. Jurnal Ilmiah Tentang Pengaruh
Ambulasi Dini Terhadap Pemulihan Peristaltik Usus Pasien Paska Operasi
Fraktur Femur Dengan Anestesi Umum Di RSUI Kustati Surakarta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : Salemba
Medika.
Oswari. 2000. Bedah dan Keperawatannya. Jakarta : PT Gramedia
Patricia dan Sally.2006. Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir.Jakarta : EGC.
Pearce, E. 2009.Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Potter dan Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta : EGC.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit,
Edisi 6, Volume 1. Jakarta : EGC.
Rasjidi. 2009. Seksio Sesaria & Laparotomi Kelainan Adneksia Berdasarkan
Evedence Based. Jakarta : Sagung Seto.
Sally, K. 2013. Anaesthesia On The Move. Jakarta : Indeks.
Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Offset.
Setiadi. 2007. Anatomi Dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Setyowati. 2013. Karakteristik Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini Pada Ibu
Nifas Post Sectio Caesarea, Embrio, Jurnal Kebidanan, gol II.
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat dan De Jong . 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Sloane, E. 2004.Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Stephen dan William. 2011. Patofisiologi Penyakit: Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta : EGC.
Suryani dan Anik.2015. Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Seksio Sesarea.
Jakarta : CV Trans Info Media.
Wahyu, S. 2011. di akses pada 3 februari 2017 jam 07.30. Jurnal Ilmiah Tentang
Perbedaan Efektifitas Antara Kompres Hangat Dan Mobilisasi Terhadap Fungsi
Peristaltik Pada Pasien Post Operasi Seksio Cesarea Di RSUD dr. Raden
Soedjati Purwodadi Kabupaten Grobogan.
Wahyudi, S. 2008. di akses pada 2 februari 2017 jam 18.15. Jurnal Ilmiah
Tentang Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Waktu Flatus Pada
Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Lampiran 1 Surat Ijin Studi Pendahuluan


Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(Informed Consent)

Dengan Hormat,

Saya sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Bhakti


Husada Mulia Madiun

Nama : Isti’anah Daarul Muflihah

NIM : 2013020285

Bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Mobilisasi Terhadap


Pemulihan Peristaltik Usus Pasien Post Sectio Caesarea di RSUD Kota Madiun”

Adapun informasi yang Ibu berikan akan dijamin keerahasiannya dan saya
bertanggung jawab apabila informasi yang diberikan merugikan Ibu.

Sehubungan dengan hal tersebut, apabila Ibu setuju ikut serta dalam penelitian ini
dimohon untuk menandatangani kolom yang di sediakan.

Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.

Peneliti Madiun, April 2017

Isti’anah Daarul Muflihah

Nim 201302085

Lampiran 3 Lembar Penjelasan Penelitian


LEMBAR PENJELASAN PENEITIAN
PENGARUH MOBILISASI TERHADAP PEMULIHAN PERISTALTIK
USUS PASIEN POST SECTIO CAESAREA DI RSUD KOTA MADIUN
Oleh :
ISTI’ANAH DAARUL MUFLIHAH

Penulis adalah mahasiswa sarjana keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia


Madiun, penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan sarjana keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Tujuan penelitian ini untuk mempelajari mobilisasi dini terhadap pemulihan


peristaltik usus pada pasien post sectio caesarea di RSUD Kota Madiun,
partisipasi saudara dalam penelitian ini akan membawa dampak positif dalam
upaya mencari keterkaitan mobilisasi terhadap pemulihan peristaltik usus pasien
post sectio caesarea di RSUD Kota Madiun. Peneliti berharap informasi yang
anda berikan nanti sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dan tanpa di
pengaruh oleh orang lain. Peneliti menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas
saudara, informasi yang saudara berikan hanya akan digunakan untuk
pengembangan ilmu pendidikan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud –
maksud lain.

Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat bebas, anda bebas untuk ikut atau
tidak tanpa adanya sanksi apapun. Jika anda bersedia menjadi responden
penelitian ini, silahkan anda menandatangani kolom yang tersedia.

Madiun, April 2017


Peneliti

ISTI’ANAH DAARUL
MUFLIHAH NIM. 201302085

Lampiran 4 Lembar Instrumen Penelitian Standart Operasional Prosedur


PROSEDUR PELAKSANAAN DENGAN STANDART
OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MOBILISASI PASCA
SECTIO CAESAREA

Pengertian Suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan


ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan
caesarea.
Tujuan TUJUAN
1. Ibu merasa lebih sehat, kuat dan dapat mengurangi rasa
sakit dengan demikian ibu memperoleh kekuatan,
mempercepat kesembuhan, fungsi usus dan kandung
kemih lebih baik, merangsang peristaltik usus kembali
normal.
2. Meningkatkan rasa nyaman, mengurangi kemungkinan
tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi yang
menetap.
Prosedur A. Tahap Persiapan
Pelaksanaan 1. Mempersiapkan klien
2. Memberi salam pembuka dan mempersiapkan diri kepada
klien
3. Memberi penjelasan pada klien tentang tujuan dan
prosedur tindakan
4. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
5. Mengatur lingkungan yang nyaman dan privasi klien
B. Tahap Kerja
1. Bernafas dalam hirup udara sebanyak-banyaknya dengan
menggunakan hidungdalam kondisi mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara
perlahan-lahan udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui
mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali). Dan latihan
kaki 2 jam setelah operasi dengan menggerakkan jari kaki dan
memutar pergelangan kaki, serta telapak kaki di fleksi dan
ekstensikan 2-3x selama 5 menit..
2. Setelah 6 jam ibu dilakukan pergerakan miring kanan dan
miring kiri sekurang – kurangnya sebanyak 3x dalam 1 jam.
3. Setelah 12 jam ibu dianjurkan untuk duduk selama 10-15
menit baik bersandar atau tidak.
4. Setelah 24 jam ibu belajar berdiri dan berjalan di sekitar
kamar atau keluar kamar, misalnya ke toilet atau ke kamar
mandi sendiri, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada
pasien untuk mengembalikan fungsi pencernaan pasien
kembali normal.
Lampiran 5 Lembar Prosedur Pengukuran Peristaltik Usus

PROSEDUR PENGUKURAN PERISTALTIK USUS

Alat : Stetoskop bermerk General Care.


Persiapan :

1. Jelaskan kepada klien apa yang akan anda lakukan, mengapa hal ini perlu

dilakukan dan bagaimana klien dapat bekerja sama. Diskusikan bagaimana

hasilnya akan digunakan untuk rencana perawatan dan terapi selanjutnya.

2. Beri privasi klien

3. Tanyakan apakah klien mengalami nyeri abdomen, mual, muntah dan diare

4. Bantu klien mengambil posisi supinasi, dengan lengan diletakkan disamping

secara nyaman. Letakkan bantal kecil di bawah lutut dan kepala untuk

menurunkan ketegangan otot abdomen. Bagian perut dibuka hanya dari area

garis dada hingga pubis untuk menghindari klien menggigil dan gemetar,

yang akan meningkatkan ketegangan otot.

Gambar 1. Empat kuadran abdomen

Prosedur pemeriksaan :

1. Hangatkan tangan dan diafragma stetoskop. Tangan dan diafragma stetoskop

yang dingin dapat menyebabkan kontraksi otot abdomen.


2. Gunakan diafragma lempeng datar. Suara usus memiliki frekuensi tinggi dan

paling jelas didengar dengan diafragma lempeng datar. Cukup dengan

memberikan sedikit tekanan pada stetoskop.

3. Letakkan diafragma lempeng datar stetoskop pada keempat kuadran abdomen

di seluruh sisi auskultasi (Gambar 2).

Gambar 2. Auskultasi abdomen untuk memeriksa peristaltik usus

4. Dengarkan peristaltik usus aktif-suara deguk yang tidak teratur terjadi kira –

kira setiap 5-20 detik. Durasi 1 peristaltik usus dapat memiliki rentang kurang

dari 1 detik atau lebih dari beberapa detik.

5. Peristaltik usus normal (yaitu dapat didengar) dengan frekuensi 5-35x/menit,

hipoaktif (yaitu sangat halus dan jarang) dengan frekuensi 0-4x/menit,

hiperaktif (yaitu bernada tinggi, keras) dengan frekuensi >35x/menit disebut

borborigmus. Tidak ada peristaltik usus (tidak terdengar dalam 3-5 menit)

menunjukkan berhentinya motilitas usus. Peristaltik usus hipoaktif

menunjukkan menurunnya motilitas dan biasanya karena manipulasi usus

selama pembedahan, inflamasi, ileus paralisis, atau obstruksi usus lanjut.


Peristaltik usus hiperaktif menunjukkan peningkatan motilitas usus dan

biasanya pada klien yang mengalami diare dan pengguaan laksatif.

6. Catat frekuensi peristaltik usus : hiperaktif, hipoaktif atau tidak ada peristaltik

usus.

Lampiran 6 Lembar Observasi Pemulihan Peristaltik Usus Post


Sectio Caesarea
LEMBAR OBSERVASI PEMULIHAN PERISTALTIK USUS POST
SECTIO CAESAREA

A. Identitas Responden

No. Responden : Usia :

Tanggal Operasi : Riwayat SC :

Jam Masuk Operasi : Jenis Anastesi :

Jam Keluar Operasi :

Pendidikan :

SD S MA

SMP Perguruan Tinggi

Pekerjaan :

Tidak bekerja Bekerja

Jumlah paritas :

Primipara Multipara
Jam 2 Jam Post SC 6 Jam Post SC 12 Jam Post SC 24 Jam Post SC
Frekuensi Latihan 1 Frekuensi Frekuensi Latihan 2 Frekuensi Frekuensi Latihan 3 Frekuensi Frekuensi Latihan 4 Frekuensi
peristaltik nafas peristaltik peristaltik miring peristaltik peristaltik duduk peristaltik peristaltik belajar peristaltik
sebelum dalamdan sesudah (x) sebelum kanan sesudah (x) sebelum baik sesudah (x) sebelum berdiri sesudah (x)
(x) menggerak (x) dan (x) bersandar (x) dan
kan kaki miring atau tidak berjalan
kiri

84
Lampiran 7 Lampiran Surat Izin Penelitian

85
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian Dari Bangkespol
Lampiran 9 Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 10 Jadwal Kegiatan

JADWAL KEGIATAN

BULAN
No. Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 Pembuatan dan
Konsul Judul
2 Penyusunan
Proposal
3 Bimbingan
Proposal
4 Ujian Proposal
5 Revisi Proposal
6 Pengambilan Data
7 Penyusunan dan
Konsul Skripsi
8 Ujian Skripsi

88

88
Lampiran 11 Hasil Tabulasi Data

HASIL TABULASI

PENGARUH MOBILISASI TERHADAP PEMULIHAN PERISTALTIK USUS PASIEN POST SECTIO CAESAREA DI
RSUD KOTA MADIUN

TANGGAL 15 JUNI 2017 s/d 4 JULI 2017

No Usia Paritas Pendidikan Pekerjaan Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
mobilisa mobilisa mobilisa mobilisa mobilisa mobilisa mobilisa mobilisa
si 2 jam si 2 jam si 6 jam si 6 jam si 12 si 12 si 24 si 24
post SC post SC post SC post SC jam post jam post jam post jam post
SC SC SC SC
3 21 1 3 1 3 3 5 5 6 6 8 9
6 27 1 3 2 4 4 5 6 6 6 7 8
9 32 1 3 1 4 4 5 5 6 7 7 8
12 28 2 2 1 2 2 4 5 6 6 6 7
15 34 2 3 1 4 4 6 6 6 8 8 8
18 34 2 3 2 2 2 5 5 6 6 6 7
21 32 1 3 1 2 3 4 6 6 7 8 8
24 35 1 3 1 4 4 5 6 8 8 8 8
27 31 2 2 1 4 5 5 5 5 6 8 9
30 31 2 3 1 4 4 6 6 7 7 7 8
33 35 2 4 2 4 4 5 6 6 6 6 8
36 27 1 4 2 4 4 5 6 7 8 8 9
39 33 2 4 2 2 2 3 3 5 6 6 7

89
42 28 2 3 1 3 3 4 5 6 6 6 7
45 35 2 1 2 3 3 4 5 6 8 8 8
48 28 2 4 2 3 3 5 5 6 6 7 8
51 29 2 2 1 3 3 5 5 7 7 8 9

Keterangan :

Paritas : Pendidikan : Pekerjaan :

Kode 1 : Primipara Kode 1 : SD Kode 1: Tidak Bekerja

Kode2 : Multipara Kode 2 : SMP Kode 2 : Bekerja

Kode 3 : SMA

Kode 4 : Perguruan Tinggi

Peristaltik Usus ;

Hipoaktif : 0-4x/menit

Normal : 5-35x/menit

Hiperaktif : >35x/menit
Lampiran 12 Rekap Hasil Penelitian

Keterangan :

Paritas : Pendidikan : Pekerjaan :

Kode 1 : Primipara Kode 1 : SD Kode 1: Tidak Bekerja

Kode 2 : Multipara Kode 2 : SMP Kode 2 : Bekerja

Kode 3 : SMA

Kode 4 : Perguruan Tinggi

Peristaltik Usus ;

Hipoaktif : 0-4x/menit

Normal : 5-35x/menit

Hiperaktif : >35x/menit

91
Lampiran 13 Data Umum

1. Karakteristik Responden Tendensi Sentral Berdasarkan Usia


2. Karakteristik Responden Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan,

Pekerjaan dan Paritas


3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
4. Uji Paired T-test
5. Hasil Uji Paired T-test

6. Mean, Median, Modus, Standart Deviasi Peristaltik Usus

97
98
Lampiran 13 Lembar Konsultasi Proposal dan Skripsi
Lampiran 15 Foto Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai