Anda di halaman 1dari 75

Skripsi

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU


PERAWAT PADA MOBILISASI DINI PASIEN PASCA LAPARATOMI
DI RSUP. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan pada
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Oleh:

ANDI JUMRIATNA K
C12107030

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : A. Jumriatna Kasumapati

Nomor mahasiswa : C 12107030

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia
menerima saknsi atas perbuatan tidak terpuji tersebut.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan
sama sekali.

Makassar,

Yang membuat pernyataan,

(Materai Rp.6000) (A. Jumriatna Kasumapati)

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan Hidayah-Nya yang tidak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat

dengan Perilaku Perawat Pada Mobilisasi Dini Pasien Pasca Laparatomi di RSUP.

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, yang merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan program sarjana Keperawatan Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran yang

membangun guna perbaikan dari semua pihak yang membacanya.

Pada kesempatan ini, perkenankan pula penulis mengucapkan

penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak dr. Irawan Yusuf, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Dr. dr. Ilham Jaya Patellongi, M.Kes, selaku ketua Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar.

3. Ibu Yuliana Syam, S.Kep, Ns, M.Kes dan Bapak Syahrul Ningrat S.Kep,

Ns, selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan dengan sabar selama penyusunan

skripsi ini hingga selesai.

v
4. Bapak Takdir Tahir, S.Kep, Ns, M.Kes dan Bapak Abdul Majid, S.Kep,

Ns, M.Kep, Sp.MB, selaku tim penguji skripsi yang telah memberikan

masukan dan arahan demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Direktur RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RS. Dr. Wahidin

Sudirohusodo.

6. Teristimewa buat Ayahanda Paling Banawa (Alm) dan Ibunda A. Sri

Bikar Chaeriah Tenriangka yang kucintai serta seluruh keluarga yang telah

memberikan bantuan baik moril maupun materi kepada penulis selama

mengikuti pendidikan terutama untuk Ir. A. Hasan Sayuti, M.P sekeluarga.

7. Teman-teman mahasiswa Ners A angkatan 2007, sahabat-sahabat dan

semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh semua

pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT…Amin.

Makassar, April 2011

Penulis

vi
ABSTRAK

Andi Jumriatna Kasumapati. C12107030. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN


PERAWAT DENGAN PERILAKU PERAWAT PADA MOBILISASI DINI PADA PASIEN
PASCA LAPARATOMI DI RSUP. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR.
Dibimbing oleh Yuliana Syam dan Syahrul Ningrat. (v + 53 halaman + 5 tabel + 4 lampiran)

Latar belakang : Setiap pasien post laparatomi memerlukan tirah baring untuk pemulihannya.
Akan tetapi, tirah baring post operasi yang lama dapat menyebabkan stasis vena dan menjadi
penyebab ulkus dekubitus serta individu normal yang mengalami tirah baring akan kehilangan otot
rata-rata 3 % sehari (atropi disuse). Mobilisasi dini merupakan salah satu intervensi yang
diberikan untuk mencegah dampak dari tirah baring yang terlalu lama.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat
dengan perilaku perawat dalam mobilisasi dini pada pasien pasca laparatomi di RSUP. Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Metode : Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif menggunakan rancangan penelitian
deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada satu saat. Data variabel
independen yang meliputi tingkat pengetahuan perawat tentang mobilisasi dan variabel dependen
yaitu perilaku perawat dalam mobilisasi dini pada pasien pasca laparatomi dinilai secara simultan
pada satu saat. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total Sampling berjumlah
27 orang perawat di ruang perawatan Lontara II dan Lontara IV RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.

Hasil : Pada penelitian ini diperoleh hasil ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
perilaku perawat pada mobilisasi dini pasien pasca laparatomi melalui uji Fisher’s exact dengan
nilai p=0,012 (p<0,05) dan nilai r = 0,500 yang berarti kekuatan hubungan adalah sedang.

Kesimpulan dan Saran : Kesimpulan dari penelitian ini antara lain pihak rumah sakit perlu
melakukan evaluasi pemberian asuhan keperawatan setiap bulannya tentang mobilisasi pasien
pasca laparatomi yang merupakan salah satu tugas perawat karena diperoleh perilaku perawat
dalam mobilisasi dini masih kurang walaupun sebagian besar tingkat pengetahuan perawat tentang
mobilisasi dini termasuk kategori baik serta pihak institusi pendidikan keperawatan perlu
memberikan praktek langsung terkait penerapan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca
operasi laparatomi untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan karena tingkat
pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku. Saran, sebaiknya
perawat lebih meningktkan profesionalismenya dalam memberikan tindakan mobilisasi dini pada
pasien post laparatomi guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

Kata kunci : Tingkat Pengetahuan, Perilaku, Mobilisasi Dini, Pasca Laparatomi

Sumber Literatur : 38 Kepustakaan (1998 – 2010)

vii
ABSTRACT

Andi Jumriatna Kasumapati. C12107030. RELATED KNOWLEDGE LEVEL NURSE WITH


NURSE BEHAVIOR IN POST LAPARATOMY PATIENTS WITH EARLY MOBILIZATION
IN RSUP . DR. Wahidin Sudirohusodo MAKASSAR. Taught by Yuliana Syam and Syahrul
Ningrat. (V + 53 pages + 5 tables + 4 attachments)

Background: Each patient's post-laparotomy requires bed rest for recovery. However,
postoperative bed rest the old can cause venous stasis and a cause of decubitus ulcers and normal
individuals who experience muscle bed rest will lose an average of 3% per day (disuse atrophy).
Early mobilization is one of the interventions provided to prevent the effects of prolonged bed rest.
Objective: This study aims to determine the correlation between knowledge of nurses with nurses
behavior in the early mobilization in patients post-laparotomy in RSUP. Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.

Methods: This was a type of quantitative research uses descriptive analytical research design using
cross sectional study conducted at a time. Data independent variables include the level of
knowledge of nurses about the mobilization and the dependent variable is the behavior of nurses in
early mobilization in patients post laparotomy assessed simultaneously at any one time. The
sampling technique in this study is total sampling amounted to 27 people in treatment room nurse
Lontara II and IV Lontara RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Results: In this study, the results obtained there is a correlation between knowledge of nurses with
nurses behavior in the early mobilization of patients after laparotomy via Fisher's exact test with p
= 0.012 (p <0.05) and the value of r = 0.500 which means the strength of the relationship is
moderate.

Conclusion and Suggestions: The conclusion of this research, among others, the hospital needs to
conduct an evaluation of nursing care each month of mobilization of patients with post-
laparotomy, which is one of the tasks nurses because nurses acquired behavior in early
mobilization is still lacking, although the majority of nurses level of knowledge about early
mobilization good category and the nursing education institutions need to provide direct practical
application related to the implementation of early mobilization in patients post laparotomy surgery
to improve their knowledge of nursing students due to the level of knowledge is one important
factor that affects behavior. Advice, you should nurse more meningktkan professionalism in
delivering action early mobilization in patients post laparotomy in order to improve the quality of
nursing care.

Keywords: Level of Knowledge, Behavior, Early Mobilization, Post-laparotomy


Literature Source: 38 Bibliography (1998-2010)

viii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul………………………………………………………. i

Halaman Persetujuan………………………………………………….. ii

Halaman Pengesahan………………………………………………….. iii

Pernyataan Keaslian Skripsi………………………………………….. iv

Kata Pengantar………………………………………………………… v

Abstrak Bahasa Indonesia……………………………………………... vii

Abstrak Bahasa Inggris………………………………………………… viii

Daftar Isi………………………………………………………………. ix

Daftar Tabel…………………………………………………………… xi

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………. 3
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 4
D. Manfaat Penelitian…………………………………………… 5

Bab II. Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Umum Laparatomi


1. Definisi dan Tujuan……………………………………… 6
2. Jenis Pembedahan………………………………………... 8
B. Tinjauan Umum Mobilisasi
1. Definisi dan Tujuan……………………………………… 13
2. Lingkup Mobilisasi………………………………………. 15
C. Tinjauan Umum Pengetahuan
1. Definisi…………………………………………………… 21
2. Tingkatan Pengetahuan…………………………………… 22
3. Pengukuran Pengetahuan………………………………… 25

ix
D. Tinjauan Umum Perilaku
1. Definisi…………………………………………………… 26
2. Bentuk Perilaku…………………………………………... 29

Bab III. Kerangka Konsep dan Hipotesis

A. Kerangka Konsep…………………………………………….. 30
B. Hipotesis…………………………………………………….... 31

Bab IV. Metode Penelitian

A. Rancangan Penelitian…………………………………………. 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………… 32
C. Populasi dan Sampel………………………………………….. 33
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi…………………………………. 33
E. Alur Penelitian………………………………………………… 34
F. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel……………………………………… 35
2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif……………… 35
G. Instrumen Penelitian………………………………………….. 36
H. Cara Pengumpulan Data……………………………………… 37
I. Pengolahan dan Analisis Data……………………………….. 37
J. Masalah Etika………………………………………………… 38

BAB V. Hasil dan Pembahasan


A. Hasil………………………………………………………….. 39
B. Pembahasan………………………………………………….. 46
C. Keterbatasan Penelitian……………………………………… 49

BAB VI. Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan…………………………………………………… 51
B. Saran………………………………………………………….. 51

Daftar Pustaka………………………………………………………… 53

Lampiran

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Posisi dan deskripsi gerakan Range of motion

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden Di ruang


perawatan Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan RS. Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pengetahuan responden Di


ruang perawatan Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan RS.
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku responden Di ruang perawatan


Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan RS. Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Tahun 2011

Tabel 5.4 Hubungan antara variabel pengetahuan dan variabel perilaku responden
Di ruang perawatan Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan RS.
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2011

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi prevalensi dari beberapa rumah sakit di berbagai negara, antara

lain, University of Liverpool Hospital United Kingdom, pada tahun 2000

terdapat 313 kasus laparatomi. Kemudian, Massachusetts University

Hospital Worcester USA, pada tahun 2003 terdapat 207 kasus laparatomi.

Sedangkan, di Vali-Asr University Hospital, Teheran Iran pada tahun 2005

terdapat 177 kasus laparatomi ginekologik. (Proudman et al, 2002; Vogin,

2004; Behtash, Zarchi & Ganjoei, 2006).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia (2008)

terjadi peningkatan penggunaan asuransi kesehatan miskin (Askeskin)

untuk kasus laparatomi digestif dan ginekologik (operasi cesar) yakni

1416 kasus pada tahun 2005 menjadi 8124 kasus pada tahun 2006 dan

8918 kasus pada tahun 2007. (www.perpustakaan.depkes.go.id)

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan (2008)

menunjukkan bahwa kasus laparatomi meningkat dari 162 kasus pada

tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada

tahun 2007. (www.dinkes-sulsel.go.id)

Data rekam medik yang diperoleh dari RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan tindakan

1
laparatomi yakni, 141 pasien pada tahun 2007, 81 pasien pada tahun 2008,

dan 131 pasien pada tahun 2009. (Data sekunder, 2010)

Setiap pasien pasca laparatomi memerlukan tirah baring untuk

pemulihannya. Akan tetapi, tirah baring pasca operasi yang lama dapat

menyebabkan stasis vena pada tungkai dan menjadi penyebab ulkus

dekubitus serta individu normal yang mengalami tirah baring akan

kehilangan otot rata-rata 3 % sehari (atropi disuse). Salah satu intervensi

yang bisa diberikan untuk mencegah dampak dari tirah baring yang

terlalu lama ialah mobilisasi dini. (Craven & Hirnle, 2000; Baradero et al,

2008)

Penelitian yang dilakukan oleh Suhartatik (2002) mengenai

gambaran pengetahuan pasien post operasi laparatomi tentang mobilisasi

di instalasi rawat inap BRSD Kepanjen Kabupaten Malang didapatkan

hasil 72,08 % pasien hanya memiliki pengetahuan cukup mengenai

mobilisasi. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2010)

mengenai pengetahuan ibu tentang mobilisasi dini pasca persalinan

normal pervaginam di dusun IX desa Bandar Klippa Kec. Percut Sei Tuan

Kab. Deli Serdang Tahun 2010 didapatkan hasil 87,4 % pengetahuan

responden termasuk dalam kategori cukup. Sehingga untuk meningkatkan

pelayanan asuhan keperawatan dibutuhkan peran perawat dalam

memberikan bimbingan ataupun bantuan mobilisasi dini pada pasien.

2
Perawat berperan dalam memberikan penjelasan dan memotivasi

pasien dalam melakukan mobilisasi dini. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Okwerita (2008) mengenai pengaruh penyuluhan terhadap

pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien paska bedah sesar di ruangan

kebidanan RSUD Sungai Dareh Sumatera Barat menunjukkan lebih dari

setengah responden yang mendapat penyuluhan melaksanakan mobilisasi

dengan kategori baik, sedangkan sebagian besar (73,3 %) responden yang

tidak mendapatkan penyuluhan melaksanakan mobilisasi dini dengan

kategori sedang. Berdasarkan analisa statistik terdapat perbedaan

bermakna pelaksanaan mobilisasi dini pasien paska bedah sesar antara

pasien yang mendapatkan penyuluhan preoperatif dengan pasien yang

tidak mendapatkan penyuluhan preoperatif.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan

Perilaku Perawat Pada Mobilisasi Dini Pasien Pasca Laparatomi di RSUP.

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar“. Hal tersebut mengingat betapa

pentingnya perawat menerapkan teori mobilisasi dini pada pasien post

laparatomi.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang maka masalah yang akan

diteliti adalah “apakah ada hubungan tingkat pengetahuan perawat

dengan perilaku perawat pada mobilisasi dini pasien pasca laparatomi di

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku

perawat dalam mobilisasi dini pada pasien post operasi laparatomi di

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tingkat pengetahuan perawat tentang mobilisasi dini

pada pasien pasca operasi laparatomi.

b. Diketahuinya perilaku perawat dalam pelaksanaan mobilisasi dini

pada pasien pasca operasi laparatomi.

c. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang

mobilisasi dengan perilaku perawat dalam pelaksanaan mobilisasi dini

pada pasien pasca operasi laparatomi.

4
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Terkait

a. Sebagai masukan bagi rumah sakit untuk mengevaluasi pemberian

asuhan keperawatan setiap bulannya tentang mobilisasi pasien pasca

operasi laparatomi yang diberikan, sehingga dapat digunakan sebagai

dasar perbaikan asuhan keperawatan.

b. Sebagai masukan untuk meningkatkan profesionalisme perawat di

ruang perawatan Lontara II dan Lontara IV dalam memberikan

tindakan mobilisasi dini pada paien pasca operasi laparatomi.

2. Bagi Pendidikan

Sebagai salah satu sumber rujukan untuk praktek di laboratorium guna

menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya yang terkait dengan

penerapan mobilisasi dini pada pasien pasca operasi laparatomi.

3. Bagi Peneliti

a. Meningkatkan pengetahuan serta mengetahui lebih dalam lagi

tentang pelaksanaan mobilisasi dini.

b. Untuk melatih kemampuan peneliti di bidang keperawatan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Laparatomi

1. Definisi dan Tujuan

Laparatomi adalah suatu tindakan pembedahan berupa insisi dari

permulaan panggul atau sebagian dinding abdomen. Operasi ini

dilakukan untuk memeriksa masalah yang berhubungan dengan organ-

organ pada abdomen seperti perut, hati, usus, ginjal, dan kandung

kemih. (Yagnik, 2007). Sedangkan, menurut Sjamsuhidajat dan Jong

(2005), bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan

pada daerah abdomen hingga ke cavitas abdomen yang dapat dilakukan

pada bedah digestif dan kandungan (obgyn).

Jenis tindakan laparatomi terbagi dua yakni tindakan bedah

digestif dan tindakan bedah kandungan. Adapun tindakan bedah digestif

yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu,

herniotomi, gasterektomi, kolisistoduodenistomi, hepaterektomi,

splenektomi, apendektomi, kolostomi, dan fistulotomi atau fistulektomi.

Sedangkan, tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan

tindakan laparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi

pada tuba fallopi dan operasi ovarium yang meliputi histerektomi, baik

histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingingoferaktomi

bilateral. (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005)

6
Insidensi absolute untuk laparatomi antara lain, eviserasi di isi

abdomen, adanya udara bebas intraperitoneal, lavage abdomen yang

mendapatkan darah, dan renjatan persisten tanpa adanya cedera toraks,

spinal atau ekstremitas yang bermakna. (Eliastam, Sternbach &

Bresler, 1998)

Indikasi laparatomi antara lain :

a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

b. Peritonitis

c. Perdarahan saluran pencernaan

d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar

e. Massa pada abdomen

Yagnik (2007) mengemukakan tujuan laparatomi, antara lain :

a. Memeriksa dinding anterior perut dan dinding posterior perut (Jika

perforasi dicurigai pada bagian dinding posterior).

b. Memeriksa duodenum untuk melihat adanya perforasi, keganasan,

diverticula dan lainnya.

c. Mengidentifikasi pertemuan duodenum dan jejunum.

d. Memeriksa colon ascendens, colon transversum, dan colon

descendens.

e. Memeriksa bagian retrovaginal pada kantung retrovesical untuk

mengangkat tumor.

f. Memeriksa bagian retroperitoneum, jika pada organ retroperitoneal

dicurigai adanya keadaan patologi.

7
2. Jenis Pembedahan

a. Bedah Digestif

Bedah digestif adalah pembedahan yang dilakukan pada organ-

organ pencernaan. Beberapa diantara pembedahan itu adalah :

(Schwartz, 2000)

1) Apendektomi

Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat

apendiks yang mengalami inflamasi. Pembedahan ini

diindikasikan pada diagnosa apendisitis yang telah ditegakkan.

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu

atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan

pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu bisa pecah.

Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan

menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).

Appendisitis bisa terjadi akibat penyempitan atau

penyumbatan yang menimbulkan timbunan lender di dalam

rongganya. Bila terjadi genangan lender disitu, kuman di dalam

usus besar bisa tumbuh cepat disana. Bila peradangan itu pecah,

maka kotoran manusia beserta kumannya menyebar ke rongga

perut. Makanya, bila peradangan ini tak dioperasi, bisa

mengakibatkan kematian. Penyumbatan usus buntu terjadi karena

pembesaran kelenjar dindingnya. Ini biasa terjadi pada anak-

anak. Pada orang dewasa, penyumbatan terjadi karena gumpalan

8
tinja yang membatu, atau biji-bijian yang masuk ke dalamnya,

cacing, bahkan tumor.

2) Kolisistektomi

Kolisistektomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk

menangani pasien dengan batu empedu dan tumor empedu.

Operasi ini terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu :

a) Kolisistektomi terbuka, diindikasikan untuk kolik biliaris

rekuren yang diikuti oleh kolisistisis akut. Komplikasi

untuk prosedur ini yaitu cedera duktus biliaris, biasnya

terjadi kurang dari 0,2 % pada pasien.

b) Kolisistektomi laparaskopik, indikasi awal hanya pasien

dengan batu empedu simtomatik tanpa adanya kolisistisis

akut. Keuntungan secara teoritis dari prosedur ini

dibandingkan prosedur konvensional yaitu mengurangi

perawatan di rumah sakit dan jumlah biaya yang

dikeluarkan. Masalah yang belum terpecahkan adalah

keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insidensi

komplikasi mayor seperti misalnya cedera duktus biliaris

yang lebih sering selama operasi.

c) Kolisistostomi, sangat bermanfaat bagi pasien dengan

kolisistisis akut yang menderita sakit kritis atau beberapa

alasan lainnya yang tidak menggunakan anastesi umum

9
atau kolisistektomi formal. Operasi ini dilakukan melalui

insisi subkosta kecil.

3) Splenektomi

Splenektomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk

mengatasi penyakit karena gangguan hematologi seperti :

anemia hemolitik, purpura trobositopenik idiopatik, purpura

trombositopenik trombotik, hiperslenisme sekunder,

metaplasia myeloid, penyakit Hodgkin, limfoma, leukemia,

dan penyakit gangguan hemolitik lainnya.

Teknik operasi dengan melakukan insisi pada subkosta

kiri atau garis tengah. Komplikasi dari operasi ini meliputi

atelektasis lobus bawah kiri, hematoma subfrenik dan abses,

fistula pankreas dan pancreatitis, dan trombositosis. Infeksi

berat pasca splenektomi (OPSI) jarang terjadi dan terjadi lebih

sering setelah splenektomi untuk penyakit daripada

splenektomi untuk trauma.

4) Gasterektomi

Gasterektomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk

mengatasi penyakit yang menyerang lambung (gaster).

Pembedahan ini biasanya menjadi pilihan terakhir yang

dilakukan setelah melakukan terapi lain sebelumnya dan

mengalami komplikasi lain seperti perforasi, perdarahan atau

obstruksi. Beberapa penyakit lambung yang menggunakan

10
terapi pembedahan ini antara lain : disfungsi lambung,

penyakit ulkus (ulserasi peptic duodenum, ulserasi peptik

lambung, neoplasia lambung, dan keganasan lainnya).

5) Herniotomi

Herniotomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan

sebagai terapi pengobatan untuk penyakit hernia. Hernia

merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau

bagian lemah dari dinding rongga yamg bersangkutan. Pada

umumnya semua hernia harus diperbaiki, kecuali jika ada

keadaan lokal atau sistemik dari pasien yang tidak

memungkinkan hasil yang aman. Pengecualian yang mungkin

dari hal umum ini adalah hernia dengan leher lebar dan kantung

dangkal yang diantisispasi membesar secara perlahan.

6) Hemoroidektomi

Hemoroidektomi adalah pembedahan yang dilakukan

pada rectum dan anus untuk mengobati penyakit hemoroid.

Pembedahan adalah cara terakhir yang dilakukan apabila

pengobatan lain telah gagal untuk menyembuhkan penyakit

tersebut.

b. Bedah Kandungan

1) Seksio Sesarea

Seksio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi

abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan

11
distress pada janin. Kelainan yang sering memicu tindakan ini

adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, berat janin

lebih dari 3500 gram, disproporsi sefalopelvis janin-ibu, ekstensi

kepala yang berlebihan, prolaps tali pusat, disfungsi uterus,

mioma uteri, kematian perinatal atau trauma lahir sebelumnya,

kesukaran persalinan sebelumnya, peningkatan umur ibu, dan

ketuban pecah dini bila persalinan tidak secara spontan lebih dari

12 jam. seksio secarea dapat merupakan prosedur elektif atau

darurat. Digunakan peralatan laparatomi dasar dan peralatan

obstetrik lain. (Gruendemann & Fernsebner, 2005)

Tujuan melakukan seksio sesarea adalah untuk

mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya

robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan pada serviks

dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak dilahirkan

pervaginam karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak

mengandung pembuluh darah. Tindakan seksio sesarea pada

plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama

juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, seksio

sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah

mati. (Sastrawinata, 2004)

2) Histerektomi

Pada beberapa kasus dan biasanya pada kasus dengan

penyulit perdarahan obstetri yang parah, tindakan histerektomi

12
pascapartum mungkin dapat menyelamatkan nyawa. Operasi

dapat dilakukan dengan laparatomi setelah persalinan

pervaginam, atau dilakukan bersamaan dengan sesar (disebut

histerektomi sesar). Sebagian histerektomi peripartum dilakukan

untuk menghentikan perdarahan akibat atonia uterus yang tak

teratasi, perdarahan segmen bawah uterus yang berkaitan dengan

insisi sesar atau implantasi plasenta, laserasi pembuluh besar

uterus, mioma besar, displasia serviks yang parah, dan karsinoma

in-situ. Gangguan implantasi plasenta, termasuk plasenta previa

dan berbagai plasenta akreta yang sering berkitan dengan cesar

berulang, sekarang menjadi indikasi tersering untuk histerektomi

cesar. (Leveno et al, 2009)

B. Tinjauan Umum Mobilisasi

1. Definisi dan Tujuan

Mobilisasi merupakan keadaan bergerak atau kemampuan

bergerak yang memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan

lingkungannya, menetapkan konsep dirinya, dan meningkatkan

kesehatannya secara umum. (Leahy & Kizilay, 1998)

Mobilisasi juga didefinisikan sebagai kemampuan seseorang

untuk bergerak bebas, mudah, berirama dan dengan maksud tertentu

dalam suatu lingkungan sekitar, serta merupakan sesuatu yang esensial

dalam kehidupan seseorang oleh karena setiap individu bergerak untuk

13
memenuhi kebutuhan makan, minum dan mencegah diri mereka dari

trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar lain (Berman et al, 2009)

Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa mobilisasi merupakan

kebutuhan manusia untuk melakukan aktivitas karena aktivitas

dilakukan secara bebas dari dari satu tempat ke tempat lain. Mobilisasi

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan

akifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri

(melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep diri,

mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal,

mempertahankan tonus otot, meningkatkan peristaltik usus sehingga

mencegah obstipasi, memperlancar peredaran darah, mempertahankan

fungsi tubuh, dan mengembalikan pada aktivitas semula. (Suratun et

al, 2008; Craven & Hirnle, 2000)

Mobilisasi dini mulai dilakukan setelah efek anastesi hilang dan

ditunjang oleh kestabilan sistem kardiovaskuler (Smeltzer & Bare,

2002). Setelah 8 - 12 jam setelah operasi pasien mulai dianjurkan

untuk mengubah posisi dari terlentang ke posisi miring kiri, miring

kanan, dan latihan duduk di tempat tidur yang dilakukan tiap 2 jam

dengan mempertimbangkan keadaan umum dan tanda-tanda vital

pasien. Sedangkan, ambulasi dini yaitu turun dari tempat tidur dan

berdiri di samping tempat tidur diupayakan dimulai pada hari ke dua

setelah operasi. (Berman et al, 2009 )

14
Adapun Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk

bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.

Jenis-jenis mobilitas antara lain : (Hidayat & Uliyah, 2008)

a. Mobilitas penuh

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara

penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan

menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan

fungsi saraf volunter dan sensoris untuk dapat mengontrol seluruh

area tubuh seseorang.

b. Mobilitas sebagian

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan

batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak secara bebas

karena dipengaruhi oleh kondisi saraf motoris dan sensoris pada

area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah

tulang dengan pemasangan traksi. Mobilitas sebagian ini, dibagi

menjadi dua jenis, yaitu:

1) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampuan individu

umtuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal

tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem

muskuloskeletal, seperti adanya dislokasi sendi dan tulang

2) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu

untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut

15
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang irreversible,

contohnya, terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegia

karena cedera tulang belakang, dan untuk kasus poliomyelitis,

terjadi karena terganggunya sistem saraf motoris dan sensoris.

2. Lingkup Mobilisasi

Mobilisasi itu sendiri mencakup pengaturan posisi, ambulasi, dan

Range of Motion (ROM) exercise. (Smeltzer & Bare, 2002)

a. Pengaturan posisi

1) Posisi fowler (rendah sampai tinggi)

Bertujuan memperbaiki kapasitas pernapasan, mencegah

aspirasi, dan meningkatkan kenyamanan. Sehingga, posisi fowler

dipilih oleh orang yang mengalami kesulitan bernapas dan beberapa

orang dengan masalah jantung. Posisi fowler yang paling umum

adalah posisi semi fowler yaitu, kepala dan tubuh ditinggikan 45-60

derajat. Klien berada pada posisi fowler rendah bila kepala dan

tubuhnya ditinggikan 15-45 derajat. Pada posisi fowler tinggi,

kepala dan tubuh klien ditinggikan 60-90 derajat. Pada posisi ini,

mengakibatkan gaya gravitasi yang menarik diafragma ke bawah

sehingga memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik. (Berman et

al, 2009)

16
2) Telentang

Posisi ini bertujuan untuk mencegah tertekuknya area krusial

seperti lipat paha atau tulang belakang, biasanya posisi ini

merupakan posisi pasien yang dibaringkan setelah pembedahan.

Deskripsinya, klien telentang mendatar di tempat tidur, tubuh lurus

dan sejajar. (Johnson, Temple & Carr, 2005)

3) Posisi miring / lateral

Posisi ini bertindak sebagai posisi untuk beberapa prosedur

dan posisi alternatif untuk prosedur pembalikan. Deskripsinya,

klien berbaring miring dengan kaki atas fleksi pada panggul dan

lutut, lengan atas difleksikan, lengan bawah fleksi dan bahu

diposisikan untuk menghindari penarikan dan pembebanan badan

atau bahu. (Johnson, Temple, & Carr, 2005)

b. Ambulasi

Kebanyakan pasien bedah diberikan dorongan untuk turun dari

tempat tidur secepat mungkin. Hal ini ditentukan oleh kestabilan sistem

kardiovaskuler dan neuromuskuler pasien, tingkat aktivitas pasien yang

lazim dan sifat pembedahan yang dilakukan. Setelah anastesi spinal,

bedah minor, bedah sehari, pasien melakukan ambulasi pada hari

operasinya. Keuntungan ambulasi dini adalah dapat menurunkan

insiden komplikasi pasca operasi seperti atelektasis, pneumonia

hipostatik, gangguan gastrointestinal, dan masalah sirkulasi.

17
Atelekatasis dan pneumonia hipostatik secara relatif tidak sering terjadi

jika pasien bebas bergerak, karena ambulasi meningkatkan ventilasi dan

mengurangi statis bronchial pada paru. Ambulasi juga mengurangi

kemungkinan distensi abdomen pasca operatif karena hal itu membantu

meningkatkan tonus saluran gastrointestinal pada dinding abdomen dan

menstimulasi peristaltik. (Smeltzer & Bare, 2002)

Tromboplebitis dan flebotrombosis jarang terjadi karena

ambulasi dini mencegah stasis darah dengan meningkatkan kecepatan

sirkulasi pada ekstremitas. Kesempatan pemulihan pada luka abdomen

lebih cepat bila ambulasi dilakukan lebih dini. Eviserasi pasca operasi

pada serangkaian kasus benar-benar jarang terjadi bila pasien

diperbolehkan turun dari tempat tidur secepatnya. Penelitian juga

menunjukkan bahwa nyeri berkurang bila ambulasi dini diperbolehkan.

Catatan perbandingan memperlihatkan bahwa frekuensi nadi dan suhu

tubuh kembali ke normal lebih cepat bila pasien berupaya mencapai

tingkat aktivitas normal preoperasi secepat mungkin. Akhirnya lama

rawat inap di rumah sakit akan memendek dan lebih murah. Ambulasi

dini jangan melebihi toleransi paien. Kondisi pasien harus menjadi

faktor penentu dan kemajuan langkah diikuti dengan ambulasi pasien :

(Smeltzer & Bare, 2002)

1) Dengan dukungan dan dorongan perawat dengan keselamatan

sebagai perhatian utama. Pasien dibantu untuk bergerak secara

bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk sampai semua tanda

18
pusing hilang. Posisi ini dapat dicapai dengan menaikkan bagian

kepala tempat tidur.

2) Pasien dapat dibaringkan dengan posisi benar-benar tegak dan

dibalikkan sehingga kedua tungkai menjuntai di atas tepi tempat

tidur.

3) Setelah persiapan ini, pasien dibantu untuk dapat berdiri di sisi

tempat tidur.

Bila telah terbiasa dengan posisi tegak, pasien dapat mulai untuk

berjalan. Perawat harus berada di sebelah pasien untuk memberikan

dukungan dan dorongan fisik. Harus hati-hati untuk tidak membuat

pasien letih. Lamanya periode ambulasi pertama beragam tergantung

pada jenis prosedur bedah dan kondisi fisik serta usia pasien. (Smeltzer &

Bare, 2002)

Selain yang telah dipaparkan diatas, manfaat ambulasi dini dapat

dibuktikan berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2008 (Wiyono &

Arifah) mengenai pengaruh ambulasi dini terhadap pemulihan peristaltik

usus pasien pasca operasi dengan anastesi umum di RS Kustati Surakarta

membuktikan bahwa ambulasi dini efektif terhadap pemulihan peristaltik

usus pasien pasca operasi.

19
c. Range of motion (ROM) Exercise

Latihan ROM merupakan aktivitas terapeutik yang

mengutamakan pergerakan sendi. Latihan ini dilakukan dengan

pertimbangan sebagai berikut: (Timby, 2009)

1) Untuk melenturkan sendi sebelum memulai suatu program latihan.

2) Untuk memelihara mobilitas dan kelenturan sendi pada klien tirah

baring dalam jangka waktu yang lama.

3) Untuk mencegah ankylosis (kehilangan permanen pergerakan sendi).

4) Untuk mengevaluasi respons klien saat mengikuti program latihan

yang bersifat terapeutik.

5) Selama latihan ROM, klien dibantu untuk melangkah agar sendi yang

jarang digunakan kembali aktif seperti sendi yang normal. Bila

memungkinkan, klien boleh latihan secara aktif pada beberapa sendi

sedangkan perawat membantu hingga klien mampu mandiri.

Tabel 2.1 Posisi dan deskripsi gerakan Range of motion : (Timby, 2009)

Posisi Deskripsi

Flexi Melipat dengan bentuk sudut yang berpotongan diantara dua

tulang yang saling berdampingan

Ekstensi Meluruskan dengan menambah sudut yang dibentuk oleh dua

tulang yang saling berdampingan hingga 180 derajat.

Hyperekstensi Menambah sudut yang dibentuk oleh dua tulang yang saling

20
berdampingan melebihi 180 derajat.

Abduksi Memindahkan / melangkah menjauhi garis tengah tubuh.

Adduksi Memindahkan / melangkah mendekati garis tengah tubuh.

Rotasi Memutar anggota tubuh dari satu sisi ke sisi yang lain.

Rotasi Memutar keluar, menjauh garis tengah tubuh.

eksternal

Rotasi internal Memutar ke dalam, mendekati garis tengah tubuh.

Sirkumduksi Membentuk lingkaran.

Pronasi Pemutaran lengan bawah ke dalam

Supinasi Gerakan memutar lengan bawah ke luar.

Plantar flexi Membengkokkan telapak kaki.

Dorsal flexi Mengarahkan kaki ke arah dorsum atau sisi depan (anterior).

Inverse Menggerakkan telapak kaki mendekati garis tengah.

Eversi Menggerakkan telapak kaki menjauhi garis tengah.

C. Tinjauan Umum Pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan

21
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2003)

2. Tingkatan Pengetahuan

Dalam studinya, Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa

pengetahuan terdiri atas 6 tingkatan yang dicakup dalam domain

kognitif, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain,

menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan dan sebagainya.

b. Memahami (Comperehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

22
c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Shynthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulai yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah

ada.

23
f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor internal

1) Pendidikan

Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003) mengungkapkan

pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi serta

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan serta dalam pembangunan, pada

umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

menerima informasi.

2) Pekerjaan

Nursalam (2003) berpendapat bahwa pekerjaan adalah

keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga.

3) Umur

Nursalam (2003) mengungkapkan bahwa usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang

24
tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

b. Faktor eksternal

1) Lingkungan

Nursalam (2003) berpendapat bahwa lingkungan merupakan

seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya

yamg dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dan perilaku dalam menerima informasi

(Nursalam, 2003).

4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan

pengetahuan. (Notoatmodjo, 2003)

5. Pengetahuan perawat

Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai pengetahuan

perawat antara lain, hasil penelitian Mahardini (2009) mengenai

tingkat pengetahuan perawat dalam pencegahan penularan HIV-AIDS

86,98 % termasuk dalam kategori baik. Selanjutnya, hasil penelitian

25
Sawitri (2008) mengenai tingkat pengetahuan perawat tentang

mobilisasi di RSUI Kustati Surakarta adalah termasuk kategori cukup.

Kemudian, hasil penelitian Setiyawan (2008) mengenai tingkat

pengetahuan perawat dalam upaya pencegahan dekubitus adalah

temasuk dalam kategori baik.

D. Tinjauan Umum Perilaku

1. Definisi

Perilaku manusia (human behavior) merupakan sesuatu yang

penting dan perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan karena

perilaku manusia terdapat dalam setiap aspek kegiatan manusia.

Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku manusia mencakup dua

komponen yaitu, sikap mental dan tingkah laku (attitude). Sikap atau

mental merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia. Mental

diartikan sebagai reaksi manusia terhadap sesuatu keadaan atau

peristiwa, sedangkan tingkah laku merupakan perbuatan tertentu dari

manusia sebagai reaksi terhadap keadaan atau situasi yang dihadapi.

Perbuatan tertentu ini dapat bersifat positif dapat pula negatif. Perlu

pula ditekankan bahwa individu dalam merespon atau menanggapi

suatu peristiwa atau keadaan, selain dipengaruhi oleh sesuatu yang

dihadapi, juga dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi saat itu.

(Herjulianti, Indriani & Artini, 2001)

Selain pengertian tersebut di atas, pengertian perilaku dapat pula

ditinjau dari aspek biologis. Pengertian perilaku dari segi biologis

26
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

bersangkutan. Adapun perilaku manusia dapat diartikan sebagai

aktivitas manusia yang sangat kompleks sifatnya, antara lain perilaku

dalam berbicara, berpakaian, berjalan dan sebagainya. Perilaku ini

umumnya dapat diamati oleh orang lain. Namun ada pula perilaku

yang tidak dapat diamati orang lain atau bisa disebut internal activities

seperti, persepsi, emosi, pikiran dan motivasi. (Herjulianti, Indriani &

Artini, 2001)

Perilaku merupakan suatu objek studi empiris. Laurens (2005)

memaparkan bahwa perilaku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebab terjadinya perilaku

secara langsung mungkin tidak dapat diamati.

b. Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana

dan stereotip, seperti perilaku binatang bersel satu, perilaku

kompleks seperti perilaku sosial manusia, perilaku sederhana

seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses mental

biologis yang lebih tinggi.

c. Perilaku bervariasi dengan klasifikasi : kognitif, afektif, dan

psikomotorik, yang menunjuk pada sifat rasional, emosional, dan

gerakan fisik dalam berperilaku.

d. Perilaku bisa disadari dan juga tidak disadari

27
2. Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu

terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu

tersebut.

Sunaryo (2004) membagi secara garis besar bentuk perilaku

menjadi dua macam, yaitu :

a. Perilaku pasif (respon internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu

dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap

belum ada tindakan yang nyata. Contoh, berfikir, berfantasi,

berangan-angan, mengetahui manfaat KB namun tidak mau

menjadi akseptor.

b. Perilaku aktif (respon eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang

dapat diamati secara langsung, berupa tindakan yang nyata.

Contoh: seorang ibu tidak hanya menganjurkan orang lain untuk

mengimunisasikan bayinya, akan tetapi ibu tersebut membawa

bayinya ke puskesmas untuk di imunisasi. (Sunaryo, 2004)

3. Perilaku Perawat

Berdasarkan hasil penelitian Sawitri (2008) mengenai perilaku

perawat dalam mobilisasi dini di RSUI Kustati Surakarta adalah

termasuk kategori baik. Selanjutnya, hasil penelitian Mahardini (2009)

28
mengenai perilaku perawat dalam pencegahan penularan dari klien

HIV/AIDS 69,6 % termasuk kategori baik. Kemudian, hasil penelitian

Setiyawan (2008) mengenai perilaku perawat dalam upaya pencegahan

dekubitus termasuk dalam kategori kurang.

29
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. KERANGKA KONSEP

Hidayat (2007) menjelaskan bahwa kerangka konsep merupakan

bagian penelitian yang menyajikan konsep atau teori dalam bentuk

kerangka konsep penelitian. Pembuatan kerangka konsep ini mengacu

pada masalah-masalah yang akan diteliti atau berhubungan dengan

penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram. Berdasarkan landasan teoritis

yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka, maka kerangka konsep

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

Tingkat Pengetahuan Perilaku Perawat dalam Mobilisasi


Perawat Tentang Dini pada Pasien Pasca Operasi
Mobilisasi Dini Laparatomi.

-Tingkat
Pendidikan

-Lama Bekerja

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

30
B. HIPOTESIS

Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat dengan

perilaku perawat pada mobilisasi dini pasien pasca laparatomi.

31
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif menggunakan

rancangan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional,

yang dilakukan pada satu saat. Data variabel independen yang meliputi

tingkat pengetahuan perawat tentang mobilisasi dan variabel dependen

yaitu perilaku perawat dalam mobilisasi dini pada paien post laparatomi

dinilai secara simultan pada satu saat. (Sastroasmoro & Ismael, 2008)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Lontara II Digestif dan

Lontara IV Kebidanan RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada

tanggal 4 sampai 19 Februari 2011.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah perawat yang merawat pasien di

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah perawat yang

merawat pasien pasca laparatomi di ruang rawat inap Lontara II

Digestif dan Lontara IV Kebidanan RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

32
3. Estimasi dan Besar Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Total

sampling dengan mengambil semua perawat yang merawat pasien

pasca laparatomi di ruang Lontara II dan lontara IV RSUP. Dr.

Wahidin Sudirohusodo sebagai responden. Awalnya, estimasi besar

sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang. Akan tetapi, 3

sampel tereksklusi sehingga sampel menjadi 27 responden.

4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi

1) Perawat pelaksana di ruang rawat inap Lontara II Digestif dan

Lontara IV Kebidanan.

2) PNS dan tenaga perawat kontrak.

3) Pendidikan minimal D III

4) Bersedia menjadi responden.

5) Masa kerja minimal 6 bulan

b. Kriteria eksklusi

1) Mahasiswa praktek klinik.

2) Perawat yang sedang cuti atau izin.

3) Kepala Ruangan.

33
D. Alur Penelitian

Pengajuan surat permohonan izin penelitian ke RS.


Dr. Wahidin Sudirohusodo

Populasi
Seluruh perawat yang bekerja di RS. Dr. Wahidin
Sudirohusodo

Penentuan sampel (Total Sampling) yakni perawat


yang bekerja di ruang Lontara II Digestif dan Lontara
IV Kebidanan RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Pemberian informed consent kepada responden

Metode pengumpulan data


Kuesioner dan lembar observasi

Pengolahan data dan analisis data


Uji Fisher’s exact, batas kemaknaan α < 0,05

Pembahasan hasil penelitian

Kesimpulan dan saran

34
E. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel bebas (Independen)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan

responden tentang mobilisasi

b. Variabel terikat (Dependen)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku responden

dalam mobilisasi dini.

2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Pengetahuan perawat

1) Definisi operasional : pengetahuan responden tentang

mobilisasi meliputi pengaturan posisi, ambulasi, dan range of

motion pada pasien post laparatomi yang diukur dengan

menggunakan pertanyaan sebanyak 14 pertanyaan. Untuk

jawaban benar diberi nilai 2 dan untuk jawaban salah diberi

nilai 1.

2) Kriteria objektif

Baik : bila responden dapat menjawab pertanyaan

dengan nilai >21

Kurang : bila responden dapat menjawab pertanyaan

dengan nilai ≤ 21

35
b. Perilaku perawat

1) Definisi operasional : suatu perilaku responden dalam

melakukan tindakan asuhan keperawatan khususnya pemberian

mobilisasi dini (pengaturan posisi, ambulasi dini dan range of

motion) pada pasien pasca laparatomi yang diukur dengan

kuseisioner menggunakan skala likert sebanyak 4 pernyataan.

Adapun penilaiannya sebagai berikut :

Nilai 1 untuk tidak pernah

Nilai 2 untuk jarang

Nilai 3 untuk sering

Nilai 4 untuk selalu

2) Kriteria ojektif

Baik : bila reponden mendapatkan nilai >12

Kurang : bila responden mendapatkan nilai ≤ 12

F. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti dan mengacu pada kepustakaan

yang terkait.

Untuk mengukur pengetahuan dengan menggunakan pertanyaan

pilihan ganda sejumlah 14 pertanyaan, sedangkan perilaku menggunakan

kuesioner skala likert sebayak 4 pernyataan. Kuesioner ini telah di uji

36
validitas dan realibilitas kepada 16 perawat yang merawat pasien pasca

laparatomi di RS Ibnu Sina. Nilai reliability untuk kuesioner pengetahuan

adalah 0,649 dan untuk kuesioner perilaku adalah 0,726.

G. Cara Pengumpulan Data

Setelah responden memberikan persetujuan (menandatangani surat

persetujuan), responden diberikan lembar kuesioner yang telah disusun

oleh peneliti dan dijelaskan tentang cara pengisiannya.

H. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dan disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan persentase dan pengolahan

data. Pengolahan data melalui melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Seleksi

Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasi data yang diteliti menurut

kategori.

2. Editing

Dilakukan setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan

pemeriksaan kelengkapan data menurut karakteristiknya masing-

masing, kesinambungan data dan keragaman data.

3. Koding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data, semua hasil yang

diperoleh disederhanakan dengan memberikan simbol pada setiap

kriteria atau jawaban (pengkodean).

37
4. Tabulasi Data

Setelah dikoding, selanjutnya data disusun dan dikelompokkan dalam

suatu tabel dan sesuai dengan tujuan penelitian

5. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Pada analisis univariat diperoleh distribusi frekuensi karakteristik

responden antara lain umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan

lama kerja responden. Serta diperolehnya frekuensi responden

berdasarkan tingkat pengetahuan dan perilaku reponden.

b. Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat diperoleh hubungan variabel bebas dan

variabel terikat yakni hubungan tingkat pengetahuan dengan

perilaku perawat dalam mobilisasi dini menggunakan uji statistik

Fisher’s Exact. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95 %

dengan nilai kemaknaan 5 %.

I. Masalah Etika

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membawa rekomendasi

dari institusinya untuk pihak lain dengan cara mengajukan permohonan

izin penelitian kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Setelah

mendapat persetujuan, selanjutnya peneliti dapat melakukan penelitian

dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

38
1. Informed consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti.

Responden harus memenuhi kriteria inklusi. Lembar informed concent

harus dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila

subjek menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus tetap

menghormati hak-hak subjek.

2. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

39
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang perawatan lontara II Bedah

Digestif dan ruang perawatan Lontara IV Kebidanan RS. Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar yang mana proses pengambilan data dilakukan

dengan memberikan kuesioner penelitian. Proses pengambilan data

dilaksanakan pada tanggal 4 Februari sampai 19 Februari 2011.

Banyaknya sampel yang berhasil didapatkan berjumlah 27 responden

yakni 16 responden di ruang perawatan Lontara II Bedah Digestif dan 11

responden di ruang perawatan Lontara IV Kebidanan yang telah

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Rencana sampel awal adalah 30

responden yakni 18 responden di ruang perawatan Lontara II Bedah

Digestif dan 12 responden di ruang perawatan Lontara IV Kebidanan.

Akan tetapi, sesuai dengan kriteria eksklusi maka kepala ruangan pada

masing-masing ruangan tidak termasuk ke dalam sampel penelitian. Selain

itu, sesuai dengan kriteria eksklusi maka satu orang perawat yang masa

kerjanya kurang dari 6 bulan tidak termasuk pula ke dalam sampel

penelitian. Sehingga jumlah responden yang menjadi sampel sebanyak 27

orang.

40
Hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

I. Karakteristik umum responden

Tabel 5.1
Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden
Di ruang perawatan Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan
RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2011

Karakteristik Frekuensi Persen (%)


Umur (tahun)
< 25 3 11,1
25 - 40 16 59,3
> 40 8 29,6

Jenis Kelamin
Laki-laki 4 14,8
Perempuan 23 85,2

Pendidikan
DIII 21 77,8
DIV 3 11,1
S1 3 11,1

Lama Kerja
<2 4 14,9
2 - 10 13 48,1
> 10 10 37,0

Total 27 100

41
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 di atas maka diperoleh

informasi bahwa mayoritas perawat yang menjadi responden berumur

antara 25 – 40 tahun (59,3 %). Lebih dari setengah responden masih

berumur produktif sehingga mempunyai semangat tinggi dalam

melaksanakan tugasnya.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (85,2 %).

Sedangkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

menunjukkan bahwa mayoritas responden mengenyam pendidikan terakhir

DIII (77,8 %) dan yang berpendidikan DIV maupun S1 memiliki

persentase yang sama yakni 11, 1 %. Hal ini memberikan informasi bahwa

masih sangat sedikit perawat yang berpendidikan sarjana dan tingkat

pendidikan meruapakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja

menunjukkan hanya sebagian kecil (14, 9 %) yang lama kerjanya masih

kurang dari 2 tahun. Sedangkan, responden yang masa kerjanya antara 2 –

10 tahun dan telah lebih dari 10 tahun memiliki persentase yang hampir

sama yakni 48, 1 % dan 37 %. Hal ini memberikan informasi bahwa

banyak perawat yang telah bekerja belasan tahun dan berarti telah

memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam proses asuhan

keperawatan.

42
II. Analisis Univariat

Tabel 5.2
Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pengetahuan responden
Di ruang perawatan Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan
RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2011

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persen (%)


Baik 18 66,7

Kurang 9 33,3

Total 27 100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 maka diperoleh

informasi bahwa lebih dari setengah responden (66,7 %) mempunyai

tingkat pengetahuan yang baik mengenai mobilisasi dini pada pasien post

laparatomi.

Tabel 5.3
Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku responden
Di ruang perawatan Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan
RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2011

Perilaku Frekuensi Persen (%)


Baik 9 33,3

Kurang 18 66,7

Total 27 100

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 maka diperoleh informasi

bahwa sebagian besar responden (66,7 %) memiliki perilaku yang kurang

dalam pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post laparatomi.

43
III. Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan antara pengetahuan dengan

perilaku perawat pada mobilisasi dini pasien post laparatomi

dilakukan uji statistik yaitu Fisher’s exact.

Tabel 5.4
Hubungan antara variabel pengetahuan dan variabel perilaku
responden
Di ruang perawatan Lontara II Digestif dan Lontara IV Kebidanan
RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2011

Pengetahuan Perilaku Total


Baik Kurang
Baik 9 9 18 p = 0, 012

Kurang 0 9 9 r = 0,500

Total 9 18 27

Berdasarkan tabel 5.4, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18

responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai

mobilisasi dini hanya 50 % diantaranya (9 responden) yang memiliki

perilaku baik dalam pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post

laparatomi. Sedangkan setengah lainnya memiliki perilaku yang kurang

dalam pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post laparatomi.

Semua responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang

(9 responden) memiliki perilaku yang kurang pula pada pelaksanaan

mobilisasi dini pasien post laparatomi.

44
Pada penelitian ini digunakan uji komparatif kategorik tidak

berpasangan dalam bentuk tabel 2x2 untuk menguji hipotesis dimana

semua hipotesis untuk kategorik tidak berpasangan menggunakan uji Chi-

square. Akan tetapi, pada data penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk

menggunakan uji Chi-square karena ada 25 % sel yang mempunyai nilai

expected kurang dari 5 yang dimana syarat untuk uji Chi-square adalah sel

yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20 % dari jumlah

sel. Jiak syarat uji Chi-square tidak terpenuhi maka dipakai uji

alternatifnya yaitu uji Fisher untuk tabel 2 x 2.

Hasil uji Fisher’s exact menunjukkan nilai signifikansi adalah

0,012 untuk 2-sided (two tail). Karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat

dengan perilaku perawat dalam mobilisasi dini pada pasien post laparatomi

yang berarti hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)

diterima. Selanjutnya, untuk mengetahui kekuatan hubungan digunakan uji

regresi dan diperoleh r = 0,500 yang berarti terdapat kekuatan hubungan

yang sedang antara tingkat pengetahuan dengan perilaku perawat pada

mobilisasi dini pasien post laparatomi.

45
B. Pembahasan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang

melakukan penginderaan terhadap domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. (Notoatmodjo, 2003)

Berdasarkan distribusi frekuensi responden mengenai pengetahuan

diketahui dari 27 responden sebanyak 18 responden (66,7 %) memiliki

pengetahuan yang baik mengenai mobilisasi dini pada pasien post

laparatomi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah

mengetahui tentang mobilisasi. Hasil ini sesuai dengan tingkat pendidikan

responden yang minimal berpendidikan D III yang menurut Notoatmodjo

(2003) pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan.

Perilaku manusia merupakan suatu aspek penting yang perlu

dipahami secara baik. Hal ini disebabkan karena perilaku mausia terdapat

dalam setiap aspek kegiatan manusia. (Herjulianti, Indriani dan Artini,

2001)

Berdasarkan distribusi frekuensi responden mengenai perilaku

perawat dalam pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post diketahui

bahwa dari 27 responden hanya 9 responden (33,3 %) yang memiliki

perilaku baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Bastable (2002)

yang mengungkapkan bahwa dalam pengembangan perilaku

sesungguhnya membutuhkan latihan yang memungkinkan seseorang

46
melakukan perbuatan itu berulang kali secara akurat dan terkoordinasi dan

menjadi suatu kebiasaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya setengah dari perawat

yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai mobilisasi dini memiliki

perilaku yang baik pula pada pelaksanaan mobilisasi dini pasien post

laparatomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Herjulianti, Indriani dan

Artini (2001) bahwa untuk membentuk suatu perilaku diperlukan pula

adanya suatu dorongan berupa motivasi yang dapat timbul dari dalam diri

sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya. Akan tetapi, setengah perawat

yang memiliki pengetahuan yang baik (9 responden dari 18 responden)

mengenai mobilisasi dini pada pasien post laparatomi ternyata memiliki

perilaku yang termasuk kategori kurang dalam pelaksanaan mobilisasi dini

pada pasien post laparatomi. Hal ini menurut Sunaryo (2004) merupakan

perilaku pasif karena masih sebatas pengetahuan belum ada tindakan

nyata.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa diantara semua

perawat yang memiliki pengetahuan kurang mengenai mobilisasi dini pada

pasien post laparatomi ternyata semuanya juga memiliki perilaku yang

termasuk kategori kurang pula pada pelaksanaan mobilisasi dini pasien

post laparatomi. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo

(2003) bahwa pengetahuan merupakan faktor penting yang mempengaruhi

pembentukan perilaku dan tindakan seseorang walaupun perlu ada hasil

dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan untuk memperoleh

47
perilaku itu sendiri. Tetapi, kecendrungan untuk berperilaku baik lebih

tinggi pada individu yang memiliki pengetahuan yang baik dibandingkan

dengan pengetahuan yang kurang.

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan

perilaku perawat pada mobilisasi dini pasien post laparatomi digunakan uji

statitistik Fisher’s exact.

Berdasarkan hasil uji Fisher’s exact diperoleh nilai signifikansi

adalah 0,012 untuk 2-sided (two tail). Karena nilai p < 0,05, maka

diinterpretasikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat

pengetahuan perawat dengan perilaku perawat pada mobilisasi dini pasien

post laparatomi. Dengan demikian, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima

dan hipotesis nol (H0) ditolak. Berarti, ada hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan perilaku perawat pada mobilisasi dini pasien post

laparatomi. Selanjutnya, dilakukan uji regresi untuk mengetahui kekuatan

hubungan anatara kedua variabel dan diperoleh nilai r adalah 0,500 yang

dapat diinterpretasikan bahwa kekuatan hubungan adalah sedang.

Terdapatnya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku

perawat pada mobilisasi dini pasien post laparatomi disebabkan oleh

beberapa hal, diantaranya banyaknya perawat yang mempunyai

pengalaman bekerja dan masa kerja yang cukup lama.

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian

sebelumnya antara lain, Wulandari (2010) mengenai hubungan antara

tingkat pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial

48
dengan perilaku cuci tangan di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta yang

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial dengan

perilaku cuci tangan perawat, Mahardini (2009) mengenai hubungan

antara tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku pencegahan penularan

dari klien HIV/AIDS di ruang Melati I RSUD. Moewardi Surakarta yang

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat

pengetahuan perawat dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS.

Selanjutnya, Nashrulloh (2009) mengenai hubungan antara tingkat

pengetahuan perawat dengan tindakan keperawatan dalam penanganan

pasien pasca bedah dengan general anastesi di ruang Al-Fajr dan Al-Hajji

RS Islam Surakarta yang menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan

berhubungan secara signifikan dengan tindakan perawatan, selanjutnya

adalah hasil penelitian dari Sawitri (2008) mengenai hubungan tingkat

pengetahuan perawat tentang mobilisasi dengan perilaku perawat dalam

mobilisasi dini pada pasien decompensasi cordis di ruang ICU-ICCU RSU

Islam Kustati Surakarta menyimpulkan bahwa ada hubungan signifikan

antara tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku perawat dalam

mobilisasi dini.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain, jumlah

sampel yang sedikit dan perilaku perawat dalam pelaksanaan mobilisasi

dini yang hanya dilihat berdasarkan kuesioner bukan melalui observasi.

49
Selain itu, penelitian ini merupakan pengalaman pertama bagi peneliti,

kurangnya pengalaman dan ilmu penunjang yang dimiliki oleh peneliti

guna melaksanakan penelitian yang baik menjadi hambatan dalam

melaksanakan penelitian ini serta kemampuan peneliti yang masih terbatas

dalam penelusuran sumber literatur di internet serta aksesibilitas sumber

literatur yang masih terbatas.

50
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Pihak rumah sakit perlu melakukan evaluasi pemberian asuhan

keperawatan setiap bulannya tentang mobilisasi pasien pasca

laparatomi yang merupakan salah satu tugas perawat karena diperoleh

perilaku perawat dalam mobilisasi dini masih kurang walaupun

sebagian besar tingkat pengetahuan perawat tentang mobilisasi dini

termasuk kategori baik.

2. Pihak institusi pendidikan keperawatan perlu memberikan praktek

langsung terkait penerapan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien

pasca operasi laparatomi untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa

keperawatan karena tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor

penting yang mempengaruhi perilaku.

B. Saran

Sebaiknya perawat lebih meningkatkan profesionalismenya dalam

memberikan tindakan mobilisasi dini pada pasien post laparatomi guna

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Serta untuk peneliti

selanjutnya menggunakan sampel yang lebih besar dan melakukan

51
observasi untuk mengetahui pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca

laparatomi oleh perawat.

52
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M., Dayrit, MW. & Siswadi, J. (2008). Prinsip dan praktik
keperawatan perioperatif. EGC : Jakarta.
Bastable, Susan. (2002). Perawat sebagai pendidik. EGC : Jakarta.
Behtash N, Zarchi K, Ganjoei, A. (2006). Uterine involvement in advanced
epithelial ovarian cancer. Eur J Gynaecol, vol 31 (1), p 99.
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B. & Erb, G. (2009). Buku ajar praktik
keperawatan klinis Kozier Erb. EGC : Jakarta.
Craven, RF. & Hirnle, CJ. (2000). Fundamentals of nursing : Concepts, process,
and practice, ed 5. Wesley Publishing Company : California.
Dahlan, Sopiyudin. (2009). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, ed 4.
Salemba medika : Jakarta.
Departemen Kesehatan Indonesia. (2008). Paparan menteri kesehatan R.I. dalam
rangka ratas bidang kesehatan dengan presiden dan wakil presiden,
diakses tanggal 5 Desember 2010,
<http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/538/1/RATA
S%2019%20FEB2008%20FINAL.pdf>
Dinas Kesehatan Sulsel. (2008). Presiden pimpin rapat terbatas dinas kesehatan,
diakses tanggal 10 November 2010, <http://dinkes-
sulsel.go.id/view.php?id=426&jenis=Berita>
Eliastam, M., Sternbach, George L. & Bresler, MJ. (1998). Penuntun kedaruratan
medis. EGC : Jakarta.
Gruendemann, BJ & Fernsebner, B. (2005). Buku ajar keperawatan perioperatif
vol.2 praktik. EGC : Jakarta.
Herjulianti, E., Indriani, TS. & Artini, S. (2001). Pendidikan kesehatan gigi. EGC
: Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul & Uliyah, Musrifatul. (2008). Ketrampilan dasar praktik
klinik kebidanan, ed 2. Salemba Medika : Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah, ed
2. Salemba Medika : Jakarta.
Johnson, JY., Temple, JS. & Carr, P. (2005). Prosedur perawatan di rumah :
Pedoman untuk perawat. EGC : Jakarta.
Laurens, Joyce M (2005). Arsitektur dan perilaku manusia. Grasindo : Jakarta.

53
Leahy, sJulia M & Kizilay, P. (1998). Foundation of nursing practice (A nursing
approach). WB Sounders Company : USA.
Leveno, Kenneth J, et al. (2009). Obstetri Williams : Panduan ringkas, ed 21.
EGC : Jakarta.
Mahardini, Fina. (2009). Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan
perilaku pencegahan penularan dari klien HIV-AIDS di ruang Melati
RSUD Dr. Mawardi Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta :
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nashrulloh, Muhammad. (2009). Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat
dengan tindakan keperawatan dalam penanganan pasien pasca bedah
dengan general anastesi di Ruang Al Fajr dan Al Hajji RS. Islam
Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nasution, Evi S. (2010). Pengetahuan ibu tentang mobilisasi dini pasca
persalinan normal pervaginam di dusun IX desa Bandar Klippa Kec.
Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang Tahun 2010. Karya tulis tidak
diterbitkan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Rineke Cipta
: Jakarta.
Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian dan
keperawatan. Salemba medika : Jakarta.
Okwerita. (2008). Pengaruh penyuluhan terhadap pelaksanaan mobilisasi dini
pasien paska bedah sesar di ruangan kebidanan RSUD Sungai Dareh
2008. Skripsi tidak diterbitkan. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang.
Proudman, CJ.,Smith, JE., Edwards, GB, & French, NP. (2002). Patterns of
mortality and morbidity surgical colic cases. Equine vet J, vol 34 (5), p
432.
Sastrawinata, Sulaiman. (2004). Ilmu kesehatan reproduksi : Obstetri patologi, ed
2. EGC : Jakarta.
Sastroasmoro, S & Ismael , S. (2008). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis,
ed 3. Sagung Seto : Jakarta.
Sawitri, Kuning. (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang
Mobilisasi dengan Perilaku Perawat dalam Mobilisasi Dini pada Pasien
Decompensasi Cordis di Ruang ICU-ICCU RS Islam Kustati Surakarta.
Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

54
Schwartz, Seymour I. (2000). Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. EGC : Jakarta.
Setiyawan. (2008). Hubungan tingkat pengetahuan, sikap dengan perilaku
perawat dalam upaya pencegahan dekubitus di RS. Cakra Husada Klaten.
Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sjamsuhidajat & Jong. (2005). Buku ajar ilmu bedah. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-
bedah Brunner & Suddarth, ed 8. EGC : Jakarta.
Suhartatik. (2002). Gambaran tingkat pengetahuan pasien post operasi
laparatomi tentang mobilisasi di instalasi rawat inap BRSD Kabupaten
Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. EGC : Jakarta.
Suratun., Heryati., Manurung, S. & Raenah, Een. (2008). Seri asuhan
keperawatan : Klien gangguan sistem muskuloskeletal. EGC : Jakarta.
Vogin, Gary. (2004). Laparascopy can decrease need for open procedurs in
trauma. Medscape medical news.
Wiyono, Narko & Arifah, Siti. (2008). Pengaruh ambulasi dini terhadap
pemulihan peristaltik usus pasien paska operasi fraktur femur dengan
anastesi umum di RS Kustati Surakarta. Journal news in nursing, vol. 1(2),
p. 57-62.
Wulandari, Wahyu. (2010). Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang
pencegahan infeksi nosokomial dengan perilaku cuci tangan di RSUD. Dr.
Moewardi Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yagnik, Vipul. (2007). Fundamentals of operative surgery. BI Publications Prt
Ltd : New Delhi.

55
LAMPIRAN
umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <25 3 11.1 11.1 11.1

25-40 16 59.3 59.3 70.4

>40 8 29.6 29.6 100.0

Total 27 100.0 100.0

Jeniskelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 4 14.8 14.8 14.8

perempuan 23 85.2 85.2 100.0

Total 27 100.0 100.0

pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid DIII 21 77.8 77.8 77.8

DIV 3 11.1 11.1 88.9

S1 3 11.1 11.1 100.0

Total 27 100.0 100.0

lamakerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <2 4 14.8 14.8 14.8

2-10 13 48.1 48.1 63.0

>10 10 37.0 37.0 100.0

Total 27 100.0 100.0


perilaku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 9 33.3 33.3 33.3

Kurang 18 66.7 66.7 100.0

Total 27 100.0 100.0

pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 18 66.7 66.7 66.7

Kurang 9 33.3 33.3 100.0

Total 27 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengetahuan * perilaku 27 100.0% 0 .0% 27 100.0%

pengetahuan * perilaku Crosstabulation

perilaku

Baik Kurang Total

pengetahuan Baik Count 9 9 18

Expected Count 6.0 12.0 18.0

Kurang Count 0 9 9

Expected Count 3.0 6.0 9.0

Total Count 9 18 27
pengetahuan * perilaku Crosstabulation

perilaku

Baik Kurang Total

pengetahuan Baik Count 9 9 18

Expected Count 6.0 12.0 18.0

Kurang Count 0 9 9

Expected Count 3.0 6.0 9.0

Total Count 9 18 27

Expected Count 9.0 18.0 27.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 6.750a 1 .009

Continuity Correctionb 4.688 1 .030

Likelihood Ratio 9.418 1 .002

Fisher's Exact Test .012 .010

Linear-by-Linear Association 6.500 1 .011

N of Valid Cases 27

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.

b. Computed only for a 2x2 table

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Symmetric Measures

Asymp. Std.
Value Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .500 .102 2.887 .008c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .500 .102 2.887 .008c

N of Valid Cases 27
a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.


INFORMED CONCENT

Saya yang bernama A. Jumriatna K adalah mahasiswi Program Studi


Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin, Makassar. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat
Dengan Perilaku Perawat pada Mobilisasi Dini Pasien Pasca Laparatomi di
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”. Penelitian ini merupakan salah
satu kegiatan dalam menyelasikan tugas akhir. Penelitian ini bermanfaat dalam
mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan tentang mobilisasi pasien post
operasi laparatomi, sehingga dapat digunakan sebagai dasar perbaikan asuhan
keperawatan.

Untuk keperluan tersebut, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi


responden dalam penelitian ini. Selanjutnya, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu
untuk memberikan jawaban pada kuesioner dengan jujur apa adanya serta
menandatangani lembar persetujuan sebagai bukti kesukarelaan.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga


Bapak/Ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun..
Identitas pribadi Bapak/Ibu dan semua informasi yang diberikan akan
dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian.

Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini.

Makassar,………..

Peneliti

Andi Jumriatna K
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh

Andi Jumriatna K, mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Saya memahami bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk kepentingan

ilmiah dalam rangka penyusunan skripsi bagi peneliti dan tidak merugikan saya

serta hal-hal yang sifatnya rahasia akan dijaga kerahasiaannya.

Dalam penelitian ini, saya akan bekerjasama dengan baik dan memberikan

jawaban pada kuesioner dengan jujur apa adanya.

Dengan demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari pihak

manapun, saya siap berpartisipasi dalam penelitian ini.

Makassar, Januari 2011

Responden

( ………………………..)
LEMBAR KUESIONER

I. Petunjuk Umum

1. Perawat diharapkan menjawab pertanyaan di bawah ini dengan

cara memberi tanda silang (X) pada pilihan yang jawabannya

dianggap sesuai.

2. Bila ada kesulitan dalam memberikan jawaban dapat ditanyakan

langsung kepada peneliti.

II. Identitas Responden

1. Inisial :

2. Umur :

3. Jenis kelamin :

4. Pendidikan terakhir :

5. Lama bekerja :

6. Unit Kerja :

7. No. Responden : (Diisi oleh peneliti)

III. Kuesioner Pengetahuan

1. Mobilisasi dini pada pasien post laparatomi dapat dilakukan sejak ?

a. Setelah efek anastesi hilang ditunjang kestabilan kardiovaskuler

b. Tiga hari setelah operasi ditunjang kestabilan kardiovaskuler

c. Seminggu setelah operasi ditunjang kestabilan kardiovaskuler

d. Sebulan setelah operasi ditunjang kestabilan kardiovaskuler

2. Pasien post laparatomi mulai dianjurkan melakukan perubahan posisi

sejak?
a. 5 jam setelah operasi

b. 8 jam setelah operasi

c. 14 jam setelah operai

d. 18 jam setelah operasi

3. Setiap berapa jam latihan duduk di tempat tidur dilakukan bagi pasien?

a. 2 jam

b. 5 jam

c. 8 jam

d. 10 jam

4. Tujuan dari posisi fowler pada pasien post laparatomi adalah, kecuali…

a. Memperbaiki kapasitas pernapasan

b. Mencegah aspirasi

c. Meningkatkan kenyamanan

d. Mengurangi ekspansi paru

5. Sudut posisi semi fowler pada pasien post laparatomi adalah…

a. 15 – 30 derajat

b. 45 – 60 derajat

c. 75 – 85 derajat

d. 90 derajat

6. Posisi yang bertujuan untuk mencegah tertekuknya area krusial seperti

lipat paha atau tulang belakang adalah….

a. Telungkup

b. Telentang
c. Posisi miring / lateral

d. Litotomi

7. Posisi alternatif untuk prosedur pembalikan pasien post laparatomi di

tempat tidur adalah…

a. Telungkup

b. Telentang

c. Posisi miring / lateral

d. Litotomi

8. Yang bukan merupakan tujuan ambulasi dalam mobilisasi adalah…

a. Menurunkan ventilasi

b. Mengurangi kemungkinan distensi abdomen pasca operatif

c. Menstimulasi peristaltik usus

d. Mencegah tromboflebitis

9. Insiden pasca operasi yang dapat diturunkan dengan melakukan ambulasi

dini dalam mobilisasi adalah…

a. Meningkatnya tonus saluran gastrointestinal

b. Terjadinya pneumonia hipostatik

c. Meningkatnya kecepatan sirkulasi pada ekstremitas

d. Berkurangnya statis bronchial paru

10. Manfaat ambulasi dini dalam mobilisasi adalah…

a. Menambah nyeri

b. Meningkatkan suhu tubuh

c. Mempercepat pemulihan luka


d. Meningkatkan frekuensi nadi

11. Yang bukan merupakan tujuan Range of motion pada pasien post

laparatomi adalah..

a. Memelihara kelenturan sendi

b. Memelihara kekakuan sendi

c. Mencegah kehilangan permanen pergerakan sendi

d. Melatih sendi yang jarang digunakan

12. Sudut yang dibentuk oleh sendi saat ekstensi pada mobilisasi pasien post

laparatomi adalah…

a. 45 derajat

b. 90 derajat

c. 150 derajat

d. 180 derajat

13. Memutar anggota tubuh dari satu sisi ke sisi yang lain pada mobilisasi

pasien post laparatomi adalah…

a. Abduksi

b. Dorsal Flexi

c. Rotasi

d. Eversi

14. Deskripsi gerakan inverse pada mobilisasi pasien post laparatomi adalah…

a. Menggerakkan telapak kaki menjauhi garis tengah tubuh

b. Menggerakkan telapak kaki mendekati garis tengah tubuh

c. Membengkokkan telapak kaki


d. Mengarahkan kaki ke arah sisi depan (anterior)

IV. Lembar Kuesioner Perilaku

Pernyataan Tidak Jarang Selalu Sering

Pernah

1. Saya memberikan latihan

kekuatan otot dan rentang

pergerakan sendi pada

pasien post laparatomi.

2. Saya melakukan perubahan

posisi pada pasien post

laparatomi.

3. Saya memberikan latihan

duduk pada pasien post

laparatomi.

4. Saya melatih pasien post

laparatomi untuk turun dari

tempat tidur.

Anda mungkin juga menyukai