Anda di halaman 1dari 117

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OP LAPARATOMI

EKSPLORASI ATAS INDIKASI APPENDICITIS PERFORASI


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT
DI RSU dr. SLAMET GARUT

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli


Madya Keperawatan (A.Md.Kep) Pada Prodi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana

Oleh
DOPI
AKX.15.026

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG
2018
ABSTRAK
Latar Belakang: Banyaknya pasien appendicitis yang dirawat di ruang Topaz RSU dr. Slamet
Garut secara keseluruhan pada tahun 2017 mencapai 337 (13,38%). Berlanjutnya kondisi
appendicitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi. Appendicitis perforasi adalah
pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut.
Tujuan: untuk memperoleh pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien post
op laparatomi eksplorasi atas indikasi appendicitis perforasi dengan masalah keperawatan nyeri
akut di RSUD dr. Slamet Garut secara profesional. Metode: dengan pengambilan data yang
mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi dengan mengobservasi permasalahan pada
klien post op laparatomi eksplorasi atas indikasi appendicitis perforasi dengan masalah
keperawatan nyeri akut. Hasil: Setelah dilakukan studi kasus pada dua klien post op appendicitis
perforasi dengan masalah keperawatan nyeri akut, dengan memberikan intervensi asuhan
keperawatan, masalah keperawatan nyeri akut pada klien yang pertama dapat teratasi secara tuntas
dalam tiga hari, sedangkan klien ke dua hanya teratasi sebagian dalam waktu yang sama. Diskusi:
klien dengan masalah keperawatan nyeri akut tidak selalu memiliki respon yang sama terhadap
tindakan mobilisasi dini karena faktor perbedaan tingkat nyeri berdasarkan pengalaman nyeri
sebelumnya, usia, aktivitas, status perkawinan, pendidikan, dan faktor psikologis seperti rasa
cemas, serta luas luka operasi yang berbeda. Untuk itu, perawat harus melakukan asuhan
keperawatan yang komprehensif untuk menangani masalah keperatawan pada klien. Peneliti
menyarankan kepada pihak rumah sakit agar meningkatkan mutu dan pelayanan dan kepada pihak
institusi pendidikan diharapkan mampu memenuhi ketersediaan literature terbitan baru terutama
mengenai Appendicitis Perforasi sehingga dapat menambah wawasan serta pengetahuan
mahasiswa dan mahasiswi selama pendidikan.
Kata kunci : Appendicitis, Perforasi, Post Op Laparatomi, Mobilisasi Dini
Sumber : 9 Buku (2008-2018) & 8 Jurnal (2011-2016).

ABSTRACT
Background: The number of appendicitis patients treated in the Topaz room of RSU Dr. Slamet
Garut as a whole in 2017 reached 337 (13.38%). The continued condition of appendicitis will
increase the risk of perforation. Perforated appendicitis is a ruptured appendix that has gangrene
which causes pus to enter the abdominal cavity. Purpose: to gain experience in carrying out
nursing care to clien of post op laparatomy exploratory on indications of perforated appendicitis
with acute pain nursing problems in dr. Slamet Garut professionally. Method: with deep data
retrieval and include various sources of information by observing problems with clients after
laparotomy exploratory in indications of perforated appendicitis with acute pain nursing problems.
Results: After a case study on two clients of post op perforation appendicitis with acute pain
nursing problems, by providing intervention in nursing care, the acute pain nursing problem in the
first client can be resolved in three days, while the second client is partially resolved with the same
time. Discussion: Clients with acute pain nursing problems do not always have the same response
to early mobilization actions because of differences in pain levels based on previous experience of
pain, age, activity, marital status, education, and psychological factors such as anxiety, and the
extent of different surgical wounds . For this reason, nurses must carry out comprehensive care to
deal with problems clients. The researcher suggested to the hospital should improve the quality
and service and to the educational institutions were expected to be able to fulfill the availability of
new published literature, especially regarding Perforation Appendicitis so that it could increase the
knowledge of students during education.
Keywords: Appendicitis, Perforation, Post Op Laparatomy, Early Mobilization
Source : 9 Books (2008-2018) & 8 Journals (2011-2016).

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya lah peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ini tanpa
hambatan dan dalam keadaan sehat.
Karya tulis ini berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST
OP LAPARATOMI EKSPLORASI ATAS INDIKASI APPENDICITIS
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI RSUD dr.
SLAMET GARUT” disusun dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi syarat
dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan di STIKes Bhakti
Kencana Bandung.
Penyusunan karya tulis ini tidak pernah berdiri sendiri, untuk itu peneliti
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu
proses hingga terwujudnya harapan dan tujuan peneliti dengan baik, ucapan
terima kasih ini penulis sampaikan yang sebesar-besarnya kepada :
1. H. Mulyana, S.H., M.Pd., M.H.Kes. selaku Ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana yang memberikan kedudukan kepada peneliti sebagai mahasiswa
Konsentrasi Anestesi di STIKes Bhakti Kencana Bandung.
2. Rd. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep. selaku Ketua STIKes Bhakti Kencana
Bandung.
3. H. Husi Husaeni, dr., SpAn., KIC., M.Kes. selaku Ketua Program Studi
Diploma III Keperawatan Konsentrasi Anestesi dan Gawat Darurat Medik
STIKes Bhakti Kencana Bandung.
4. H. Jajang Sujana Mail, dr., Sp.An. sebagai Ketua Pelaksana Harian Program
Studi Diploma III Keperawatan Konsentrasi Anestesi dan Gawat Darurat
Medik STIKes Bhakti Kencana Bandung.
5. Tuti Suprapti, S.Kp., M.Kep. selaku Ketua Program Studi Diploma III
Keperawatan STIKes Bhakti Kencana Bandung dan juga selaku Pembimbing
Utama yang selalu memberikan bimbingan, saran serta motivasi yang sangat
berarti bagi peneliti.

vi
6. Hj. Zafiah Winta, Amk., An. selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan, saran serta dukungan yang sangat berguna dalam
penyusunan karya tulis ini.
7. Staf dosen dan karyawan program studi DIII Keperawatan Konsentrasi
Anestesi dan Gawat Darurat Medik.
8. dr. H. Maskut Farid, dr., MM. selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Slamet Garut yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti
untuk menjalankan tugas akhir perkuliahan ini.
9. Triyani, S.kep dan Asep Hedi Budiarto, S.kep., Ners selaku CI Ruangan
Topaz yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam
melakukan kegiatan selama praktek keperawatan di RSUD dr. Slamet Garut.
10. Untuk kedua orangtua yaitu alm. H. Paisal dan Hj. Suri serta Ayah kedua
peneliti H. Dahrul dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan
dorongan semangat serta dukungan dengan tulus selalu mendoakan demi
keberhasilan penulis.
11. Untuk teman - teman seperjuangan Anestesi Angkatan 11 yang telah
memberikan dorongan semangat serta dukungan dengan tulus.

Peneliti menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak


kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan segala masukan dan saran
yang sifatnya membangun guna penulisan karya tulis yang lebih baik.

Bandung, 24 April 2018

Peneliti

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul dan Persyaratan Gelar .................................................... i


Lembar Pernyataan.................................................................................. ii
Lembar Persetujuan ................................................................................. iii
Lembar Pengesahan ................................................................................ iv
Abstrak .................................................................................................... v
Kata Pengantar ........................................................................................ vi
Daftar Isi.................................................................................................. viii
Daftar Tabel ............................................................................................ x
Daftar Bagan ........................................................................................... xi
Daftar Gambar ......................................................................................... xii
Daftar Lampiran ...................................................................................... xiii
Daftar Singkatan...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1. Tujuan Umum ......................................................................... 5
2. Tujuan Khusus ........................................................................ 5
D. Manfaat ...................................................................................... 6
1. Manfaat Teoritis ..................................................................... 6
2. Manfaan Praktis ...................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Appendicitis ......................................................... 8
1. Anatomi dan Fisiologi ........................................................... 8
2. Definisi Appendicitis .............................................................. 9
3. Klasifikasi Appendicitis .......................................................... 10
4. Etiologi ................................................................................... 10
5. Patofisiologi ............................................................................ 11
6. Pathway Appendicitis ............................................................. 13
7. Manifestasi Klinis ................................................................... 14
8. Komplikasi ............................................................................. 15
9. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................... 16
10. Penatalaksanaan ...................................................................... 17
B. Konsep Nyeri .............................................................................. 20
1. Definisi Nyeri ......................................................................... 20
2. Klasifikasi Nyeri ..................................................................... 20
3. Intensitas Nyeri ....................................................................... 21
4. Strategi Penanganan Nyeri ..................................................... 22
C. Konsep Mobilisasi Dini .............................................................. 24
1. Definisi Mobilisasi Dini ......................................................... 24
2. Tujuan Mobilisasi Dini ........................................................... 25
3. Indikasi Mobilisasi Dini ......................................................... 25

viii
4. Pelaksanaan ............................................................................ 26
D. Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................... 29
1. Pengkajian .............................................................................. 29
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 31
3. Intervensi Keperawatan .......................................................... 32
4. Implementasi Keperawatan .................................................... 35
5. Evaluasi .................................................................................. 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ......................................................................... 36
B. Batasan Istilah ............................................................................. 36
C. Partisipan ..................................................................................... 37
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 37
E. Pengumpulan Data ...................................................................... 38
F. Uji Keabsahan Data..................................................................... 39
G. Analisa Data ................................................................................ 39
H. Etik Penelitian ............................................................................. 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ............................................................................................ 44
1. Gambaran Lokasi Pengambilan Data ..................................... 44
2. Pengkajian .............................................................................. 44
3. Analisa Data ........................................................................... 56
4. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 58
5. Perencanaan ............................................................................ 63
6. Implementasi .......................................................................... 65
7. Evaluasi .................................................................................. 67
B. Pembahasan ................................................................................. 68
1. Pengkajian .............................................................................. 68
2. Diagnosa ................................................................................. 69
3. Intervensi ................................................................................ 71
4. Implementasi .......................................................................... 73
5. Evaluasi .................................................................................. 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 76
B. Saran ............................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan........................................................... 32


Tabel 4.1 Identitas klien .......................................................................... 45
Tabel 4.2 Riwayat penyakit .................................................................... 46
Tabel 4.3 Pola aktivitas sehari-hari ......................................................... 46
Tabel 4.4 Pemeriksaan fisik .................................................................... 48
Tabel 4.5 Pemeriksaan psikologis ........................................................... 53
Tabel 4.6 Pemeriksaan penunjang .......................................................... 55
Tabel 4.7 Rencana terapi ......................................................................... 55
Tabel 4.8 Analisas data ........................................................................... 56
Tabel 4.9 Diagnosis keperawatan ........................................................... 58
Tabel 4.10 Perencanaan keperawatan ..................................................... 61
Tabel 4.11.1 Pelaksanaan keperawatan ................................................... 63
Tabel 4.11.2 Pelaksanaan keperawatan ................................................... 65
Tabel 4.12 Evaluasi Keperawatan ........................................................... 67

x
DAFTAR BAGAN

Bagan2.1 Pathway ......................................................................................... 13

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi ...................................................................................... 8

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Persetujuan dan Justifikasi Studi Kasus.


Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3 : Lembar Konsultasi KTI.
Lampiran 4 : Jurnal.
Lampiran 5 : Daftar Riwayat Hidup.

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ASEAN : Assosiation south East Asia Nation


BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
cm : Centimeter
CRT : Capillary Refill Time
dL : Deciliter
et al :Et alii (dan kawan-kawan)
GALT : Gut-associated lymphoid tissue
gr :Gram
gtt : Guttae (Tetes)
hal. : Halaman
IgA : Immunoglobulin
IV : Intravena
ml : Milliliter
mg : Miligram
mm3 :
Cubic Millimeter
mmHg : Milimeter Merkuri (Hydrargyrum)
NGT : Nasogastric tube
NRS : Numeric Rating Scale
Post Op :Post Operation
RL : Ringer Laktat
TBC : Tuberculosis
TD : Tekanan Darah
U/L : Units Per Litre
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia Barat
°C : Celcius
(+) : Positif

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Appendicitis merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis.

Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari 7 sampai 15

cm dan merupakan penyebab tersering nyeri abdomen akut dan

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).

Batasan appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset akut yang

memerlukan intervensi bedah, ditandai dengan nyeri di abdomen kuadran

bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, spasme otot yang ada di

atasnya, dan hiperestesia kulit. Sedangkan appendicitis kronis adalah

appendicitis yang ditandai dengan penebalan fibrotik dinding organ

tersebut akibat peradangan akut sebelumnya (Dorland N.W, 2010).

Angka kejadian appendicitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan WHO

(World Health Organization) yang dikutip oleh Naulibasa (2011), angka

mortalitas akibat appendicitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-

laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas appendicitis

sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan.

Menurut Lubis. A (2008), saat ini morbiditas angka appendicitis di

Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan

tertinggi di antara Negara-negara di ASEAN (Assosiation south East Asia

1
2

Nation). Survey di 15 provinsi di Indonesia tahun 2014 menunjukan

jumlah appendicitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 4.351 kasus.

Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya,

yaitu sebanyak 3.236 orang. Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Propinsi

Jawa Barat tahun 2006, menyebutkan bahwa pola penyakit appendicitis

pada kelompok usia 5–44 tahun untuk pasien rawat inap di Rumah Sakit

yaitu sebesar 1,72%. Berdasarkan data dari Medical Record RSU dr.

Slamet Garut di ruang Topaz kasus Appendicitis secara keseluruhan pada

tahun 2017 mencapai 337 (13,38%) dari 2.518 kasus.

Berlanjutnya kondisi appendicitis akan meningkatkan resiko terjadinya

perforasi. Appendicitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah

gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut. (Burkitt et

al, 2007). Perforasi appendicitis berhubungan dengan tingkat mortalitas

yang tinggi. Pasien yang mengalami appendicitis akut angka kematiannya

hanya 1,5%, tetapi ketika telah mengalami perforasi angka ini meningkat

mencapai 20%-35% (Vasser, 2012; Riwanto et al, 2010).

Pada pasien yang masih anak-anak dan orang tua akan lebih cepat

mengalami perforasi. Penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit

di kota Taipei, Taiwan menemukan, dari 173 pasien anak-anak yang

mengalami appendicitis, 91 pasien mengalami perforasi. Dalam penelitian

itu disebutkan kesalahan diagnosis pada anak yang mengalami

appendicitis meningkatkan persentase perforasi mencapai 73,1% (Wolfe,

2014; Chang et al, 2009).


3

Selain pada anak-anak, orang yang sudah berusia lanjut pun memiliki

faktor risiko yang cukup tinggi mengalami appendicitis perforasi. Pasien

appendicitis yang telah berusia lanjut memiliki tingkat kematian tinggi

dibanding kelompok usia lain. Hal ini disebabkan faktor usia yang sudah

tua akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti peningkatan ambang

rasa nyeri, perubahan penurunan fungsi pada sistem imun, serta gejala-

gejala yang tidak khas membuat diagnosis jadi tertunda (Htwe et al, 2007).

Appendicitis perforasi merupakan kausa laparatomi yang sering terjadi

pada anak dan orang dewasa. Laparatomi Eksplorasi merupakan salah satu

prosedur pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan-

lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang

mengalami masalah (Ditya Wira et al, 2016).

Laparatomi Eksplorasi mengakibatkan timbulnya luka dan nyeri pada

bagian tubuh pasien. Rasa nyeri setelah pembedahan berlangsung 24-48

jam, namun dapat berlangsung lebih lama tergantung pada luas luka,

penahan nyeri yang dimiliki pasien dan respon terhadap nyeri. Selain nyeri

terdapat masalah lain yang timbul setelah dilakukannya pembedahan, yaitu

resiko tinggi infeksi, resiko tinggi kekurangan volume cairan, serta

gangguan mobilitas fisik (Doenges et al, 2014). Nyeri dapat

memperpanjang masa penyembuhan, karena mengganggu aktifitas pasien

dan hal ini yang menjadi salah satu alasan pasien tidak mau bergerak.
4

Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat

penyembuhan luka pasca laparatomi. Mobilisasi akan mencegah kekakuan

otot dan sendi hingga juga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran

peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh,

mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya

justru akan mempercepat penyembuhan luka (Prima Gusty Reni, 2011).

Penelitian (Yudistika Caecilia, et al dalam e-Jurnal Pustaka Kesehatan,

2016) menyatakan skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan mobilisasi

dini terjadi penurunan, dari rata-rata 7,75 yang termasuk kategori skala

nyeri berat menjadi 5,62 yang termasuk kategori skala nyeri sedang. Hal

tersebut menunjukkan bahwa nilai skala nyeri responden sebelum dan

sesudah dilakukan mobilisasi dini secara keseluruhan mengalami

penurunan.

Peran perawat sangat diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya

komplikasi sedini mungkin. Pada klien post op laparatomi eksplorasi,

dengan adanya luka operasi yang dialami oleh klien, maka dapat

menimbulkan permasalahan yang kompleks mulai dari nyeri, resiko terjadi

infeksi, resiko perdarahan serta berbagai masalah yang mengganggu

kebutuhan dasar lainnya. Perawat mengajarkan teknik untuk mengurangi

nyeri, membersihkan luka dengan teknik aseptik untuk menghindari

terjadinya infeksi, serta perawat membantu klien dalam memenuhi

kebutuhan dasar lainnya.


5

Berdasarkan uraian diatas dan data yang telah didapatkan mengenai

kejadian Appendicitis Perforasi yang terbilang sangat tinggi khususnya di

RSU dr.Slamet Garut, maka peneliti tertarik untuk menyusun karya tulis

ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Post Op

Laparatomi Eksplorasi atas Indikasi Appendicitis Perforasi dengan

Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Ruang Topaz RSU dr. Slamet

Garut”.

B. Rumusan Masalah

“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Klien Post Op Laparatomi

Eksplorasi atas Indikasi Appendicitis Perforasi dengan Masalah

Keperawatan Nyeri Akut di RSU dr. Slamet Garut ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Peneliti memperoleh pengalaman baru dan mampu menerapkan

ilmu dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara professional

dan berdasarkan teori pada Klien Post Op Laparatomi Eksplorasi atas

Indikasi Appendicitis Perforasi dengan Masalah Keperawatan Nyeri

Akut di RSU dr. Slamet Garut.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian serta menganalisa data pada klien post

op laparatomi eksplorasi atas indikasi appendicitis perforasi

dengan masalah keperawatan nyeri akut di RSU dr. Slamet Garut.


6

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien post op

laparatomi eksplorasi atas indikasi appendicitis perforasi dengan

masalah keperawatan nyeri akut di RSU dr. Samet Garut

berdasarkan prioritas masalah yang di dapat.

c. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan pada klien post op

laparatomi eksplorasi atas indikasi appendicitis perforasi dengan

masalah keperawatan nyeri akut di RSU dr. Slamet Garut.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan perencanaan

yang telah di susun dengan tujuan tercapai sesuai dengan yang

diharapkan pada Klien Post Op Laparatomi Eksplorasi atas Indikasi

Appendicitis Perforasi dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di RSU dr.

Slamet Garut.

e. Melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah

dilakukan pada klien post op laparatomi eksplorasi atas indikasi

appendicitis perforasi dengan masalah keperawatan nyeri akut di

RSU dr. Slamet Garut.

D. Manfaat

1. Teoritis

Manfaat bagi peneliti yakni dapat memproleh pengalaman dan ilmu

praktis yang di dapat melalui praktek langsung pada klien post op

laparatomi eksplorasi atas indikasi appendicitis perforasi dengan

masalah keperawatan nyeri akut, serta bermanfaat untuk


7

menyelesaikan tugas akhir pada program studi D-III Keperawatan di

STIKes Bhakti Kencana Bandung.

2. Praktis

a. Bagi Perawat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

mengenai pengaruh mobilisasi dini untuk penanganan intensitas

nyeri terhadap klien post op laparatomi eksplorasi atas indikasi

appendicitis perforasi dengan masalah keperawatan nyeri akut.

b. Bagi Institusi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

meningkatkan cara penanganan nyeri non-farmakologi terhadap

pasien dengan masalah nyeri akut di lingkungan rumah sakit.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu pilihan bahan bacaan

dan pengetahuan mengenai pengaruh mobilisasi dini untuk

penyembuhan luka dan nyeri terhadap klien post op laparatomi

eksplorasi atas indikasi appendicitis perforasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Appendicitis

1. Anatomi dan Fisiologi

Apendiks memiliki panjang bervariasi sekitar 6 hingga 9 cm.

dasarnya melekat pada sekum dan ujungnya memiliki kemungkinan

beberapa posisi seperti retrosekal, pelvis, antesekal, preileal,

retroileal, atau perikolik kanan. Pada persambungan apendiks dan

sekum, terdapat pertemuan tiga taena coli yang dapat menjadi

penanda. Apendiks adalah organ imunologik yang berperan dalam

sekresi IgA karena termasuk dalam komponen gut-associated

lymphoid tissue (GALT) pada waktu kecil. Namun system imun tidak

mendapat efek negative apabila apendiktomi dilakukan. (Chris Tanto

et al. 2014)

Gambar 2.1 Anatomi

Sumber: http://cdn1.teachmeseries.com

Di akses: 12 April 2018

8
9

Secara fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir

secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selan mengalir ke

secum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan

pada patogenisasi appendicitis. Diperkirakan apendiks mempunyai

peranan dalam mekanisme imunologik. Immunoglobulin sekretoar.

Yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang

terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah Iɡ A.

immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Namun pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun

tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan

dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh. (Muttaqin dan Sari,

2013)

2. Definisi

Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), Appendicitis

adalah proses peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing atau disebut apendiks. Infeksi ini bisa mengakibatkan

komplikasi apabila tidak segera mendapatkan tindakan bedah segera

untuk penanganannya. Appendicitis merupakan penyakit bedah mayor

yang paling sering terjadi, walaupun Appendicitis dapat terjadi setiap

usia, namun paling sering terjadi pada orang dewasa muda, sebelum

era antibiotik, mortalitas penyakit ini tinggi.


10

3. Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi Appendicitis menurut Hariyanto &

Sulistyowati (2015), yaitu sebagai berikut:

a. Appendicitis akut merupakan peradangan pada apendiks atau umbai

cacing dengan tanda radang pada daerah sekitar yang bersifat

terlokalisasi, baik disertai rangsangan peritoneum lokal maupun

tanpa penyerta.

b. Appendicitis Rekrens adalah peradangan pada apendiks karena

adanya fibrosis dari riwayat apendiktomi yang sembuh spontan

memunculkan rasa nyeri di perut kanan bawah yang mendorong

perlu dilakukan apendiktomi.

c. Appendicitis Kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut

kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara

makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding

apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan

parut, dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik),

dan keluhan hilang setelah apendiktomi.

4. Etiologi

Menurut Hariyanto & Sulistyowati (2015) Penyebab Appendicitis

belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang

mempermudah terjadinya radang apendiks di antaranya sebagai

berikut:
11

a. Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya

appendicitis (90%) yang diikuti oleh infeksi.

b. Faktor adanya bakteri, beberapa bakteri yang bias menyebabkan

appendicitis antara lain Bacterodes Fragliilis, E. coli, Splanchicus,

Lacto-basilus, Pseudomonas, dan Bacteriodes Splanicus.

c. Keturunan, pada radang apendiks diduga juga merupakan faktor

herediter. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan

dalam keluarga terutama yang kurang serat dapat memudahkan

terjadinya fekhalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

d. Faktor ras dan diet, negara maju yang mengonsumsi makanan

tinggi serat berisiko lebih rendah terkena appendicitis daripada

negara berkembang yang tidak mengonsumsi tinggi serat.

5. Patofisiologi

Menurut Chris Tanto et al (2014) Patofisiologi Appendicitis yaitu:

Appendicitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia

limfoid, benda asing, parasite, neoplasma, hiperplasma, atau struktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.

Obstruksi lumen yang terjadi mendukung perkembangan bakteri

dan sekresi usus mukus sehingga menyebabkan distensi lumen dan

peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan

menghambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis


12

bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi Appendicitis

Akut Fokal yang ditandai oleh nyeri periumbilikal.

Sekresi mukus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus

meningkat menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema, dan

pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang. Peradangan yang

timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga timbul

nyeri di daerah kanan bawah. Pada saat ini terjadi Appendicitis

Supuratif Akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan timbul infark dinding

dan gangrene. Stadium ini disebut Appendicitis Gangrenosa yang bila

rapuh dan pecah menjadi Appendisitis Perforasi. Meskipun bervariasi

biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala

Bila semua proses di atas berjalan dengan imunitas yang cukup

baik, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah

apendiks sebagai mekanisme pertahanan sehingga timbul massa local

yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat

menjadi abses atau menghilang. Pada anak, omentum lebih pendek

dan apendiks lebih panjang dengan dinding lebih tipis sehingga

mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orangtua perforasi mudah

terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.


13

Bagan: 2.1 Pathway Appendicitis

Obstruksi lumen (tumor, benda asing,


fekhalit, dan lain-lain)

Proses peradangan pada apendiks

APPENDICITIS

Operasi Peradangan pada Sekresi muncul berlebih


jaringan pada lumen apendiks

Kerusakan control Apendiks


Luka insisi Ansietas
suhu terhadap
inflamasi
Spasme Tekanan
Kerusakan Pintu masuk dinding intraluminal
jaringan kuman Febris apendiks lebih dari
tekanan vena
Aliran
Kerusakan Resiko Hipertermi darah Nyeri
integritas infeksi terganggu
jaringan
Aliran
Metabolik darah
Anestesi anaerob
Nyeri

Hypoxia
Penurunan Depresi sistem jaringan
peristaltic usus respirasi apendik
s

Ulcerasi
Gangguan rasa Distensi Reflek batuk
nyaman abdomen menurun
Perforasi

Mual & muntah Akumulasi


sekret Resiko
ketidakefektifan
gastrointestinal
Resiko kekurangan Anorexia Ketidakefektifan
volume cairan jalan nafas

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Sumber: (Hariyanto & Sulistyowati, 2015)


14

6. Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya dan Putri (2013) manifestasi klinis dari appendicitis

yaitu:

Tanda awal : nyeri mulai di epigastrium region umbilicus disertai

mual dan anoreksia.

a. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat

jika berjalan atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan

peritoneum local di titik Mc.Burney : nyeri tekan, nyeri lepas,

defans muscular.

b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :

c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri ditekan

(Rovsing Sign).

d. Nyeri kanan bawah bila ditekan sebelah kiri dilepas (Blumberg).

e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam,

berjalan, batuk, mengedan.

f. Nafsu makan menurun.

g. Demam yang tidak terlalu tinggi.

h. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.

Gejala-gejala permulaan pada apendiksitis yaitu nyeri atau

perasaan tidak enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia , nausea

dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari.

Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan


15

mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney. Biasanya ditemukan

demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendiks.

7. Komplikasi

Komplikasi dari Appendicitis menurut Dermawan & Rahayuningsih

(2010) yaitu:

a. Perforasi

Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman

untuk dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi

meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran

kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang

terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin

jelas.

b. Peritonitis

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan

adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses

apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang

cendrung menggelembung kearah rectum atau vagina.

c. Dehidrasi

d. Sepsis

e. Elektrolit darah tidak seimbang

f. Pneumonia
16

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

Ditemukan leukositosis 10.000 s/d 18.000/mm3, kadang-

kadang dengan leukositosis lebih dari 18.000/mm3 disertai

keluhan/gejala apendiksitis lebih dari empat jam mencurigakan

perforasi sehingga diduga bahwa tingginya leukositosis sebanding

dengan hebatnya peradangan.

b. Radiologi

Pemeriksaan radiology akan sangat berguna pada kasus

atipikal. Pada 55% kasus apendiksitis stadium awal akan

ditemukan gambaran foto polos abdomen yang abnormal,

gambaran yang lebih spesifik adanya masa jaringan lunak di perut

kanan bawah dan mengandung gelembung-gelembung udara.

Selain itu gambaran radiologist yang ditemukan adanya fekalit,

pemeriksaan barium enama dapat juga dipakai pada kasus-kasus

tertentu pemeriksaan ini sangat bermanfaat dalam menentukan

lokasi sakum pda kasus ”Bizar”. Pemeriksaan radiology X-ray

dan USG menunjukkan densitas pada kuadran kanan bawah atau

tingkat aliran udara setempat.

c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1) Pada fluorossekum dan ileum terminasi tampak irritable.

2) Pemeriksaan colok dubur : menyebabkan nyeri bisa di daerah

infeksi, bisa dicapai dengan jari telunjuk.


17

3) Uji psoas dan uji obturator

9. Penatalaksanaan

Menurut Dermawan & Rahayuningsih (2010) penatalaksanaan

appendicitis yaitu:

MEDIS

a. Pembedahan: laparatomi eksplorasi, yaitu salah satu prosedur

pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan-

lapisan dinding (Ditya Wira, et al, 2016).

1) Sebelum operasi

a) Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan

gejala apendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan

ini observasi ketat perlu dilaksanakan. Pasien diminta

melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak

boleh diberikan bila dicurigai adanya ataupun peritonitis

lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta

pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang

secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan

untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada

kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi

nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah

timbulnya keluhan.
18

b) Antibiotik

Appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu

diberikan antibiotik, kecuali appendicitis ganggrenosa

atau appendicitis perforasi. Penundaan tindak bedah

sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses

atau perforasi.

2) Operasi Apendiktomi

a) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi

bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan

antibiotika.

b) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya

mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan

drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

3) Pasca operasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk

mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia,

atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien

telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.

Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik

bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien

dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada

perforasi atau peritonitis umum, puasakan diteruskan sampai

fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum


19

minimal 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30

ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari

berikutnya diberikan makanan lunak.

Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak

di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien

dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan

dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

b. Pemasangan NGT

c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur

d. Transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik

secara intensif.

KEPERAWATAN

a. Tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk)

b. Puasa post op laparatomi eksplorasi

c. Koreksi cairan dan elektrolit

d. Anjurkan mobilisasi dini pascaoperasi

Mobilisasi dini dapat menunjang proses penyembuhan luka

pasien karena dengan menggerakkan anggota badan akan

mencegah kekakuan otot dan sendi, sehingga dapat mengurangi

nyeri dan dapat memperlancar perendaran darah ke bagian yang

mengalami perlukaan agar proses penyembuhan luka menjadi

lebih cepat.
20

B. Konsep Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya. Nyeri terjadi bersama proses penyait, pemeriksaan

diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat menganggu dan

menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan

nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subjektif antara

satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri

(Andarmoyo, 2013).

2. Klasifikasi Nyeri

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan yang timbul akibat kerusakan jaringan yang

aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan

sedemikian rupa. Menurut International For the Study of Pain

nyeri akut adalah awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Herdman, 2012).

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang

menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung


21

diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak

dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik. Meski

nyeri akut dapat menjadi sinyal yang sangat penting bahwa

sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis

biasanya menjadi masalah dengan sendirinya (Judha, 2012).

3. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran dari seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh individu. Pengakuan intensitas nyeri adalah sangat

subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas

yang sama dirasakan sangat berbeda.

Alat ukur nyeri menurut potter & perry (2008) yaitu :

Numeric Rating Scale (NRS)

Lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam

hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah intervensi terapeutik.

Keterangan:

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik
22

4-6 : nyeri sedang: secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : nyeri berat: secara obyektif terkadang klien tidak dapat

mengikuti perintah, tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat

diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10 : nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.

4. Strategi Penanganan Nyeri

a. Farmakologi

Management nyeri farmakologi menggunakan obat analgetik.

Pemberian obat analgetik yang diberikan guna untuk mengganggu

atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi

dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri (Andarmoyo,

2013).

b. Non-Farmakologi

i. Relaksasi

Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri

dengan merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung

rasa nyeri.
23

ii. Terapi Es (Dingin)

Terapi es (dingin) dapat menjadi strategi pereda nyeri yang

efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannya

dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga

bahwa terapi es bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak

nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada

cedera.

iii. Distraksi

Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian

klien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi

yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme

yang bertanggung jawab pada teknik kognitif efektif

lainnya.

iv. Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini mempunyai peranan penting dalam

mengurangi rasa nyeri dengan cara menghilangkan

konsentrasi pasien pda lokasi nyeri atau daerah operasi

serta meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju saraf

pusat.
24

C. Konsep Mobilisasi Dini

Prosedur apendektomi merupakan bagian dari prosedur laparatomi.

Tindakan laparatomi merupakan peristiwa kompleks sebagai ancaman

potensial atau aktual pada integritas seseorang baik biopsikososial spiritual

yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Rasa nyeri tersebut

biasanya timbul setelah operasi. Salah satu dari perawatan klien post

operasi untuk mengurangi nyeri adalah dengan dilakukannya mobilisasi

dini.

1. Definisi Mobilisasi

Mobilisasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi

dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai dengan bisa

turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar

kamar (Brunner & Suddarth, 2002). Mobilisasi dini mempunyai

peranan penting dalam mengurangi rasa nyeri dengan cara

menghilangkan konsentrasi pasien pada lokasi nyeri atau daerah

operasi, mengurangi aktivasi mediator kimiawi pada proses

peradangan yang meningkatkan respon nyeri serta meminimalkan

transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat. Menurut Kasdu seperti yang

dikutip oleh Rustianawati et al (2013)


25

2. Tujuan Mobilisasi

Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Susan J.Garrison (2004),

antara lain:

a. Mempertahankan fungsi tubuh

b. Memperlancar peredaran darah

c. Membantu pernafasan menjadi lebih baik

d. Mempertahankan tonus otot

e. Memperlancar eliminasi alvi dan urine

f. Mempercepat proses penutupan jahitan operasi

g. Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali

normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian

3. Indikasi Mobilisasi

Indikasi di perbolehkan untuk latihan rentang gerak menurut

Potter,P (2006).

a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

Salah satu efek yang ditimbulkan pada anestesi umum adalah

efek anesthesia yaitu analgesia yang di sertai hilangnya kesadaran

(Zunlida dalam Sulistia, 2007).

b. Kelemahan otot

Menurut Zunlida dalam Sulistia (2007) salah satu efek dari trias

anesthesia adalah efek relaksasi otot.


26

c. Fase rehabilitasi fisik

Beberapa fisioterapis menempatkan latihan pasif sebagai

preliminary exercise bagi pasien yang dalam fase rehabilitasi fisik

sebelum pemberian terapi latihan yang bersifat motor relearning

(Irfan, 2012).

d. Klien dengan tirah baring lama

Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat

dalam menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi pada

pasien dengan tirah baring lama. Jenis latihan mobilisasi dapat di

berikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komlplikasi

akibat kurang gerak, seperti kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-

lain (Irfan, 2012)

4. Pelaksanaan

Mobilisasi pasca laparatomi dapat dilakukan secara bertahap

setelah operasi menurut Kasdu (2003), yaitu:

a. Hari pertama

1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring

dahulu, namun pasien dapat melakukan mobilisasi dini dengan

menggerakkan lengan atau tangan, memutar pergelangan kaki,

mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan

menggeser kaki.
27

2) Setelah 8-10 jam pertama, latihan miring kanan dan miring

kiri, latihan otot untuk melatih kekuatan otot.

b. Hari kedua

Setelah 24 jam, mulai belajar untuk duduk, dilakukan 2-3 kali

selama 10-15 menit..

c. Hari ketiga

Dianjurkan untuk turun dari tempat tidur, belajar berjalan ke

kamar mandi dan masuk keluar kamar mandi sendiri.

Pemberian mobilisasi dini sesuai prosedur sangat membantu

percepatan penyembuhan luka operasi yang mengalami post operasi

abdomen baik untuk bedah mayor maupun minor sehingga

penyembuhan bisa sesuai dengan konsep teori serta lama rawatan

menjadi memendek.

Jurnal Terkait:

1. Hasil penelitian yang dilakukan Yuni Rustianawati et al (2013) tentang

Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada

Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Kudus mengatakan bahwa

Ambulasi Dini pasca dapat dilakukan sejak di ruang pulih sadar (recovery

room) dengan miring kanan/kiri dan memberikan tindakan rentang gerak

secara pasif. Latihan ambulasi dini dapat meningkatkan sirkulasi darah

yang memicu penurunan nyeri.


28

Dengan teknik ambulasi dini terdapat perbedaan rata-rata intensitas

nyeri pada hari ke-1, 2 dan 3. Pada hari ke-1 didapatkan nilai p value =

0.009, hari ke-2 didapatkan nilai p value = 0.000 dan hari ke-3 didapatkan

nilai p value 0.000. hasil ini menunjukkan adanya perbedaan rata-rata

intensitas nyeri.

2. Hasil penelitian R.r Caecilia Yudistika Pristahayuningtyas et al (2016)

tentang Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Klien

Post Operasi Apendiktomi di Rumah Sakit Baladhika Husada Kabupaten

Jember mengatakan bahwa terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap

perubahan tingkat nyeri klien post operasi apendiktomi.

Skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan mobilisasi dini terjadi

penurunan, dari rata-rata 7,75 yang termasuk kategori skala nyeri berat

menjadi 5,62 yang termasuk kategori skala nyeri sedang. Hal tersebut

menunjukkan bahwa nilai skala nyeri responden sebelum dan sesudah

dilakukan mobilisasi dini secara keseluruhan mengalami penurunan.


29

D. Konsep Asuhan Keperawatan

Konsep Asuhan Keperawatan menurut Wijaya dan Putri (2013) yaitu:

1. Pengkajian

a. Riwayat:

Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan

kemungkinan apendisitis meliputi: umur, jenis kelamin, riwayat

pembedahan, dan riwayat medik lainnya, pemberian barium baik

lewat mulut/rektal, riwayat diit terutama makanan yang berserat.

b. Riwayat kesehatan:

1) Keluhan utama

Klien biasanya mengeluh nyeri di sekitar epigastrium

menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut

kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri

di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu

lalu. Sifat keluhan nyeri dirasdakan terus-menuerus, dapat

hilang atau timbul nyeri dalam waktu lama.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Selain mengeluh nyeri pada daerah epigastrium, keluhan

yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan

muntah, serta panas.


30

3) Riwayat kesehatan masa lalu

Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan pasien

sekarang, bisa juga penyakit ini sudah pernah dialami oleh

pasien sebelumnya.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya penyakit appendicitis ini bukan merupakan

penyakit keturunan, bisa dalam anggota keluarga ada yang

pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien bisa juga

tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti yang

dialami pasien sebelumnya.

c. Data subyektif

Sebelum operasi

1) Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah

2) Mual, muntah, kembung

3) Tidak nafsu makan, demam

4) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan

5) Diare atau konstipasi

Sesudah operasi

1) Nyeri daerah operasi

2) Lemas

3) Mual

4) Kembung

5) Pusing
31

d. Data objektif

Sebelum operasi

1) Nyeri tekan dititik Mc. Burney

2) Spasme otot

3) Takhikardi, takipnea

4) Pucat, gelisah

5) Bising usus berkurang atau tidak ada

6) Demam 38-38,50C

Sesudah operasi

1) Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen

2) Terpasang infus

3) Terdapat drain/pipa lambung

4) Bising usus berkurang

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa pada pasien post operasi appendicitis menurut Doenges et al

(2014) antara lain:

a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya insisi bedah.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pascaoperasi (puasa).

c. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber

informasi.
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi pada pasien post operasi appendicitis menurut Doenges et al (2014), yaitu:

TABEL 2.1
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi tanda-tanda vital 1. Dugaan adanya infeksi/terjadinya
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24jam sepsis
adanya insisi bedah. diharapkan dapat meningkatkan 2. Lakukan perawatan luka aseptic 2. Menurunkan risiko penyebaran
penyembuhan luka dengan bakteri
benar 3. Lihat insisi dan balutan 3. Memberikan deteksi dini terjadinya
Sesuai kriteria yaitu: proses infeksi
1. Klien bebas dari tanda 4. Berikan informasi yang tepat dan jujur 4. Membantu menurukan ansietas
gejala infeksi 5. Ambil contoh drainase bila 5. Kultur pewarnaan gram dan
2. Mendeskripsikan prosesdan diindikasikan sensitivitas berguna untuk
faktor penularan penyakit mengidentifikasi organisme
3. Menunjukkan kemampuan penyebab dan pilihan terapi.
untuk mencegah timbulnya 6. Untuk menurunkan penyebaran dan
infeksi 6. Berikan antibiotic sesuai indikasi pertumbuhan organisme pada rongga
4. Jumlah leukosit dalam batas abdomen.
normal 7. Untuk mengalirkan isi abses
5. Menunjukkan perilaku 7. Bantu irigasi dan drainase bila terlokalisir
hidup sehat diindikasikan
2. Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi tanda-tanda vital. 1. Membantu mengidentifikasi
kekurangan volume keperawatan selama 3x24jam . fluktuasi volume intravaskuler
cairan berhubungan diharapkan dapat 2. Lihat membrane mukosa. 2. Indikator keadekuatan sirkulasi
dengan pembatasan mempertahankan keseimbangan perifer dan hidrasi seluler.
pascaoperasi (puasa). cairan dengan kriteria: 3. Awasi masukan dan pengeluaran cairan. 3. Penurunan pengeluaran urine pekat
1. Mempertahankan urine dengan peningkatan berat jenis
output sesuai dengan usia diduga dehidrasi.

32
dan BB. 4. Auskultasi bising usus. 4. Indikator kembalinya peristaltic.
2. Tekanan darah, nadi, suhu 5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih
tubuh dalam batas normal bila pemasukan peroral dimulai, dan 5. Untuk meminimalkan kehilangan
3. Tidak ada tanda-tanda dengan diet sesuai toleransi. cairan.
infeksi 6. ntuk dekompresi usus, meningkatkan
4. Elastisitas turgor kulit baik, 6. Pertahankan penghisap gaster atau usus. istirahat usus, mencegah muntah.
membrane mukosa lembab, 7. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
tidak ada rasa haus yang 7. Berikan perawatan mulut dengan mulut kering dan pecah-pecah.
berlebihan. perhatian khusus. 8. Mencegah dehidrasi dan terjadinya
8. Berikan cairan IV dan elektrolit. ketidakseimbangan elektrolit.
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda vital 1. Tanda yang membantu
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24jam mengidentifikasi nyeri.
adanya insisi bedah. diharapkan Nyeri Akut dapat 2. Kaji nyeri. 2. Berguna dalam pengawasan
teratasi dengan kriteria: keefektifsn obat, kemajuan
1. Mampu mengontrol nyeri penyembuhan.
(tahu penyebab nyeri, 3. Pertahankan istirahat dengan posisi 3. Menghilangkan tegangan abdomen
mampu menggunakan semi-fowler. yang bertambah dengan posisi
tehnik nonfarmakologi telentang.
untuk mengurangi nyeri) 4. Dorong ambulasi atau mobilisasi dini. 4. Meningkatkan sirkulasi darah yang
2. Melaporkan bahwa nyeri akan memicu penurunan nyeri dan
berkurang dengan penyembuhan luka lebih cepat.
menggunakan manajemen 5. Berikan aktifitas hiburan. 5. Meningkatkan relaksasi.
nyeri 6. Pertahankan puasa. 6. Menurunkan ketidaknyamanan pada
3. Mampu mengenali nyeri peristaltic usus dini.
(skala, intensitas, frekuensi 7. Berikan analgesic sesuai indikasi. 7. Menghilangkan nyeri
dan tanda nyeri) mempermudahkan kerja sama
4. Menyatakan rasa nyaman dengan intervensi terapi lain.
setelah nyeri berkurang 8. Berikan kantong es pada abdomen 8. Menghilangkan dan mengurangi
5. Skala nyeri 1 (0-10) nyeri melalui penghilangan rasa ujng
saraf.

33
4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji ulang pembatasan aktivitas 1. Memberikan informasi pada pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24jam pascaoperasi. untuk merencanakan kembali
tidak mengenal sumber diharapkan dapat menyatakan rutinitas biasa tanpa menimbulkan
informasi. pemahaman proses penyakit masalah.
dengan kriteria: 2) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan 2. Mencegah kelemahan, meningkatkan
1. Pasien dan keluarga periode istirahat periodic. penyembuhan dan mempermudah
menyatakan pemahaman kembali ke aktivitas normal.
tentang penyakit, kondisi, 3) Anjurkan menggunakan laksatif bila 3. Membantu kembali fungsi usus ke
prognosis dan program perlu. semula
pengobatan 4) Diskusikan perawatan insisi, termasuk 4. Pemahaman meningkatkan kerja
2. Pasien dan keluarga mampu mengganti balutan dan pembatasan sama dengan program terapi.
menjelaskan kembali apa mandi.
yang dijelaskan perawat 5) Identifikasi gejala yang memerlukan 5. Upaya intervensi menurunkan risiko
atau tim kesehatan lainnya. evaluasi medic. komplikasi serius.

34
35

4. Implementasi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah diterapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, dan menilai data yang baru. Dalam

pelaksanaan membutuhkan keterampilan kognitif, interpersonal,

psikomotor. (Rohmah et al, 2009).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien dengan tujuan dan criteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan. (Rohmah et al, 2009).

Terdapat 2 macam tipe evaluasi yaitu:

a. Evaluasi formatif

1) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.

2) Berorientasi pada etiologi

3) Dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah

ditentukan selesai.

b. Evaluasi sumatif

1) Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan

secara paripurna.

2) Berorientasi pada masalah keperawatan.

3) Menjelaskan keberhasilan dan ketidakberhasilan

4) Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai

dengan kerangka waktu yang diterapkan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Lapau (2013) mengemukakan desain penelitian adalah rancangan

penelitian yang terdiri atas beberapa komponen yang menyatu satu sama

lain untuk memproleh data dan atau fakta dalam rangka menjawab

pertanyaan atau masalah penelitian.

Penelitian yang dilakukan pada klien post op laparatomi eksplorasi atas

indikasi appendicitis perforasi dengan masalah keperawatan nyeri akut ini

menggunakan studi kasus deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu

studi mengeksplorasi suatu masalah atau fenomena dengan batasan

terperinci, melakukan pengambilan data yang mendalam dan menyertakan

berbagai sumber informasi. Data yang telah terkumpul dianalisis untuk

melihat masalah keperawatan yang dialami klien serta meninjau

keefektifsn intervensi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah

keperawatan pasien, khususnya masalah nyeri akut.

B. Batasan Istilah

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren

yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi

peritonitis umum yang membutuhkan pembedahan berupa laparatomi

eksplorasi. Laparotomi eksplorasi adalah bedah terbuka yang dilakukan

agar dapat menjangkau organ dan jaringan internal tubuh untuk keperluan

36
37

diagnostic yang akan menimbulkan masalah keperawatan nyeri akut. Nyeri

akut adalah awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga

berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung

kurang dari 6 bulan yang dapat diatasi dengan mobilisasi dini. Mobilisasi

dini adalah suatu upaya untuk mempertahankan kemandirian sedini

mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan

fungsi fisiologis.

C. Partisipan/ Responden/ Subyek Penelitian

Karakteristik responden pada penelitian studi kasus oleh peneliti yaitu

dua klien dan melibatkan keluarga atau pendamping dari masing-masing

klien dengan masalah keperawatan dan diagnose medis yang sama, yaitu

klien yang mengalami post op appendicitis perforasi dengan masalah

keperawatan Nyeri Akut.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian studi kasus ini dilakukan di RSU dr. Slamet Garut,

tepatnya berlokasi di jalan RSU no.12 Sukakarya, Tarogong Kidul,

Kab. Garut, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan diruang penyakit

bedah khusus laki-laki yaitu ruang Topaz, klien pertama dan klien

kedua masing-masing dirawat di kamar 2 dan 1.


38

2. Waktu penelitian

Penelitian mengenai mobilisasi dini dilakukan pada masing-masing

klien selama 3 hari, dimulai saat 6 jam pascaoperasi klien pertama dan

kedua, yaitu:

a. Tn. T dilaksanakan pada tanggal 17 Maret – 19 Maret 2018.

b. Tn. A dilaksanakan pada tanggal 21 Maret – 23 Maret 2018.

E. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data

menggunakan metode sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara dilakukan pada klien ataupun keluarganya serta

perawat ruangan untuk mendapatkan informasi yang konkret. Hasil

dari wawancara meliputi identitas, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang-dahulu serta keluarga, dll.

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Metode pengumpulan data ini mengenai keadaan umum klien,

respon klien terhadap asuhan keperawatan yang telah dilakukan

berdasarkan diagnose keperawatan yang di tentukan serta pemeriksaan

fisik dengan pendekatan IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi) pada tubuh klien untuk mengetahui kelainan dan keluhan

yang dirasakan oleh klien.


39

3. Studi Dokumentasi

Dilakukan dengan cara melihat hasil dari pemeriksaan diagnostik

serta data lain yang konkret untuk memenuhi data yang diperlukan,

seperti hasil laboratorium, radiologi, ataupun pemeriksaan lainnya

untuk mengetahui kelainan-kelainan pada klien. Dari hasil tersebut

dapat digunakan sebagai data penunjang atau pelengkap data-data

yang telah diperoleh.

F. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas

tinggi.

Disamping integritas penelitian, uji keabsahan data dilakukan dengan

sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber

data utama yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan

masalah yang dilakukan penelitian.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini

pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasian


40

jawaban – jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara

mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik

analisis digunakan dengan cara pemeriksaan fisik oleh peneliti dan studi

dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan

dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan

rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian

disalin dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu bentuk transkrip dan dikelompokan menjadi

data subyektif dan data obyektif , dianalisis berdasarkan hasil

pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

Data yang telah didapatkan disajikan dalam bentuk table yang

disertai teks naratif.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajiakan, kemudian data dibahas dan

dibandingkan dengan hasil – hasil penelitian terdahulu dan secara

teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan


41

dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data

pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.

H. Etik Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan

penelitian (Hidayat, 2008). Adapun etika-etika yang harus diperhatikan

dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Informed Consent (Persetujuan menjadi klien)

Persetujuan antara peneliti dengan partisipan dengan memberikan

lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent

adalah agar partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya, jika partisipan bersedia maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia untuk direkam dan

jika partisipantidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak

partisipan. (Hidayat, 2008)


42

2. Anonimity (Tanpa nama)

Penelitian ini dilaksanakan dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan (Nursalam, 2008). Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti

hanya mencantumkan identitas kedua responden berupa inisialnya dan

hanya mencantumkan 2 angka terdepan di no.medrec.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan

kerahasiaan identitas subjek. Peneliti sebaiknya cukup menggunakan

coding sebagai pengganti identitas responden. (Notoatmodjo, 2010).

Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti dan hanya sebagain data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil penelitian.

4. Justice (Adil)

Penelitian ini harus menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini, peneliti berusaha bersikap adil

pada kedua responden dengan memberikan perlakuan/perawatan yang

sama sesuai masalah keperawatan yang ditemukan.


43

5. Beneficience (Bermanfaat)

Penelitian ini dilaksanakan dengan meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus

dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres,

maupun kematian subjek penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha agar tidak ada pihak yang

dirugikan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut terletak dijalan Rumah Sakit

no. 12, Sukakarya, Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Terdapat beberapat ruangan di RSU dr. Slamet Garut, salah satunya

ruangan yang dilakukan penelitian yaitu ruang penyakit bedah atau

Topaz, kapasitas di ruangan ini ada 21 tempat tidur dan 4 toilet yang

terdiri dari 4 ruangan termasuk ruang isolasi. Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan penelitian pada 2 klien Appendicitis Perforasi

dengan Masalah Nyeri Akut. Klien 1 dan klien 2 berada di kamar

nomor 2 dan 1 yang masing-masing kamar berkapasitas 5 tempat tidur

dan 1 toilet, klien 1 menempati kamar tidur nomor 7 dan klien 2

nomor 4.

2. Pengkajian

a. Identitas Klien

Table 4.1
Identitas Klien

Identitas Klien Klien 1 Klien 2


Nama Tn. T Tn. A
TTL Garut, 02 April 1992 27 Januari 1990
Umur 26th 28th
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki
Agama Islam Islam
Pendidikan SLTA SLTP
Pekerjaan Wiraswasta Buruh
Status Pernikahan Belum Kawin Kawin

44
45

Suku/Bangsa Sunda/Indonesia Sunda/Indonesia


Tanggal Masuk RS 15 Maret 2018 20 Maret 2018
Jam: 20.00 WIB Jam: 11.00 WIB
Tanggal/Rencana 16 Maret 2018 21 Maret 2018
Operasi Jam: 21.00 WIB Jam: 10.00 WIB
Tanggal Pengkajian 17 Maret 2018 21 Maret 2018
Jam: 08.30 WIB Jam: 17.00 WIB
No. Medrec 01xxxxxx 01xxxxxx
Diagnosa Medis Post OP Laparatomi Post OP Laparatomi
Eksplorasi atas Eksplorasi atas
Indikasi Appendicitis Indikasi Appendicitis
Perforasi Perforasi
Alamat Komp. Cempaka Kp. Cijambu, kel.
Griya Syahala, No. Selaawi, kec. Selaawi
B-2 kab. Garut kab. Garut

b. Riwayat Penyakit

Table 4.2
Riwayat Penyakit

Riwayat
Klien 1 Klien 2
Penyakit
Keluhan utama Pada hari kamis Hari selasa tanggal 20
tanggal 15 Maret 2018 Maret 2018 jam 11.00
pukul 20.00 WIB klien WIB klien datang ke
datang dengan keluhan poli bedah mengeluh
nyeri pada seluruh nyeri seluruh bagian
bagian perut yang perut, klien
disertai demam sejak 2 mengatakan 2 hari
hari yang lalu, nyeri yang lalu nyeri hanya
dirasakan seperti di dibagian perut kanan
remas-remas. Mual (+) bawah dan susah BAB.
Ada rasa mual tapi
tidak sampai muntah.
Riwayat penyakit Pada saat dilakukan Saat dilakukan
sekarang pengkajian tanggal 17 pengkajian tanggal 21
Maret 2018 jam 08.30 Maret 2018 jam 17.00
post operasi hari ke-1, post operasi hari ke-1,
klien mengeluh nyeri klien mengatakan nyeri
pada luka operasi di pada luka operasi,
bagian perut dibawah bagian perut dibawah
umbilical, nyeri umbilical, nyeri
dirasakan bertambah semakin bertambah
saat klien mencoba ketika klien bergerak
untuk duduk, serta dan berkurang saat
nyeri dirasakan klien beristirahat dan
berkurang apabila klien tiduran. Nyeri
beristirahat, nyeri dirasakan seperti
seperti di sayat-sayat, disayat benda tajam,
skala nyeri 3 (0-10) skala nyeri 5 (0-10)
46

Riwayat penyakit Klien mengatakan Klien mengatakan


dahulu tidak pernah menderita tidak pernah menderita
sakit sampai dirawat sakit yang sama dan
seperti sekarang, klien belum pernah masuk
hanya pernah rumah sakit seperti
menderita demam sekarang
biasa
Riwayat Keluarga Klien mengatakanKlien mengatakan
tidak ada anggotadalam anggota
keluarganya yang
keluarganya tidak ada
pernah mengalamiyang menderita
penyakit yang sama hipertensi, diabetes
serta penyakit menularatau penyakit menular
dan keturunan lainnya.seperti TBC dan yang
lainnya
Keterangan: Klien telah menjalani pembedahan laparatomi eksplorasi
dengan anestesi umum atau dilakukan pembiusan total.

c. Pola Aktivitas Sehari-hari

Tabel 4.3
Pola aktivitas

Aktivitas Klien 1 Klien 2


1. Sebelum sakit 1. Sebelum sakit
Nutrisi a. Makan a. Makan
Frekuensi Klien mengatakan Klien mengatakan saat
makan dirumah 2x dirumah makan 3x atau
sehari. 2x sehari,
Jenis Makan nasi dengan Makan nasi dengan
lauk dan tak jarang ayam atau ikan.
makan mie saat kerja.
Porsi 1 porsi penuh habis. Makan 1 porsi habis
Keluhan Tidak ada keluhan saat Tidak keluhan saat
makan. makan.

b. Minum b. Minum
Frekuensi Klien mengatakan Klien mengatakan
sehari minum 4-5x. minum 5-6z sehari.
Porsi 4-6 gelas, ± sekitar 6-8 gelas sehari, ±
1000-1600ml. sekitar 1200-1800ml,
Jenis Air putih dan kadang Minum air putih dan
susu. juga kopi.
Keluhan Tidak ada keluhan saat Tidak ada keluhan saat
minum. minum.

2. Saat sakit 2. Saat sakit


Nutrisi a. Makan a. Makan
Klien mengatakan saat Klien mengatakan
setelah operasi belum belum pernah makan
pernah makan. Klien sebab anjuran puasa
dipuasakan sesuai oleh dokter bedah.
anjuran dokter bedah.
47

b. Minum b. Minum
Frekuensi Klien mengatakan Klien mengatakan
Porsi minumnya setelah minumnya setelah
operasi 5-7 sendok operasi sekitar 10-14
sehari, ± sekitar 75-100 sendok, ±100-150 ml
ml sesuai intruksi sesuai intruksi dokter
dokter bedah. bedah.
Jenis Susu dan Air putih. Air putih dan teh manis
Keluhan Tidak ada keluhan saat Tidak ada keluhan saat
minum. minum

Eliminasi 1. Sebelum sakit 1. Sebelum sakit


BAB a. BAB a. BAB
Klien mengatakan Klien mengatakan
dirumah BAB sekitar BAB kadang sehari 1
1-2x sehari, warna kali, warna fesesnya
fesesnya kuning, kadang hitam dan
berbau khas. Klien kuning, berbau khas.
mengatakan saat BAB klien mengatakan
feses terasa susah jarang BAB hamper 1
keluar dan harus minggu terakhir.
mengejan.
BAK b. BAK b. BAK
Klien mengatakan Klien mengatakan
dirumah sekitar4-5x dirumah sekitar 4-5x
sehari, ± 850cc/hari, sehari, ± 800 cc/hari,
warnanya putih bening, warnanya putih bening
berbau khas, tidak ada dan berbau khas, tidak
keluhan saat BAK. ada keluhan saat BAK.

2. Saat sakit 2. Saat sakit


BAB a. BAB a. BAB
Klien mengatakan Klien mengatakan
belum pernah BAB belum pernah BAB
sejak setelah operasi. selama dirawat.
BAK b. BAK b. BAK
Klien mengatakan saat Klien mengatakan
dirawat sekitar 3-4x BAKnya ± 3-4x sehari,
sehari, ± 550cc/hari ± 500 cc/hari, berwarna
warna kuning agak kuning agak pekat dan
pekat, berbau khas berbau khas.
khas dan tidak ada Tidak ada keluhan
keluhan
Istirahat Tidur 1. Sebelum sakit 1. Sebelum sakit
Klien mengatakan Klien mengatakan
lama tidur siangnya jarang tidur siang
2-3 jam dan dan jikapun tidur ± 2
malamnya sekitar 7 jam dan malam ± 8
jam, tidak ada jam, tidak ada
keluhan saat tidur. keluhan saat tidur

2. Saat sakit 2. Saat sakit


Klien mengatakan Klien mengatakan
tidur siangnya ± tidur siangnya sekitar
hanya 2 jam dan 1 jam dan jika
malam 6 jan, tidak malam 4 jam. Klien
ada keluhan saat mengeluh nyeri luka
tidur post op
48

Personal Hygiene 1. Sebelum sakit 1. Sebelum sakit


Klien mengatakan Klien mengatakan
dirumah beliau mandi dirumah 2x
mandi 2x sehari, sehari, 2x sehari
gosok gigi sehari 2 gosok gigi, keramas
kali, 1x keramas, 1x sehari, kuku
kuku sekitar 1x sekitar 1 minggu
seminggu, ganti lebih, sehari 2x ganti
pakaian sehari 2x pakaian .

2. Saat sakit. 2. Saat sakit


Klien mengatakan Klien mengatakan
ketika dirawat beliau belum pernah mandi
1x sehari di washlap, atau di washlap,
1 kali sehari gosok menggosok gigi,
gigi, belum pernah keramas, serta belum
keramas dan gunting pernah gunting kuku
kuku, ganti pakaian 2 Klien mengatakan
kali/hari selama dirawat 1x
sehari ganti pakaian.
Aktivitas 1. Sebelum sakit 1. Sebelum sakit
Setiap hari klien Klien kesehariannya
beraktivitas dan berprofesi sebagai
bekerja di toko, klien buruh kerja pabrik,
tidak mempunyai setiap hari aktivitas
masalah dengan klien dihabiskan
aktivitasnya, klien untuk bekerja dan
rutin bermain futsal istirahat hanya di
seminggu 2-3x malam hari usai klien
tergantung waktu berkerja.
luang.

2. Saat sakit 2. Saat sakit


Klien tampak Klien tampak lemah
berbaring di kasur, dan hanya barbaring
klien masih takut di Kasur, klien
untuk melakukan tampak meringis dan
aktivitas karena luka sering mengeluh
post operasinya yang nyeri.
baru hari ke-1 serta
nyeri luka operasinya

d. Pemeriksaan Fisik

Tabel 4.4
Pemeriksaan Fisik
Observasi Klien 1 Klien 2
1) Keadaan Umum
Kesadaran Composmentis Composmentis
Penampilan Tampak lemah Tampak lemah
2) Pemeriksaan
TTV 130/80 mmHg 110/80 mmHg
TD 68 x/menit 81 x/menit
Nadi Respirasi 19 x/menit 21x/menit
Suhu 36,3 °C 36,9 °C
49

3) Pemeriksaan
Fisik
Sistem Hidung simetris, tidak Hidung beserta
Pernafasan ada sekret, hembusan lubang simetris,
hidung kiri dan kanan bersih tidak ada
sama, tidak terdapat sekret, tidak ada
nyeri tekan pada hidung nyeri tekan pada
dan dada. Pengembangan hidung dan dada.
dada simetris, tidak ada Terdapat
retraksi dinding dada. pengembangan dada.
Frekuensi respirasi Respirasi 21x/menit,
19x/menit, tidak saat di auskultasi
terdengar kelainan suara suara nafas tampak
pernafasan saat di normal tidak ada
auskultasi kelainan.

Sistem Konjungtiva merah Konjungtiva tampak


Kardiovaskuler muda, CRT <3 detik, baik, CRT <3 detik,
TD 130/80 mmHg, nadi TD 110/80 mmHg,
68 x/menit, dan irama nadi 81 x/menit, dan
jantung regular, saat dilakukan
terdengar suara lup-dup auskultasi jantung
saat di auskultasi. terdengar lup-dup
dan berirama regular.

Sistem Bentuk bibir simetris, Bibir tampak


Pencernaan mukosa lembab, gigi simetris, mukosa
tampak bersih, gigi lembab, gigi tampak
jumlah gigi tidak bersih, jumlah gigi
lengkap, gigi atas hilang lengkap, gigi atas
1 dan bawah 2, lidah bawah masing-
tampak bersih, tidak masing 16 buah,
terdapat lesi, refleks lidah tampak bersih,
menelan baik, gusi dan tidak ada lesi, refleks
lidah berwarna merah menelan baik,
muda, bentuk abdomen abdomen tampak
datar, bising usus datar, bising usus
2x/menit. Terdapat luka 1x/menit Tampak
operasi di perut bagian luka operasi di perut
umbilical atau pusat bagian umbilical
sepanjang 9cm vertical sepanjang 11cm
dengan 7 jahitan. Luka vertikal dengan 10
tampak basah, terdapat jahitan, dan tampak
nyeri tekan pada area selang drain pada
luka. Tidak tampak perut sebelah kanan,
adanya tanda-tanda jumlah pendarahan
infeksi. pada drain terakhir
±230ml/cc dari
selesai operasi serta
luka operasi yang
tampak basah,
terdapat nyeri tekan
pada area luka.

Sistem Klien tampak tidak Tidak tampak adanya


Genitourinaria menggunakan kateter, kateter, tidak ada
tidak ada pembesaran distensi pada
50

skrotum, tidak ada kandung kemih,


distensi pada kandung warna urine kuning
kemih, warna urine agak pekat, frekuensi
kuning agak pekat, BAK ±4 x/hari.
frekuensi BAK 3-4
x/hari.

Sistem Tidak teraba Tidak teraba adanya


Endokrin pembesaran kelenjar pembesaran kelenjar
tiroid dan kelenjar getah tiroid dan kelenjar
bening getah bening

Sistem 1) Test Fungsi Cerebral 1) Test Fungsi


Persyarafan Kesadaran Cerebral
composmentis, Klien Kesadaran
tampak tidak ada composmentis, Klien
masalah dalam tampak mampu
berkomunikasi, orientasi berkomunikasi
klien baik terbukti klien dengan baik, orientasi
dapat menyebutkan baik, klien dapat
sebab masuk rumah menyebutkan dimana
sakit, lokasi klien lokasi klien sekarang
sekarang dan dan menyebutkan
menyebutkan keluarga siapa nama istrinya.
yang menemaninya.
2) Tes Fungsi Nervus 2) Fungsi Nervus
a) Nervus Olfaktoriusa) Nervus Olfaktorius
(NI) (NI)
Fungsi penciuman baik Fungsi penciuman
terbukti klien bisa baik, klien mampu
membedakan bau kopi membedakan bau
dan freshcare. kopi dan teh.
Nervus Optikus (NII) j) Nervus Optikus
Klien dapat membuka (NII)
mata dengan baik, Klien dapat
penglihatan mata klien membuka mata
baik terbukti klien dapat dengan baik,
melihat papan nama penglihatan mata
perawat dari jarak ±100 klien baik terbukti
cm klien dapat melihat
papan nama perawat
dari jarak ±100 cm

b) Nervus okulomotorius, k) Nervus


trochlearis, Abduscen okulomotorius,
(NIII, NIV, NVI) trochlearis,Abduscn
Reflek pupil terhadap (NIII, NIV, NVI)
cahaya positif, dan Reflek pupil positif,
kelopak mata bisa dan mata klien dapat
berkedip secara spontan, berkedip secara
serta klien mampu spontan, serta klien
menggerakkan bola dapat menggerakkan
matanya kesegala arah. matanya kesegala
arah.
c) Nervus Trigeminus
l) Nervus Trigeminus
(NV) (NV)
Klien dapat mengunyah Klien mampu
dengan baik dan dapat mengunyah dan dapat
51

menggerakkan rahang ke menggerakkan


segala arah, klien dapat rahang ke segala arah
merasakan sentuhan dengan baik, klien
pilinan kapas pada dapat merasakan
wajah. sentuhan kapas pada
wajah.
d) Nervus Facialis (NVII)m) Nervus Facialis
Klien dapat tersenyum (NVII)
dengan kedua bibir Klien mampu
simetris. Klien mampu tersenyum simetris
mengerutkan dahinya, dan mampu
mampu mengangkat mengerutkan
kedua alisnya, serta klien dahinya, mampu
dapat membedakan rasa mengangkat kedua
manis, pahit dan asin. alis serta bisa
membedakan rasa.
e) Nervus Auditorius n) Nervus Auditorius
(NVIII) (NVIII)
Klien dapat Klien mampu
mendengarkan bisikan mendengarkan suara
dan suara dengan jelas, getaran garputala
serta dapat menjawab dengan baik saat
pertanyaan perawat dilakukan tes Weber
dengan spontan. dan Rinne serta
menjawab pertanyaan
perawat dengan
spontan.
f) Nervus Glossofaringeus o) Nervus
(NIX) Glossofaringeus
Terdapat reflek muntah (NIX)
pada saat pangkal lidah Reflek muntah (+),
ditekan dengan reflek menelan klien
menggunakan tongue baik serta klien dapat
spatel, reflek menelan merasakan rasa manis
klien baik dan klien pahit dan asin.
dapat merasakan rasa
pahit, manis dan asin.
g) Nervus Vagus (NX) p) Nervus Vagus (NX)
Reflek menelan baik, Reflek menelan baik,
uvula terlihat jelas dan uvula terlihat jelas
terletak ditengah dan ditengah dan bergetar
bergetar saat klien bilang ketika klien bilang
“ah”. “ah”.
h) Nervus Asesorius (NXI) q) Nervus Asesorius
Klien dapat mengangkat (NXI)
bahu kanan dan kiri, Klien mampu
serta dapat melawan mengangkat bahu
tahanan pada kedua kanan dan kiri, serta
bahu. cukup kuat melawan
tahanan pada kedua
bahu.
i) Nervus Hipoglossus r) Nervus Hipoglossus
(NXII) (NXII)
Klien dapat Klien mampu
menggerakan lidah menggerakan lidah
kesegala arah. kesemua arah.
52

Sistem Saat di inspeksi kulit Inspeksi kulit kepala


Integumen kepala dan rambut tidak dan rambut tampak
tampak adanya ketombe, bersih, rambut teraba
rambut teraba kasar dan sedikit kasar, warna
tebal, warna rambut rambut hitam,
hitam, distribusi merata, tumbuh merata, kulit
kulit lembab, turgor kulit tampak berkeringat,
baik. Terdapat luka turgor kulit baik.
operasi di perut bagian Tampak luka operasi
umbilical sepanjang 9cm di perut bagian
vertical dengan 7 umbilical sepanjang
jahitan. Luka tampak 11cm vertikal dengan
basah, terdapat nyeri 10 jahitan, dan
tekan pada area luka. tampak selang drain
Tidak tampak adanya pada perut sebelah
tanda-tanda infeksi. kanan, jumlah
pendarahan pada
drain terakhir
±230ml/cc dari
selesai operasi serta
luka operasi yang
tampak basah,
terdapat nyeri tekan
pada area luka.

Sistem 1) Ekstremitas Atas 1) Ekstremitas


Muskuloskeletal Bentuk simetris, bisa Atas
bergerak ke segala arah, Bentuk simetris, bisa
tidak terdapat nyeri bergerak ke segala
tekan pada lengan atau arah, tidak terdapat
pada persendian dan nyeri tekan pada
tulang. Reflek bisef +/+, ekstremitas atas, dan
reflek trisef +/+, dan terpasang infus di
terpasang infus di tangan tangan kiri dangan
kiri dangan cairan cairan Ringer Laktat
Ringer Laktat 20 20gtt/menit.
gtt/menit. Kekuatan otot Kekuatan otot 5 5
55
2) Ekstremitas Bawah 2) Ekstremitas
Bentuk kaki simetris, Bawah
tidak terdapat nyeri Kaki tampak
tekan pada kaki dan simetris, tidak
persendian. Reflek terdapat nyeri tekan
patela +/+, reflek pada kaki dan
babinsky +/+, dan dapat persendian. Klien
melawan tahanan dari dapat melawan
perawat. tahanan yang
Kekuatan otot kaki 5 5 diberikan. Kekuatan
otot kaki 5 5

Sistem Bentuk mata simetris, Mata kiri kanan


Penglihatan konjungtiva merah simetris, konjungtiva
muda, sclera berwarna baik, sclera tampak
putih, refleks kedua putih, refleks kedua
pupil terhadap cahaya pupil positif,
positif, penglihatan mata penglihatan mata
klien baik terbukti klien klien baik terbukti
dapat melihat papan klien dapat melihat
53

nama perawat dari jarak papan nama perawat


±100 cm dari jarak ±100 cm

Sistem Wicara Bentuk telinga simetris, Telinga tampak


& THT tampak bersih, simetris, tampak
pendengaran klien baik bersih, pendengaran
terbukti respon klien saat klien baik terbukti
di beri pertanyaan klien dengan sponton
dengan sponton dapat dapat menjawab
menjawab pertanyaan pertanyaandari
dengan baik. Saat perawat. Mampu
dilakukan tes Rinne dan mendengarkan suara
Weber telinga klien getaran garputala
dapat mendengar getaran dengan baik saat
dari garputala. Bentuk dilakukan tes Weber
hidung simetris, tidak dan Rinne. Bentuk
ada lesi, tidak ada sekret, hidung simetris, tidak
bersih, tidak ada kotoran ada lesi dan sekret,
yang nampak. dan tampak bersih
Keterangan: secara umum dari kedua klien tidak ada perbedaan yang
menonjol, terkecuali pada bagian luka dan klien 2 yang terpasang selang
drain.

e. Pemeriksaan Psikologis
Tabel 4.5
Pemeriksaan Psikologis
Observasi Klien 1 Klien 2
1) Data Psikologis
Status Emosi Klien tampak tenang, Klien tenang dan
emosi klien stabil tidak tampak adanya
ditandai dengan tanda emosi berlebih
intonasi yang dari klien saat
dikeluarkan klien halus berkomunikasi
Kecemasan Klien mengatakan Klien merasa cemas
tidak ada rasa cemas karena nyeri yang
yang dirasakan setelah dirasakan sehabis
dilakukannya operasi, operasi, sebab ini kali
klien tampak tenang. pertama di operasi.
Pola Koping Klien tidak Klien tidak merasa
mempermasalahkan luka yang klien alami
luka post op yang membuatnya merasa
sepanjang 9cm di malu
abdomen.

Gaya Komunikasi Klien kooperatif dan Klien berkomunikasi


berkomunikasi dengan dengan baik dan
baik kepada perawat intonasi yang halus
dan yang di dengan Bahasa sunda
sekelilingnya dan Indonesia.

Konsep Diri a) Gambaran diri a) Gambaran diri


Klien merasa kalau Klien hanya bisa
sakitnya ini akibat berharap sakitnya
klien sendiri yang cepat sambuh dan
tidak menjaga pola tetap bersyukur
makan.. menjalaninya.
54

b) Ideal diri b) Ideal diri


Klien berharap Klien berharap sakit
lukanya cepat yang di derita
sembuh agar dapat sekarang cepat
melakukan bekerja sembuh dan ingin
dan beraktivitas mencari nafkah lagi
kembali
c) Harga diri c) Harga diri
Klien mengatakan Klien mengatakan
bahwa klien sama lbahwa klien tidak
sekali tidak malu merasa minder
dengan kondisinya dengan luka
sekarang. operasinya.
d) Peran d) Peran
Klien merupakan Klien merupakan
anak bungsu dari 3 kepala keluarga
bersaudara. yakni suami dari
istri dan ayah bagi
anaknya
e) Identitas Diri e) Identitas Diri
Klien berjenis Klien berjenis
kelamin laki-laki, kelamin laki-laki,
klien mengatakan ia dan kepala keluarga
puas dan bersyukur bagi anak dan
sebagai laki-laki istrinya.

2) Data Sosial Klien mengatakan Klien memiliki


hubungan dengan hubungan baik
keluarga dan teman dengan keluarga dan
baik terbukti klien saudara-saudaranya.
selalu ditemani oleh Serta tetangga rumah
keluarganya dan dan tetangga di ruang
sesekali di jenguk rawat klien
temannya.

3) Data Spiritual Klien mengatakan Klien mengatakan


sebelum sakit klien selama di rawat
sering pergi ke belum pernah
masjid dan sholat melaksanakan sholat
berjamaah, tetapi 5 waktu dank lien
saat sakit dia jarang ingin melaksanakan
melaksanakan sholat sholat jika rasa sakit
5 waktu. reda
55

f. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Tabel 4.6
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 15-03-18 20-03-18
Pemeriksaan Klien 1 Klien 2 Nilai Normal
Laboratorium
1) Hematologi
Masa Pendarahan Tidak diperiksa 1’30” 1-3 menit
Masa Pembekuan Tidak diperiksa 8’ 5-11 menit
Darah Rutin
Hemoglobin 13,9 13,9 13,0-18,0 g/dL
Hematokrit 43 44 40-52 %
Lekosit 15,400 22,310 3,800-10,600 /mm³
Trombosit 245,000 325,000 150,000-
440,000 /mm³
Eritrosit 4,71 5,15 3,5-6,5 juta/mm³
2) Kimia Klinik
AST (SGOT) 15 14 s/d 37 U/L
ALT (SGPT) 11 12 s/d 40 U/L
Ureum 31 Tidak diperiksa 15-50 mg/dL
Kreatinin 0,7 Tidak diperiksa 0,7-1,3 mg/dL
Glukosa Darah 101 Tidak diperiksa < 140 mg/dL
Sewaktu
Keterangan: dari table diatas terdapat perbedaan yang menonjol, yaitu nilai leukosit
klien 2 lebih tinggi dibanding klien 1

g. Program dan Rencana Terapi


Tabel 4.7
Rencana Terapi
Cara
No Jenis Terapi Dosis Waktu
Pemberian
Klien 1
1. RL 20tpm/menit IV 24 Jam
2. Ketorolac 2x30mg IV 08.00 & 20.00 WIB
3. Ranitidine 2x25mg IV 08.00 & 20.00 WIB
4. Cefotaxime 2x1gr IV 08.00 & 20.00 WIB
5. Metronidazole 1x500mg Infus 08.00 WIB
Klien 2
1. RL 20tpm/menit IV 24 Jam
2. Ceftriaxone 2x1gr IV 08.00 & 20.00 WIB
3. Metronidazole 1x500mg Infus 08.00 WIB
4. Ketorolac 2x30mg IV 08.00 & 20.00 WIB
5. Ranitidine 2x25mg IV 08.00 & 20.00 WIB
56

3. Analisa Data

Tabel 4.8
Analisa Data

Analisa Data Etiologi Masalah


Klien 1
DS: Luka Incisi Nyeri Akut
1) klien mengeluh nyeri ↓
pada luka operasi di Kerusakan jaringan
bagian perut dibawah ↓
umbilical Ujung saraf terputus
2) Nyeri dirasakan seperti ↓
di sayat-sayat dengan Pelepasan prostaglandin
pisau ↓
DO: Stimulasi dihantarkan
1) Klien tampak hanya ↓
berbaring di Kasur Spinal cord
2) Terdapat luka operasi ↓
di perut bagian Cortex cerebri
umbilical sepanjang ↓
9cm vertical dengan 7 Nyeri dipersepsikan
jahitan ↓
3) Terdapat nyeri tekan Nyeri
pada area luka.
4) Skala nyeri 3 (0-10)
5) TD: 130/80 mmHg
Nadi: 69x/menit
R: 19x/menit
S: 36,3 °C
DS: Adanya luka insisi bedah Resiko Tinggi
↓ Infeksi
DO: Terbukanya sistem
1) Terdapat luka operasi pertahanan primer
di perut bagian ↓
umbilical sepanjang Resiko terjadi
9cm vertical dengan 7 perkembangbiakan
jahitan. mikroorganisme
2) Luka tampak basah ↓
3) Terdapat nyeri tekan Resiko Tinggi Infeksi
pada area luka.
4) Kadar leukosit 15,400
mm³
DS: Operasi Kerusakan
↓ Integritas
DO: Luka insisi Jaringan
1) Klien post op laparatomi ↓
eksplorasi
Kerusakan jaringan
2) Terdapat luka operasi

di perut bagian
Ujung saraf terputus
umbilical

3) Panjang luka 9cm dan
Kerusakan integritas
7 jumlah jahitan
jaringan
4) Nyeri tekan pada area
luka
57

Klien 2
DS: Luka Incisi Nyeri Akut
1) klien mengatakan ↓
nyeri pada luka Kerusakan jaringan
operasi, bagian perut ↓
dibawah umbilical Ujung saraf terputus
2) Nyeri dirasakan seperti ↓
di sayat-sayat dengan Pelepasan prostaglandin
benda tajam. ↓
DO: Stimulasi dihantarkan
1) Klien tampak meringis ↓
dan sering mengeluh Spinal cord
nyeri. ↓
2) Terdapat luka operasi Cortex cerebri
di perut bagian ↓
umbilical sepanjang Nyeri dipersepsikan
11cm vertical dengan ↓
10 jahitan. Nyeri
3) Terdapat nyeri tekan
pada area luka
4) Skala nyeri 5 (0-10)
5) TD: 110/80 mmHg
N: 81 x/menit
R: 21x/menit
S: 36,9 °C
DS: Adanya luka insisi bedah Resiko Tinggi
DO: ↓ Infeksi
1) Tampak luka operasi Terbukanya sistem
di perut bagian pertahanan primer
umbilical sepanjang ↓
11cm vertikal dengan Resiko terjadi
10 jahitan perkembangbiakan
2) Tampak selang drain mikroorganisme
pada perut sebelah ↓
kanan dengan jumlah Resiko Tinggi Infeksi
pendarahan ±230ml/cc
dari selesai operasi
3) Luka operasi yang
tampak basah
4) Terdapat nyeri tekan
pada area luka.
5) Kadar leukosit 22,310
mm³
DS: Operasi Kerusakan
DO: ↓ Integritas
1) Klien pasca operasi Luka insisi Jaringan
laparatomi eksplorasi ↓
2) Tampak luka operasi Kerusakan jaringan
di perut bagian ↓
umbilical Ujung saraf terputus
3) Terdapat luka 11cm ↓
vertikal dan 10 jahitan Kerusakan Integritas
pada luka. Jaringan
4) Tampak selang drain
pada perut sebelah
kanan.
5) Luka masih basah
3. Intervensi

Tabel 4.10
Perencanaan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi


Klien 1
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tanda vital 1) Tanda yang membantu
dengan adanya insisi keperawatan selama mengidentifikasi nyeri.
bedah, ditandai dengan: 3x24jam diharapkan Nyeri 2) Kaji nyeri. 2) Berguna dalam pengawasan
DS: Akut dapat teratasi dengan keefektifsn obat, kemajuan
1) Klien mengeluh nyeri kriteria: penyembuhan.
pada luka operasi di 1) Mampu mengontrol 3) Pertahankan istirahat dengan 3) Menghilangkan tegangan
bagian perut dibawah nyeri (tahu penyebab posisi semi-fowler. abdomen yang bertambah
umbilical nyeri, mampu dengan posisi telentang.
2) Nyeri dirasakan seperti menggunakan tehnik 4) Dorong ambulasi atau mobilisasi 4) Meningkatkan sirkulasi darah
di sayat-sayat dengan nonfarmakologi untuk dini. yang akan memicu penurunan
pisau mengurangi nyeri) nyeri dan penyembuhan luka
DO: 2) Melaporkan bahwa nyeri lebih cepat.
1) Klien tampak hanya berkurang dengan 5) Berikan analgesic sesuai 5) Menghilangkan nyeri
berbaring di kasur menggunakan indikasi: mempermudahkan kerja sama
2) Terdapat luka operasi manajemen nyeri Ketorolac 30mg/12 jam dengan intervensi terapi lain.
di perut bagian 3) Mampu mengenali nyeri
umbilical sepanjang (skala, intensitas,
9cm vertical dengan 7 frekuensi dan tanda
jahitan nyeri)
3) Terdapat nyeri tekan 4) Menyatakan rasa
pada area luka. nyaman setelah nyeri
4) Skala nyeri 3 (0-10) berkurang
5) TD: 130/80 mmHg 5) Skala nyeri 1 (0-10)
Nadi: 69x/menit
R: 19x/menit
S: 36,3 °C

61
Klien 2
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tanda vital 1) Tanda yang membantu
dengan adanya insisi keperawatan selama mengidentifikasi nyeri.
bedah, ditandai dengan: 3x24jam diharapkan Nyeri 2) Kaji nyeri. 2) Berguna dalam pengawasan
DS: Akut dapat teratasi dengan keefektifsn obat, kemajuan
1) Klien mengatakan kriteria: penyembuhan.
nyeri pada luka 1) Mampu mengontrol 3) Pertahankan istirahat dengan 3) Menghilangkan tegangan
operasi, bagian perut nyeri (tahu penyebab posisi semi-fowler. abdomen yang bertambah
dibawah umbilical nyeri, mampu dengan posisi telentang.
2) Nyeri dirasakan seperti menggunakan tehnik 4) Dorong ambulasi atau mobilisasi 4) Meningkatkan sirkulasi darah
di sayat-sayat dengan nonfarmakologi untuk dini. yang akan memicu penurunan
benda tajam. mengurangi nyeri) nyeri dan penyembuhan luka
2) Melaporkan bahwa nyeri lebih cepat.
berkurang dengan 5) Berikan analgesic sesuai 5) Menghilangkan nyeri
menggunakan indikasi: mempermudahkan kerja sama
DO: manajemen nyeri Ketorolac 30mg/12jam dengan intervensi terapi lain.
1) Klien tampak meringis 3) Mampu mengenali nyeri
dan sering mengeluh (skala, intensitas,
nyeri. frekuensi dan tanda
2) Terdapat luka operasi nyeri)
di perut bagian 4) Menyatakan rasa
umbilical sepanjang nyaman setelah nyeri
11cm vertical dengan berkurang
10 jahitan. 5) Skala nyeri 1 (0-10)
3) Terdapat nyeri tekan
pada area luka
4) Skala nyeri 5 (0-10)
5) TD: 110/80 mmHg
N: 81 x/menit
R: 21x/menit
S: 36,9 °C

62
4. Implementasi

Tabel 4.11.1
Pelaksanaan

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3


Pelaksanaan
17 Maret 2018 18 Maret 2018 19 Maret 2018
Klien 1 Jam Pelaksanan Jam Pelaksanaan Jam Pelaksanaan
Nyeri akut 07.00 1) Mengkaji tanda vital 07.15 1) Mengkaji tanda vital 07.00 1) Mengkaji nyeri
berhubungan Hasil: Hasil: Hasil:
dengan adanya TD: 130/80 mmHg TD: 120/80 mmHg Klien mengatakan hanya
insisi bedah Nadi: 69x/menit Nadi: 65x/menit merasakan sedikit nyeri
R: 19x/menit R: 20x/menit Nyeri berkurang 1 (0-10)
S: 36,3 °C S: 36,6 °C 07.05 2) Mengkaji tanda vital
07.10 2) Mengkaji nyeri 07.25 2) Mengkaji nyeri Hasil:
Hasil: Hasil: TD: 120/80 mmHg
Klien mengatakan nyeri Klien mengatakan sudah Nadi: 68x/menit
pada luka operasi. tidak terlalu nyeri. R: 19x/menit
Skala nyeri 3 (0-10) Skala nyeri berkurang S: 36,4 °C
07.15 3) Mendorong ambulasi atau yakni 2 (0-10) 07.15 3) Menganjurkan ambulasi
mobilisasi dini (Klien 07.30 3) Menganjurkan ambulasi atau mobilisasi dini (klien
tirah baring dengan atau mobilisasi dini (klien untuk belajar berjalan)
menggerakkan lengan untuk dapat belajar duduk) Hasil:
atau tangan, memutar Hasil: Skala nyeri 1(0-10)
pergelangan kaki, Skala nyeri 2 (0-10) 4) Memberikan analgesic:
mengangkat tumit, 4) Mempertahankan istirahat 08.00 ketorolac 30mg sesuai
menegangkan otot betis, dengan posisi semi- indikasi.
serta menekuk dan 07.35 fowler. Hasil: Klien mengatakan
menggeser kaki). Hasil: Klien tampak rilaks nyerinya berkurang
Hasil: dengan posisi ini
Skala nyeri masih 3 (0- 5) Merikan analgesic:
10) ketorolac 30mg sesuai
08.10 indikasi.

63
4) Mempertahankan istirahat Hasil: klien mengatakan
07.25 dengan posisi semi- nyeri berkurang dibanding
fowler. kemarin.
Hasil: Klien tampak
duduk tenang dengan
setengah duduk.
5) Memberikan analgesic:
08.00 ketorolac 30mg sesuai
indikasi.
Hasil: Klien tenang, nyeri
dirasa berkurang.
6) Mendorong ambulasi atau
10.00 mobilisasi dini (Klien
harus dapat miring kanan
dan miring kiri)
Hasil:
Skala nyeri 3 (0-10)
Keterangan: berdasarkan table dapat dilihat perkembangan dan respon dari semua tindakan yang telah dilakukan klien pertama sangat cepat
mengalami penurunan intensitas nyeri.

64
Tabel 4.11.2
Pelaksanaan

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3


Pelaksanaan
21 Maret 2018 22 Maret 2018 23 Maret 2018
Klien 2 Jam Pelaksanan Jam Pelaksanaan Jam Pelaksanaan
Nyeri akut 19.00 1) Mengkaji nyeri 07.30 1) Mengkaji tanda vital 07.20 1) Mengkaji nyeri
berhubungan Hasil: Hasil: Hasil:
dengan adanya Klien mengatakan nyeri TD: 110/80 mmHg Klien mengatakan nyeri
insisi bedah pada luka operasi. N: 81 x/menit berkurang disbanding
Skala nyeri 5 (0-10) R: 21x/menit kemarin
19.05 2) Mengkaji tanda vital S: 36,9 °C Skala nyeri 3 (0-10)
Hasil: 07.40 2) Mengkaji nyeri 07.30 5) Menganjurkan ambulasi
TD: 100/70 mmHg Hasil: atau mobilisasi dini (klien
Nadi: 69x/menit Klien mengatakan nyeri untuk belajar berjalan)
R: 19x/menit semakin terasa dari Hasil:
S: 36,1 °C sebelumnya. Skala nyeri 3 (0-10)
19.15 3) Mendorong ambulasi atau Skala nyeri 4 (0-10) 2) Mengkaji tanda vital
mobilisasi dini (Klien 07.45 6) Menganjurkan ambulasi Hasil:
tirah baring dengan atau mobilisasi dini (klien TD: 120/80 mmHg
menggerakkan lengan untuk dapat belajar duduk) N: 76 x/menit
atau tangan, memutar Hasil: 07.40 R: 20x/menit
pergelangan kaki, Skala nyeri 4(0-10) S: 36,5 °C
mengangkat tumit, 3) Memberikan analgesic: 3) Mempertahankan istirahat
menegangkan otot betis, ketorolac 30mg sesuai dengan posisi semi-
serta menekuk dan 08.00 indikasi. fowler.
menggeser kaki) Hasil: Hasil:
Hasil: Klien mengatakan nyeri 07.50 Klien tampak tenang dan
Skala nyeri 5 (0-10) berkurang disbanding rilaks.
4) Mempertahankan istirahat kemarin 4) Memberikan analgesic:
dengan posisi semi- 4) Mempertahankan istirahat ketorolac 30mg sesuai
fowler. dengan posisi semi- indikasi.
Hasil: Klien tampak diam fowler. Hasil:

65
19.30 dan tenang. 08.10 Hasil: 08.10 Klien mengatakan nyeri
5) Memberikan analgesic: Klien merasa lebih sedikit berkurang.
ketorolac 30mg sesuai nyaman
indikasi.
Hasil: Klien mengatakan
20.10 nyeri masih terasa
6) Mendorong ambulasi atau
mobilisasi dini (Klien
harus dapat miring kanan
dan miring kiri)
21.00 Hasil:
Skala nyeri 5 (0-10)

Keterangan: berdasarkan table terlihat respon klien kedua lebih lambat dibandingkan klien pertama, sehingga didapat skala nyeri terakhir klien 3
(0-10).

66
68

B. Pembahasan

Dalam pembahasan ini berisi ulasan pada setiap tahapan asuhan

keperawatan pada Tn. T dan Tn. A post op laparotomi eksplorasi atas

indikasi appendicitis perforasi dengan masalah keperawatan nyeri akut di

RSU dr. Slamet Garut, penelitian dilakukan pada klien 1 mulai dari

tanggal 17–19 Maret 2018 dan klien 2 mulai dari tanggal 21-23 Maret

2018. Penulis akan mengemukakan kesenjangan antara landasan teori

dengan kenyataan kasus dilapangan serta faktor yang mendukung dan

menghambat dalam asuhan keperawatan. Adapun tahapan asuhan

keperawatan tersebut meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Dari hasil pengkajian, pada klien 1 didapatkan nyeri daerah

operasi skala nyeri 3 (0-10), serta klien tampak lemah. Pada

pemeriksaan fisik klien 1 pada abdomen ditemukan luka operasi

sepanjang 9cm vertikal dengan 7 jahitan serta nyeri tekan disekitar

luka, terpasang infus RL 20gtt, tidak terdapat drain/pipa lambung,

bising usus berkurang (2x permenit). Saat pengkajian pada klien 2

gejala yang muncul adalah nyeri daerah operasi skala nyeri 5 (0-10),

klien tampak lemah, tidak mengeluh mual, kembung, bahkan pusing,

serta pemeriksaan fisik klien 2 ditemukan luka operasi sepanjang

11cm vertical dengan 10 jahitan pada abdomen, terpasang infus RL

20gtt, terdapat drain/pipa lambung dengan jumlah pendarahan terakhir

yg keluar ±230ml, bising usus berkurang (1x permenit).


69

Dari hasil pengkajian didapat perbedaan yang menonjol dari kedua

klien, yakni klien 1 mengeluh nyeri dengan skala 3 (0-10), sedangkan

klien 2 dengan skala nyeri 5 (0-10). Faktor perbedaan tersebut bisa

terjadi karena perbedaan tingkat nyeri berdasarkan pengalaman nyeri

sebelumnya, usia, aktivitas, status perkawinan, pendidikan, dan faktor

psikologis seperti rasa cemas, serta luas luka operasi pada klien.

Dari data tersebut terdapat kesenjangan teori dengan keadaan klien

dilapangan, dimana teori Doenges, et al (2014) mengatakan klien post

operasi merasa mual yang biasanya disebabkan oleh obat anestesi,

namun pada klien 1 dan klien 2 tidak, dan pada perut klien biasa

tampak kembung karena penurunan bising usus tetapi pada kedua

klien tidak tampak, serta klien post operasi biasanya mengeluh pusing

sementara kedua klien tidak ada keluhan pusing, adapun teori juga

mengatakan terdapat drain pada klien post operasi, sedangkan pada

klien 1 tidak ditemukan.

2. Diagnosa

Berdasarkan hasil pengkajian, penulis menemukan permasalahan

yang kemudian dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan, namun

tidak semua diagnosa keperawatan yang terdapat dalam teori muncul

pada diagnose keperawatan yang ditemukan dilapangan. Adapun

diagnosa keperawatan yang muncul dan tidak muncul berdasarkan

teori yaitu:
70

a. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah.

Diagnosa ini muncul karena saat melakukan pengkajian pada

klien 1 merasakan nyeri dengan skala 3 (0-10) dengan luka

operasi sepanjang 9 cm dan 7 jahitan dan klien 2 berskala 5 (0-10)

dengan luka operasi sepanjang 11 cm dan 10 jahitan.

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya insisi bedah.

Diagnosa ini muncul karena saat melakukan pengkajian pada

klien 1 dan klien 2 masing-masing terdapat luka operasi dan

tampak basah serta adanya nyeri tekan di sekitar luka, selain itu

pada klien 2 terdapat drain dengan jumlah darah terakhir ±230ml.

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pascaoperasi (puasa).

Diagnosa ini tidak muncul karena pada klien 1 dan 2 masing-

masing terpasang infus yang dapat mengganti cairan tubuh yang

kurang.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber

informasi.

Diagnosa ini tidak muncul karena pada kedua klien sudah

paham dengan penyakitnya.


71

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien tetapi

tidak terdapat pada teori, yaitu:

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka

pembedahan

Diagnosa ini muncul karena pada abdomen klien 1

terdapat luka operasi sepanjang 9 cm dan 7 jahitan dan klien

2 terdapat luka operasi sepanjang 11 cm dan 10 jahitan.

b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri post

operasi

Diagnosa ini muncul karena saat pengkajian klien 2

mengalami keluhan gangguan tidur akibat dari nyeri luka

operasi.

c. Ansietas berhubungan dengan nyeri luka operasi.

Diagnosa ini muncul karena saat pengkajian klien 2

merasa cemas dengan kesembuhan lukanya.

3. Intervensi

Pada tahap perencanaan, peneliti lebih fokus pada satu intervensi

sesuai dengan diagnosa yang akan dilakukan penelitian, yaitu

mobilisasi dini terhadap masalah keperawatan nyeri akut (Doenges et

al, 2014).

Adapun tahap-tahap mobilisasi dini pada pasien post op

appendicitis perforasi yaitu:


72

a. Hari pertama

1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring

dahulu, namun pasien dapat melakukan mobilisasi dini dengan

menggerakkan lengan atau tangan, memutar pergelangan kaki,

mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan

menggeser kaki.

2) Setelah 8-10 jam pertama, latihan miring kanan dan miring

kiri, latihan otot untuk melatih kekuatan otot.

b. Hari kedua

Setelah 24 jam, mulai belajar untuk duduk, dilakukan 2-3 kali

selama 10-15 menit..

c. Hari ketiga

Dianjurkan untuk turun dari tempat tidur, belajar berjalan ke

kamar mandi dan masuk keluar kamar mandi sendiri.

Menurut Penelitian (Yudistika Caecilia, et al dalam e-Jurnal

Pustaka Kesehatan, 2016) menyatakan setelah dilakukan

mobilisasi dini terjadi penurunan skala nyeri dari rata-rata 7,75

yang termasuk kategori skala nyeri berat menjadi 5,62 yang

termasuk kategori skala nyeri sedang. Hal tersebut membuat

peneliti tertarik untuk menerapkan tindakan mobilisasi dini pada

kedua klien.
73

4. Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan asuhan keperawatan sesuai

dengan perencanaan yang telah ditentukan yaitu mobilisasi dini pada

kedua klien. Semua perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik

meski terdapat sedikit perbedaan respon antara kedua klien. Adapun

pelaksanaan yang dilakukan pada kedua klien adalah:

a. Hari pertama

Setelah dilakukan mobilisasi pada kedua klien, tahap pertama

respon yang dihasilkan dari kedua klien baik yaitu dapat

melakukan gerakan dasar, tahap kedua untuk klien pertama sudah

mampu melakukan miring kanan miring kiri, skala nyeri masih 3

(0-10) namun nyeri dirasa mendingan, sedangkan klien kedua

masih sedikit ragu, klien 2 merasakan sakit yang membuatnya

takut, skala nyeri tetap 5 (0-10).

b. Hari kedua

Pada hari kedua setelah dilakukannya mobilisasi, klien pertama

memiliki antusias yang baik dan ingin cepat sembuh sehingga

beliau sudah mampu duduk dalam waktu ± 5-10 menit dan setelah

itu kembali ke posisi semi fowler, skala nyeri 2 (0-10) nyeri dirasa

berkurang, sedangkan klien kedua, beliau tak kalah semangat dari

klien petama, klien kedua sudah mampu miring kanan miring kiri,

namun untuk belajar duduk beliau sudah mampu melakukannya

tetapi beliau hanya melaksanakan 3 kali dalam 1 jam, beliau


74

mengatakan posisi tidur lebih nyaman. Skala nyeri berkurang 4 (0-

10) klien merasa lebih baik dari sebelumnya.

c. Hari ketiga

Hari terakhir dilakukan mobilisasi, klien pertama sudah bisa

berdiri dan pergi ke toilet sendiri dan beliau mengatakan bahwa

hari ini sudah diperbolehkan pulang, beliau yang tampak rileks

sangat senang dengan perkembangannya, skala nyeri klien 1 (0-

10), Sedangkan klien kedua, beliau memang sedikit lama

perkembangannya dibanding klien pertama, klien kedua sudah

mampu duduk dan sering melakukannya. Nyeri yang dirasakannya

pun sudah tidak terasa seperti sebelumnya, skala nyeri 3 (0-10),

sehingga klien kedua masih melanjutkan perawatan di RS untuk

beberapa hari lagi.

5. Evaluasi

Pada tahap evaluasi didapatkan bahwa asuhan keperawatan yang

telah dilaksanakan dalam 3x24 jam terhadap kedua klien memiliki

respon yang berbeda, yakni:

a. Klien 1 dilaksanakan pada tanggal 17 Maret – 19 Maret 2018,

pada hari pertama setelah dilakukan intervensi dan evaluasi skala

nyeri klien 3 (0-10), pada hari ke-2 skala nyeri klien berkurang

menjadi 2 (0-10), dan hari ke-3 skala nyeri 1 (0-10). Klien 3x24

jam setelah dilakukan tindakan keperawatan tampak tenang,

nyaman dan senang telah diperbolehkan pulang. sedangkan


75

b. Klien 2 tindakan keperawatan dilaksanakan pada tanggal 21

Maret 23 Maret 2018, pada hari pertama dilakukan tindakan dan

evaluasi skala nyeri klien 5 (0-10), pada hari ke-2 skala nyeri

klien dinyatakan berkurang menjadi 4 (0-10, dan pada hari ke-3

skala nyeri klien menjadi 3 (0-10). Klien dalam 3x24 jam setelah

dilakukan tindakan keperawatan belum sepenuhnya

menghilangkan nyeri tetapi dapat mengurangi skala nyeri secara

bertahap, sehingga klien tetap melanjutkan perawatan.

Mobilisasi yang dilakukan pada kedua klien dimana klien 1

sangat kooperatif dalam melakukan mobilisasi dibandingkan klien

2 yang takut gerak karena rasa nyeri menghasilkan respon yang

berbeda dari kedua klien, terlepas dari itu perbedaan status, usia,

imunologi, dan kondisi metabolic serta panjangnya luka operasi

mungkin menghambat proses penyembuhan dan penurunan

intensitas nyeri dari kedua klien, sehingga masa perawatan antara

kedua klien berbeda.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Post Op

Laparatomi Eksplorasi atas indikasi Appendicitis Perforasi dengan

masalah keperawatan Nyeri Akut di RSU dr. Slamet Garut yang mana

setiap klien dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan yaitu :

1. Pengkajian

Dengan melakukan pengkajian, maka akan diperoleh data yang

menunjang tentang masalah kedua klien, dengan melakukan

pemeriksaan fisik dan melakukan anamnesa yang lengkap agar hasil

yang didapatkan maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Data yang

diperoleh dalam melakukan pemeriksaan fisik dan anamnesa dari

kedua klien yaitu klien 1 dan klien 2 mengeluh nyeri luka post op di

perut bagian umbilical, skala nyeri dari kedua klien berbeda dimana

klien 1 skalanya 3 (0-10) dan klien 2 skalanya 5 (0-10). Pada klien 1

lukanya sepanjang 9cm vertical dengan 7 jahitan. Luka tampak basah,

terdapat nyeri tekan pada area luka, serta pada klien 2 lukanya

sepanjang 11cm vertikal dengan 10 jahitan, dan tampak selang drain

pada perut sebelah kanan, jumlah pendarahan pada drain terakhir

±230ml dari selesai operasi serta luka operasi yang tampak basah.

76
77

2. Diagnosis

Setelah dilakukannya pengkajian dan proses analisa data dari

kedua klien didapatkan suatu masalah keperawatan, masalah

keperawatan yang muncul pada 2 klien post op laparatomi eksplorasi,

yaitu sebagai berikut:

Klien 1

a. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya insisi bedah

c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka

pembedahan

Klien 2

a. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya insisi bedah

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan

d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri post operasi

e. Ansietas berhubungan dengan nyeri luka operasi


78

3. Perencanaan

Peneliti merencanakan tindakan mobilisasi dini karena menurut

penelitian (Yudistika Caecilia, et al dalam e-Jurnal Pustaka

Kesehatan, 2016) menyatakan skala nyeri sebelum dan setelah

dilakukan mobilisasi dini terjadi penurunan, dari rata-rata 7,75 yang

termasuk kategori skala nyeri berat menjadi 5,62 yang termasuk

kategori skala nyeri sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai

skala nyeri responden sebelum dan sesudah dilakukan mobilisasi dini

secara keseluruhan mengalami penurunan.

4. Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan asuhan keperawatan sesuai

dengan perencanaan yang telah ditentukan yaitu mobilisasi dini pada

kedua klien. Adapun tahapan pelaksanaan yang dilakukan pada kedua

klien yaitu:

a. Hari pertama

Setelah dilakukan mobilisasi pada kedua klien, tahap pertama

respon yang dihasilkan dari kedua klien baik yaitu dapat

melakukan gerakan dasar, tahap kedua untuk klien pertama sudah

mampu melakukan miring kanan miring kiri, skala nyeri masih 3

(0-10) namun nyeri dirasa mendingan, sedangkan klien kedua

masih sedikit ragu, klien 2 merasakan sakit yang membuatnya

takut, skala nyeri tetap 5 (0-10).


79

b. Hari kedua

Pada hari kedua setelah dilakukannya mobilisasi, klien pertama

memiliki antusias yang baik dan ingin cepat sembuh sehingga

beliau sudah mampu duduk dalam waktu ± 5-10 menit dan setelah

itu kembali ke posisi semi fowler, skala nyeri 2 (0-10) nyeri dirasa

berkurang, sedangkan klien kedua, beliau tak kalah semangat dari

klien petama, klien kedua sudah mampu miring kanan miring kiri,

namun untuk belajar duduk beliau sudah mampu melakukannya

tetapi beliau hanya melaksanakan 3 kali dalam 1 jam, beliau

mengatakan posisi tidur lebih nyaman. Skala nyeri berkurang 4 (0-

10) klien merasa lebih baik dari sebelumnya.

c. Hari ketiga

Hari terakhir dilakukan mobilisasi, klien pertama sudah bisa

berdiri dan pergi ke toilet sendiri dan beliau mengatakan bahwa

hari ini sudah diperbolehkan pulang, beliau yang tampak rileks

sangat senang dengan perkembangannya, skala nyeri klien 1 (0-

10), Sedangkan klien kedua, beliau memang sedikit lama

perkembangannya dibanding klien pertama, klien kedua sudah

mampu duduk dan sering melakukannya. Nyeri yang

dirasakannya pun sudah tidak terasa seperti sebelumnya, skala

nyeri 3 (0-10), sehingga klien kedua masih melanjutkan

perawatan di RS untuk beberapa hari lagi.


80

5. Evaluasi

Pada tahap evaluasi didapatkan bahwa asuhan keperawatan yang

telah dilaksanakan dalam 3x24 jam terhadap kedua klien memiliki

respon yang berbeda, yakni: klien 1 dalam 3x24 jam masalah

keperawatan nyeri akut dapat teratasi dan klien diperbolehkan pulang,

sedangkan pada klien 2 tindakan keperawatan 3x24 jam belum

berhasil mengatasi masalah nyeri akut, sehingga tindakan keperawatan

dilanjutkan kembali hingga masalah teratasi.

B. Saran

1. Untuk Rumah Sakit

Setelah dilakukannya penelitian ini, penerapkan mobilisasi dini

pada pasien post op laparatomi eksplorasi atas indikasi appendicitis

perforasi dapat dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri pasca

pembedahan serta mempercepat penyembuhan luka, sehingga masa

perawatan pasien tidak terlalu lama.

2. Untuk Pendidikan

Diharapkan mampu memenuhi ketersediaan literature terbitan baru

(10 tahun terakhir) terutama mengenai Appendicitis Perforasi

sehingga dapat menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa dan

mahasiswi selama pendidikan seiring dengan pesatnya kemajuan

teknologi, terutama dalam bidang kesehatan dan demi tercapainya

proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah Edisi 8.
Jakarta. EGC.

Dermawan, Deden dan Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah


(Sistem Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Ditya, Wira et al. 2016. Jurnal Kesehatan Andalas Hubungan Mobilisasi Dini
dengan Proses Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Laparatomi di
Bangsal Bedah Pria dan Wanita RSUP dr. M. Djamil Padang.

Doenges, et al. 2012. Rencana Asuahan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta. EGC.

Gusty, Prima R. 2011. Ners Jurnal Keperawatan Volume 7, No 2, Pengaruh


Mobilisasi Dini Pasien Pasca Operasi Abdomen Terhadap Penembuhan
Luka dan Fungsi Pernafasan.

Hariyanto, Awan dan Rini Sulistyowati. 2015. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah 1 Dengan Diagnosis Nanda Internasional. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.

Indra, Rahmadi et al. 2018. Biomedika , Volume 10 Nomor 1. Perbedaan


Penggunaan Drain Dan Tanpa Penggunaan Drain Intra Abdomen
Terhadap Lama Perawatan Pasca operasi Laparotomi Apendisitis
Perforasi.

Indri, Vanesa Ummami et al. 2014. Jom Psik Vol 1 No.2 Hubungan Antara
Nyeri, Kecemasan Dan Lingkungan Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien
Post Operasi Apendisitis.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2013. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi


Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.
Yogyakarta: Mediaction.

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pristahayuningtyas, Yudistika. 2016. Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Pengaruh


Perubahan Tingkat Nyeri Klien Post Operasi Apendiktomi di Rumah Sakit
Baladhika Husada Kabupaten Jember.
Rustianawati, Yuni, et al. 2013. Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Kudus.

Tanto, Chris et al. 2016. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4. Jakarta: Media
Aesculapius.

Thomas, A. Gloria. 2016. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1 Angka


kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Oktober 2012 – September 2015.

Wijaya, Saferi A dan Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Windy dan M. Sibir. 2016. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2


Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit, Dan Platelet
Distribution Width (Pdw) Pada Apendisitis Akut Dan Apendisitis
Perforasi Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014.
Pristahayuningtyas, et al, Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri ...

Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri Klien


Post Operasi Apendektomi di Rumah Sakit Baladhika Husada
Kabupaten Jember
(The Effect of Early Mobilization on The Change of Pain Level in
Clients with Post Appendectomy Operation at Mawar Surgical
Room of Baladhika Husada Hospital
Jember Regency)
Rr. Caecilia Yudistika Pristahayuningtyas, Murtaqib, Siswoyo
Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Jember
Jln. Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto Jember Telp/Fax. (0331) 323450
e-mail: rr.c.y.pristahayuningtyas@gmail.com

Abstract
Appendectomy is a procedure that can cause pain. The clients with post appendictomy
operation need the maximal treatment to return the body function quckly. One of non
pharmacological therapy that can be used to decrease the pain is early mobilization. Early
mobilization is useful to distract clients from the pain. The objective of this research was to
analyze the effect of early mobilization on the change of pain level in clients with post
appendectomy operation at Mawar Surgical Room of Baladhika Husada Hospital Jember
Regency. Independent variable of this research was early mobilization and dependent variable
was the change of pain level. This research used pre experimental: one group pretest posttest
design. The sampling collection technique used was consecutive sampling involving 8
individuals. Data analysis used t-dependent testing with the significance level of 95% (α=0,05).
Data analysis regarding dependent t-test showed that there was a significant difference
between pretest and posttest after early mobilization (p=0,000). The conclusion of this research
suggested that there is an effect of early mobilization on the change of pain level. The early
mobilization is expected to be applied as one of methods in providing nursing care to clients
with post appendectomy operation.

Keywords: early mobilization, appendectomy, pain

Abstrak
Apendektomi adalah prosedur yang dapat menyebabkan nyeri. Nyeri merupakan pengalaman
yang diekspresikan berbeda oleh setiap orang. Klien post operasi apendektomi membutuhkan
perawatan yang maksimal yang dapat membantu pemulihan fungsi tubuh. Salah satu terapi
nonfarmakologis yang dapat mengurangi nyeri adalah mobilisasi dini. Mobilisasi dini berguna
untuk mengalihkan perhatian klien dari nyeri yang dirasakan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan tingkat nyeri klien post
operasi apendektomi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pre eksperimental: one
group pretest-postest. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling yang
melibatkan 8 orang tanpa kelompok kontrol. Analisis data yang digunakan adalah dependent t-
test dengan tingkat signifikansi 95% (α = 0,05). Analisis data menggunakan dependent-t test
didapatkan hasil p=0,000 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan mobilisasi dini. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan tingkat nyeri klien post operasi
apendektomi. Mobilisasi dini ini diharapkan dapat diterapkan sebagai salah satu metode dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan post operasi apendektomi.

Kata kunci: mobilisasi dini, apendektomi, nyeri

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.1), Januari, 2016 102


Pristahayuningtyas, et al, Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri ...

Pendahuluan Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pre
Apendisitis adalah peradangan dari
experimental design dengan metode
apendik vermiformis, dan merupakan penyebab
pendekatan one group pretest-posttest. Populasi
masalah abdomen yang paling sering [1].
dalam penelitian ini adalah seluruh klien post
insidens apendisitis di dunia tahun 2007
operasi apendektomi pada Bulan Mei 2015 di
mencapai 7% dari keseluruhan jumlah
Ruang Bedah Mawar Rumah Sakit Baladhika
penduduk dunia. Angka kejadian apendisitis di
Husada Kabupaten Jember. Teknik
negara maju lebih besar daripada di negara
pengambilan sampel yang digunakan adalah
berkembang. Satu dari 15 orang pernah
consecutive sampling. Sampel dalam penelitian
menderita apendisitis dalam hidupnya, yakni
ini adalah klien post operasi apendektomi pada
jumlah penderita appendisitis di Indonesia
Bulan Mei 2015 di Ruang Bedah Mawar Rumah
mencapai 591.819 orang dan angka kejadian
Sakit Baladhika Husada Kabupaten Jember
apendisitis meningkat pada tahun 2009 sebesar
sebanyak 8 responden.
596.132 orang. Data Depkes 2008 didapatkan
Teknik pengumpulan data dengan
bahwa insidens apendisitis di Indonesia
menggunakan lembar observasi Numeric Rating
menempati urutan tertinggi di antara kasus
Scale (NRS). Mobilisasi dini dilakukan 1x24 jam
kegawatan abdomen lainya [2].
selama ± 45 menit, dalam 6-8 jam pertama post
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di
operasi apendektomi yang terdiri dari dua
Ruang Mawar Rumah Sakit Baladhika Husada
langkah yakni langkah pertama menggerakkan
Kabupaten Jember, didapatkan data kasus
ekstremitas klien dengan menekuk dan
apendektomi yang terjadi pada tahun 2013
meluruskannya, masing-masing diulang 3 kali,
sebanyak 64 dan 2014 sebanyak 71 kasus.
setiap pengulangan 8 kali hitungan, kemudian
Menurut perawat di Ruang Bedah Mawar
langkah kedua melakukan miring kanan dan
Rumah Sakit Baladhika Husada, mobilisasi
miring kiri, masing-masing selama 15 menit.
selalu dilakukan pada klien post operasi
Analisis data menggunakan analisis deskriptif
apendektomi dan biasa dilakukan setelah 24
dan analisis inferensial. Analisis deskriptif untuk
jam pertama post operasi apendektomi, namun
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
mobilisasi dini untuk klien post operasi
responden. Analisis inferensial menggunakan uji
apendektomi belum memiliki Standart
statistik paramaterik dependent-t test.
Operasional Prosedur (SOP) yang tetap.
Prosedur apendektomi merupakan bagian
dari prosedur laparatomy. Pasien post Hasil Penelitian
laparatomy memerlukan perawatan yang Karakteristik Responden
maksimal untuk mempercepat pengembalian Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
fungsi tubuh [3]. Tindakan apendektomi Jenis Kelamin di Ruang Bedah
merupakan peristiwa kompleks sebagai Mawar Rumah Sakit Baladhika
ancaman potensial atau aktual pada integritas Husada Kabupaten Jember Periode
seseorang baik biopsikososial spiritual yang 4-27 Mei 2015 (n=8)
dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Rasa Jenis Kelamin Jumlah
Presentase (%)
nyeri tersebut biasanya timbul setelah operasi. Responden (Orang)
Salah satu dari perawatan klien post operasi Laki-Laki 3 37,5
untuk mengurangi nyeri adalah dengan Perempuan 5 62,5
dilakukannya mobilisasi dini [4].
Mobilisasi dini mempunyai peranan Total 8 100
penting dalam mengurangi rasa nyeri dengan
cara menghilangkan konsentrasi pasien pada
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
lokasi nyeri atau daerah operasi, mengurangi
Usia di Ruang Bedah Mawar Rumah
aktivasi mediator kimiawi pada proses
Sakit Baladhika Husada Kabupaten
peradangan yang meningkatkan respon nyeri
Jember Periode 4-27 Mei 2015 (n=8)
serta meminimalkan transmisi saraf nyeri
Min-
menuju saraf pusat [5]. Oleh karena itu peneliti Variabel Mean SD Modus
Maks
ingin mengetahui pengaruh mobilisasi terhadap
perubahan tingkat nyeri klien post operasi
Usia 25,12 9,55 19 18-44
apendektomi di Rumah Sakit Baladhika Husada
Kabupaten Jember.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.1), Januari, 2016 103


Pristahayuningtyas, et al, Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri ...

Skala Nyeri Sebelum Dilakukan Mobilisasi penurunan skala nyeri yaitu sebanyak 8 orang.
Dini
Tabel 3. Distribusi Rerata Nilai Skala Nyeri Klien Tabel 6. Hasil Analisis Perbedaan Nilai Skala
Post Operasi Apendektomi Sebelum Nyeri pada Klien Post Operasi
Dilakukan Mobilisasi Dini Periode 4-27 Apendektomi Sebelum dan Setelah
Mei 2015 (n=8) Intervensi Mobilisasi Dini di Ruang
Min- Bedah Mawar Rumah Sakit Baladhika
Variabel Mean SD Modus
Maks Husada Kabupaten Jember Periode 4-
Nyeri 27 Mei 2015 (n=8)
7,75 2,37 10 4-10
Sebelum P
Variabel Mean SD t
value
Skala Nyeri Setelah Dilakukan Mobilisasi Dini Sebelum
dan
Tabel 4. Distribusi Rerata Nilai Skala Nyeri Klien Setelah
-2,12 0,83 0,000 -7,20
Intervensi
Post Operasi Apendektomi Setelah
Mobilisasi
Dilakukan Mobilisasi Dini Periode 4-27 Dini
Mei 2015 (n=8) Analisis dengan menggunakan uji
Min-
Variabel Mean SD Modus parametrik dependent t-test didapatkan hasil
Maks
nilai p value 0,000 (p value<0,05), maka dapat
Nyeri disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat nyeri
5,62 1,996 7 3-8
Setelah klien post operasi apendektomi sebelum dan
setelah dilakukan mobilisasi dini di Ruang
Perbedaan Nilai Skala Nyeri Sebelum dan Bedah Mawar Rumah Sakit Baladhika Husada
Setelah dilakukan Mobilisasi Dini Kabupaten Jember.

Tabel 5. Perbedaan Nilai Skala Nyeri pada Klien Pembahasan


Post Operasi Apendektomi Sebelum Karakteristik Responden
dan Setelah Intervensi Mobilisasi Dini di Menurut Santacroce, perbandingan
Ruang Bedah Mawar Rumah Sakit kejadian apendisitis adalah 1,4 lebih banyak pria
Baladhika Husada Kabupaten Jember daripada wanita [3]. Insiden apendisitis
Periode 4-27 Mei 2015 (n=8) umumnya sebanding antara laki-laki dan
Sebelum Setelah perempuan [7]. Hasil penelitian yang telah
N dilakukan di Ruang Bedah Mawar Rumah Sakit
Difference
o Nilai Kategor Nilai Kategor Baladhika Husada berkaitan dengan klien yang

Skala i Skala Skala i Skala mengalami apendisitis dan menjalani prosedur
Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri
apendektomi didapatkan hasil yang berkaitan
Nyeri Nyeri
1 10 7 -3 dengan data karakteristik responden khususnya
Berat Berat
jenis kelamin bahwa jenis kelamin responden
Nyeri Nyeri
2 7 4 -3 mayoritas adalah perempuan dengan total
Berat Sedang
Nyeri Nyeri sebanyak 5 orang (62,5 %). Jumlah tersebut
3 7 6 -1 dapat dipengaruhi oleh beberapa kebudayaan
Berat Sedang
Nyeri Nyeri yang memiliki aturan bahwa seorang laki-laki
4 5 3 -2 tidak boleh menangis, sedangkan perempuan
Sedang Ringan
Nyeri Nyeri boleh menangis dalam situasi yang sama,
5 4 3 -1 sehingga dalam menginterpretasikan nyeri,
Sedang Ringan
Nyeri Nyeri perempuan lebih terlihat [6].
6 10 8 -2
Berat Berat Apendisitis terjadi pada setiap orang
7 10
Nyeri
7
Nyeri
-3
dengan berbagai variasi umur. Insiden
Berat Berat tertingginya terdapat pada laki-laki usia 10-14
Nyeri Nyeri tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun.
8 9 7 -2
Berat Berat Apendisitis banyak terjadi pada usia ±25 tahun [2].
Data tersebut juga menjelaskan bahwa Kejadian apendisitis dapat terjadi pada semua
terdapat perbedaan skala nyeri sebelum dan umur, namun lebih sering menyerang usia 10-30
setelah dilakukan mobilisasi dini serta semua tahun [7]. Insiden tertinggi pada kelompok umur
responden dalam penelitian mengalami 20-30 tahun, setelah itu menurun [8]. Hasil

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.1), Januari, 2016 104


Pristahayuningtyas, et al, Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri ...

penelitian yang dilakukan pada Mei 2015 Bedah Abdomen dalam Kontek Asuhan
menunjukkan bahwa rata-rata usia responden Keperawatan di RSUD Badung Bali
yang mengalami apendisitis dan dilakukan mengemukakan bahwa, faktor-faktor yang
prosedur apendektomi ±25 tahun. mempengaruhi nyeri post operasi abdomen
Rata-rata usia responden penelitian diantaranya adalah usia, jenis kelamin,
adalah 25 tahun yang termasuk dewasa awal spiritualitas, budaya, tingkat pendidikan,
[9]. Usia tersebut pada umumnya aktif dan pengalaman nyeri sebelumnya, sikap dan
mempunyai masalah kesehatan utama keyakinan, tingkat kecemasan, dan letak insisi
minimum. Namun gaya hidup usia ini dapat [13].
memunculkan gangguan kesehatan. Kebiasan Hasil penelitian pada klien post operasi
gaya hidup kurang olah raga dan higiene apendektomi sebelum dilakukan mobilisasi dini
personal yang buruk meningkatkan risiko ini menununjukkan bahwa klien post operasi
terjadinya berbagi macam penyakit [6]. apendektomi masih merasakan nyeri yang berat
meskipun diberikan terapi farmakologis. Oleh
Tingkat Nyeri Sebelum Dilakukan Mobilisasi karena itu diperlukan terapi nonfarmakologis
Dini yang digunakan untuk mendampingi terapi
Nilai mean atau rata-rata skala nyeri yang farmakologis, sehingga dapat membantu untuk
dialami responden sebelum dilakukan mobilisasi mengurangi nyeri. Apabila nyeri post operasi
dini adalah 7,75 atau termasuk dalam kategori tidak dikontrol, maka dapat menyebabkan
skala nyeri berat menurut Mac Caffery dan proses rehabilitasi klien tertunda dan
Beebe. Penelitian yang dilakukan Dian Novita hospitalisasi menjadi lebih lama. Hal ini karena
pada tahun 2012, menunjukkan bahwa skala klien memfokuskan semua perhatiannya pada
nyeri yang mayoritas dialami oleh klien post nyeri yang dirasakan [4].
operasi adalah kategori skala nyeri berat [10].
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Tingkat Nyeri Setelah Dilakukan Mobilisasi
skala nyeri responden sebelum dilakukan Dini
mobilisasi dini walaupun mayoritas ada di skala Hasil rata-rata skala atau nilai mean dari
10 yakni kategori nyeri berat, namun terdapat 2 skala nyeri klien setelah dilakukan mobilisasi
responden yang juga mengalami nyeri dan dini adalah 5,62 (kategori nyeri sedang) dengan
berada pada skala nyeri sedang. Nyeri standar deviasi ±1,99, dalam penelitian ini tidak
merupakan sensasi subjektif, rasa yang tidak ada responden yang mengalami kategori tidak
nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan nyeri post operasi apendektomi setelah
jaringan aktual atau potensial [11]. dilakukan mobilisasi dini. Skala nyeri sebelum
Hasil penelitian menununjukkan bahwa dan setelah dilakukan mobilisasi dini terjadi
tidak ada responden yang tidak mengalami penurunan, dari rerata 7,75 yang termasuk
nyeri. Hal ini sesuai dengan pernyataan di kategori skala nyeri berat menjadi 5,62 yang
dalam Smeltzer & Bare, dimana nyeri yang termasuk kategori skala nyeri sedang. Hal
dialami klien post operasi muncul disebabkan tersebut menunjukkan bahwa nilai skala nyeri
oleh rangsangan mekanik luka yang responden sebelum dan sesudah dilakukan
menyebabkan tubuh menghasilkan mediator- mobilisasi dini secara keseluruhan mengalami
mediator kimia nyeri, sehingga muncul nyeri penurunan.
pada setiap klien post operasi [4]. Intensitas Penurunan nilai skala nyeri yang berbeda-
nyeri post operasi bervariasi mulai dari nyeri beda antara satu individu yang satu dengan
ringan sampai berat, namun menurun sejalan yang lain dan perubahan nilai yang relatif kecil
dengan proses penyembuhan [12]. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
nyeri tersebut dapat dipengaruhi beberapa macam faktor. Salah satunya karena nyeri
faktor. bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang
Faktor yang mempengaruhi nyeri post mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua
operasi abdomen diantaranya adalah faktor kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon
usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, atau perasaan yang identik pada individu. Nyeri
perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman merupakan sumber frustasi, baik klien maupun
sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga tenaga kesehatan [12]. Faktor lain yang dapat
dan sosial [12]. Berdasarkan penelitian yang menyebabkan nilai nyeri berbeda-beda atau
dilakukan oleh I Putu Artha Wijaya dalam jurnal bervariasi dan menunjukkan perubahan yang
yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang relatif kecil, diantaranya adalah arti nyeri,
Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca persepsi nyeri, toleransi nyeri, dan reaksi

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.1), Januari, 2016 105


Pristahayuningtyas, et al, Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri ...

terhadap nyeri [5]. sehingga dengan demikian fokus perhatian klien


Penurunan skala nyeri setelah dilakukan bukan pada nyeri, namun pada aktivitas atau
mobilisasi juga dipengaruhi karena mobilisasi gerakan yang dilakukan. Distraksi dapat berkisar
dini mempunyai peranan penting dalam dari pencegahan yang monoton hingga
mengurangi rasa nyeri dengan cara melakukan aktivitas fisik ataupun mental.
menghilangkan konsentrasi pasien pada lokasi Beberapa orang dapat meredakan nyeri melalui
nyeri atau daerah operasi, mengurangi aktivasi permainan dan aktivitas [4].
mediator kimiawi seperti histamin, bradikinin, Latihan mobilisasi dini dapat memusatkan
prostaglandin, asetilkolin, substansi P, perhatian klien pada gerakan yang dilakukan.
leukotrien, dan kalium pada proses peradangan Hal tersebut memicu pelepasan noreepinefrin
yang meningkatkan respon nyeri serta dan serotonin [15]. Pelepasan senyawa tersebut
meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju menstimulasi atau memodulasi sistem kontrol
saraf pusat. Pergerakan fisik bisa dilakukan desenden. Di dalam sistem kontrol desenden
diatas tempat tidur dengan menggerakkan terdapat dua hal, yang pertama terjadi
tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau pelepasan substansi P oleh neuron delta-A dan
diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam delta-C. Hal kedua yakni mekanoreseptor dan
keadaan statis maupun dinamis termasuk juga neuron beta-A melepaskan neurotransmiter
menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau penghambat opiat endogen seperti endorfin dan
ke kanan [4]. dinorfin. Hal tersebut menjadi lebih dominan
untuk menutup mekanisme pertahanan dengan
Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap menghambat substansi P. Terhambatnya
Perubahan Tingkat Nyeri substansi P menurunkankan transmisi saraf
Hasil uji statistik dependent t-test, menuju saraf pusat sehingga menurunkan
didapatkan hasil uji bivariat dependent t-test persepsi nyeri [4].
atau paired t-test dengan p value = 0,000 yang
artinya terdapat perbedaan bermakna antara Simpulan dan Saran
skala nyeri sebelum dilakukan mobilisasi dini
dengan skala nyeri setelah dilakukan mobilisasi Kesimpulan dari hasil penelitian adalah
dini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap
nilai skala nyeri responden setelah dilakukan perubahan tingkat nyeri klien post operasi
mobilisasi dini didapatkan hasil bahwa 100% apendektomi. Hasil ini menunjukkan bahwa
responden mengalami penurunan nilai skala mobilisasi dini dapat diberikan untuk
nyeri dan hasil rerata penurunan skala nyeri menurunkan skala nyeri klien pada klien post
klien sebelum dan setelah dilakukan mobilisasi operasi apendektomi.
dini adalah dari rerata 7,75 yang termasuk Penelitian ini diharapkan dapat semakin
kategori skala nyeri berat menjadi 5,62 yang meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
termasuk kategori skala nyeri sedang. dengan memberikan mobilisasi dini post operasi
Penurunan skala nyeri tersebut dapat khususnya apendektomi sehingga dapat
dipengaruhi oleh adanya pengalihan pemusatan menjadi salah satu intervensi untuk mengurangi
perhatian klien, yang sebelumnya berfokus pada nyeri non farmakologis. Selain itu, penelitian ini
nyeri yang dialami, namun saat dilakukan dapat dilanjutkan dengan penelitian lanjutan
mobilisasi dini, pemusatan perhatian terhadap yang dapat berupa penelitian eksperimen
nyeri dialihkan pada kegiatan mobilisasi dini. dengan tingkat estimasi yang lebih akurat,
nyeri yang terjadi pada seseorang akibat adanya melibatkan kelompok kontrol, dan menggunakan
rangsang tertentu seperti tindakan operasi, jumlah sampel yang lebih besar.
dapat diblok ketika terjadi interaksi antara
stimulus nyeri dan stimulus pada serabut yang Ucapan Terima Kasih
mengirimkan sensasi tidak nyeri diblok pada Peneliti menyampaikan terima kasih
sirkuit gerbang penghambat [14]. kepada responden penelitian dan instansi
Terdapat penatalaksanaan farmakologis Rumah Sakit Baladhika Husada Kabupaten
dan juga penatalaksanaan nonfarmakologis Jember terutama Ruang Bedah Mawar yang
untuk nyeri. Penatalaksanaan nyeri membantu peneliti dalam melaksanakan
nonfarmakologis diantaranya adalah distraksi penelitian.
dan teknik relaksasi. Salah satu distraksi adalah
dengan cara mengajak klien yang mengalami
nyeri untuk bergerak dan melakukan aktivitas,

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.1), Januari, 2016 106


Pristahayuningtyas, et al, Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri ...

Daftar Pustaka fixation (orif) di RSUD dr. H. Abdul Moeloek


Propinsi Lampung. Tesis. Depok: Fakultas
[1] Dermawan, Rahayuningsih. Keperawatan Ilmu Perawatan Universitas Indonesia
medikal bedah: sistem pencernaan. [internet]. 2012. [diakses tanggal 14 Maret
Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2010. 2015]. dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital /
[2] Eylin. Karakteristik pasien dan diagnosis 20328120-T30673%20-%20Pengaruh%
histologi pada kasus apendisitis 20terapi.pdf.
berdasarkan data registrasi di departemen [11] Siswati. Pengaruh masase kulit terhadap
patologi anatomi fakultas kedokteran penurunan rasa nyeri pada pasien post
indonesia rsupn cipto mangunkusumo pada apendiktomi di rindu b2 RSUP H. Adam
tahun 2003-2007. Tesis. Jakarta: Fakultas Malik Medan 2010. Skripsi. Surakarta:
Kedokteran Universitas Indonesia [internet]. Stikes Kusuma Husada. [internet]. 2010.
2009. [diakses tanggal 3 Oktober 2014]. [diakses tanggal 16 April 2015]. Dari:
dari:http://www.google.com/url? http://digilib.stikeskusumahusada.
q=http://lib.ui.ac.id/file%3Ffile ac.id/files/disk 1/ 10 /01- gdl- rafideviar-
%3Ddigital/122559-09008fkKarakteristik 473- 1- rafidev-n.pdf.
%2520pasien&ved. [12] Potter PA, Perry AG. Buku ajar
[3] Muttaqin dan Sari. Asuhan keperawatan fundamental keperawatan: konsep, proses,
perioperatif. Jakarta: Salemba Medika; dan praktik. Jakarta: EGC; 2006.
2009. [13] Wijaya IPA. Analisis faktor-faktor yang
[4] Smeltzer, Bare. Keperawatan medikal mempengaruhi intensitas nyeri pasien
bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC; pasca bedah abdomen dalam kontek
2002 asuhan keperawatan di rsud badung bali.
[5] Hidayat AAA. Pengantar kebutuhan dasar Jurnal Dunia Kesehatan Vol. 3 (1).
manusia: aplikasi konsep dan proses [internet]. 2014. [diakses tanggal 9 Juni
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2015]. dari: http://www.triatma-
2006. mapindo.ac.id/ojsstikes/index.php/JDK3/arti
[6] Potter PA, Perry AG. Buku ajar fundamental cle/view/35.
keperawatan: konsep, proses, dan praktik. [14] Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran.
Jakarta: EGC; 2005. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008.
[7] Sjamsuhidajat dan Wim. Buku ajar ilmu [15] Rospond RM. Pemeriksaan dan penilaian
bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC; 1997. nyeri. [internet]. 2008. [diakses 14 Maret
[8] Mansjoer. Kapita selekta kedokteran. Edisi 2015]. dari:https://lyrawati.files.word
Ketiga. Jilid Kedua. Jakarta: Media press.com/2008/27/pemeriksaan-dan-
Aeculapius; 2000. penilaian-nyeri.pdf.
[9] Republik Indonesia. Depkes RI. Profil
kesehatan indonesia. Jakarta: Depertemen
Republik Indonesia; 2009.
[10] Novita. Pengaruh terapi musik pada nyeri
post operasi open reduction and internal

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.4 (no.1), Januari, 2016 107


Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi
Laparatomi di RSUD Kudus
Yuni Rustianawati 1, Sri Karyati 2, Rizka Himawan 3.

ABSTRAK

xiv + 63 Halaman + 11 Tabel + 3 Gambar + 7 Lampiran

Latar Belakang : Nyeri merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara berbeda. Tindakan medis yang
sering menimbulkan nyeri adalah pembedahan seperti laparatomi. Komplikasi tindakan pembedahan laparatomi adalah
nyeri. Pasien post laparatomi memerlukan perawatan yang maksimal untuk mempercepat pengembalian fungsi tubuh.
Hal ini dilakukan dengan pemberian intervensi mobilisasi dini (latihan gerak sendi, gaya berjalan, toleransi aktivitas
sesuai kemampuan dan kesejajaran tubuh). Ambulasi dini pasca laparatomi dapat dilakukan sejak di ruang pulih sadar
(recovery room) dengan miring kanan/kiri dan memberikan tindakan rentang gerak secara pasif. Latihan ambulasi dini
dapat meningkatkan sirkulasi darah yang akan memicu penurunan nyeri.

Tujuan : Efektivitas ambulasi dini terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi di RSUD
Kudus.

Metode Penelitian : Penelitian ini termasuk jenis penelitian Quasi Ekperimen dengan desain penelitian Non Equivalent
Control Group. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien operasi laparatomi di RSUD Kudus sebanyak 20 orang pada
bulan Januari-Pebruari 2013. Teknik pengambilan sampel dengan Accidental Sampling sehingga besar sampel sebanyak
20 responden. Uji analisa data dengan uji Independent Samples T test.

Hasil Penelitian : Uji Independent Samples T Test, pada hari ke 1 didapatkan nilai p value = 0.009, hari ke 2
didapatkan nilai p value 0.000 dan hari ke 3 didapatkan nilai p value 0.000. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan
rata-rata intensitas nyeri hari ke 1, 2 dan 3 antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Ha diterima dan Ho
ditolak).

Kesimpulan : Terdapat perbedaan rata-rata intensitas nyeri pada hari ke I, II dan III antara kelompok eksperimen yang
melakukan ambulasi dini dan kelompok kontrol yang tidak melakukan ambulasi dini. Untuk itu diperlukan prosedur
tetap terhadap intervensi ambulasi dini pada pasien pasca laparatomi dan diperlukan kecakapan perawat dalam
pemberian terapi.

Kata Kunci : Intensitas Nyeri, Ambulasi Dini, Laparatomi

Referensi : 27 (Tahun 2002-2012).

Keterangan :
1. Mahasiswa Stikes Muhammadiyah Kudus
2. Pembimbing Utama
3. Pembimbing Anggota

JIKK Vol. 4, No 2, Juli 2013 : 1-8 1


The Effectiveness of Early Ambulation to degradation of Pain Intensity at the Pasca Laparatomy
Surgery Patient in The District Governmant Hospital of Kudus.

Yuni Rustianawati 1, Sri Karyati 2, Rizka Himawan 3.

ABSTRACT

xiv + 63 Pages + 11 Tables + 3 Pictures + 7 Enclosures

The Background : Pain represented the self person experience that expressed differing. The medication which often
generat pain was the surgery like the laparatomi operating. The complication of surgery of laparatomy was pain. The
patient post laparatomy operating needed the maximal treatment to quicken return of body function. The intervention
was the early mobilitation (moving joint, gait, activites tolerance and paralellesim of body). Early ambulation at pasca
laparatomy can be done since conciousness at recovery room by right or lef oblique and treatment to passive motion.
Early ambulation can raised the circulation and can degradated the pain saverity.

The Target : This research had the goal to know effectiveness of early ambulation to degradation of pain intensity at
the pasca laparatomy surgery patient in The District Governmant Hospital of Kudus.

The Method : The type of this research was The Quasi Experiment with design of research was Non Equivalent Control
Group. The population of this research was the patient pasca laparatomi surgery in The District Governmant Hospital
of Kudus counted 20 peoples at 2013 January-Pebruari. The technique sampling used the Accidental Sampling so the
size sampling counted 20 responders. Test analyze test with the Independent Samples T test.

The Result : The Independent Samples T Test, at first day got the value of p = 0.009, at the scond day got the value of
p 0.000 and the the third day got the value of p 0.000. This result shown the difference of pain intensity mean at the
first, scond and third among the experiment group and control group (acceptance Ha and refused Ho).

The Conclusion : There was the difference of pain intensity mean at the first day, scond and third between
experimental group that conduct the early ambulation and control group that not conduct early ambulation. For that
needed the standar prosedure operating of the early ambulation intervention at the patient of pasca laparatomy surgery
and needed the good job of treatment.

The Keywords : The Pain Intensity, The Early Ambulation, The Laparatomy Surgery.

References : 27 (2002-2012).

1. The Student of STIKES Muhammadiyah Kudus


2. The Chief Counselor
3. The Member Counselor

Efektivitas Ambulasi Dini terhadap …….Yuni Rustianawati, Sri Karyati, Rizka Himawan 2
A. Latar Belakang
Nyeri merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan secara berbeda pada masing-
masing individu. Setiap individu memiliki pengalaman nyeri dalam skala tertentu. Nyeri bersifat
subyektif, dan persepsikan individu berdasarkan pengalamannya. Nyeri merupakan pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial. Nyeri menjadi alasan yang paling umum bagi seseorang mencari perawatan kesehatan
karena dirasakan mengganggu dan menyulitkan mereka. Perawat perlu mencari pendekatan yang
paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri (Potter, 2005).
Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan ketegangan. Individu akan
merespon secara biologis dan perilaku yang menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik
meliputi perubahan keadaan umum, ekspresi wajah, nadi, pernafasan, suhu, sikap badan dan
apabila nyeri berada pada derajat berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok.
Respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat menekan sistem imun dan
peradangan, serta menghambat penyembuhan. Respon yang lebih parah akan mengarah pada
ancaman merusak diri. Nyeri pada pasien dapat terjadi karena proses perjalanan penyakit
maupun tindakan diagnostik dan invasif pada pemeriksaan (Smeltzer & Bare, 2002).
Tindakan medis yang sering menimbulkan nyeri adalah pembedahan. Salah satu
pembedahan yang mempunyai angka prevalensi yang cukup tinggi adalah laparatomi.
Laparatomi merupakan tindakan dengan memotong pada dinding abdomen seperti caesarean
section sampai membuka selaput perut. Laporan Depkes RI (2007) menyatakan laparatomi
meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada
tahun 2007. Komplikasi pada pasien post laparatomi adalah nyeri yang hebat, perdarahan,
bahkan kematian. Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah
pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan dan menimbulkan komplikasi (Depkes, 2010).
Pasien post laparatomi memerlukan perawatan yang maksimal untuk mempercepat
pengembalian fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan
batuk efektif dan mobilisasi dini. Perawatan post laparatomi merupakan bentuk perawatan yang
diberikan kepada pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan perawatannya
adalah mengurangi komplikasi, meminimalkan nyeri, mempercepat penyembuhan,
mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan
konsep diri dan mempersiapkan pulang, hal ini dilakukan sejak pasien masih di ruang pulih sadar
(Arif, 2010).
Pasien pasca operasi seringkali dihadapkan pada permasalahan adanya proses peradangan
akut dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan gerak. Nyeri bukanlah akibat sisa pembedahan

JIKK Vol. 4, No 2, Juli 2013 : 1-8 3


yang tidak dapat dihindari tetapi ini merupakan komplikasi bermakna pada sebagian besar
pasien. Akibat nyeri pasca operasi, pasien menjadi immobil yang merupakan kontraindikasi yang
dapat mempengaruhi kondisi pasien. Dari segi penderita, timbulnya dan beratnya rasa nyeri
pasca bedah dipengaruhi fisik, psikis atau emosi, karakter individu dan sosial kultural maupun
pengalaman masa lalu terhadap rasa nyeri. Derajat kecemasan penderita pra bedah dan pasca
bedah juga mempunyai peranan penting. Misalnya, takut mati, takut kehilangan kesadaran, takut
akan terjadinya penyulit dari anestesi dan pembedahan, rasa takut akan rasa nyeri yang hebat
setelah pembedahan selesai (Widya, 2010).
Menurut Kristiantari (2009) masalah keperawatan yang terjadi pada pasien pasca
laparatomi meliputi impairment, functional limitation, disability. Impairment meliputi nyeri akut
pada bagian lokasi operasi, takut dan keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi), Functional
limitation meliputi ketidakmampuan berdiri, berjalan, serta ambulasi dan Disability meliputi
aktivitas yang terganggu karena keterbatasan gerak akibat nyeri dan prosedur medis. Nyeri yang
hebat merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi pada regio intraabdomen. Sekitar
60% pasien menderita nyeri yang hebat, 25% nyeri sedang dan 15% nyeri ringan (Nugroho,
2010).
Intervensi keperawatan untuk meningkatkan pengembalian fungsi tubuh dan mengurangi
nyeri, pasien dianjurkan melakukan mobilisasi dini, yaitu latihan gerak sendi, gaya berjalan,
toleransi aktivitas sesuai kemampuan dan kesejajaran tubuh. Ambulasi dini pasca laparatomi
dapat dilakukan sejak di ruang pulih sadar (recovery room) dengan miring kanan/kiri dan
memberikan tindakan rentang gerak secara pasif. Menurut Kasdu (2005) mobilisasi dini post
operasi laparatomi dapat dilakukan secara bertahap, setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien
harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,
tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan
untuk dapat miring kekiri dan kekanan untuk mencegah trombosis dan trombo emboli. Setelah
24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan
untuk belajar berjalan (Kasdu, 2005).
Latihan ambulasi dini dapat meningkatkan sirkulasi darah yang akan memicu penurunan
nyeri dan penyembuhan luka lebih cepat. Terapi latihan dan mobilisasi merupakan modalitas
yang tepat untuk memulihkan fungsi tubuh bukan saja pada bagian yang mengalami cedera tetapi
juga pada keseluruhan anggota tubuh. Terapi latihan dapat berupa passive dan active exercise,
terapi latihan juga dapat berupa transfer, posisioning dan ambulasi untuk meningkatkan
kemampuan aktivitas mandiri (Smeltzer & Bare, 2002).

Efektivitas Ambulasi Dini terhadap …….Yuni Rustianawati, Sri Karyati, Rizka Himawan 4
Menurut Potter & Perry (2005) mobilisasi dini sangat penting sebagai tindakan
pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya. Dampak mobilisasi
yang tidak dilakukan bisa menyebabkan gangguan fungsi tubuh, aliran darah tersumbat dan
peningkatan intensitas nyeri. Mobilisasi dini mempunyai peranan penting dalam mengurangi rasa
nyeri dengan cara menghilangkan konsentrasi pasien pada lokasi nyeri atau daerah operasi,
mengurangi aktivasi mediator kimiawi pada proses peradangan yang meningkatkan respon nyeri
serta meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat. Melalui mekanisme tersebut,
ambulasi dini efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pasca operasi (Nugroho, 2010).
Hasil studi pendahuluan pada Bulan Oktober 2012 di RSUD Kudus didapatkan jumlah
pasien bedah dengan kategori bedah laparatomi meningkat setiap bulannya. Pada bulan Juli 2012
sebanyak 8 kasus, bulan Agustus 2012 sebanyak 12 kasus, bulan September 14 kasus. Masalah
keperawatan utama pada pasien bedah adalah nyeri akut, meskipun sudah diberikan tindakan
medis dengan obat analgetik, pasien masih merasakan nyeri yang hebat. Dalam hal ini tindakan
mandiri perawat adalah melatih pasien untuk melakukan teknik distraksi relaksasi napas dalam.
Selan itu intervensi untuk melakukan mobilisasi dini juga sangat berpengaruh terhadap
penurunan nyeri pasien. Tindakan mobilisasi dini dapat dilakukan secara aktif dan pasif, mulai di
ruang pulih sadar dan di ruang perawatan. Hasil penelitian Irwansyah (2011) tentang pengaruh
latihan rentang gerak sendi terhadap lingkup gerak sendi pada pasien fraktur femur post operasi
ORIF di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang memberikan kesimpulan bahwa latihan rentang gerak dapat meningkatkan
lingkup gerak sendi. Penelitian yang dilakukan oleh Salam (2012) tentang pengaruh mobilisasi
terhadap kesembuhan luka post laparatomi mendapatkan hasil bahwa mobilisasi pasca
laparatomi dapat mempercepat kesembuhan luka, selain itu disebutkan juga mobilisasi dapat
menurunkan nyeri. Berdasarkan alasan ini, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian
tentang efektivitas mobilisasi dini terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi
laparatomi.

B. Perumusan Masalah
Pasien pasca operasi sering mengalami nyeri akibat diskontinuitas jaringan (luka operasi)
akibat insisi pembedahan serta akibat posisi yang dipertahankan selama prosedur pasca operasi.
Nyeri sebagai pengalaman subyektif yang akan dirasakan dan diekspresikan secara berbeda.
Intensitas nyeri post laparatomi akan dipengaruhi tindakan ambulasi dini secara efektif.
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah dengan memberikan tindakan ambulasi dini,
karena dengan ambulasi dini dapat meningkatkan peredaran darah dan metabolisme tubuh,

JIKK Vol. 4, No 2, Juli 2013 : 1-8 5


mencegah trombosis dan emboli. Ambulasi dini post laparatomi juga dapat menurunkan
intensitas nyeri dengan cara menekan transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat. Ambulasi dini
yang tidak sesuai dapat meningkatkan nyeri, untuk itu diperlukan upaya terpadu dalam intervensi
penurunan nyeri melalui terapi mobilisasi dini.

C. Pertanyaan Penelitian
Apakah ambulasi dini efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien post operasi
laparatomi di RSUD Kudus?.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya efektivitas ambulasi dini terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post
operasi laparatomi di RSUD Kudus.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya karakteristik responden di RSUD Kudus.
b. Diketahuinya intensitas nyeri pada pasien hari I post operasi laparatomi yang dilakukan
ambulasi dini dan tidak dilakukan di RSUD Kudus.
c. Diketahuinya intensitas nyeri pada pasien hari II dan III post operasi laparatomi yang
dilakukan ambulasi dini dan tidak dilakukan di RSUD Kudus.
d. Diketahuinya perbedaan intensitas nyeri dari hari Ke I-III pada pasien post laparatomi yang
dilakukan ambulasi dini dan tidak dilakukan ambulasi dini di RSUD Kudus.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan atau (sumber informasi) serta dasar
pengetahuan bagi para mahasiswa keperawatan dan dapat dijadikan sebagai materi latihan
dalam menangani pasien nyeri.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti nyata akan efek terapi mobilisasi terhadap
nyeri sehingga dapat dijadikan sebagai suatu SOP/SAK untuk menurunkan nyeri pada pasien
nyeri pasca operasi.
3. Bagi Peneliti SelanjutnyaHasil penelitian dapat menjadi data dasar untuk penelitian
selanjutnya dan untuk menambah referensi tentang efektivitas mobilisasi dini, dan juga bisa
untuk dilanjutkan pada penelitian-penelitian selain nyeri pasca operasi.

Efektivitas Ambulasi Dini terhadap …….Yuni Rustianawati, Sri Karyati, Rizka Himawan 6
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Judul (Peneliti,
Variabel Metode Hasil
Tahun)
Pengaruh mobilisasi Variabel Jenis Terdapat pengaruh
terhadap kesembuhan bebasnya penelitian yang signifikan antara
luka pada pasien post mobilisasi. Quasi mobilisasi dini
laparatomi (Abdus Variabel Experimen. terhadap kesembuhan
Salam, 2012). terikatnya Pendekatan luka post laparatomi.
kesembuhan Pre and
luka. Post Test.
Pengaruh latihan Variabel Jenis Terhadap pengaruh
rentang gerak sendi bebasnya penelitian yang signifikan antara
terhadap lingkup latihan Quasi latihan rentang gerak
gerak sendi pada rentang Experimen. sendi terhadap
pasien fraktur femur gerak sendi. lingkup gerak sendi
post operasi orif di Variabel Pendekatan pada pasien fraktur
Instalasi Rawat Inap terikatnya Non- femur post operasi
Bedah Rumah Sakit lingkup Equivalent orif di Instalasi Rawat
Umum Pusat dr. gerak sendi. Control Inap Bedah Rumah
Mohammad Group. Sakit Umum Pusat dr.
Hoesin Palembang Mohammad
(Fadly Irwansyah, Hoesin Palembang.
2011).

G. Ruang Lingkup Penelitian


1. Lingkup Masalah
Penelitian ini menitikberatkan pada efektivitas mobilisasi dini terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi.
2. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu keperawatan medikal bedah yang berfokus
pada masalah gangguan rasa nyaman (nyeri) pasca operasi laparatomi.

JIKK Vol. 4, No 2, Juli 2013 : 1-8 7


3. Lingkup Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Bedah RSUD Kudus pada bulan Pebruari-Maret
2013.
4. Lingkup Sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah pasien pasca operasi laparatomi.

Efektivitas Ambulasi Dini terhadap …….Yuni Rustianawati, Sri Karyati, Rizka Himawan 8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : DOPI
TEMPAT TANGGAL LAHIR : PINANG SEBATANG, 28 AGUSTUS 1996
AGAMA : ISLAM
ALAMAT : JL. RAYA SUNGAI SELAN, KEL. TERU
RT.05 RW.02, KEC. SIMPANGKATIS, KAB.
BANGKA TENGAH. PROV. BANGKA
BELITUNG
PENDIDIKAN
TAHUN 2003 – 2009 : SD NEGERI 8 SIMPANGKATIS
TAHUN 2009 – 2012 : SMP NEGERI 3 SIMPANGKATIS
TAHUN 2012 – 2015 : SMA NEGERI 1 PANGKALPINANG
TAHUN 2015 – 2018 : PRODI DIII KEPERAWATAN
KONSENTRASI ANESTESI & GAWAT
DARURAT MEDIK STIKes BHAKTI
KENCANA BANDUNG.

Anda mungkin juga menyukai