Anda di halaman 1dari 85

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA NY.

N DENGAN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DAN HIPERGLIKEMIA DI RUANG ICU RUMAH
SAKIT BAGAS WARAS KLATEN

OLEH :

YULIANA FAJARSARI

P07120521056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Asuhan Keperawatan Kritis pada Ny. N dengan Diabetes Melitus Tipe 2
dan Hiperglikemia di Ruang ICU Rumah Sakit Bagas Waras Klaten. Laporan ini
disusun untuk memenuhi Tugas Individu Praktik Klinik Profesi Ners Stase
Keperawatan Kritis. Laporan asuhan keperawatan ini disetujui pada :

Hari :
Tanggal : Januari 2022
Tempat : Ruang ICU Rumah Sakit Bagas Waras Klaten

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan / CI

Ns. Harmilah, S. Pd., S. Kep., M. Kep., Sp. MB. Ratanti Slamet Prihatni, AMK.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat,
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan asuhan
keperawatan ini dengan baik. Laporan asuhan keperawatan ini penulis susun
untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Pendidikan Profesi Ners Mata Kuliah
Keperawatan Kritis.

Dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini penulis mendapatkan


banyak bantuan, bimbingan, dan saran serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Bapak


Joko Susilo, SKM., M. Kes.
2. Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Yogyakarta, Bapak Bondan Palestin, SKM., M. Kep., Sp. Kom.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Ibu Harmilah, S. Pd., S. Kep., Ns., M.
Kep., Sp. MB.
4. Dosen Koordinator Praktik Keperawatan Kritis, Bapak Maryana, S. SiT., S.
Psi., S. Kep., Ns., M. Kep.
5. Dosen Pembimbing Praktik Keperawatan Kritis, Ibu Harmilah, S. Pd., S.
Kep., Ns., M. Kep., Sp. MB.
6. Pembimbing Lapangan / CI Ruang ICU Rumah Sakit Bagas Waras Klaten,
Ibu Ratanti Slamet Prihatni, AMK.
7. Teman-teman Kelas Pendidikan Profesi Ners

Penulis berharap semoga laporan asuhan keperawatan dengan judul


“Laporan Asuhan Keperawatan Kritis pada Ny. N dengan Diabetes Melitus Tipe 2
dan Hiperglikemia di Ruang ICU Rumah Sakit Bagas Waras Klaten” dapat
memberikan informasi dan menjadi acuan, petunjuk, dan pedoman kepada para
pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan laporan asuhan keperawatan ini sehingga
kedepannya menjadi lebih baik.

Klaten, 16 Februari 2022

Penulis
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teori
1. Diabetes Melitus Tipe 2
a. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 disebut dengan non insuline
dependent atau adult onset diabetic yang ditandai dengan
berkurangnya produksi insulin (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan kombinasi dari restitensi
insulin dan kelainan pada produksi insulin pada beta sel pankreas.
Seiring berjalannya waktu,disfungsi beta sel pankreas akan semakin
parah dan berakibat kekurangan insulin absolut (Kurniali, 2013).
b. Etiologi
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan dampak dari gangguan
sekresi insulin dari resistansi terhadap kerja insulin yang sering kali
disebabkan oleh obesitas (defisiensi relatif) (Bilous, R., & Donelly,
R., 2015). Menurut PERKENI (2015), DM tipe 2 disebabkan mulai
dari dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang dominan defek sekresi insulin disertairesistensi insulin.
Pada DM tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif karena kurangnya
insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa masuk ke
jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa dihati. Faktor yang
berperan menjadi penyebab perkembangan DM tipe II adalah
etnisitas, riwayat keluarga diabetes, kurangnya aktifitas fisik, riwayat
diabetes gestasional masa lalu dan usia lanjut (IDF, 2017).
Penurunan sensitivitas insulin menganggu penggunaan dan
penyimpanan karbohidrat. Hal ini yang akan meningkatkan
konsentrasi insulin plasma (hiperinsulinemia) sebagai upaya
kompensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunan sensitivitas
jaringan terhadap efek metabolisme insulin (Guyton & Hall, 2012).
DM tipe 2 bisa terjadi pada anak-anak dewasa dan dewasa,tetapi
biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor utama penyebab DM
tipe 2 adalah obesitas, karena itu DM tipe 2 cenderung diturunkan
secara genetik dalam keluarga (Adib, 2011). Etiologi DM tipe 2
adalah kompleks dan melibatkan faktor genetik dan gaya hidup.
c. Tanda dan Gejala
Individu dapat mengalami tanda dan gejala diabetes yang
berbeda, serta kadang-kadang mungkin tidak ada tanda-tanda.
Menurut IDF (2017), tanda umum yang dialami yaitu
1) Sering buang air kecil (poliuria)
2) Haus yang berlebihan (polidipsia) dan mulut kering
3) Kelaparan meningkat (polipagia)
4) Berat badan menurun
5) Kelelahan
6) Kurangnya minat dan konsentrasi
7) Sebuah sensasi kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki
8) Penglihatan kabur
9) Lambat penyembuhan luka
10) Muntah dan sakit perut
d. Komplikasi
Komplikasi pada DM tipe 2 sama seperti dengan jenis DM
Tipe 1, DM Gestasional, dan DM tipe lainnya. Kadar glukosa darah
yang tidak terkontrol pada penderita DM akan menyebabkan
berbagai komplikasi. Komplikasi DM terbagi menjadi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Smeltzer & Bare, 2015; PERKENI, 2015).
1) Komplikasi Akut
a) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-
600 mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis
dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat
(300 – 320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap. KAD
disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam darah
sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun
sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik ditandai oleh
trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis
b) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia
terdiri dari gejala adrenergic (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
c) Hyperosmolar Non Ketonik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah
sangat tinggi (600- 1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala
asidosis,osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380
mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat.
d) Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan kadar
glukosa darah puasa melebihi 126 mg/dL atau kadar glukosa
darah sewaktu melebihi 200 mg/dL yang dibuktikan melalui
pemeriksaan laboratorium kadar glukosa darah dan gambaran
klinis pasien
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM dapat berupa
kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan
komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler),
diantaranya :
a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
(1) Komplikasi retina mata (retinopati)
Kerusakan retina mata (retinopati) adalah suatu
mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil.
(2) Kerusakan ginjal (nefropati diabetic)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200
ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu
3-6 bulan. Nefropati diabetic merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal.
(3) Kerusakan syaraf (neuropati diabetik)
Neuropati diabetic merupakan komplikasi yang
paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada
DM mengacu pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf.
b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi makrovaskuler pada penderita DM Tipe II
terjadi akibat aterosklerosis dari pembuluh-pembuluh darah
besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma
berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka
kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita DM
meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
DM Tipe II pada pembuluh darah besar pasien yaitu stroke
dan risiko jantung koroner. Penyakit jantung koroner pada
pasien DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark
miokard yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau
disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction).
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM tipe 2 bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup dengan cara mengendalikan kadar gula darah dan
menurunkan risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan pengelolaan DM tipe 2 secara hoslistik yang mencakup
pengendalian gula darah, tekanan darah, dan lipid profil (PERKENI,
2015). Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di
Indonesia Tahun 2015, terdapat empat pilar penatalaksanaan DM
menurut PERKENI (2015), yaitu :
1) Edukasi
Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan mengenai
kondisi pasien dan untuk mencapai perubahan perilaku. Edukasi
terhadap pasien diabetes mellitus merupakan pendidikan dan
pelatihan yang diberikan terhadap pasien guna menunjang
perubahan perilaku, tingkat pemahaman pasien sehingga tercipta
kesehatan yang maksimal dan optimal dan kualitas hidup pasien
meningkat. (PERKENI, 2015).
2) Terapi Nutrisi Medis (Diet)
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan
diabetes memperbaiki kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk
mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik,
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencapai kadar serum lipid yang optimal, memberikan energi
yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan
yang memadai dan meningkatkan tingkat kesehatan secara
keseluruhan melalui gizi yang optimal. Standar dalam asupan
nutrisi makanan seimbang yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik adalah sebagai berikut : (PERKENI, 2015)
1) Protein : 10 – 20 % total asupan energi
2) Karbohidrat : 45 – 65 % total asupan energy
3) Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori, tidak boleh melebihi 30
% total asupan energi
4) Natrium : < 2300 mg perhari
5) Serat : 20 – 35 gram/hari
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah
asupan makanan dan pola makan yang sama sebelum maupun
sesudah diagnosis,serta makanan yang tidak berbeda dengan
teman sebaya atau denganmakanan keluarga.Jumlah kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh disesuaikan dengan faktor-faktor jenis
kelamin, umur, aktivitas fisik, stress metabolik, dan berat badan.
Untuk penentuan status gizi, dipakai penghitungan Indeks Massa
Tubuh (IMT). Rumus yang dipakai dalam penghitungan adalah
IMT = BB(kg) / TB(m2)(PERKENI, 2015).
3) Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan
tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan
jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
4) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pola
pengaturan makanan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis
terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi insulin. Pemberian
obat oral atau dengan injeksi dapat membantu pemakaian gula
dalam tubuh penderita diabetes.
a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula
darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe-2, tetapi
tidak efektif pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah glipizid,
gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan
kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin
oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.Obat lainnya,
yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya
sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan
glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya
diberikan pada penderita diabetes tipe-2 jika diet dan oleh
raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup
(PERKENI, 2015).
b) Injeksi Insulin
Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup
dan obat hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar
gula darah pada pasien diabetes. Pada pasien dengan diabetes
tipe-1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga
harus diberikan insulin pengganti.Pemberian insulin hanya
dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di
dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per oral.Ada
lima jenis insulin dapat digunakan pada pasien dengan
diabetes mellitus berdasarkan pada panjang kerjanya. Ada
Insulin Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah, Kerja
Panjang, dan Campuran (PERKENI, 2015).
2. Hiperglikemia
a. Pengertian
Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas dari penyakit
diabetes mellitus. Hiperglikemia terjadi karena adanya peningkatan
kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia
merupakan keadaan peningkatan kadar glukosa darah puasa melebihi
126 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg/dL
yang dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium kadar glukosa
darah dan gambaran klinis pasien. (Farid, 2014)
b. Etiologi
Peningkatan kadar gula darah bisa disebabkan oleh banyak hal
misalnya terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat, tidak
mengkonsumsi obat Diabetes atau mengkonsumsi obat Diabetes
yang tidak tepat dosisnya, bahkan dalam keadaan stress atau sakit
juga dapat memicu peningkatan kadar glukosa darah (Pakhetra et al,
2011).
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari hiperglikemia menurut American
Diabetic Association (ADA) (2014), yaitu :
1) Poliuria
2) Polidipsia
3) Penurunan berat badan
4) Terkadang dengan Polifagia
5) Penglihatan kabur
6) Penurunan pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu
juga dapat menyertai hiperglikemia kronis
Sedangkan Menurut P2PTM Kemenkes RI (2021), tanda dan
gejala hiperglikemia antara lain :
1) Mulut dan kulit terasa kering
2) Sering merasa kehausan
3) Pusing
4) Penglihatan menjadi buram / kabur
5) Buang air kecil meningkat
6) Nafas terengah-engah dan bau nafas tak sedap
d. Komplikasi
Dampak atau komplikasi dari hiperglikemia yang
berkepanjangan yaitu dapat berisiko menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler dan komplikasi makrovaskuler. Komplikasi jangka
pendek yang akan terjadi diabetes berupa peningkatan kadar
glikemik yang dapat menimbulkan ketoasidosis, kerusakan jaringan
organ tubuh, dan tubuh akan kekurangan insulin dikarenakan
glukosa yang tersedia tidak dapat digunakan oleh tubuh. Sedangkan
komplikasi jangka panjang berupa neuropati, stroke, kerusakan mata
dan gangguan pada jantung serta pembuluh darah (Alfian, 2015).
Adanya hiperglikemi mengakibatkan timbulnya diuresis
osmotik, dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam
ruang vascular, dimana glukoneogenesis dan masukan makanan
terus menambah glukosa, kehilangan cairan akan menambah
hiperglikemi dan hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan
peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya
cairan intravascular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Adanya
keadaan hiperosmolar akan memicu sekresi hormone anti diuretik
dan timbul rasa haus (Sudoyo, dkk., 2014; Setyoahadi, dkk., 2012).
Apabila keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar yang
menyebabkan kehilangan cairan ini tidak diatasi, maka akan timbul
dehidrasi dan kemudian menjadi hipovolemia. Hipovolemia akan
menyebabkan hipotensi dan akan mengakibatkan gangguan pada
perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu stadium terakhir
dari proses hiperglikemik ini, karena telah terjadi gangguan elektrolit
berat dan hipotensi (Setyoahadi, dkk., 2012).
e. Penatalaksanaan
Tatalaksana utama hiperglikemia dengan pemberian terapi
cairan (Rehidrasi) (Kitabchi & Ebenezer, 2016). Terapi Cairan
pasien hiperglikemia akut akan memberikan efek adanya penurunan
kadar glukosa darah pada pasien hiperglikemia (80% pasien pada
empat jam pertama (Gotera & Budiyasa, 2010). Prinsip terapi cairan
pada awalnya memperbaiki keseimbangan ECF (Ekstra Cell Fluid)
dalam tubuh dan mempertahankan aliran darah ke ginjal, apabila
keseimbangan cairan tubuh sudah terpenuhi, pemberian terapi cairan
akan menurunkan kadar glukosa darah tanpa bergantung pada insulin
serta menurunkan kadar hormon kontra insulin yang pada akhirnya
akan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin) (Zeitler, et al.,
2011).
Jenis cairan yang diberikan sesuai dengan pedoman tatalaksana
kegawatan hiperglikemia adalah cairan isotonik (Normal saline
dengan kandungan 0,9% NaCl) dengan dosis pemberian sebanyak
10-20 ml/kgBB/jam menyesuaikan dengan kondisi tubuh (fungsi
jantung, pembuluh darah dan fungsi ginjal) (ADA, 2014).
Tujuan terapi awal adalah rehidrasi intravena secara agresif
sehingga dapat mengembalikan perfusi perifer. Pada HHS sebagian
besar terjadi kehilangan elektrolit seperti natrium, klorida, dan
kalium, sehingga cairan basa yang harus digunakan adalah larutan
natrium klorida 0,9% dengan kalium ditambahkan sesuai kebutuhan
(Scott, 2015; Fransisco, dkk., 2014).
Penggantian cairan saja (tanpa insulin) akan menurunkan
glukosa darah, mengurangi osmolalitas dan menyebabkan pergeseran
air ke ruang intraseluler. Peningkatan kadar natrium serum
(penurunan kadar gula darah 5,5 mmol/L atau 100 mg/dl akan
menghasilkan kenaikan kadar natrium 2,4 mmol/L). Penurunan
kadar glukosa darah disarankan jangan terlalu cepat,
direkomendasikan antara 72mg/dl sampai 106 mg/dl yang aman.
Penurunan kadar natrium plasma juga tidak boleh melebihi 10
mmol/L dalam 24 jam. Tujuan pengobatan HHS yaitu harus
mengganti 50% dari kehilangan cairan yang diperkirakan dalam 12
jam pertama dan sisanya dalam 12 jam berikutnya, meskipun ini
sebagian akan ditentukan oleh tingkat keparahan awal, tingkat
kerusakan ginjal dan komorbiditas seperti gagal jantung, yang dapat
membatasi kecepatan koreksi. Glukosa target antara 10 dan 15
mmol/L atau 110 sampai 270 mg/dl, normalisasi lengkap dari
elektrolit dan osmolalitas dapat memakan waktu hingga 72 jam
(Scott, 2015; Fransisco, dkk., 2014).
Penggunaan insulin dilakukan jika :
- Jika terdapat ketonaemia yang signifikan (> 1 mmol/L), ini
menunjukkan hipoinsulinemia relatif dan insulin harus dimulai
pada saat awal
- Jika ketonaemia yang signifikan tidak ada (< 1 mmol/L)
JANGAN mulai insulin
- Penggantian cairan saja dengan larutan natrium klorida 0,9%
akan menghasilkan tingkat gula darah yang turun. Pengobatan
insulin sebelum penggantian cairan yang adekuat dapat
menyebabkan kolaps kardiovaskular ketika air keluar dari ruang
intravascular dengan hasil penurunan volume intravascular.
- dosis insulin yang dianjurkan adalah infus insulin IV tingkat
tetap yang diberikan pada 0,05 unit per kg per jam. Penurunan
glukosa pada kecepatan hingga 5 mmol/L per jam adalah ideal
dan setelah gula darah berhenti turun setelah resusitasi cairan
awal, penilaian kembali asupan cairan dan evaluasi fungsi ginjal
harus dilakukan. Insulin dapat dimulai pada titik ini atau jika
sudah ada, laju infus meningkat 1 unit/jam (Scott, 2015).
B. Pathways (Patofisiologi)
Pada Diabetes Melitus (DM) tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi DM tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM
tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic
tidak terjadi pada DM tipe II (Brunner & Suddarth, 2013).
Sumber (Padila, 2019)
C. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang dilakukan meliputi :
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggan Masuk Rumah Sakit (MRS), nomor register, dan
diagnosa medis
2. Pengkajian Primer
a) Airway
Apakah ada sumbatan jalan napas? Lidah jatuh ke belakang (coma
hipoglikemik), Benda asing / darah pada rongga mulut.
b) Breathing + Oxygenation
- Ekspos dada, evaluasi pernapasan pada KAD terdapat pernafasan
kussmaul. Pada HONK tidak ada pernafasan kussmaul (cepat dan
dalam)
- Apakah pasien perlu menggunakan tambahan bantuan oksigen?
Menggunakan apa? Kanula, tube, mask.
c) Circulation
- Apakah ada tanda dan gejala shok
- Jika ada segera lakukan resusitasi : kristaloid, koloid, akses vena
d) Disability
- Dilakukan pemeriksaan neurologis dan EGC
- Menggunakan :
1) A : Allert => Sadar penuh, respon bagus
2) V : Voice Response => Kesadaran menurun, berespon
terhadap suara
3) P : Pain Response => Kesadaran menurn, tidak berespon
terhadap suara, berespon terhadap rangsangan nyeri
4) U : Unresponsive => Kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, tidak berespon terhadap nyeri
3. Pengkajian Lanjutan
a) Five intervension
Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih, Aseton plasma
(keton) : positif secara mencolok, Asam lemak bebas : kadar lipid dan
kolesterol meningkat, Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya
kurang dari 330 mOsm/l, Elektrolit : Natrium: mungkin normal,
meningkat atau menurun, Kalium : normal atau peningkatan semu
(perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun, Fosfor : lebih
sering menurun, Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali
lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang
selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat
bermanfaat dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden.
b) Pemeriksaan microalbumin, mendeteksi komplikasi pada ginjal dan
kardiovaskuler
c) Nefropati Diabetik, Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh
penyakit diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat
menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga penderita perlu
menjalani cuci darah atau hemodialisis. Nefropati diabetic ditandai
dengan kerusakan glomerolus ginjal yang berfungsi sebagai alat
penyaring. Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan
lolosnya protein albumin ke dalam urine. Adanya albumin dalam urin
(=albuminoria) merupakan indikasi terjadinya nefropati diabetic.
d) Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C, Dapat Memperkirakan
Risiko Komplikasi Akibat DM HbA1c atau A1C Merupakan
senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan
hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah A1C yang terbentuk,
tergantung pada kadar glukosa darah. Ikatan A1c stabil dan dapat
bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel darah merah) Kadar
A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam jangka waktu
2-3 bulan sebelum pemriksaan. Give Comfort: Nyeri di bagian
abdomen karena ketoasidosis diabetic
e) Head to Toe
1) Kepala ; Bentuk simetris, warna rambut, persebaran rambut
merata, kebersihan kepala, benjolan ada tidak, ada nyeri tekan
atau tidak
2) Muka ; Bentuk simetris, agak pucat, edema ada tidak, nyeri ada
tidak
3) Mata ; Konjungtia anemis, refleks pupil isokor, benjolan tidak
ada, nyeri tekan tidak ada
4) Hidung ; Bentuk simetris, sekret tidak ada
5) Telinga ; Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak
ada
6) Mulut dan Gigi ; Bentuk simetris, mukosa mulut kering,
kebersihan cukup, lidah bersih, pembesaran tonsil tidak ada
7) Leher ;Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena
jugularis tidak ada
8) Thoraks ; Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan Krekel
tidak ada, retraksi otot dada tidak ada
9) Abdomen ; Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8
x/menit, pembesaran hati tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan
tidak ada, asites tidak ada
10) Ekstremitas ; Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan
terkoordinir tetapi lemah
4. Amanese
a) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih
dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan,
trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
f) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
g) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi
5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200
mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan
kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress
b) Gula darah puasa normal atau diatas normal
c) Essei hemoglobin glikolisat di atas rentang normal
d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dijumpai pada DM tipe 2 dan Hiperglikemia
antara lain :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungi
pancreas, resistensi insulin (SDKI, 2017, D.0027)
2. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi,
kekurangan intake cairan (SDKI, 2017, D.0023)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
peningkatan kebutuhan metabolisme (SDKI, 2017, D.0019)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (Diabetes Melitus
tipe 2) (SDKI, 2017, D.0142)
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (miokard),
agen pencedera fisik (abses, ulkus, ganggren) (SDKI, 2017, D.0077)
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi,
neuropati perifer (SDKI, 2017, D.0192)
7. Risiko jatuh berhubungan dengan hipotensi ortostatik, perubahan kadar
glukosa darah, gangguan penglihatan, neuropati (SDKI, 2017, D.0143)
E. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan disusun berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia / SLKI (2018) dan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia / SIKI (2018).
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi dan Tindakan Keperawatan
Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
glukosa darah kestabilan kadar glukosa darah (L.05022) Observasi
(SDKI, 2017, D.0027) meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
- Koordinasi meningkat - Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
- Kesadaran meningkat meningkat (mis. Penyakit kambuhan)
- Mengantuk menurun - Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
- Pusing menurun - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Poliuria,
- Lelah / lesu menurun polidipsia, polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur,
- Keluhan lapar menurun sakit kepala
- Gemetar menurun - Monitor intake dan output cairan
- Berkeringat menurun - Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan
- Mulut kering menurun darah ortostatik dan frekuensi nadi
- Rasa haus menurun Terapetik
- Kadar glukosa dalam darah membaik - Berikan asupan cairan oral
- Kadar glukosa dalam urin membaik - Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemis
- Jumlah urine membaik tetap ada atau membusuk
- Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi
- Anjurkan menghindari olahraga saat kada glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl
- Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
- Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika
perlu
- Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat dan
bantuan profesional kesehatan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
- Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
Manajemen Hipoglikemia (I.03115)
Observasi
- Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
- Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik
- Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
- Berikan glukagon, jika perlu
- Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Pertahankan akses IV, jika perlu
- Hubungi layanan medis darurat, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
- Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
- Anjurkan monitor kadar gula darah
- Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang
penyesuaian program pengobatan
- Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan olahraga
- Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (misal tanda dan gelaja,
faktor risiko, dan pengobatan hipoglikemia
- Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia
(misal mengurangi insulin/agen oral, dan/atau meningkatkan
asupan makanan untuk berolahraga
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
- Kolaborasi pemberin glukagon, jika perlu
Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
(SDKI, 2017, D.0023) status cairan membaik (L.03028) dengan kriteria Observasi
hasil : - Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misal frekuensi nadi
- Kekuatan nadi meningkat meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
- Turgor kulit meningkat nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
- Output urine meningkat kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus,
- Pengisian vena meningkat lemah)
- Frekuensi nadi membaik - Monitor intake dan output cairan
- Tekanan darah membaik Terapeutik
- Tekanan nadi membaik - Hitung kebutuhan cairan
- Membran mukosa membaik - Berikan posisi modified Trendelenburg
- Jugular Venous Pressure (JVP) membaik - Berikan asupan cairan oral
- Kadar Hb membaik Edukasi
- Kadar Ht membaik - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Intake cairan membaik - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
- Status mental membaik Kolaborasi
- Suhu tubuh membaik - Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (misal NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (misal glukosa
2,5%,NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (misal Albumin,
Plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Manajemen Nutrisi (I.03119)
(SDKI, 2017, D.0019) status nutrisi membaik (L.03030) dengan kriteria Observasi
hasil : - Identifikasi status nutrisi
- Porsi makananan yang dihabiskan meningkat - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Kekuatan otot pengunyah meningkat - Identifikasi makanan yang disukai
- Kekuatan otot menelan meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
nutrisi meningkat - Monitor asupan makanan
- Berat badan membaik - Monitor berat badan
- Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Frekuensi makan membaik Terapeutik
- Nafsu makan membaik - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Membran mukosa membaik - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang masogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Pencegahan Infeksi (I.14539)
(SDKI, 2017, D.0142) tingkat infeksi menurun (L.14137) dengan kriteria Observasi
hasil : - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
- Demam menurun Terapeutik
- Kemerahan menurun - Batasi jumlah pengunjung
- Nyeri menurun - Berikan perawatan kulit pada area edema
- Bengkak menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
- Kadar sel darah putih membaik lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Ajarkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Manajemen Nyeri (I.08238)
(SDKI, 2017, D.0077) tingkat nyeri menurun (L.08066) dengan kriteria Observasi
hasil : - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
- Sikap protektif menurun - Identifikasi respons nyeri non verbal
- Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Kesulitan tidur menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Frekuensi nadi membaik - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Pola napas membaik - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Tekanan darah membaik - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yag memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Kulit integritas kulit dan jaringan meningkat dengan Observasi
(SDKI, 2017, D.0139) kriteria hasil : - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
- Kerusakan jaringan menurun Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
- Kerusakan lapisan kulit menurun kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
- Nyeri menurun Terapeutik
- Perdarahan menurun - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Kemerahan menurun - Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
- Suhu kulit membaik - Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
diare
- Gunakan produk berbahan potrelium atau minyak pada kulit
kering
- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
Perawatan Luka (I.14564)
Observasi
- Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontosik, sesuai
kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi,jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg/BB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikas
- Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika
perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
- Anjarkan prosdur perawatan luka
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Risiko Jatuh Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Pencegahan Jatuh (I.14540)
(SDKI, 2017, D.0143) risiko jatuh menurun (L.14138) dengan kriteria Observasi
hasil : - Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. Usia >65 tahun, penurunan
- Jatuh dari tempat tidur menurun tingkat kesadaran, defisit koknitif, hipotensi ortostatik,
- Jatuh saat berdiri menurun gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
- Jatuh saat duduk menurun - Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau
- Jatuh saat berjalan menurun sesuai dengan kebijakan institusi
- Idenstifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
(mis. Lantai licin, penerangan kurang)
- Hitung resiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall
Morse Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
- Pasang handrall tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Tempatkan pasien beriko tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan perawat dari nurse station
- Gunakan alat bantu berjalan (mis. Kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaku untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil
perawat
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Hari/Tanggal : Kamis, 17 Februari 2022
Jam : 20.00 WIB
Tempat : Ruang ICU Rumah Sakit Bagas Waras Klaten
Oleh : Yuliana Fajarsari
Sumber data : Pasien, Keluarga, Perawat, dan Rekam Medis
Metode : Wawancara, Observasi, Pemeriksaan Fisik, dan Studi
Dokumen

1. Identitas
a. Pasien
Nama Pasien : Ny. N
Umur : 78 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Klaten, 16 Maret 1943
Alamat : Japanan, Cawas, Klaten
Status Perkawinan : Menikah
Agama / Suku : Islam / Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 17 Februari 2022
No RM : 044XXX
Dx. Medis : DM Tipe 2, Hiperglikemia, Hemiparesis
Dextra

b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. W
Umur : 80 tahun
Alamat : Japanan, Cawas, Klaten
Status Perkawinan : Menikah
Hubungan dgn Pasien : Suami

2. Pengkajian Data Dasar


a. Primary Assessment
1) Airway
Jalan napas pasien bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada suara
nafas tambahan. Pasien terpasang O2 4 lpm dengan Nasal Kanul
2) Breathing
Pasien dapat bernapas spontan dengan bantuan oksigen 4
liter/menit melalui nasal kanul, SpO2 99%
3) Circulation
TD : 176/94 mmHg, HR : 87 x/menit, Irama jantung ST (Sinus
Takikardi), denyut nadi kuat, ekstremitas hangat, CRT < 3 detik,
turgor kulit baik. Terpasang infus dengan 2 jalur di tangan kanan
yaitu Infus RL 10 tpm dan nicardipine 1 mcq. Tempat tusukan
infus tidak bengkak dan tidak kemerahan. Pasien terpasang
kateter. Urin yang keluar di urinal bag berwarna kuning dengan
volume 200 cc.
4) Disability
Keadaan umum pasien lemah, pasien somnolen, GCS : 6 (E2 Vx
M4), Pupil isokor, refleks cahaya +/+, pasien afasia. Pasien
mengalami hemiparesis dextra. Kekuatan otot tangan kanan pasien
bernilai 2. Kekuatan otot kaki kanan pasien bernilai 2.
5) Exposure
Akral hangat, suhu tubuh 36,6 °C. Terdapat luka lecet pada lapisan
dermis dengan diameter luka ± 2 cm dan berwarna kemerahan
pada daerah pantat.
b. Focus Assessment
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah. posisi pasien semifowler
2) Tingkat Kesadaran
Kesadaran pasien somnolen, nilai GCS : 6 (E2 Vx M4)
3) Keluhan Utama
Kadar glukosa darah pasien tinggi yaitu 715 mg/dL pada tanggal
17 Februari 2022
c. Sekunder Assessment
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya klien pernah
menderita hipertensi dan penyakit jantung serta Diabetes Melitus.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien menderita hipertensi
dan Diabetes Melitus kurang lebih 4 tahun yang lalu. Keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien tidak ada riwayat terkonfirmasi
COVID-19. Keluarga mengatakan selama di rumah selalu rutin
dibantu minum obat DM. Keluarga mengatakan bahwa Ny. N
jarang dibawa periksa ke pelayanan kesehatan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Bagas Waras pada tanggal 17 Februari
2022 pukul 10.20 WIB dengan keluhan bahwa sejak tadi pagi
pasien tidak sadarkan diri. Keluarga pasien mengatakan bahwa
pasien terlihat lemas, ngantuk-ngantukan. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien tidak bisa bicara, tidak mual, tidak
muntah, tidak batuk, tidak pilek, dan tidak diare. Lalu di IGD
dilakukan pemeriksaan gula darah dengan stik, darah lengkap, Ro
Thoraks, Riksa MSCT Scan Non Kontras, dan urine. Hasil GDS
dengan stik saat di IGD: High. lalu hasil GDS oleh Lab : 715
mg/dl. Di IGD dilakukan penanganan hiperglikemia dengan di
loading cairan Natrium Klorida (NaCl) 0,9% sebanyak 500 cc.
Lalu ditambah loading cairan NaCl 0,9% 500 cc lagi. Setelah
pasien stabil, pasien dipindah rawat di ICU.
Saat dilakukan pengkajian di Ruang ICU, baju pasien nampak
kotor dan tidak rapi. Seprei dan selimut di bed pasien terlihat tidak
rapi dan kotor. Tercium bau yang tidak sedap dari badan pasien.
Pasien mengalami hemiparesis decxtra dan pasien dalam kondisi
tirah baring. Pasien terpasang NGT pada tanggal 17 Februari 2022
untuk masukan makanan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga
yang memiliki penyakit seperti pasien (DM Hipertensi, dan
jantung) maupun penyakit menular.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : Somnolen, E2 Vx M4
2) Vital Sign
- Tekanan Darah : 176/94 mmHg
- Nadi : 87 x/menit
- Respirasi Rate : 20 x/menit
- Suhu : 36,6 °C
- SpO2 : 99% dengan bantuan oksigen 4 lpm
melalui Nasal Kanul
3) Status Gizi
- Tinggi Badan : 160 cm
- Berat Badan : 65 kg
- IMT : 25,3 kg/M2
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala dan Maksilofasial
- Kepala pasien normocephal simetris, tidak ada luka.
- Pasien terpasang O2 4 lpm dengan nasal kanul
- Pasien terpasang NGT sejak 17 Februari 2022 untuk
masukan makanan.
- Rambut pasien tidak rapi
- Kulit kepala bersih, dan tidak ada ketombe
- Rambut berwarna putih dan tidak mudah rontok
- Konjungtiva tidak anemis
- Sklera berwarna putih
- Pupil isokor dan refleks terhadap cahaya +/+
- Hidung simetris
- Gigi pasien sudah ada yang tanggal
- Membran mukosa mulut pasien kering
- Bibir pasien terlihat kering
- Tidak ada halitosis (bau mulut)
b) Vertebra Servikalis dan Leher
- Tidak ada benjolan
- JVP tidak meningkat, nilai JVP 5 cm diatas angulus sterni
- Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Tidak ada lesi / luka dan tidak ada nyeri tekan
c) Thoraks
(1) Paru
(a) Inspeksi
- Saat inspirasi, pergerakan dinding dada simetris
antara dada kanan dan kiri
(b) Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak terdapat peningkatan vocal fremitus pada
kedua paru
(c) Perkusi
- Terdengar suara sonor pada kedua lapang paru
(d) Auskultasi
- Suara nafas vesikuler
- Tidak terdapat suara napas tambahan
- RR : 20 x/menit
(2) Jantung
(a) Inspeksi
- Bentuk dinding dada simetris, tidak ada pembesaran
sebelah, ictus cordis terletak pada sela iga ke 5 di
sebelah medial linea midklavikularis sinistra
(b) Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Ictus cordis dapat teraba pada ruang intercostal kiri
ke V, medial (2 cm) dari lineal midclavicularis kiri
- Denyut jantung teraba kuat
(c) Perkusi
- Terdengar suara dullness pada bagian jantung
(d) Auskultasi
- Bunyi jantung reguler, S1 : Lub S2 : Dub.
- Tidak terdengar bunyi jantung tambahan (tidak ada
murmur, gallop)
- Heart Rate (HR) : 87 x/menit
d) Abdomen
(1) Inspeksi
- Warna kulit sawo matang
- Tidak ada luka / jejas
- Terdapat pigmentasi warna kulit pada bagian perut
- Perut tidak membesar / tidak asites
(2) Auskultasi
- Terdengar suara bising usus 10 x/menit
(3) Perkusi
- Terdapat suara timpani pada bagian abdomen
(4) Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada asites
e) Punggung
- Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang
- Terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan diameter
± 2 cm pada bagian pantat
- Terdapat hiperpigmentasi kulit pada bagian pantat
f) Perineum / Rektum / Vagina
- Genetalia pasien tampak kotor
- Pasien terpasang selang kateter pada tanggal 17 Februari
2022
- Tidak ada luka pada perineum maupun rectum maupun
vagina
- Pada urine bag, urine pasien berwarna kuning agak keruh
dan volume 430 cc dari pukul 21.00 – 05.00.
- Pasien terpasang pampers
g) Kulit
- Kulit pasien berwarna kuning langsat
- Terdapat hiperpigmentasi kulit pada bagian pantat
- Terdapat hiperpigmentasi warna kulit pada bagian perut
- Kulit pasien lembab, tidak pecah-pecah, terdapat luka
lecet berwarna kemerahan dengan diameter ± 2 cm pada
bagian pantat
h) Ekstremitas
(1) Atas
- Terpasang infus di tangan kanan dengan infus RL 10
tpm melalui infus pump dan nicardipine 1 mcq
melalui syringe pump.
- Tidak ada kelainan jari tangan
- CRT < 2 detik
- Kekuatan otot tangan kiri pasien bernilai 5
- Kekuatan otot tangan kanan pasien bernilai 2
- Rentang gerak ekstremitas atas sebelah kanan pasien
terbatas yaitu pasien hanya dapat menggeser tangan
kanannya dan menggerakkan jari tangan
(2) Bawah
- Tidak ada edema pada kedua kaki
- Tidak ada ulkus atau luka pada kedua kaki
- Tidak ada kehilangan sensasi pada kedua kaki
- Tidak ada infeksi jamur diantara jari kaki
- Kondisi kaki bersih, kuku kaki pendek
- Rentang gerak ekstremitas bawah sebelah kanan
pasien terbatas, pasien hanya bisa menggeser kaki
kanannya ke arah kanan dan kiri dan hanya bisa
menggerakkan jari kakinya
- Pasien hanya dapat menggeser kaki kanannya ke
samping kanan dan kiri
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Dilakukan pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 17 Februari
2022
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP :
Hemoglobin 13,2 gr/dl 12.0 – 15.6
Hematokrit 39,5 % 33.0 – 45.0
Trombosit 222 10^3/µL 150 – 450
Leukosit 13,43 10^3/µL 4.5 – 11.0
Eritrosit 5,63 10^6/µL 4.4 – 5.9
MCV 70,0 fL 79.0 – 99.0
MCH 23,4 pg 27 – 31
MCHC 33,4 g/dL 33 – 37
RDW-CV 14,4 % 10.0 – 15.0
PCT 0,249 0.16 – 0.33
MPV 11,2 fL 7.9 – 11.1
PDW 16,3 fL 9.0 – 13.0
NLR 9,38 1 – 3.13
ALC (Absolite Limfosit 1240 /µL 1500 – 4000
Count)
HITUNG JENIS
Neutrofil 86,6 % 50 – 70
Limfosit 9,2 % 20 – 40
Monosit 4.0 % 0–6
Eosinofil 0.0 % 0–4
Basofil 0.2 % 0–1
SEROLOGI
Antigen Rapid Test SARS- Negatif Negatif
Cov-2
KIMIA KLINIK
Glukosa Stick HI mg/dL 70 – 140
Glukosa Sewaktu 715 mg/dL 70 – 140
CK-MB 18 U/L < 25
Ureum 65 mg/Dl 10 – 45
Creatinin 1.5 mg/dL 0.5 – 1.1
SGOT 90 U/L 8 – 37
SGPT 55 U/L 8 -40

2) Dilakukan Pemeriksaan Urine pada tanggal 17 Februari 2022


Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
URINE
URINE LENGKAP
Makroskopis :
Warna Kuning muda Kuning muda –
Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
pH 5.0 4.8 – 7.8
Berat Jenis 1.015
Protein 2+
Reduksi 4+ Negatif
Nitrit + Negatif
Keton 2+ Negatif
Urobilinogen - Normal
Bilirubin - Negatif
Darah 3+ Negatif
Leukosit - Negatif
Mikroskopis :
Lekosit 5 – 11 /LPB 0 – 12
Eritrosit 80 – 90 Sel/LPB 0–1
Epitel 15 – 20 Sel/LPK 0 – 10
Silinder Negative /LPK Negatif
Kristal Amorf Urat (+) Negatif
Bakteri Positif Negatif
Lain-lain Negatif

3) Dilakukan pemeriksaan Riksa MSCT Scan Non Kontras pada


tanggal 17 Februari 2022
Kesan :
- Infark di lobus parietalis dan occipitalis sinistra dengan Vascular
Territories di arteri cerebri media dan posterior sinistra
4) Dilakukan pemeriksaan Ro Thorax pada tanggal 17 Februari 2022
Kesan :
- Kardiomegaly dengan aortosklerosis
- Pulmo dalam batas normal

f. Terapi
Hari / Tgl Nama Obat Dosis Rute Jam Pemberian
Kamis, 17 Infus RL 10 tpm IV melalui Continue
Feb 2022 infus pump
Nicardipine 1 mcq (2 Amp) IV melalui Continue
syringe pump
Manitol 100 cc IV melalui
(Tappering off infus pump
4-3-2-1)
Ranitidine 2 x 50 mg IV 09.00 & 21.00
Ceftazidin 2 x 1 gr IV 05.00 & 16.00
Furosemide 2 x 20 mg IV 05.00 & 15.00
Citicolin 2 x 500 mg IV 05.00 & 15.00
Mecobalamin 2 x 500 mg IV 05.00 & 15.00
Piracetam 2 x 3 gr IV 05.00 & 15.00
OMZ 1 x 40 mg IV 11.00
Novorapid 3 x 14 ui SC 05.00, 12.00 & 16.00
CPG 1 x 1 mg Oral 11.00
Aspilet 1 x 50 mg Oral 11.00
Captopril 3 x 25 mg Oral 12.00
KSR 2 x 300 mg Oral 11.00 & 23.00
Meconazole 2x1 Zalf
Fluconazole 1 x 150 mg Oral 11.00
B. Analisa Data
Hari, Tanggal : Kamis, 17 Februari 2022
Pukul :
Oleh : Yuliana Fajarsari
Data Masalah Penyebab
DS : - Ketidakstabilan Resistensi
DO : kadar glukosa darah Insulin : DM
- Hasil GDS dengan stik saat di IGD: High (SDKI, 2017, tipe 2
- Hasil GDS oleh Lab : 715 mg/dl D.0027, Hal.71)
- Membran mukosa mulut pasien kering
- Kesadaran somnolen
- Bibir pasien terlihat kering
- Tidak ada halitosis (bau mulut)
DS : - Defisit Perawatan Gangguan
DO : Diri : Mandi, makan, neuromuskuler :
- Keadaan umum pasien lemah berhias, dan hemiparesis
- Rambut pasien tidak rapi BAK/BAB dextra
- Baju pasien nampak kotor dan tidak rapi (SDKI, 2017,
- Seprei dan selimut di bed pasien terlihat tidak D.0109, Hal. 240)
rapi dan kotor
- Tercium bau yang tidak sedap dari badan
pasien
- Ekstremitas sebelah kanan tidak bisa
digerakkan
- Pasien terpasang kateter pada tanggal 17 Feb
2022
- Pasien terpasang NGT sejak 17 Februari 2022
untuk masukan makanan
- Pasien terpasang pampers
- Pasien mengalami hemiparesis dextra
- Pasien dalam kondisi tirah baring
DS : - Gangguan Integritas Penurunan
DO : kulit mobilitas
- Terdapat luka lecet berwarna kemerahan (SDKI, 2017,
dengan diameter ± 2 cm pada bagian pantat D.0192, Hal. 282)
- Terdapat hiperpigmentasi kulit pada bagian
pantat
- Terdapat hiperpigmentasi warna kulit pada
bagian perut
- Pasien dalam kondisi tirah baring
DS : - Gangguan Mobilitas Gangguan
DO : Fisik neuromuskuler :
- Dx medis : Hemiparesis dextra (SDKI, 2017, hemiparesis
- Kekuatan otot tangan kanan pasien bernilai 2 D.0054, Hal. 124) dextra
- Kekuatan otot kaki kanan pasien bernilai 2
- Rentang gerak ekstremitas atas sebelah kanan
pasien terbatas yaitu pasien hanya dapat
menggeser tangan kanannya dan
menggerakkan jari tangan
- Rentang gerak ekstremitas bawah sebelah
kanan pasien terbatas, pasien hanya bisa
menggeser kaki kanannya ke arah kanan dan
kiri dan hanya bisa menggerakkan jari kakinya
- Pasien hanya dapat menggeser kaki kanannya
ke samping kanan dan kiri
DS : - Risiko infeksi Faktor risiko :
DO : (SDKI, 2017, penyakit kronis
- Nilai Leukosit : 13.43 x 10^3/µL D.0142, Hal.304) (DM tipe 2)
- Terdapat luka lecet pada bagian pantat
- Luka berwarna kemerahan
- Pasien terpasang kateter pada tanggal 17 Feb
2022
- Pasien terpasang NGT sejak 17 Februari 2022
untuk masukan makanan
- Pasien terpasang infus di tangan kanan pada
tanggal 17 Februari 2022

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin : DM tipe 2 ditandai dengan :
- Hasil GDS dengan stik saat di IGD: High
- Hasil GDS oleh Lab : 715 mg/dl
- Membran mukosa mulut pasien kering
- Kesadaran somnolen
- Bibir pasien terlihat kering
- Tidak ada halitosis (bau mulut)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler :
hemiparesis dextra ditandai dengan :
- Dx medis : Hemiparesis dextra
- Kekuatan otot tangan kanan pasien bernilai 2
- Kekuatan otot kaki kanan pasien bernilai 2
- Rentang gerak ekstremitas atas sebelah kanan pasien terbatas yaitu
pasien hanya dapat menggeser tangan kanannya dan menggerakkan
jari tangan
- Rentang gerak ekstremitas bawah sebelah kanan pasien terbatas,
pasien hanya bisa menggeser kaki kanannya ke arah kanan dan kiri
dan hanya bisa menggerakkan jari kakinya
- Pasien hanya dapat menggeser kaki kanannya ke samping kanan dan
kiri
3. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berhias, dan BAK/BAB/
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler : hemiparesis dextra
ditandai dengan :
- Keadaan umum pasien lemah
- Rambut pasien tidak rapi
- Baju pasien nampak kotor dan tidak rapi
- Seprei dan selimut di bed pasien terlihat tidak rapi dan kotor
- Tercium bau yang tidak sedap dari badan pasien
- Ekstremitas sebelah kanan tidak bisa digerakkan
- Pasien terpasang kateter pada tanggal 17 Feb 2022
- Pasien terpasang NGT sejak 17 Februari 2022 untuk masukan
makanan
- Pasien terpasang pampers
- Pasien mengalami hemiparesis dextra
- Pasien dalam kondisi tirah baring
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
ditandai dengan :
- Terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan diameter ± 2 cm
pada bagian pantat
- Terdapat hiperpigmentasi kulit pada bagian pantat
- Terdapat hiperpigmentasi warna kulit pada bagian perut
- Pasien dalam kondisi tirah baring
5. Risiko infeksi dengan faktor risiko : penyakit kronis (DM tipe 2) ditandai
dengan :
- Nilai Leukosit : 13.43 x 10^3/µL
- Terdapat luka lecet pada bagian pantat
- Luka berwarna kemerahan
- Pasien terpasang kateter pada tanggal 17 Feb 2022
- Pasien terpasang NGT sejak 17 Februari 2022 untuk masukan
makanan
- Pasien terpasang infus di tangan kanan pada tanggal 17 Februari
2022
D. Intervensi / Rencana Keperawatan
Nama Pasien / No CM : Ny. N / 044XXX Ruang : Ruang ICU RS Bagas Waras Klaten
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Tindakan Keperawatan Rasional
Keperawatan
1. Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
kadar glukosa keperawatan selama 7 jam Observasi
darah diharapkan kestabilan kadar 1. Monitor kadar glukosa darah setiap 1. Memberikan data mengenai kadar
berhubungan glukosa darah meningkat dengan hari glukosa darah agar dapat melakukan
dengan resistensi kriteria hasil : intervernsi untuk mengontrol kadar
insulin : DM tipe - Kesadaran compos mentis glukosa darah
2 - Mulut tidak kering 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia 2. Memberikan data mengenai kondisi
- Kadar glukosa darah sewaktu pasien dan dapat melakukan tindakan
antara 70 – 140 mg/dL untuk hiperglikemia
- Jumlah urine yang keluar dalam 3. Monitor intake dan output cairan 3. Memberikan data mengenai intake dan
7 jam sebanyak 230 cc output cairan pasien sehingga dapat
(SLKI, 2018, L.05022) menentukan apakah seimbang kebutuhan
cairan pasien
Terapetik
4. Berikan asupan cairan oral 4. Salah satu tanda hiperglikemia adalah
rasa haus, untuk meminimalkan maka
diberikan asupan cairan oral
5. Fasilitasi ambulasi 5. Membantu dan memfasilitasi pasien
untuk memenuhi kebutuhan
Edukasi
6. Anjurkan pasien atau keluarga monitor 6. Memandirikan pasien dan keluarga
kadar glukosa darah secara mandiri dalam mengecek glokosa darah dan
memberikan informasi mengenai
kesehatannya
7. Ajarkan pengelolaan diabetes kepada 7. Menambahkan pengetahuan dan
pasien dan keluarga wawasan pasien dan keluarga mengenai
pengelolaan diabetes sehingga dapat
menambah kemandirian selama di rumah
Kolaborasi
8. Kelola pemberian Novorapid 14 UI 3x 8. Novorapid termasuk jenis insulin yang
sehari mempunyai fungsi dapat menurunkan
kadar glukosa darah
9. Kelola pemberian infus RL 10 tpm 9. Pemberian cairan infus dapat
(SIKI, 2018) mengurangi kadar glukosa darah

Yuliana
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Teknik Latihan Penguatan Sendi
mobilitas fisik keperawatan selama 7 jam (I.05185)
berhubungan diharapkan mobilitas fisik Observasi
dengan gangguan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi keterbatasan fungsi dan 1. Memberikan data mengenai keadaan
neuromuskuler : - Pergerakan ekstremitas yaitu gerak sendi klien
hemiparesis dapat menekuk kaki sebelah 2. Monitor lokasi dan sifat 2. Memberikan data mengenai keadaan
dextra kanan dan fleksi pada tangan ketidaknyamanan atau rasa sakit klien
kanan selama gerakan
- Kekuatan otot meningkat Terapeutik
- Rentang gerak (ROM) yaitu 3. Berikan posisi tubuh optimal untuk 3. Posisi tubuh yang optimal memberikan
dapat menekuk kaki sebelah gerakan sendi pasif atau aktif kenyamanan kepada klien
kanan dan fleksi pada tangan 4. Lakukan latihan ROM : ROM Pasif 4. Latihan ROM dapat membantu
kanan pada ektremitas sebelah kanan dan mencegah keterbatasan rentang gerak
- Kelemahan fisik berkurang ROM pasif-aktif pada ekstremitas dan mencegah kekakuan sendi
(SLKI, 2018, D.05042) sebelah kiri pagi dan sore hari
Edukasi
5. Jelaskan kepada pasien / keluarga 5. Menambah pengetahuan dan wawasan
tujuan dan rencana latihan bersama pasien dan keluarga mengenai ROM
6. Ajarkan melakukan latihan rentang 6. Menambah pengetauan pasien dan
gerak aktif dan pasif secara sistematis keluarga mengenai rentang gerak
sehingga dapat menerapkan di rumah
Kolaborasi
7. Kelola pemberian obat Citicolin 2 x 7. Citicoline berfungsi untuk
500 mg IV, Piracetam 2 x 3 gram IV, mempercepat rehabilitasi ekstremitas
Mecobalamin 2 x 500 mg IV atas pada pasien dengan hemiplegia
(SIKI, 2018) apopleksi dan mempercepat rehabilitasi
pada kehilangan kesadaran karena
kerusakan otak, cedera kepala atau
pembedahan otak dan infark serebral,
Piracetam merupakan obat nootropic
yang dapat meningkatkan memori dan
meningkatkan kemampuan
berkonsentrasi, Mecobalamin adalah
salah satu bentuk vitamin B12 yang
digunakan untuk mengobati neuropati
perifer.
Yuliana
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri : BAB/BAK,
diri : mandi, keperawatan selama 7 jam Berpakaian, Makan / Minum, Mandi
makan, berhias, diharapkan perawatan diri (I.11348) (I.11349) (I.11350) (I.11351)
dan BAK/BAB/ meningkat dengan kriteria hasil : (I.11352), Pemberian Makanan Enteral
berhubungan - Mampu mengenakan pakaian (I.03126)
dengan gangguan dengan dibantu atau mandiri Observasi
neuromuskuler : - Mampu makan tanpa selang 1. Monitor tingkat kemandirian 1. Memberikan data mengenai kondisi
hemiparesis NGT pasien
dextra - Mampu BAK tanpa 2. Monitor kemampuan menelan 2. Memberikan data mengenai kondisi
menggunakan kateter pasien
(SLKI, 2018, L.1103) 3. Monitor kebersihan tubuh 3. Memberikan data mengenai kondisi dan
kebersihan tubuh pasien sehingga dapat
menentukan tindakan yang tepat
4. Periksa posisi NGT dengan memeriksa 4. Memberikan data mengenai posisi
residu lambung atau mengauskultasi selang NGT apakah masih di lambung
hembusan nafas atau tidak
5. Monitor residu lambung selama 5. Memberikan data mengenai kondisi
pemberian makan via enteral pasien dan lambung pasien
Terapeutik
6. Sediakan lingkungan yang terapeutik 6. Lingkungan yang terapeutik membuat
pasien merasa nyaman
7. Siapkan keperluan mandi 7. Membantu pasien untuk melakukan
perawatan diri
8. Sediakan pakaian pribadi 8. Membantu pasien untuk berganti
pakaian
9. Fasilitasi mandi 9. Membantu pasien untuk melakukan
perawatan diri yaitu mandi
10. Fasilitasi mengenakan pakaian 10. Mengajarkan kemandirian dan
membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan perawatan dirinya
11. Fasilitasi berhias 11. Membantu pasien dalam hal perawatan
diri
12. Gunakan teknik bersih dalam 12. Mencegah terjadinya infeksi pada
pemberian makanan via selang pasien dan mencegah agar selang
pasien tidak kotor
13. Berikan diit melalui selang NGT 13. Membantu pasien untuk makan
Edukasi
14. Ajarkan kepada keluarga cara 14. Menambah wawasan dan pengetahuan
memandikan pasien keluarga mengenai cara memandikan
pasien sehingga dapat menambah
kemandirian keluarga dalam mengurus
pasien di rumah
15. Ajarkan kepada keluarga cara 15. Menambah pengetahuan keluarga dan
mengenakan pakaian pasien memandirikan keluarga untuk
mengganti pakaian pasien saat di rumah
Kolaborasi
16. Kelola pemberian obat ranitidine 2 x 16. Ranitidine adalah obat yang digunakan
50 mg dan omeprazole 1 x 40 mg untuk mengobati gejala atau penyakit
(SIKI, 2018) yang berkaitan dengan produksi asam
lambung berlebih, omeprazole adalah
obat untuk menangani penyakit asam
lambung.
Yuliana
4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
integritas kulit keperawatan selama 7 jam dan Perawatan Luka (I.14564)
berhubungan diharapkan integritas kulit Observasi
dengan penurunan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor karakteristik luka 1. Memberikan data mengenai kondisi
mobilitas - Luka lecet mengering luka pasien
- Kemerahan menurun 2. Monitor tanda-tanda infeksi 2. Memberikan data mengenai apakah
- Pigmentasi abnormal pada kulit pasien mengalami infeksi atau tidak
menurun Terapeutik
- Tektur kulit lembut 3. Ubah posisi tiap 2 jam 3. Mencegah terjadinya luka tekan pada
- Kerusakan lapisan kulit pasien
menurun 4. Lakukan perawatan luka 4. Memberikan kenyamanan dan
(SLKI, 2018, L.14125) mencegah terjadinya infeksi pada luka
5. Berikan salep sesuai dengan advice 5. Obat salf yang sesuai dapat membantu
dari dokter mempercepat penyembuhan luka
6. Pertahankan teknik steril saat 6. Mencegah terjadinya infeksi pada luka
melakukan perawatan luka dan pada pasien
Edukasi
7. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 7. Menambah pengetahuan kepada
kepada keluarga pasien keluarga pasien mengenai tanda dan
gejala infeksi
8. Ajarkan prosedur perawatan luka 8. Menambah pengetahuan dan
kepada kelurga pasien memandirikan keluarga dalam
melakukan perawatan di rumah
9. Anjurkan meningkatkan asupan 9. Asupan cairan yang cukup dapat
nutrisi membantu dalam pemenuhan cairan
pasien
Kolaborasi
10. Kelola pemberian obat Meconazole 10. Meconazole, Fluconazole, dan
(zalf). Fluconazole 150 mg (oral) dan Ceftazidin merupakan obat antibiotik
Ceftazidin 1 gr (IV) yang dapat mencegah terjadinya infeksi
(SIKI, 2018) dan mempercepat penyembuhan luka

Yuliana
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
dengan faktor keperawatan selama 7 jam Observasi
risiko : penyakit diharapkan tingkat infeksi menurun 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Memberikan data mengenai kondisi
kronis (DM tipe dengan kriteria hasil : lokal dan sistemik pasien
2) - Kemerahan menurun Terapeutik
- Kadar sel darah putih dalam 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Mencegah terjadinya kerumunan yang
rentang 4,5 x 10^3/µL – 11,0 x dapat menyebabkan infeksi
10^3/µL 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 3. Mencegah terjadinya penularan infeksi
(SLKI, 2018, L.14137) kontak dengan pasien dan lingkungan kepada pasien dan dari pasien
pasien
4. Pertahankan teknik aseptik pada 4. Mengurangi terjadinya infeksi pada
pasien berisiko tinggi pasien
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 5. Menambah pengetahuan dan wawasan
kepada keluarga pasien pasien mengenai kondisi yang terjadi
pada pasien
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan 6. Menambah pengetahuan keluarga
benar kepada keluarga pasien pasien dan memandirikan keluarga
pasien untuk selalu cuci tangan sebelum
menyentuh dan sesudah menyentuh
pasien
7. Anjurkan meningkatkan asupan 7. Asupan nutrisi yang cukup dapat
nutrisi memberikan energi dan mengurangi
terjadinya risiko
8. Ajarkan meningkatkan asupan 8. Asupan cairan yang cukup dapat
cairan : kebutuhan cairan 1.950 cc/24 membantu dalam pemenuhan cairan
jam pasien
(SIKI, 2018)
Yuliana
E. Implementasi dan Evaluasi
Nama Pasien / No CM : Ny. N / 044XXX Ruang : Ruang ICU RS Bagas Waras Klaten
Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Kamis, 17 Ketidakstabilan kadar Pukul 20.30 WIB Jumat, 18 Februari 2022
Februari 2022 glukosa darah 1. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia Pukul 07.00 WIB
berhubungan dengan Pukul 20.45 WIB S:
resistensi insulin : DM 2. Memberikan asupan cairan oral : diit cair 200 - Keluarga mengatakan bahwa akan memantau keadaan
tipe 2 cc dan air putih 50 cc dan kadar glukosa darah pasien saat nanti pulang ke
Pukul 21.00 WIB rumah
3. Memfasilitasi ambulasi : miring kanan dan O :
miring kiri, posisi semi fowler - Tidak ada tanda dan gejala hiperglikemia
Pukul 21.15 WIB - Mulut pasien masih terlihat agak kering
4. Mengelola pemberian infus RL 10 tpm - Kesadaran pasien somnolen
melalui syringe pump - GCS : 6 (E2 Vx M4)
Jumat, 18 Februari 2022 - Diit cair 200 cc dan air putih 50 cc sudah diberikan
Pukul 05.10 WIB - Jumlah urine : 500 cc
5. Memonitor kadar glukosa darah - GDS : 431 mg/dL
Pukul 05.15 WIB A : Ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi sebagian
6. Mengelola pemberian Novorapid 14 UI P : Lanjutkan intervensi
Pukul 06.30 WIB - Monitor kadar glukosa darah
7. Menganjurkan keluarga untuk memonitor - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
kadar glukosa darah secara mandiri di rumah - Monitor intake dan output cairan
Pukul 07.00 WIB - Berikan asupan cairan oral
8. Memonitor intake dan output cairan - Fasilitasi ambulasi
- Ajarkan pengelolaan diabetes kepada pasien dan
keluarga
- Kelola pemberian Novorapid 14 UI 3x sehari
- Kelola pemberian infus RL 10 tpm

Yuliana
Gangguan mobilitas Pukul 20.30 WIB Jumat, 18 Februari 2022
fisik berhubungan 1. Mengidentifikasi keterbatasan fungsi dan Pukul 07.00 WIB
dengan gangguan gerak sendi S:-
neuromuskuler : Pukul 20.40 WIB O:
hemiparesis dextra 2. Memonitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan - Tangan kanan dan kaki kanan pasien hanya bisa
atau rasa sakit selama gerakan bergeser saja
Pukul 20.45 WIB - Kekuatan otot tangan kanan bernilai 2
3. Memberikan posisi tubuh optimal untuk - Kekuatan otot kaki kanan bernilai 2
gerakan sendi atau aktif yaitu posisi - Pasien tirah baring
semifowler - Pasien afasia
Jumat, 18 Februari 2022 - Obat Citicolin (IV) 500 mg, Mecobalamin (IV) 500
Pukul 05.00 WIB mg, Piracetam (IV) 3 gram
4. Mengelola pemberian obat Citicolin (IV) 500 A: Gangguan mobilitas fisik belum teratasi
mg, Mecobalamin (IV) 500 mg, dan P : Lanjutkan intervensi
Piracetam (IV) 3 gram - Monitor lokasi dan sifat ketidaknyaman atau rasa sakit
selama gerakan
- Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan sendi
pasif atau aktif
- Lakukan latihan ROM : ROM pasif pada semua
ekstremitas
- Jelaskan kepada pasien / keluarga tujuan dan rencana
latihan ROM
- Ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif secara sistematis

Yuliana
Defisit perawatan diri : Pukul 20.15 WIB Jumat, 18 Februari 2022
mandi, makan, berhias, 1. Memonitor tingkat kemandirian Pukul 07.00 WIB
dan BAK/BAB Pukul 20.20 WIB S:-
berhubungan dengan 2. Memonitor kemampuan menelan O:
gangguan Pukul 20.30 WIB - Baju pasien nampak kotor
neuromuskuler : 3. Memonitor kebersihan tubuh - Rambut pasien tidak tertata dengan rapi
hemiparesis dextra Pukul 20.40 WIB - Seprei dan selimut pasien kotor
4. Memeriksa posisi NGT dengan memeriksa - Pasien terpasang selang NGT
residu lambung atau mengauskultasi - Refleks menelan pasien lemah
hembusan nafas - Pasien terpasang kateter dan pampers
5. Menggunakan teknik bersih dalam pemberian - Pasien tirah baring
makanan via selang - Kesadaran pasien somnolen
Pukul 20.45 WIB - Pasien sudah diberikan diit cair 200 cc dan air putih 50
6. Memberikan diit melalui selang NGT : 200 cc melalui selang NGT
cc susu cair dan 50 cc air putih - Obat Ranitidine (IV) 50 mg pukul 21.00 WIB
7. Memonitor residu lambung selama A : Defisit perawatan diri : mandi, makan, berhias, dan
pemberian makan via enteral BAK / BAB belum teratasi
Pukul 21.00 WIB P : Lanjutkan intervensi
8. Mengelola pemberian obat Ranitidine (IV) 50 - Monitor tingkat kemandirian
mg - Monitor kemampuan menelan
Pukul 22.00 WIB - Monitor kebersihan tubuh
9. Menyediakan lingkungan yang terapeutik - Periksa posisi NGT dagar ditulis jumlah dalam cc
Jumat, 18 Februari 2022 makanan yg bisa masuk via sonde saat itungan
Pukul 05.30 WIB memeriksa residu lambung atau mengauskultasi
10. Menyiapkan keperluan mandi : pakaian, hembusan nafas
handuk, washlap, sabun mandi, minyak - Monitor residu lambung selama pemberian makan via
kayu putih, seprei, selimut enteral
11. Menyediakan pakaian pribadi - Sediakan lingkungan yang terapeutik : lingkungan
yang tenang
- Siapkan keperluan mandi : sabun mandi, bedak,
minyak kayu putih, pampers, handuk, washlap
- Sediakan pakaian pribadi
- Fasilitasi mandi
- Fasilitasi mengenakan pakaian
- Fasilitasi berhias
- Gunakan teknik bersih dalam pemberian makanan via
selang
- Berikan diit melalui selang NGT
- Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien
- Ajarkan kepada keluarga cara mengenakan pakaian
pasien

Yuliana
Gangguan integritas Pukul 20.40 WIB Jumat, 18 Februari 2022
kulit berhubungan 1. Memonitor karakteristik luka Pukul 07.00 WIB
dengan penurunan Pukul 20.50 WIB S:-
mobilitas 2. Monitor tanda-tanda infeksi O:
Pukul 20.55 WIB - Terdapat luka lecet di bagian pantat berwarna
3. Mengubah posisi dari telentang ke posisi kemerahan
miring kiri - Terdapat hiperpigmentasi pada bagian pantat dan perut
Pukul 21.00 WIB pasien
4. Mengelola pemberian obat Ceftazidin 1 gr - Pasien dalam keadaan tirah baring
(IV) - Obat Ceftazidin 1 gram (IV) pukul 21.00 WIB
A : Gangguan integritas kulit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor karakteristik luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Ubah posisi tiap 2 jam
- Lakukan perawatan luka
- Berikan salep sesuai dengan advice dari dokter
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
luka
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi kepada keluarga
pasien
- Ajarkan prosedur perawatan luka kepada kelurga
pasien
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Kelola pemberian obat Meconazole (zalf).
Fluconazole 150 mg (oral) dan Ceftazidin 1 gr (IV)
/12 jam (2x sehari)

Yuliana
Risiko infeksi dengan Pukul 20.50 WIB Jumat, 18 Februari 2022
faktor risiko : penyakit 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan Pukul 07.00 WIB
kronis (DM tipe 2) sistemik S:
Pukul 21.00 WIB - Keluarga pasien mengatakan akan mencuci tangan
2. Membatasi jumlah pengunjung sebelum dan sesudah kontak atau menjenguk pasien
Pukul 21.15 WIB O:
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Luka lecet pada bagian pantat pasien masih berwarna
dengan pasien dan lingkungan pasien kemerahan
Pukul 21.20 WIB - Suhu tubuh pasien : 36,5 °C
4. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien - Luka pasien tidak bengkak
Jumat, 18 Februari 2022 - Keluarga tampak memperhatikan saat diajari cara
Pukul 06.30 WIB mencuci tangan
5. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan - Obat Ceftazidin 1 gram (IV) pukul 21.00 WIB
benar kepada keluarga pasien A : Risiko infeksi teratasi sebagian
Pukul 21.00 WIB P : Lanjutkan intervensi
6. Mengelola pemberian obat Ceftazidin 1 gr - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
(IV) - Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Ajarkan meningkatkan asupan cairan
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi kepada keluarga
pasien

Yuliana

Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Sabtu, 18 Ketidakstabilan kadar Pukul 09.00 WIB Pukul 14.00 WIB
Februari 2022 glukosa darah 1. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia S:-
berhubungan dengan Pukul 09.10 WIB O;
resistensi insulin : DM 2. Memonitor kadar glukosa darah - Tidak ada tanda dan gejala hiperglikemia
tipe 2 Pukul 09.30 WIB - Mulut pasien masih terlihat kering
3. Memberikan asupan cairan oral : Diit cair - Kesadaran pasien somnolen - apatis
200 cc dan air putih 50 cc - GCS : 7 (E3 Vx M4)
Pukul 10.00 WIB - Diit cair 200 cc dan air putih 50 cc sudah diberikan
4. Memfasilitasi ambulasi - Jumlah urine : 420 cc
Pukul 12.00 WIB - GDS : 467 mg/dL
5. Mengelola pemberian Novorapid 20 UI A : Ketidakstabilan kadar glukosa darah belum teratasi
Pukul 13.30 WIB P : Lanjutkan intervensi
6. Mengelola pemberian infus RL 10 tpm - Monitor kadar glukosa darah
melalui infus pump - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
Pukul 13.45 WIB - Monitor intake dan output cairan
7. Memonitor intake dan output cairan - Berikan asupan cairan oral
- Fasilitasi ambulasi
- Ajarkan pengelolaan diabetes kepada pasien dan
keluarga
- Kelola pemberian Novorapid 14 UI 3x sehari
- Kelola pemberian infus RL 10 tpm

Yuliana
Gangguan mobilitas Pukul 10.00 WIB Pukul 14.00 WIB
fisik berhubungan Memonitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan S : -
dengan gangguan atau rasa sakit selama gerakan O;
neuromuskuler : Pukul 10.10 WIB - Tangan kanan dan kaki kanan pasien hanya bisa
hemiparesis dextra Memberikan posisi tubuh optimal untuk gerakan bergeser saja
sendi pasif atau aktif - Kekuatan otot tangan kanan bernilai 2
Pukul 10.20 WIB - Kekuatan otot kaki kanan bernilai 2
Melakukan latihan ROM - Pasien masih tirah baring
- Kesadaran pasien somnolen - apatis
A : Gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor lokasi dan sifat ketidaknyaman atau rasa sakit
selama gerakan
- Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan sendi
pasif atau aktif
- Lakukan latihan ROM
- Jelaskan kepada pasien / keluarga tujuan dan rencana
latihan bersama
- Ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif secara sistematis

Yuliana
Defisit perawatan diri : Pukul 07.00 WIB Pukul 14.00 WIB
mandi, makan, berhias, 1. Memonitor tingkat kemandirian S:-
dan BAK/BAB Pukul 07.00 WIB O;
berhubungan dengan 2. Memonitor kebersihan tubuh - Pasien sudah dimandikan dengan bersih
gangguan Pukul 07.00 WIB - Baju, sprei, dan selimut pasien sudah diganti dengan
neuromuskuler : 3. Menyediakan lingkungan yang terapeutik yang baru
hemiparesis dextra Pukul 07.10 WIB - Rambut pasien sudah disisir dan dikucir
4. Menyiapkan keperluan mandi : Sabun mandi, - Diit cair (DM) 200 cc dan air putih 50 cc sudah
minyak kayu putih, dan bedak diberikan lewat selang NGT
Pukul 07.10 WIB - Pasien tidak muntah
5. Menyediakan pakaian pribadi - Selang NGT pasien masih masuk lambung
Pukul 07.30 WIB - Pampers pasien sudah diganti dengan yang baru
6. Memfasilitasi mandi dengan memandikan - Pasien masih terpasang selang NGT dan kateter
pasien di atas tempat tidur - Obat Ranitidine 50 mg (IV) pukul 09.00 WIB
Pukul 07.40 WIB A : Defisit perawatan diri : mandi, makan, berhias, dan
7. Memfasilitasi mengenakan pakaian BAK/BAB belum teratasi
Pukul 07.50 WIB P : Lanjutkan intervensi
8. Memfasilitasi berhias : dengan menyisir - Monitor tingkat kemandirian
rambut dan mengucir rambut pasien - Monitor kemampuan menelan
Pukul 09.00 WIB - Monitor kebersihan tubuh
9. Mengelola pemberian obat Ranitidine (IV) 50 - Periksa posisi NGT dengan memeriksa residu
mg lambung atau mengauskultasi hembusan nafas
10. Memonitor kemampuan menelan - Monitor residu lambung selama pemberian makan via
Pukul 09.20 WIB enteral
11. Memeriksa posisi NGT dengan memeriksa - Sediakan lingkungan yang terapeutik
residu lambung - Siapkan keperluan mandi
Pukul 09.25 WIB - Sediakan pakaian pribadi
12. Memonitor residu lambung selama - Fasilitasi mandi
pemberian makan via enteral - Fasilitasi mengenakan pakaian
Pukul 09.30 WIB - Fasilitasi berhias
13. Menggunakan teknik bersih dalam - Gunakan teknik bersih dalam pemberian makanan via
pemberian makanan via selang selang
Pukul 09.30 WIB - Berikan diit melalui selang NGT
14. Memberikan diit melalui selang NGT : Diit - Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien
cair (DM) 200 cc dan air putih 50 cc - Ajarkan kepada keluarga cara mengenakan pakaian
pasien

Yuliana
Gangguan integritas Pukul 07.30 WIB Pukul 14.00 WIB
kulit berhubungan 1. Memonitor karakteristik luka S:-
dengan penurunan Pukul 07.35 WIB O;
mobilitas 2. Memonitor tanda-tanda infeksi - Luka lecet pasien sudah dikompres dnegan kassa yang
Pukul 07.35 WIB dibasahi NaCl 0,9%
3. Melakukan perawatan luka dengan - Luka lecet pasien masih berwarna kemerahan
mengompres luka lecet dengan kassa yang - Luka lecet pasien tidak bengkak
dibasahi NaCl 0,9% - Obat Ceftazidin 1 gram (IV) sudah dibeikan
Pukul 07.35 WIB - Obat Fluconazole 150 mg (oral) sudah diberikan
4. Mempertahankan teknik steril saat A : Gangguan integritas kulit belum teratasi
melakukan perawatan luka P : Lanjutkan intervensi
Pukul 10.00 WIB - Monitor karakteristik luka
5. Mengubah posisi pasien dengan miring ke - Monitor tanda-tanda infeksi
kiri - Ubah posisi tiap 2 jam
Pukul 11.00 WIB - Lakukan perawatan luka
6. Mengelola pemberian obat Fluconazole 150 - Berikan salep sesuai dengan advice dari dokter
mg (oral) - Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
luka
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi kepada keluarga
pasien
- Ajarkan prosedur perawatan luka kepada kelurga
pasien
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Kelola pemberian obat Meconazole (zalf).
Fluconazole 150 mg (oral) dan Ceftazidin 1 gr (IV)
Yuliana
Risiko infeksi dengan Pukul 07.35 WIB Pukul 14.00 WIB
faktor risiko : penyakit 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal S :
kronis (DM tipe 2) dan sistemik - Keluarga mengatakan akan meningkatkan asupan
Pukul 09.45 WIB nutrisi dan asupan cairan pasien saat berada di rumah
2. Membatasi jumlah pengunjung - Keluarga mengatakan sudah menerapkan cuci tangan
Pukul 10.00 WIB sebelum dan sesudah dari pasien
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah O ;
kontak dengan pasien dan lingkungan - Keluarga tampak memperhatikan saat diberi
pasien penjelasan
Pukul 10.10 WIB - Suhu tubuh : 36,4 °C
4. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien - Luka lecet pasien masih berwarna kemerahan
Pukul 12.30 WIB - Luka pasien tidak bengkak
5. Menganjurkan kepada keluarga pasien A : Risiko infeksi belum teratasi
meningkatkan asupan nutrisi selama di P : Lanjutkan intervensi
rumah - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Pukul 12.30 WIB - Batasi jumlah pengunjung
6. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
Pukul 12.30 WIB pasien dan lingkungan pasien
7. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Pertahankan teknik aseptic pada pasien
kepada keluarga pasien - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Yuliana
BAB III
PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membahas kesenjangan antara tinjauan teoritis
dan tinjauan kasus pada Ny N dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hiperglikemia
di Ruang ICU Rumah Sakit Bagas Waras Klaten. Pembahasan ini dibuat dengan
langkah proses keperawatan yang dimulai dengan pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan / intervensi keperawatan, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian
Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien. Di dalam melakukan pengkajian, penulis
tidak menemukan kesulitan yang berarti, hanya saja pasien tidak bisa
berbicara atau afasia sehingga data yang didapatkan kurang terperinci dan
hanya mendapatkan data yang diketahui oleh anggota keluarga saja yaitu
suami pasien. Suami pasien bersedia memberikan keterangan dan kooperatif
selama wawancara.
Dari hasil pengkajian yang didapatkan bahwa pasien mengalami sebagian
tanda dan gejala yang sesuai dengan teori yaitu : mukosa mulut pasien kering
dan urin yang keluar jumlahnya banyak. Penulis juga mendapatkan data
bahwa kadar glukosa darah pasien tinggi dan urin pasien mengandung keton.
Hasil pengkajian telah penulis simpulkan dalam bentuk analisa data yang
merupakan sumber bagi penulis untuk menegakkan diagnosa keperawatan
sebagai acuan memberikan asuhan keperawatan bagi pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (SDKI, 2017).
Diagnosa keperawatan secara teoritis yang mungkin muncul pada pasien
dengan DM tipe 2 dan Hiperglikemia antara lain :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungi
pancreas, resistensi insulin (SDKI, 2017, D.0027)
2. Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi,
kekurangan intake cairan (SDKI, 2017, D.0023)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
peningkatan kebutuhan metabolism (SDKI, 2017, D.0019)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (Diabetes Melitus tipe
2) (SDKI, 2017, D.0142)
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (miokard), agen
pencedera fisik (abses, ulkus, ganggren) (SDKI, 2017, D.0077)
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi,
neuropati perifer (SDKI, 2017, D.0192)
7. Risiko jatuh berhubungan dengan hipotensi ortostatik, perubahan kadar
glukosa darah, gangguan penglihatan, neuropati (SDKI, 2017, D.0143)
Setelah dilakukan pengkajian kepada pasien Ny. N dengan DM tipe 2
dan hiperglikemia didapatkan lima (5) diagnosa keperawatan antara lain :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin : DM tipe 2
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler :
hemiparesis dextra
3. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berhias, dan BAK/BAB/
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler : hemiparesis dextra
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
5. Risiko infeksi dengan faktor risiko : penyakit kronis (DM tipe 2)
Diagnosa keperawatan tersebut muncul sesuai dengan masalah-masalah
yang dialami oleh pasien selama pengkajian dilakukan. Setelah
membandingkan antara diagnosa keperawatan pada tinjauan teori dengan
diagnosa keperawatan yang penulis angkat pada Ny. N dengan DM tipe 2 dan
hiperglikemia maka ada kesenjangan yaitu ada beberapa diagnosa di tinjauan
teoritis yang tidak ada pada pasien dan ada diagnosa keperawatan yang
dialami oleh pasien namun tidak tercantum pada tinjauan teoritis. Hal ini
disebabkan oleh adanya keluhan atau keadaan pasien yang tidak sesuai degan
tinjauan teoritis pada saat pengkajian.
C. Perencanaan / Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI, 2018). Adapun intervensi
keperawatan pada Ny. N dengan DM tipe 2 dan hiperglikemia diberikan
berdasarkan keadaan pasien. Tujuan yang penulis tetapkan pada masing
masing diagnosa keperawatan adalah teratasinya masalah berdasarkan respon
tubuh dan keadaan pasien saat ini. Dalam menetapkan rencana tindakan atau
intervensi penulis merujuk pada teori yang relevan yaitu menggunakan Buku
Standar Luaran Indonesia (SLKI), Buku Standar Intervensi Indonesia (SIKI),
dan pada jurnal penelitian yang sesuai untuk pasien serta disesuaikan dengan
kondisi yang ditemukan pada pasien pada saat pengkajian.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012). Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan DM tipe 2 dan
Hiperglikemia secara teoritis mengacu pada teori yang sesuai dengan
diagnosa yang diangkat. Dalam pelaksanaan tindakan perawatan pada Ny. N
dengan DM tipe 2 dan Hiperglikemia, penulis melakukan implementasi
sesuai dengan intervensi yang telah ditetapkan. Namun tidak semua intervensi
dapat diimplementasikan dikarenakan ada keterbatasan waktu dalam
implementasi. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan ini penulis
menemukan beberapa faktor penunjang diantaranya pasien yang kooperatif,
keluarga pasien yang merespon dan menerima saran dari perawat dengan baik
dan terbuka serta memberikan tanggapan yang baik.
Implementasi telah dilakukan sesuai dengan kemampuan pasien dan
perawat serta mampu diaplikasikan secara mandiri oleh pasien dan keluarga
pasien. Untuk diagnosa keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah,
telah dilakukan implementasi memonitor kadar glukosa darah pasien,
memonitor tanda dan gejala hiperglikemia, memberikan insulin. Pemberian
insulin diharapkan dapat menurunkan kadar glukosa darah pasien. Selain itu,
dilakukan juga pengelolaan DM untuk pasien yaitu dengan pemberian diit
DM.
Untuk diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik sudah dilakukan
implementasi salah satunya dengan melakukan ROM pasif pada ekstremitas
pasien sebelah kanan yang mengalami hemiparesis dan ROM aktif pada
ekstremitas pasien sebelah kiri. Menurut Potter & Perry dalam Rahmadani &
Rustandi (2019) dalam jurnal “Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoragik dengan Hemiparesis Melalui Latihan Range of Motion (ROM)
Pasif” bahwa latihan Range of Motion (ROM) merupakan sekumpulan
gerakan yang dilakukan pada bagian sendi yang bertujuan untuk
meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot. Latihan ROM dapat diterapkan
pada pasien yang mengalami hemiparesis yang disebabkan oleh stroke.
Latihan ROM juga dapat digunakan sebagai bentuk latihan dalam proses
rehabilitasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmadani & Rustandi
menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan range of motion (ROM) terhadap
kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik dengan
hemiparesis.
Untuk diagnosa keperawatan defisit perawatan diri : mandi, makan, berhias,
dan BAK/BAB telah dilakukan implementasi yaitu membantu pasien dalam
melakukan perawatan diri. Penulis juga menganjurkan kepada keluarga untuk
memperhatikan kebersihan diri dan perawatan diri pasien selama dirawat di
rumah nanti.
Untuk diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit telah dilakukan
implementasi yaitu melakukan kompres pada luka lecet pasien di bagian
pantat dengan menggunakan kassa dan NaCl 0,9%. Penulis juga
menganjurkan kepada keluarga pasien jika pasien nanti di rumah diharapkan
selalu untuk mengubah posisi pasien supaya mencegah terjadinya luka
decubitus atau luka tekan akibat tirah baring yang lama.
Untuk diagnosa keperawatan risiko infeksi telah dilakukan implementasi
dengan selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien dan sesudah
kontak dengan pasien. Penulis juga menganjurkan kepada keluarga untuk
selalu menerapkan cuci tangan ketika akan kontak dengan pasien dan setelah
kontak dengan pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan
untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Manurung, 2011). Evaluasi merupakan tahapan akhir
dari proses asuhan keperawatan. Hasil akhir yang diharapkan dari pasien DM
tipe 2 dan Hiperglikemia yaitu mampu mengelola DM yang dialami dengan
baik sehingga tidak terjadi hiperglikemia dan komplikasi kronis lainnya.
Dalam kasus Ny. Nn dari kelima diagnosa keperawatan yang penulis
temukan, setelah dilakukan proses asuhan keperawatan dan evaluasi
keseluruhan, kelima diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien Ny.
N belum teratasi sepenuhnya. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu
keterbatasan waktu, kondisi pasien yang tidak stabil sehingga tujuan yang
ditetapkan tidak bisa tercapai semuanya. Saat pelaksanaan asuhan
keperawatan tidak ada hambatan, pasien dan keluarga pasien kooperatif.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan laporan asuhan keperawatan kritis pada Ny. N dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hiperglikemia didapatkan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin : DM tipe 2
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler : hemiparesis dextra
3. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berhias, dan BAK/BAB/
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler : hemiparesis dextra
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
5. Risiko infeksi dengan faktor risiko : penyakit kronis (DM tipe 2)
Kelima diagnosa keperawatan tersebut belum ada yang tercapai
sepenuhnya dikarenakan beberapa faktor antara lain keterbatasan waktu,
kondisi pasien yang tidak stabil sehingga tujuan yang ditetapkan tidak bisa
tercapai semuanya. Saat pelaksanaan asuhan keperawatan tidak ada
hambatan, pasien dan keluarga pasien kooperatif.
B. Saran
Bagi pembaca dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan
asuhan keperawatan kritis yang berhubungan dengan Diabetes Melitus tipe 2
dan hiperglikemia. Bagi perawat rumah sakit dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang komprehensif dan dapat melakukan tindakan ROM pada
pasien dengan keterbatasan gerak atau kelemahan gerak. Bagi keluarga pasien
dapat menerapkan tindakan perawatan yang tepat saat di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling


Sering Menyerang Kita. Yogyakarta : Buku Biru.
Alfian, R. (2015). Korelasi antara Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula
Darah pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSUD DR. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin. Jurnal Pharmascience, 2(2), 15-23.
American Diabetic Association (ADA). (2014). Diagnosis and Classification of
Diabetes Melitus. Diabetes Care Volume 37, Supplement 1, January 2014,
Pg. 581-590.
Bilous, R & Donelly, R. (2015). Buku Pegangan Diabetes Edisi ke 4. Jakarta :
Bumi Medika.
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.
Farid, M., dkk. (2014). Artikel Penelitian Pengaruh Hiperglikemia terhadap
Gambaran Histopatologis Pulau Langerhans Mencit. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3(3), pp. 420-428.
https://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/162/157.
Fransisco, J., Guillermo, E., Umpierrez. (2014). Hyperosmolar Hyperglycemic
State : A Historic Review of the Clinical Presentation, Diagnosis, and
Treatment. American Diabetes Association.
Gotera & Budiyasa. (2010). Penatalaksanaan Keto Asidosis (KAD). Jurnal
Penyakit Dalam, 11(2), 126-138.
Guyton, A. C. & Hall, J. E. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 11.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
International Diabetes Federation (IDF). (2017). IDF Diabetes Atlas Eighth
Edition. IDF. doi:10.1016/j.diabres.2009.10.007.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor
6 di Dunia : Kemenkes Tawarkan Solusi CERDIK Melalui Posbindu.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kitabchi & Ebenezer. (2016). The Evolution of Diabetic Ketoacidosis : An
Update of Its Etiology, Pathogenesis, and Management. Elsevier Inc.
https://dx.doi.org/10.1016/j.metabol.2015.12.007
Kurniali, P. C. (2013). Hidup Bersama Diabetes Mengaktifkan Kekuatan
Kecerdasan Ragawi untuk Mengontrol Diabetes dan Komplikasinya.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Manurung, S. (2011). Keperawatan Profesional. Jakarta : Trans Info Media.
P2PTM Kemenkes RI. (2021). Kenali Gejala Hiperglikemia. Diunggah pada
tanggal 15 Novermber 2021. http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/kenali-gejala-hiperglikemia-berikut-ini
Padila. (2019). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah, Ed. 3. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Pakhetra, R., Garg, M. K., Suryanarayana. (2011). Management of
Hyperglycemia in Critical Illness : Review of Target and Strategies,
Vol.67.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2015). Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PD PERKENI.
Rahmadani, E. & Rustandi, H. (2019). Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke
Non Hemoragik dengan Hemiparesis Melalui Latihan Range of Motion
(ROM) Pasif. Journal of Telenursing (JOTING), 1(2), 354 – 363.
Scot, A. (2015). Management of Hyperosmolar Hyperglycaemic State in Adult
With Diabetes. Diabetes UK and The Association of British Clinical
Diabetologist.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Setyoahadi, B., dkk., (2012). EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
(Emergency in Internal Medicine). Volume I. Jakarta : Interna Publishing.
Smeltzer, S. C. & B. G. Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata M., Setiati, S. (2014). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi ke-6. Jakarta : Interna Publishing.
Tim Pokja SDKI DPPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) (1st ed.). Jakarta : DPPP Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) (1st ed.). Jakarta : DPPP Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) (1st ed.). Jakarta : DPPP Persatuan Perawat Indonesia.
Zeitler, P., et al. (2011). Hyperglycemic Hyperosmolar Syndrome in Children :
Pathophysiological Considerations and Suggestes Guideliness for
Treatment. The Journal of Pediatrics. www.jpeds.com,158:no1.

Anda mungkin juga menyukai