Disusun oleh :
Kelompok 2
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkah dan Rahmat-Nya penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah Kesehatan
& Keselamatan Kerja tepat pada waktunya. Dalam penyusunan tugas atau materi
ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan
bimbingan rekan-rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi bisa
teratasi. Dalam penyusunan makalah ini, penulis merasa masih banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada rekan-
rekan yang telah membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini. Besar
harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan profesi
perawat pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Rumusan masalah..............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep efidance Based Practice ………...……………………………….....3
A. Definisi …………………………………....................…………………...3
B. Tujuan EBP……………………………...........…………………………...3
C. Langkah-langkah dalam proes EBP……………………………………….4
D. Pengkajian dan alat untuk EBP………………………………….....……..6
2. Evidance Based Practice dalam keperawatan …………………………..........7
A. Pelaksanaan EBP dalam keperawatan……………………………...……..7
B. Faktor yang mempengaruhi EBP………………………………...………..7
C. Hambatan pelaksanaan EBP dalam keperawatan……………………....…9
3. Budaya dan lingkup kerja perawat dalam peningkatan patient safety…..........9
A. Pengertian budaya dan lingkup kerja perawat dalam peningkatan patient
safety ……………………………………………............….....................9
B. Budaya dan lingkup kerja perawat dalam peningkatan patient safety…...10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………........17
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….....18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evidance Based Practice (EBP) merupakan proses penggunaan bukti-
bukti terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan
klinik dalam merawat individu pasien (Nurhayati, 2015).
Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk
menentukan, menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature
keperawatan maupun medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
Dengan kata lain,EBP merupakan salah satu langkah empiris untuk mengetahui
lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat diimplementasikan pada lahan praktek
yang berfokus pada metode dengan critical thinking dan menggunakan data dan
penelitian yang tersedia secara maksimal.
Keselamatan pasien (safety patient) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman meliputi asesmen resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes
No 1691, 2011).
Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan
pemberi asuhan kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Perawat
sebagai ujung tombak sangat menentukan pemberian asuhan keperawatan yang
aman. World Health Organization merekomendasikan agar asuhan keperawatan
yang aman bisa diberikan pada pasien, maka upaya penelitian dan penerapan
hasil penelitian perlu dilakukan. Upaya penerapan hasil/ penelitian ini dikenal
dengan asuhan keperawatan berbasis Evidence Based Practice (EBP). Tujuan
1
dari penerapan EBNP mengidentifikasi solusi dari pemecahan masalah dalam
perawatan serta membantu penurunan bahaya pada pasien (Almaskari, 2017).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan memahami
situasi tentang EBP (evidence based practice) untuk meningkatkan keselamatan
pasien.
C. Manfaat
1. Untuk Tim Kesehatan
Makalah ini berguna sebagai media informasi mengenai EBP (Evidence
Based Practice) dalam K3 dan keselamatan pasien.
2. Untuk Mahasiswa
Makalah ini berguna sebagai media informasi sekaligus pembelajaran
khususnya bagi mahasiswa kesehatan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Tujuan EBP
Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam
praktek keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan
memberikan hasil yang terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan.
Selain itu juga, dengan dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat
kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan lama perawatan bisa lebih pendek
serta biaya perawatan bisa ditekan (Madarshahian et al., 2012). Dalam
rutinititas sehari-hari para tenaga kesehatan profesional tidak hanya perawat
namun juga ahli farmasi, dokter, dan tenaga kesehatan profesional lainnya
3
sering kali mencari jawaban dari pertanyaan- pertanyaan yang muncul ketika
memilih atau membandingkan treatment terbaik yang akan diberikan kepada
pasien/klien, misalnya saja pada pasien post operasi bedah akan muncul
pertanyaan apakah teknik pernapasan relaksasi itu lebih baik untuk
menurunkan kecemasan dibandingkan dengan cognitive behaviour theraphy,
apakah teknik relaksasi lebih efektif jika dibandingkan dengan teknik
distraksi untuk mengurangi nyeri pasien ibu partum kala 1 (Mooney, 2012).
Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based bertujuan
untuk menemukan bukti-bukti terbaik sebagai jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan klinis yang muncul dan kemudian mengaplikasikan bukti tersebut
ke dalam praktek keperawatan guna meningkatkan kualitas perawatan pasien
tanpa menggunakan bukti-bukti terbaik, praktek keperawatan akan sangat
tertinggal dan seringkali berdampak kerugian untuk pasien. Contohnya saja
education kepada ibu untuk menempatkan bayinya pada saat tidur dengan
posisi pronasi dengan asumsi posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk
mencegah aspirasi pada bayi ketika tidur. Namun berdasarkan evidence based
menyatakan bahwa posisi pronasi pada bayi akan dapat mengakibatkan resiko
kematian bayi secara tiba-tiba SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).
Oleh karena itu, pengintegrasian evidence based practice kedalam
kurikulum pendidikan keperawatan sangatlah penting. Tujuan utama
mengajarkan EBP dalam pendidikan keperawatan pada level undergraduate
student adalah menyiapkan perawat profesional yang mempunyai
kemampuan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas
berdasarkan evidence based (Ashktorab, 2015).
4
harus ditumbuhkan semangat dalam penelitian sehingga klinikan
akan lebih nyaman dan tertarik mengenai pertanyaan-pertanyaan
berkaitan dengan perawatan pasien.
2. Merumuskan pertanyaan klinis dalam format
PICOTPertanyaan klinis dalam format PICOT untuk
menghasilkan evidence yang lebih baik dan relevan.
P : Patient Population (kelompok / populasi pasien)
I : Intervention or Issue of Interest (intervensi atau issue yang
menarik)
C :Comparison intervention of group (perbandingan intervensi
didalam populasi)
O : Outcome (tujuan)
T : Time frame (waktu)
3. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam
penelitian, untuk menjawab pertanyaan tindakan dengan
melakukan systematic reviews dengan mempertimbangkan level
kekuatan dari evidence yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan (Guyatt & Rennie, 2002).
4. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk
penilaian kritis terhadap evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi
kekuatan dari evidence tersebut, yaitu tentang kevalidan dan
kegeneralisasiannya.
5. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan
rujukan serta nilai-nilai pasien didalam pengambilan keputusan
atau perubahan.
Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan turut serta
dalam proses pengambilan keputusan klinis dan hal tersebut
merupakan tanggung jawab etik dari pemberi pelayanan kesehatan
dengan melibatkan pasien didalam pengambilan keputusan
5
terhadap tindakan (Melnyk & Fineout-Overholt, 2005)
6. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan
evidence.
Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaimana atau
sejauh mana perubahan yang dilakukan berefek terhadap tujuan
pasien atau apakah efektif pengambilan keputusan yang dilakukan.
7. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun
yang tidak sesuai, dengan cara melakukan oral atau poster
presentation diwilayah local, regional, nasional atau internasional
6
sendiri.
7
klinis keperawatan adalah : sikap dari supervisor, sikap dari praktisioner,
sikap dari anggota lain dalam suatu organisasi, stakeholder, dan pendanaan.
Selain itu, suatu hasil penelitian dapat diimplementasi ketika memenuhi
hal-hal di bawah ini (Munten et al., 2010; Gerrish, McDonnell, et al., 2011;
Gerrish, Guillaume, et al., 2011; Wilkinson, Nurs, Nutley, &
Davies,2011) :
1. Evidence tersebut bersifat ilmiah dan sesuai dengan konsensus
pihak professional ahli dan sesuai dengan pilihan pasien.
2. Evidence tersebut memiliki konteks fitur pembelajaran yang dapat
memberikan tranformasi pemikiran para pemimpin organisasi dan
memiliki mekanisme pemantauan umpan balik yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Evidence tersebut sesuai dengan strategi, ketersediaan sumber daya,
nilai dan konteks budaya, serta gaya kepemimpinan dalam
organisasi.
4. Evidence dapat dievaluasi.
5. Terdapat masukan dari para fasilitator ahli.
Salah satu fasilitator yang dapat digunalan adalah perawat senior
dengan pengalaman klinis dan jenjang pendidikan yang memadai.
memanajemen dan mempromosikan penyerapan pengetahuan baru.
Dalam hal memanajemen, fasilitator bertugas mengumpulkan /
menghasilkan berbagai temuan penelitian, bertindak sebagai sumber
informasi bagi perawat klinis, mensintesis temuan penelitian, dan
menyebarkan hasil tersebut naik secara formal dan informal. Dalam
hal mempromosikan, fasilitator mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan perawat klinis melalui peran modeling, pengajaran,
dan fasilitasi pemecahan masalah klinis. Selain itu, juga terdapat
beberapa tipe pertanyaan berbeda ketika membahas tentang
penelitian intervensi klinis, yaitu apakah intervensi tersebut bekerja
(efficacy), apakah intervensi tersebut sama jika digunakan di
beberapa populasi klinis (effectiveness), apakah intervensi ini baik
8
jika dibandingkan dengan terapi lain (equivalence), apakah
intervensi ini aman, dan apakah intervensi ini bersifat efektif dari
segi pembiayaan (costeffective) (Forbes, 2009; Bulechek et al.,
2013).
9
(KKP-RS, 2012). Hal tersebut dikarenakan berfokus pada budaya
keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan pasien yang lebih
baik dibandingkan hanya berfokus pada program keselamatan pasien saja (El-
Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, & Hemadeh, 2011). Budaya keselamatan
pasien merupakan pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien yang
merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan kesehatan (Disch,
Dreher, Davidson, Sinioris, & Wainio, 2011; NPSA, 2009).
Pondasi keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan. Penerapan budaya
keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan pelayanan keperawatan
yang bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak cukup dinilai dari
kelengkapan teknologi, sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan
yang profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang
diberikan (Ilyas, 2012). Rumah sakit harus bisa memastikan penerima
pelayanan kesehatan terbebas dari resiko pada proses pemberian layanan
kesehatan (Cahyono, 2008; Fleming & Wentzel, 2010). Penerapan
keselamatan pasien di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi
dan meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas kesehatan
khususnya perawat.
Penerapan keselamatan pasien diharapkan dapat memungkinkan
perawat mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat pemberian
layanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman
dan nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit (Armellino, Griffin, &
Fitzpatrick, 2010).
10
1. Sasaran I : Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki atau
meningkatkan ketelitian dalam mengidentifikasi pasien. Kesalahan
dalam mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam
keadaan yang terbius, disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur
atau kamar atau lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau
akibat situasi yang lain. Adapun maksud dari sasaran ini adalah untuk
melakukan dua kali pengecekan dalam setiap kegiatan pelayanan ke
pasien. Pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan
menerima pelayanan atau pengobatan dan kedua untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan atau
prosedur yang dilakukan secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi khususnya pada proses
pengidentifikasian pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk
dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau pemberian
pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan atau prosedur tersebut
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien
seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang
identitas pasien dengan bar-code, dan lainlain. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi
dengan tepat dan cepat.
Adapun peran perawat dalam peningkatan patient safety adalah :
1) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang
identitas sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau
nomor rekam medik)
2) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang
ditentukan dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda
untuk perempuan, merah untuk pasien yang mengalami alergi dan
kuning untuk pasien dengan risiko jatuh (risiko jatuh telah
11
diskoring dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang
sudah ada)
3) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah,
atau produk darah.
4) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
5) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan
dan tindakan/prosedur.
12
stiker ‟sign here‟ sebagai pengingat dokter harus tanda tangan.
2) Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR saat
melaporkan keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima
pasien antara shift (hand off) dan melaksanakan serah terima
pasien antar ruangan dengan menggunakan singkatan yang telah
ditentukan oleh manajemen.
13
pelayanan.
3) Menerapkan agar Obat yang tergolong high alert berada di tempat
yang aman dan diperlakukan dengan perlakuan khusus
4) Menjalankan Prinsip delapan Benar dalam pelaksanaan
pendelegasian Obat (Benar Instruksi Medikasi, Pasien, Obat, Masa
Berlaku Obat, Dosis, Waktu, Cara, dan Dokumentasi).
14
konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator yang akan
melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel
level (bagian tulang belakang). Proses verifikasi praoperatif ditujukan
untuk memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar,
memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia dan diberi label dengan baik serta dipampang dan
melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant -
implant yang dibutuhkan. Tahapan “Sebelum insisi” (Time out)
memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan dengan
baik dan tepat. Time out dilakukan di tempat dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim
operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist dan
sebagainya.
Adapun peran perawat dalam peningkatan patient safety adalah
memberi tanda spidol skin marker pada sisi operasi (Surgical Site
Marking) yang tepat dengan cara yang jelas dimengerti dan melibatkan
pasien dalam hal ini (Informed Consent).
15
infeksi pada aliran darah dan pneumonia. Pusat dari eliminasi infeksi
ini
maupun infeksi-infeksi lain adalah kegiatan cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca di kepustakaan
WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene
yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di
rumah sakit.
Adapun peran perawat dalam peningkatan patient safety adalah :
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien,
sebelum melakukan tindakan, sesudah bersentuhan dengan cairan
tubuh pasien, sesudah bersentuhan dengan lingkungan pasien (five
moment cuci tangan ).
2) Menggunakan Hand rub di ruang perawatan dan melakukan
pelatihan cuci tangan efektif.
3) Memberikan tanggal dengan menggunakan spidol atau tinta yang
jelas setiap melakukan prosedur invasif (infuse, dower cateter,
CVC, WSD, dan lain-lain)
16
1) Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di
rumah sakit.
2) Melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
jatuh.
3) Memberikan tanda bila pasien berisiko jatuh dengan gelang warna
kuning dan kode jatuh yang telah ditetapkan oleh manajemen
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengembangan EBP (Evidence Based Practice) untuk
meningkatkan keselamatan psien di keperawatan bukan sesuatu hal yang
mudah dilakukan, selain perawat harus ahli dlam riset, perawat juga harus
mempunyai pengalaman klinik yang lama dan menpunyai kemampuan
berfikir kritis yang baik. Sehingga penerapan EBP dan riset klinis
merupakan tantangan bagi perawat agar dapat memberikan tindakan
keperawatan yang lebih tepat dan akuntabel demi peningkatan
keselamatan pasien.
18
DAFTAR PUSTAKA
Gerrish, K., Guillaume, L., Kirshbaum, M., McDonnell, A., Tod, A., & Nolan, M.
2011. Factors influencing the contribution of advanced practice nurses to
promoting evidence-based practice among front-line nurses: findings
from a
cross-sectional survey. Journal of advanced nursing, 67(5), 1079–90.
doi:10.1111/j.1365-2648.2010.05560.x
Jette, D. U., Bacon, K., Batty, C., Ferland, A., Hemingway, R. D., Hill, J. C., …
Volk,
D. 2003. Research Report Evidence-Based Practice : Beliefs , Attitudes ,
Knowledge , and Behaviors. Journal of the American Physical Therapy
Association, 83, 786–805.
KKP RS. (2011). Laporan Insiden Keselamatan Pasien. Jakarta: KKP RS.
Munten, G., Bogaard, J. Van Den, Cox, K., Garretsen, H., & Bongers, I. 2010.
Implementation of Evidence-Based Practice in Nursing Using Action
Research
: A Review, 135–158.
Rapp, C. A., Doug, Æ. D. E. Æ., Callaghan, J., & Holter, Æ. M. 2010. Barriers to
Evidence-Based Practice Implementation : Results of a Qualitative Study.
Community Mental Health Journal, 46, 112–118. doi:10.1007/s10597-009-
9238-z
Schein. 2012. Lessons for patient safety reporting systems: Defining and
classifying
medical error. Qual Saf Health Care.Volume 13 page 13-20
Wilkinson, J. E., Nurs, B. A., Nutley, S. M., & Davies, H. T. O. 2011. An Exploration
of the Roles of Nurse Managers in Evidence-Based Practice Implementation.
Worldviews on Evidence-Based Nursing, 4, 236–246. doi:10.1111/j.1741-
19
6787.2011.00225.x
20