Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

EVIDANCE BASE PRATICE(EBP)


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian

Di susun oleh :
Kelompok 2
Kels 3D (N)

Khofi Indaka AK 118088


Lia Yuliana AK 118092
Marcella AK 118098
M. Jaenudin Ca AK 118096
Tri Arieyanto H AK 118193
Via Yulianengsih AK 118197
Yayah Badriah AK 118204
Yuliana Nurannisa AK 118208

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas Rahmat dan Karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul
“EBP (Evidance base practice) ‘’
Dimana dalam penulisan makalah ini kami berharap kepada pembaca agar
dapat memahami dan mengerti tentang EBP (Evidance base practice) . Dalam
penulisan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulisan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan
baik.
Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal itu
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran, yang bersifat membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami. Akhir kata kami meminta maaf, apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan yang mungkin dapat kita
maklumi bersama.

Bandung, 28
April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang.................................................................................................4
Rumusan Masalah............................................................................................5
Tujuan………………………………………………………………………...5
BAB II Tinjauan teori
2.1 Konsep evidence Base practice................................................................6
2.2 Pico dalam Evidance Base Practice...........................................................7
2.3 Langkah-langkah dalam EBP...................................................................10
2.4 Searching for the evidance : strengies to help you conduct a succesfull search

........................................................................................................................21
2.5 Aplikasi Evidance Based Pratice In Nursing............................................22
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan...............................................................................................28
3.2 Saran.........................................................................................................28
Daftar Pustaka...................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktik keperawatan sangat berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan


kepada seorang klien. Praktik keperawatan didasarkan pada komponen – komponen penting
yang ada sehingga saat melakukan praktik keperawatan akan meminimalisir resiko yang
mungkin saja terjadi. Praktik keperawatan tentunya dilakukan oleh seorang perawat yang
telah lulus bersekolah di perguruan tinggi yang telah mendapatkan ilmu – ilmu keperawatan
sebagai dasar atau pedoman di dalam melakukan tindakan keperawatan. Kualitas
pengobatan atau kesembuhan seorang pasien bergantung kepada perawat karena memegang
peranan penting terhadap kesembuhan pasien. Perawat setiap hari akan bertemu langsung
dengan pasien sehingga ketika terjadi hal – hal yang aneh atau masalah lainnya itu semua
adalah tanggung jawab seorang perawat. Oleh karena itu, perawat harus memberikan
pelayanan yang bermutu, berkualitas, dan terbaik kepada pasien. Namun demikian, tidak
seperti yang kita bayangkan.

Kebanyakan perawat belum bisa melakukan hal itu dengan baik. Mereka memberikan
pelayanan terutama dalam asuhan keperawatan kepada klien tidak didasarkan bukti – bukti
atau mengikuti budaya saja yang diketahuinya tanpa ada sumber – sumber bukti yang kuat
dalam membuktikan pelayanannya yang ia berikan. Hal ini mungkin akan beresiko terhadap
pasien. Intervensi yang tidak didasarkan pada pengalaman atau bukti – bukti yang
mendukung dan relevan dengan pasien akan membahayakan jiwa pasien karena perawat
sendiri kurang aspek pengetahuan serta keterampilan dalam menyelesaikan kondisi klinis
pasien. Oleh sebab itu, pengumpulan bukti – bukti, pengalaman dalam tindakan
keperawatan, keterampilan serta pengetahuan sangat penting dalam memberikan pelayanan
yang bermutu dan berkualitas bagi seorang pasien.

Keterkaitan antara masalah yang dilakukan oleh perawat dalam praktik keperawatan
disebabkan karena perawat kurang mengaplikasikan EBP dalam tugasnya untuk memenuhi
pelayanan kesehatan. EBP menekankan kepada perawat agar profesional dalam

4
memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Profesional seorang perawat akan
memberikan keuntungan bagi pasien. Perawat harus menerapkan konsep EBP di dalam
praktik keperawatan karena EBP akan memberikan kefektivitasan dalam menangani segala
permasalahan yang ada berdasarkan bukti – bukti hasil riset penelitian yang telah dilakukan
berdasarkan penelitian.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu Konsep Evidance base pratice beserta contoh dalam dunia keperawatan ?
2. Apa itu PICO dalam evidance base practice ?
3. Apa saja The seven steps of evidence based pratice ?
4. How Searching for the evidance : strengies to help you conduct a succesfull search ?
5. Bagaimana Aplikasi evidance base practice in Nursing ?

1.3 Tujuan penyusunan

1. Untuk mengetahui Apa itu Konsep Evidance base pratice beserta contoh dalam dunia
keperawatan .
2. Untuk mengetahui Apa itu PICO dalam evidance base practice.
3. Untuk mengetahui apa saja The seven steps of evidence based pratice .
4. Untuk mengetahui How Searching for the evidance : strengies to help you conduct a
succesfull search .
5. Untuk mengetahui Bagaimana Aplikasi evidance base practice in Nursing.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep evidence Base practice

2.1.1 Definisi

Menurut Melnyk & Fineout-Overholt (2011) Evidence-Based Practice in Nursing


adalah penggunaan bukti ekternal, bukti internal (clinical expertise), serta manfaat
dan keinginan pasien untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan
kesehatan.

Menurut Institute of Medicine dalam Glasner (2010) Evidence Basedadalah integrasi


hasil penelitian berdasarkan bukti ilmiah dengan keahlian klinisdan nilai pasien.
Menurut Straus S.E. et al dalam Chen Kee-Hsin et al (2014)menyatakan pengertian
Evidence Based Practice adalah penggunaan secara teliti dan bijaksana terhadap bukti
terbaru yang terbaik serta keahlian klinis dan nilaipasien untuk membantu
pengambilan keputusan oleh petugas kesehatan.

Clinical Based Evidence atau Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang
teliti dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasisbukti) yang
berhubungan dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untukmenuntun
pengambilan keputusan dalam proses perawatan (Titler, 2008). EBP merupakan salah
satu perkembangan yang penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi,
termasuk kedokteran, keperawatan, sosial, psikologi, public health, konseling dan
profesi Kesehatan dan sosial lainnya (Briggs & Rzepnicki, 2004; Brownson et al.,
2002; Sackett et al., 2000).

2.1.2 Manfaat

1. Menjadi jembatan antar peneliti dan praktik

2. Mengeliminasi penelitian dengan kualitas peneliti yang buruk

3. Mencegah terjadinya informasi yang overload terkait hasil-hasil peneliti

4. Mengevaluasi budaya “ practice wich is not evidence based”

2.1.3 Komponen

1. Bukti internal

 Penilaian klinis

6
 hasil dari proyek peningkatan kualitas dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan klinik

 hasil dari pengkajian dan evaluasi pasien

 alasan klinis

 evaluasi dan penggunaan sumber daya tenaga kesehatan yang diperlukan


untuk melakukan treatment yang dipilih

 mencapai hasil yang diharapkan

2. Bukti eksternal

Hasil peneliti, teori-teori yang lahir dari peneliti, pendapat dari ahli, hasil dari
diskusi panel para ahli

3. Manfaat dan keinginan pasien

Memberi manfaat terbaik untuk kondisi pasien saat itu dan meminimalkan
pembiayaan

2.1.4 Kekuatan dan kelemahan

KEKUATAN

Memberikan pelayanan yang terbaik

Menggunakan sumber daya yang terbaikdan terpercaya

KELEMAHAN

Membatasi autonomi profesional

2.2 Pico dalam Evidance Base Practice

a. EPB in Nursing
1) Penggunaan pembuktian ilmiah terkini dan terbaik dalam memutuskan secara
konsisten, penjelasan yang eksplisit, bijaksana untuk memberi pelayanan keperawatan
kepada klien
2) Memanfaatkan bukti mutakhir yang sahih/benar dan penting dalam penatalaksanaan
perawatan klien
3) Melakukan integrasi : Kompetensi perawat – bukti yang benar dari riset keperawatan
– nilai-nilai klien.

7
4) Pedoman perawat untuk mengambil keputusan klinis yang diaplikasikan di dalam
praktik keperawatan
5) EPB menjawab pertanyaan klinis yang berasal dari hasil-hasil riset yang telah di nilai
“ VIA” untuk perubahan pada praktik keperawatan
6) EPB disintesis dan direview dari berbagai studi, bukan hanya dari satu studi
penelitian
b. Penilaian VIA (Validity, Importance, Apllicability)
1) Validity
a. Metode : hasil penelitian sahih?
b. Desain, sampel, besar sampel, kriteria inklusi dan eksklusi, randomisasi,
pengukuran, dan sebagainya
2) Importance
a. Hasil : apakah hasil penelitian ini penting?
b. Karekteristik subyek, beban proporsi, beda mean, nilai p, dan sebagainya
3) Applicability
a. Pembahasan : apakah hasil penelitian dapat diterapkan di Indonesia/unit tertentu?
b. Karekteristik pasien, fasilitas, biaya, dan sebagainya
c. Proses EPB
1) Buat pertanyaan klinis
2) Terlusur bukti ilmiah yang mendukung
3) Telaah bukti ilmiah yang telah didapat
4) Integrasikan bukti il miah tersebut dengan keahlian klinis perawat, keunikan respon
biologis dan nilai-nilai pasien
5) Aplikasi ditatanan pelayanan  lakukan perubahan praktik
6) Desiminasi hasil EPB
d. Buat Pertanyaan Penelitian yang akan dicari
P : Problem atau Population
Siapa pasien/klien?
Apakah individu, keluarga, komunitas atau kelompok?
Apakah ada pengelompokan usia atau jenis kelamin?
Apakah masalah khusus kesehatannya?

8
Misalnya : Kejang demam (problem), anak usia sekolah (population)
I : Intervention
Hal apakah yang dimanipulasi oleh penelitian? (variabel independen)
Isu kesehatan apa yang terkait? Promitif, preventif, kuratif, rehabilitative?
Stretegi manajemen apa yang disoroti atau dibandingkan?
Kemungkinan ada tiga kelompok intervensi : intervensi, alternative intervensi,
kontrol
C : Comparison Intervention
Apakah intervensi dibandingkan? Atau adakah kelompok kontrol?
C : tidak harus ada PI(C)O
O : Outcome
Apakah konsekuensi/dampak bagi pasien terhadap intervensi yang diberikan?
Menu njukkan variabel dependen atau hasil dari penelitian
e. Ciri EBP yang baik
1) Berasal dari proposal yang memiliki masalah penelitian yang “benar-benar masalah”
bukan “keinginan peneliti”
2) Menggunakan “good science” untuk menyelesaikannya dengan menggunakan metode
penelitian yang sistematik
3) Menggunakan “good communication” untuk menulis dan mempublikasikannya

f. EBP tergantung pada type pertanyaan


1) Apakah merupakan fenomena/problem/pengalaman?
Observasi (misal : penelitian kualitatif)
2) Apakah merupakan diagnosis?
Random (atau consecutive) sampel dengan hasil gold standar
3) Apakah merupakan prognosis?
Follow-up, kohort
4) Apakah merupakan intervensi/pengobatan?
Randomized controlled trial (RCT)
g. Contoh PICO dalam EBP

9
Isu yang berkembang di masyarakat bahwa sebagian masyarakat menolak
vaksinasi MR (Mumps & Rubella) karena khawatir akan terjadi autis
Jawab :
P: Population/patient : anak yang mendapatkan vaksin MR
I : Intervention/indicator : Vaksinasi MR
C : Comparator / control :Tidak mendapatkan vaksinasi MR
O : Outcome : Autis

2.3 Langkah-langkah dalam EBP

Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau langkah dalam
proses EBP. Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP) dimulai dengan
semangat untuk melakukan penyelidikan atau pencarian (inquiry) personal. Budaya EBP
dan lingkungan merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap mempertahankan
timbulnya pertanyaan-pertanyaan klinis yang kritis dalam praktek keseharian. Langkah-
langkah dalam proses evidance based practice adalah sebagai berikut:

1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)


2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question
3) Mencari bukti-bukti terbaik
4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik
6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)

Jika diuraikan 7 langkah dalam proses evidence based practice adalah sebagai berikut:

1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)/ penelitian

Inquiry adalah semangat untuk melakukan penyelidikan yaitu sikap kritis untuk selalu
bertanya terhadap fenomena-fenomena serta kejadian-kejadian yang terjadi saat praktek
dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas kesehatan dalam melakukan perawatan
kepada pasien. Namun demikian, tanpa adanya budaya yang mendukung, semangat untuk

10
menyelidiki atau meneliti baik dalam lingkup individu ataupun institusi tidak akan bisa
berhasil dan dipertahankan. Elemen kunci dalam membangun budaya EBP adalah
semangat untuk melakukan penyelidikan dimana semua profesional kesehatan didorong
untuk mempertanyakan kualitas praktek yang mereka jalankan pada saat ini, sebuah
pilosofi, misi dan sistem promosi klinis dengan mengintegrasikan evidence based
practice, mentor yang memiliki pemahaman mengenai evidence based practice, mampu
membimbing orang lain, dan mampu mengatasi tantangan atau hambatan yang mungkin
terjadi, ketersediaan infrastruktur yang mendukung untuk mencari informasi atau lieratur
seperti komputer dan laptop, dukungan dari administrasi dan kepemimpinan, serta
motivasi dan konsistensi individu itu sendiri dalam menerapkan evidence based practice
(Tilson et al, 2011).

Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan
semangat dalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman dan tertarik mengenai
pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan pasien

2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question

Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam mencari jawaban untuk pertanyaan klinis yang
muncul, maka diperlukan strategi yang efektif yaitu dengan membuat format PICO.

a) P adalah pasien, populasi atau masalah baik itu umur, gender, ras atapun penyakit
seperti hepatitis dll.
b) I adalah intervensi baik itu meliputi treatment di klinis ataupun pendidikan dan
administratif. Selain itu juga intervensi juga dapat berupa perjalanan penyakit
ataupun perilaku beresiko seperti merokok.
c) C atau comparison merupakan intervensi pembanding bisa dalam bentuk terapi,
faktor resiko, placebo ataupun non-intervensi.
d) O atau outcome adalah hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup, patient
safety, menurunkan biaya ataupun meningkatkan kepuasan pasien

11
Menurut (Bostwick et al., 2013) menyatakan bahwa pada langkah selanjutnya membuat
pertanyaan klinis dengan menggunakan format PICOT yaitu P(Patient atau populasi),
I(Intervention atau tindakan atau pokok persoalan yang menarik), C(Comparison
intervention atau intervensi yang dibandidngkan), O(Outcomeatau hasil) serta T(Time
frame atau kerangka waktu). Contohnya adalah dalam membentuk pertanyaan sesuai
PICOT adalah pada Mahasiswa keperawatan(population) bagaimana proses pembelajaran
PBL tutotial (Intervention atau tindakan) dibandingkan dengan small group discussion
(comparison atau intervensi pembanding) berdampak pada peningkatan critical thinking
(outcome) setelah pelaksanaan dalam kurun waktu 1 semester (time frame). Ataupun
dalam penggunaan PICOT non intervensi seperti bagaimana seorang ibu baru
(Population) yang payudaranya terkena komplikasi (Issue of interest) terhadap
kemampuannya dalam memberikan ASI (Outcome) pada 3 bulan pertama pada saat bayi
baru lahir. Hasil atau sumber data atau literatur yang dihasilkan akan sangat berbeda jika
kita menggunakanpertanyaan yang tidak tepat makan kita akan mendapatkan berbagai
abstrak yang tidak relevan dengan apa yang kita butuhkan (Melnyk & Fineout, 2011).

Sedangkan dalamlobiondo & haber, (2006) dicontohkan cara memformulasikan


pertanyaan EBP yaitu pada lansia dengan fraktur hip(patient/problem), apakah patient-
analgesic control (intervensi) lebih efektif dibandingkan dengan standard of care nurse
administartif analgesic(comparison) dalam menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
LOS (Outcome).

3) Kritis menilai bukti/ mencari bukti-bukti terbaik

Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan picot digunakan untuk memulai
pencarian bukti terbaik. Bukti terbaik adalah dilihat dari tipe dan tingkatan penelitian.
Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau bukti terbaik adalah meta-analysis
dan systematic riview. Systematic riview adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian
yang memakai metode kuantitatif. Sedangkan meta-analysis adalah ringkasan dari banyak
penelitian yang menampilkan dampak dari intervensi dari berbagai studi. Namun jika
meta analisis dan systematic riview tidak tersedia maka evidence pada tingkatan
selanjutnya bisa digunakan seperti RCT. Evidence tersebut dapat ditemukan pada

12
beberapa data base seperti CINAHL, MEDLINE, PUBMED, NEJM dan COHRANE
LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011).

Ada 5 tingkatan yang bisa dijadikan bukti atau evidence (Guyatt&Rennie, 2002) yaitu:

a) Bukti yang berasal dari meta-analysisataukah systematic review.


b) Bukti yang berasal dari disain RCT.
c) Bukti yang berasal dari kontrol trial tanpa randomisasi.
d) Bukti yang berasal dari kasus kontrol dan studi kohort.
e) Bukti dari systematic reviewyang berasal dari penelitian kualitatif dan diskriptif.
f) Bukti yang berasal dari single-diskriptif atau kualitatif study.
g) Bukti yang berasal dari opini dan komite ahli.

Dalam mencari best evidence, hal yang sering menjadi hambatan dalam proses pencarian
adalah keterbatasan lokasi atau sumber database yang free accsess terhadap jurnal-jurnal
penelitian. Namun demikian seiring dengan perkembangan teknologi, berikut contoh databased
yang free accsess dan paling banyak dikunjungi oleh tenaga kesehatan yaitu MIDIRS,CINAHL,
Pubmed, cohrane library dan PsycINFO serta Medline. Berikut adalah contoh pertanyaan EBP
beserta data based yang disarankan, diantaranya adalah (Schneider & Whitehead, 2013).

Tabel 2.1 Contoh penggunaan data based

Pertanyaan EBP Database yang disarankan

Terapi question : pada pasien DM yang CINAHL, DARE (abstaract of reviews


mempunyai resiko tinggi dekubitus the effect), CDSR (cochrane database
yang diberikan program pencegahan of systematic review), CCRCT
pressure ulcer dengan standar (cohrane central register of control
perawatan, manakah yang lebih trial), Medline
efektif ?

Etiology question : apakah ibu berusia MIDIRS, CINAHL, PsycINFO,

13
matang lebih beresiko terkena depresi Medline
postpartum dibandingkan dengan ibu
usia muda ?

Pertanyaan preventif : untuk wanita CDSR, MIDIRS, CINAHL, Medline,


pekerja berat, apakah tindakan CCRT, DARE
pemberian oral intake efektif untuk
mencegah gastric aspirasi ?

Pertanyaan Diagnosis : manakah yang CINAHL, Medline, DARE, CDSR,


lebih efektif D-dimer atau ultrasound CCRT
dalam mendiagnosa trombosis vena ?

Progosis : apakah diet karbohidrat pada CINAHL, Medline


pasien dengan BMI< 25 akan sangat
berpengaruh jika ia memiliki riwayat
keluarga obesitas dengan MBI > 30 ?

Beberapa databased yang disebutkan diatas memuat berbagai literatur kesehatan dari
berbagai sumber. Beberapa diantaranya adalah free of charge, cost, atau keduanya.
Seperti misalnya cohrane databased merupakan organisasi non-profit. Namun demikian
jenis informasi yang diberikan adalah systematic review, sehingga jumlahinformasi yang
ditawarkan terbatas atau dalam jumlah kecil berkisar 3 jutaan citation namun sangat
direkomendasikan untuk menjadi databased pertama dalam mencari jawaban dari
pertanyaan klinis. Sedangkan CINAHL dan MEDLINE merupakan databased yang
paling komprehensif untuk menemukan berbagai jurnal atau informasi kesehatan baik itu
kedokteran, keperawatan, kedokteran gigi ataupun farmasi dengan berbagai level
evidence. MEDLINE merupakan databasedfree charge yang terhubung dengan Pubmed
databased (Dicenso et al., 2014). Sedangkan CINAHL merupakan konten artikel jurnal,
buku, ataupun disertasi dan bisa temukan baik melalui databased langsung ataukah
melalui MEDLINE. Sedangkan PsycINFO merupakan databased yang lebih banyak
mempublikasikan literatur pendidikandalam aspek psikologi, psikiatri, neuroscience
untuk pertanyaan klinis. Sedangkan Pubmed merupakan bibliografic database yang berisi

14
kontenfree akses dan berbayar serta mempunyai link dengan database
MEDLINE(Melnyk et al., 2014).

Dalam (Kluger, 2007) dicontohkan cara melakukan pencarian evidence dari beberapa sumber
atau databased yang ada yaitu:

a) Memilih databased (CINAHL, Medline etc).


b) Menerjemahkan istilah atau pertanyaan kedalam perbendaharaan kata dalam database,
sebagai contoh fall map menjadi accidental fall.
c) Menggunakan limit baik dalam jenis, tahun dan umur
Limit atau membatasi umur seperti aged, 45 and over, limit tipe publikasi seperti
“metaanalisis atau systematic review”, dan limit tahun publikasi seperti 2010-2015.
d) Membandingkan dengan database yang lain seperti cohrane, psycINFO
e) Melakukan evaluasi hasil, ulangi ke step 2 jika diperlukan.

Sedangkan menurut (Newhouse, 2007) langkah-langkah atau strategi mencari informasi


melalui databased diantaranya adalah:

a) Mencari kata kunci, sinonim, atau yang mempunyai hubungan dengan pertanyaan yang
sudah disusun dengan PICO format.
b) Menentukan sumber atau database terbaik untuk mencari informasi yang tepat.
c) Mengembangkan beberapa strategi dalam melakukan pencarian dengan controlled
vocabularries, menggunakan bolean operator, serta limit. Controlledvocabularries yang
dapat menuntun kita untuk memasukkan input yang sesuai dengan yang ada pada
database. Seperti misalnya MeSH pada Pubmed serta CINAHL Subject Heading pada
database CINAHL. menggunakan bolean operator misalnya AND, OR, NOT. AND untuk
mencari 2 tema atau istilah, OR untuk mencari selain dari salah satu atau kedua istilah
tersebut. Namun jika dikombinasikan dengan controlled vocabularries, OR akan
memperluas pencarian, serta AND akan mempersempit pencarian. Setelah itu untuk lebih
spesifik dan fokus lagi dapat digunakan dengan menggunakan limit yang sesuai seperti
umur, bahasa, tanggal publikasi. Contohnya adalah limit terakhir 5 tahun untuk jurnal
atau english or american only.
d) Melakukan evaluasi memilih evidence dengan metode terbaik dan menyimpan hasil.

15
Sedangkan menurut (Bowman et al., dalam levin & feldman, 2012) khususnya pada level
undergraduate student, ada beberapa contoh evidence yang dapat digunakan dalam terapi dan
prognosis yaitu:

Gambar 1. contoh penggunaan tingkat evidence

Beberapa contoh tingkatan evidence tersebut dapat menjadi contoh atau dasar dan
pedoman yang digunakan oleh mahasiswa undergraduatedalam memilih evidence yang
tepat. Karena undergraduate student tidak memiliki kemampuan dalam melakukan kritik
atau melihat tingkat kekuatan dan kelemahan literatur penelitian, maka dalam
pembelajaran evidence based practice mahasiswa diarahkan untuk memilih literatur
berdasarkan tingkatan evidence terbaik terlebih dahulu. Jika beberapa evidence terbaik
tidak dapat ditemukan, maka langkah selanjutnya adalah memilih literatur yang telah
diseleksi pada beberapa databased seperti MEDLINE dan CINAHL atau pada pubmed
search engine (Levin & Feldman, 2012).

4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan

Setelah menemukan evidence atau bukti yang terbaik, sebelum di


implementasikan ke institusi atau praktek klinis, hal yang perlu kita lakukan adalah

16
melakukan appraisal atau penilaian terhadap evidence tersebut. Untuk melakukan
penilaian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah (Polit & Beck,
2013) :

a) Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal tersebut? (apakah tepat atau
rigorous dan reliable atau handal)
b) What is magnitude of effect? (seberapa penting dampaknya?)
c) How pricise the estimate of effect? Seberapa tepat perkiraan efeknya?
d) Apakah evidence memiliki efek samping ataukah keuntungan?
e) Seberapa banyak biaya yang perlu disiapkan untuk mengaplikasikan bukti?
f) Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang ada di klinis?

Sedangkan kriteria penilaian evidence menurut (Bernadette & Ellen, 2011) yaitu:

a) Validity

Evidence atau penelitian tersebut dikatakan valid adalah jika penelitian tersebut
menggunakan metode penelitian yang tepat. Contohnya adalah apakah variabel
pengganggu dan bias dikontrol dengan baik, bagaimana bagaimana proses random pada
kelompok kontrol dan intervensi, equal atau tidak

b) Reliability

Reliabel maksudnya adalah konsistensi hasil yang mungkin didapatkan dalam membuat
keputusan klinis dengan mengimplementasikan evidence tersebut, apakah intervensi
tersebut dapat dikerjakan serta seberapa besar dampak dari intervensi yang mungkin
didapatkan.

c) Applicability

Applicable maksudnya adalah kemungkinan hasilnya bisa di implementasikan dan bisa


membantu kondisi pasien. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mempertimbangkan
apakah subjek penelitiannya sama, keuntungan dan resiko dari intervensi tersebut dan
keinginan pasien (patient preference) dengan intervensi tersebut.

17
Namun demikian dalam (Hande et al., 2017) dijelaskan bahwa critical appraisal
merupakan proses yang sangat kompleks. Level atau tingkat critical appraisal sangat
dipengaruhi oleh kedalaman dan pemahaman individu dalam menilai evidence. Tingkat
critical appraisal pada mahasiswa sarjana adalah identifikasi tahapan yang ada dalam
proses penelitian kuantitatif. Namun padabeberapa program sarjana, ada juga yang
mengidentifikasi tidak hanya kuantitatif namun juga proses penelitian kualitatif.
Sedangkan pada master student, tingkatan critical apraisalnya tidak lagi pada tahap
identifikasi, namun harus bisa menunjukkan dan menyimpulkan kekuatan dan
kelemahan, tingkat kepercayaan evidence serta pelajaran yang dapat diambil dari
pengetahuan dan praktek. Jika dijabarkan, ada 2 tahap dalam melakukan critical apraisal
yaitu:

a) Tahap pertama adalah mengidentifikasi langkah-langkah dalam proses penelitian.

Langkah pertama dalam melakukan critical appraisal adalah mengidentifikasi langkah-


langkah dalam proses penelitian kuantitatif. Hal-hal yang harus diindentifikasi adalah
mengidentifikasi komponen-komponen dan konsep dalam penelitian dan memahami
maksud dari setiap komponen. Beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan pedoman dalam
melakukan identifikasi adalah apakah judul penelitian jelas dengan menggambarkan
variabel, populasi, dan pokok atau inti pembelajaran, serta menggambarkan tipe dari
penelitian tersebut, korelasi, diskriptif, kuasi eksperimen atau eksperimen, apakah
abstraknya jelas, untuk mengidentifikasi dan memahami dan artikel jurnal baca dan garis
bawahi masing-masing tahapan dalam proses penelitian.

Sedangkan menurut (Burns & Grove, 2008), critical appraisal pada tahap sarjana adalah
comprehension yang dimaknai sama dengan tahap mengidentifikasi setiap tahap dalam
proses penelitian, serta comparison yaitu menyimpulkan secara umum kesesuaian peneliti
dalam mengikuti aturan penelitian yang benar serta sejauhmana peneliti menjelaskan
setiap elemen atau tahapan penelitian.

b) Menetukan tingkat kekuatan dan kelemahan penelitian (Strength and weakness of study)

Dalam melakukan critical appraisal, langkah selanjutnya atau next level yang merupakan
tahapan lanjutan untuk master’s student adalah menentukan kekuatan dan kelemahan

18
penelitian. Untuk bisa melakukan critical appraisal pada tahapan ini kita harusbisa
memahami masing-masing tahapan penelitian serta membandingkan tahapan penelitian
yang ada dengan tahapan penelitian yang seharusnya. Untuk menentukan tingkat
kekuatan dan kelemahan evidence kita harus bisa memahami sejauh mana peneliti
mengikuti aturan penelitian yang benar. Selain itu juga, penguasaan terhadap kajian dan
konsep logis serta keterkaitan antar tiap elemen harus bisa dianalisa. Sehingga pada
akhirnya kita dapat menyimpulkan tingkat validitas dan reliabilitas evidence atau jurnal
dengan melihat tingkat kesesuaian, keadekuatan, dan representatif atau tidaknya proses
dan kompenen penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti (Burns & Grove, 2008).

Penilaian kritis yang cepat menggunakan tiga pertanyaan penting untuk mengevaluasi sebuah
studi :

a) Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi berpusat pada apakah
metode penelitian yang cukup ketat untuk membuat temuan sedekat mungkin dengan
kebenaran. Sebagai contoh, apakah para peneliti secara acak menetapkan mata pelajaran
untuk pengobatan atau kelompok kontrol dan memastikan bahwa mereka merupakan
kunci karakteristik sebelum perawatan? Apakah instrumen yang valid dan reliabel
digunakan untuk mengukur hasil kunci?
b) Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaan ini keandalan
studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknya pada hasil, dan kemungkinan
memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan praktek dokter sendiri. Untuk studi
kualitatif, ini meliputi penilaian apakah pendekatan penelitian sesuai dengan tujuan
penelitian, bersama dengan mengevaluasi aspek-aspek lain dari penelitian ini seperti
apakah hasilnya bisa dikonfirmasi.
c) Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaan penelitian penerapan
mencakup pertimbangan klinis seperti apakah subyek dalam penelitian ini mirip dengan
pasien sendiri, apakah manfaat lebih besar daripada risiko, kelayakan dan efektivitas
biaya, dan nilai-nilai dan preferensi pasien. Setelah menilai studi masing-masing, langkah
berikutnya adalah untuk mensintesis studi untuk menentukan apakah mereka datang ke
kesimpulan yang sama, sehingga mendukung keputusan EBP atau perubahan.

19
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik

Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk mengimplementasikan EBP ke dalam praktik
klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan informasi lainnya.
Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan yang kita miliki, ataukah dari
pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien. Selain itu juga, menambahkan penelitian
kualitatif mengenai pengalaman atau perspektif klien bisa menjadi dasar untuk
mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan intervensi terbaru (Polit & Beck, 2013).

Setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka langkah selanjutnya adalah


menggunakan berbagai informasi tersebut untuk membuat keputusan klinis yang tepatdan
efektif untuk pasien. Tingkat keberhasilan pelaksanaan EBP proses sangat dipengaruhi
oleh evidence yang digunakan serta tingkat kecakapan dalam melalui setiap proses dalam
EBP (Polit & Beck, 2008).

Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan dalam praktek.
Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data laboratorium, dan data dari program
manajemen hasil, serta preferensi dan nilai-nilai pasien adalah komponen penting dari
EBP. Tidak ada formula ajaib untuk bagaimana untuk menimbang masing-masing
elemen; pelaksanaan EBP sangat dipengaruhi oleh variabel kelembagaan dan klinis.
Misalnya, ada tubuh yang kuat dari bukti yang menunjukkan penurunan kejadian depresi
pada pasien luka bakar jika mereka menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku
sebelum dikeluarkan dari rumah sakit. Anda ingin pasien Anda memiliki terapi ini dan
begitu mereka. Tapi keterbatasan anggaran di rumah sakit Anda mencegah
mempekerjakan terapis untuk menawarkan pengobatan. Defisit sumber daya ini
menghambat pelaksanaan EBP.

6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP

Evaluasi terhadap pelaksanaan evidence based sangat perlu dilakukan untuk mengetahui
seberapa efektif evidence yang telah diterapkan, apakah perubahan yang terjadi sudah
sesuai dengan hasil yang diharapkan dan apakah evidence tersebut berdampak pada
peningkatan kualitas kesehatan pasien (Melnyk & Fineout, 2011).

20
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)

Langkah terakhir dalam evidence based practice adalah menyebarluaskan hasil. Jika
evidence yang didapatkan terbukti mampu menimbulkan perubahan dan memberikan
hasil yang positif maka hal tersebut tentu sangat perlu dan penting untuk dibagi (Polit &
Beck, 2013)

Namun selain langkah-langkah yang disebutkan diatas, menurut (Levin &


Feldman, 2012) terdapat 5 langkah utama evidence based practicedalam setting
akademikyaitu Framing the question (menyusun pertanyaan klinis), searching for
evidence, appraising the evidence, interpreting the evidence atau membandingkan antara
literatur yang diperoleh dengan nilai yang dianut pasien dan merencanakan pelaksanaan
evidence kedalam praktek, serta evaluating your application of the evidence atau
mengevaluasi sejauh mana evidence tersebut dapat menyelesaikan masalah klinis.

2.4 Searching for the evidance : strengies to help you conduct a succesfull search

Cari Bukti Terbaik dengan menggunakan mesin pencari dalam data data base penelitian
yang tepat

1. Bukti terbaik adalah dilihat dari tipe dan tingkatan penelitian.


2. Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau bukti terbaik adalah meta-analysis
dan systematic review
3. Systematic riview adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian yang memakai metode
kuantitatif.
4. Meta-analysis adalah ringkasan dari dampak penelitian yang menampilkan dampak dari
intervensi dari berbagai studi.
5. Evidence tersebut dapat ditemukan pada beberapa data base seperti CINAHL,
MEDLINE, PUBMED, NEJM dan COHRANE LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011)

5 tingkatan yang bisa dijadikan bukti atau evidence (Guyatt&Rennie, 2002) yaitu:
1) Bukti yang berasal dari meta-analysis atau systematic review.
2) Bukti yang berasal dari disain RCT.
3) Bukti yang berasal dari kontrol trial tanpa randomisasi.

21
4) Bukti yang berasal dari kasus kontrol dan studi kohort.
5) Bukti dari systematic reviewyang berasal dari penelitian kualitatif dan diskriptif.
6) Bukti yang berasal dari single-diskriptif atau kualitatif study.
7) Bukti yang berasal dari opini dan komite ahli

2.5 Aplikasi Evidance Based Pratice In Nursing

Perawat dalam keprofesian bidang kesehatan memberikan pelayanan secara


professional sesuai dengan kompetensi yang memenuhi standar serta memperhatikan kaidah
etik dan moral sehingga pasien merasa aman dan terlindungi. Praktik keperawatan
didasarkan pada kewenangan dan keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. Praktik
keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan terus meningkatkan mutunya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. "Bidang pendidikan keperawatan saat ini perlu terus diselaraskan dengan
perkembangan dibidang pelayanan di lapangan, sehingga akan dapat diperoleh harmonisasi
antara pengembangan ilmu keperawatan di institusi pendidikan dengan penyelenggaraan
praktik pelayanan keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan,”.

Mengingat Evidence Based Practice sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas


pelayanan, keselamatan pasien, keefektifan managemen dalam pengelolaan pelayanan
keperawatan, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya bukti empiris dalam
melaksanakan pelayanan.

1. Implementasi Avidence Basic Pratice Nursing dalam manajement nyeri pada pasien
dengan reumatik
Hasil pengkajian terhadap pasien adalah sebagai berikut: pasien adalah seorang
wanita berusia 66 tahun telah mengalami penyakit reumatik sejak 3 tahun yang lalu
dan pasien telah mengenal masalah kesehatan yang dialami itu sendiri namun belum
mengerti mengenai cara dalam melakukan perawatan pada penyakit reumatik yang
dialami itu sendiri. Saat ini pasien jarang melakukan pemeriksaan kesehatannya ke
pelayanan kesehatan. Jika pasien mengalami nyeri pada sendinya ia hanya
mengoleskan krim yang dibelinya di toko obat terdekat. Hal ini sejalan dengan

22
penelitian yang mengatakan bahwa masih ada 43.5% lansia memiliki pengetahuan
yang kurang baik dalam manajemen nyeri (Kartika, 2019).

Pengkajian dilakukan pada hari pasien merasa sakit (Kamis, 5 November


2019). Pada saat dilakukan pengkajian, pasien mengalami nyeri sendi, nyeri pada
sendinya nyeri mulai dari ujung kaki menjalar samp[ai ke pinggamng seperti
ditusuk-tusuk dan nyeri yang dirasakan sangat mengganggu aktivitas seperti sholat
dan aktivitas lainnya. Hasil pengkajian tanda-tanda vital didapatkan: TD: 130/90
mmHg, R: 21x/menit N: 81x/menit S: 37oC dan skala nyeri: 6. Penerapan evidence-
based nursing yaitu terapi kompres hangat jahe merah bertujuan untuk menurunkan
skala nyeri.

Tabel 1 menunjukkan penurunan skala nyeri yakni dari skala nyeri pada angka
6 (nyeri sedang) pada hari pertama ke skala nyeri 3 (nyeri ringan) pada hari ke-3.
Hasil implementasi ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sunarti &
Alhuda, 2018) dimana penelitian yang mereka lakukan dengan memberikan
kompres hangat jahe merah 20 menit selama 3 hari pada pasien dari skala nyeri
sangat berat menjadi berat sebanyak 4 orang (20%), dari nyeri berat menjadi nyeri
sedang sebanyak 6 orang (30%), nyeri sedang ke ringan sebanyak 8 orang (40 %),
dan nyeri ringan ke tidak nyeri sebanyak 2 orang(10%).

Kompres hangat jahe merah itu sendiri dapat mengurangi rasa nyeri dikarenakan
adanya kandungan air dan minyak pada jahe yang tidak menguap, sehingga berfungsi
sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas oleoresin dan menembus kulit
dan memiliki potensi anti-inflamasi dan antioksidan yang kuat (Masyhurrosyidi et al.,
2014). Oleoresin atau zingerol juga dapat menghambat sintesis enzim prostaglandin
sehingga nyeri dapat mereda dan radang menjadi berkurang. Prostaglandin adalah suatu
senyawa pada tubuh yang menjadi mediator nyeri itu sendiri dari peradangan atau
inflamasi, prostaglandin terbentuk dari asam arakidunat pada sel-sel tubuh dengan
bantuan enzim cyclooxygenasi (COX), dengan cara menghambat enzim cyclooxygenasi
sehingga prostaglandin tidak dapat terbentuk (Bawarodi, Rottie, & Malara, 2017).

23
Hasil implemetasi EBN terapi kompres hangat jahe merah menunjukkan hasil yang
diharapkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien dengan reumatik.
Pemberian terapi kompres hangat jahe merah selama 3 hari menunjukkan adanya
penurunan pada skala nyeri pasien dari nyeri dengan skala 6 menjadi nyeri dengan skala
3 setelah intervensi dilaksanakan. EBN ini direkomendasikan untuk dilakukan kepada
pasien reumatik agar mendapatkan hasil perawatan maksimal.

2. Penerapan Evidence Based Pratice in Nursing Sistematik Oral Care pada Pasien
Gangguan Neurologi

Penerapan evidance based nursing ini dilakukan di Rumah Sakit Cipto


Mangunkusumo Jakarta di Ruang Neurologi. Analaisis pada evidance ini menggunakan
analisis PICO (Patient Problem, Intervention, Compare and Outcome). Patient
problem ; 1) Pasien dengan gangguan neurologis banyak ketergantungan. 2) Kebersihan
rongga gigi dan mulut belum terjaga. 3) Tindakan belum sesuai dengan evidence.
Intervention ; Sistematik oral care. Compare ; Oral hygiene yang menggunakan set oral
hygiene di rumah sakit. Outcome : 1) Kebersihan rongga mulut 2) Infeksi saluran nafas
bagian atas dapat dicegah. Strategi pencarian literatur pada evidance ini menggunakan
kata kunci tunggal atau gabungan dari oral care, oral hygiene, oral health, oral
assessment, unconsciousness, stroke, neurology, neuroscience, pneumonia,
chlorhexidine, randomized control trial. Artikel yang ditelusuri dalam bahasa Inggris,
full text, bukan case study, dan tidak ada batasan waktu.

Berdasarkan kata kunci tersebut ditemukan artikel-artikel dengan jenis sistematik


review, randomized controlled trials (RCT), dan konsensus dokumen dari para ahli.
Kemudian dipilih satu artikel untuk dijadikan rujukan dan beberapa artikel lainnya
sebagai pendukung. Artikel tersebut adalah: Hasil penelusuran didapatkan 256 artikel
dan dan kemudian penulis mengambil artikel yang sesuai dengan kriteria yang ingin
penulis buat yaitu penelitian yang merupakan penelitian. Randomized Control Trial
(RCT) dan ditemukan 4 artikel RCT, 1 case study, dan 1 meta analisis yang digunkan
sebagai rujukan. Dari beberapa artikel merupakan artikel penulis mengambil 5 RCT, 2
artikel systematic review dan 1 metaanalisis sebagai pembahasan yang digunakan

24
dalam penerapan Eviden Based Nursing (EBN) dikarenakan kesesuaian antara oral care
based on evidence dengan oral care tradisional.

Pada penelitian ini merekomendasikan alat ukur dari Eliers et al sebagai alat ukur
yang paling bagus dan bermanfaat secara klinis berdasarkan indicator yang digunakan.
Pengkajian kebersihan gigi dan mulut pasien tidak dilakukan setiap hari tetapi
dilakukan setiap 1 minggu sekali pada pasien dengan gangguan ringan atau sesuai
perubahan kondisi pasien dan 2 kali seminggu pada pasien dengan gangguan sedang
sampai berat dan disesuaikan dengan perubahan kondisi pasien (Chan et al., 2011)Pada
penerapan EBN ini format pengkajian kebersihan gigi dan mulut menggunakan OAG
dengan pertimbangan sudah teruji secara penelitian dan sesuai dengan kondisi pasien di
rumah sakit terutama pada pasien dengan gangguan neurologi.

Pelaksanaan yang ada di ruangan selama ini secara tradisional menggunakan kasa
deeper untuk melakukan oral care dari pada menggunakan sikat gigi. Pada penerapan
EBN ini karena foam swab belum tersedia, penggunaan kasa masih digunakan pada
individu yang tidak dapat menoleransi penggunaan sikat gigi. Posisi yang
direkomendasikan pada saat melakukan oral care adalah 30° atau semirekumben
dengan posisi miring untuk mencegah adanya aspirasi (Prendergast et al., 2012).
Frekuensi oral care pada beberapa penelitian diatas minimal dilakukan setiap 12 jam
sampai setiap 4 jam sesuai kondisi kebersihan gigi dan mulut pasien (Ames et al., 2011;
Chan et al., 2011; Prendergast et al., 2012).

Kegiatan oral care yang sistematis ini berdasarka evidence yang ada secara
signifikan mempengaruhi kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut pasien. Hasil ini
dibuktikan dengan hasil analisis pada pembuktian ilmiah ini yang menunjukka p value
sebesar 0,004.Pada penerapan EBN ini pelaksaanaan awal dilakukan dengan melakukan
pengkajian kebersihan rongga mulut. Hasil dari pengkajian kebersihan rongga gigi dan
mulut didapatkan hasil 15,2h. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
mengalami gangguan sedang. Hal ini mengindikasikan bawah rata-rata pasien
menunjukkan gangguan kesehatan rongga mulu sedang. Pengkajian gigi dan mulut
yang terstandar sangat penting untuk menghindari subjektifitas dalam menilai
kebersihan gigi dan mulut ketika akan melakukan kegitan oral care (Chan et al., 2011) .

25
3. Management nyeri Non Invasif Pada Ibu Post Partum dengan pendekatan Evidance
Based Practice

Intervensi nyeri non invasive yang ditetapkan adalah masase pada wajah dan bahu
serta interaksi dengan bayi. Masase bertujuan untuk menstimulasi produksi endhorpin
dan dinorpin yang berfungsi untuk memblokade tranmisi nyeri melalui system control
desenden. Sedangkan interaksi dengan bayi merupakan media distraksi yang
bermaksud untuk mendominasi impuls yang masuk dalam system control asenden
sehingga dapat menutup pintu gerbang penghantar nyeri.Pada evidence based terdapat
perbedaan pada area masase dan media distraksi. Area masase dipilih pada wajah dan
bahu dengan pertimbangan adanya pemetaan nyeri yaitu area 1, 2, 3, 4, dan 5. Area 1
dan 2 adalah area wajah yang merupakan area yang selalu mengalami ketegangan pada
saat nyeri berlangsung, dengan melakukan masase pada daerah ini diharapkan dapat
menjadi rileks sehingga dapat memutuskan mata rantai siklus takut-tegang-nyeri.
Sedangkan area 3,4,5 adalah area yang dikeluhkan sebagai area nyeri. (Hamilton, 1998;
Bobak, 2005; Strong, et all, 2002). Media distraksi yang digunakan adalah interaksi
dengan bayi, media ini mempunyai banyak manfaat, selain untuk mengalihkan pusat
perhatian dari nyeri media ini juga dapat dipakai untuk meningkatkan pembentukan
bonding attachment.

Interaksi dengan bayi merupakan media bonding. Bonding didefi nisikan sebagai
suatu ketertarikan mutual pertama antar individu, misalnya antara orangtua dan anak, saat
pertama kali mereka bertemu. Attachmentterjadi pada periode kritis seperti pada
kelahiran (Bobak, 2005). Hal ini menjelaskan suatu perasaan saling menyayangi atau
loyalitas yang mengikat individu dengan individu lain yang bersifat unik, spesifik, dan
bertahan lama. Proses kasih sayang dijelaskan sebagai sebagaisesuatu yang linear,
dimulai saat ibu hamil, semakin menguat pada periode pasca partum, dan begitu
terbentuk akan menjadi konstan dan konsisten. Ikatan ini sangat penting bagi kesehatan
fisik dan mental sepanjang rentang kehidupan.

intervensi nyeri non invasive yang ditetapkan berdasarkanevidence based adalah


masase pada wajah dan bahu dengan pertimbangan pemetaan area nyeri serta interaksi
dengan bayi, prinsip pelaksanaan manajemen nyeri pada evidence based sesuai dengan

26
konsep teori yaitu prinsip stimulasi kutaneus dan distraksi. Namun pada evidence based
terdapat perbedaan pada area masase dan media distraksi. Area masase dipilih pada
wajah dan media distraksi yang digunakan adalah interaksi dengan bayi, Evaluasi pada
evidence based didapatkan bahwa nyeri dapat berkurang menjadi skala 2, wajah dan
mobilisasi menjadi lebih rileks.

4. Aplikasi Evidance Based Pratice Nursing Penerapan Kompres Bawang Merah


Terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam di kelurahan Sambiroto
Puskemas Kebunmundu Semarang

Demam didefinisikan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal >37,5°C sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pentingnya kompres adalah
untuk menurunkan suhu tubuh pada anak demam. Badan kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan
500-600 ribu kematian tiap tahunnya. Karya Tulis Ilmiah ini berupa studi kasus dengan
proses keperawatan, rencana tindakan yang dilakukan adalah penerapan kompres
bawang merah karena bawang merah dapat digunakan sebagai obat tradisional yang
memiliki efek yang tidak kalah ampuh dengan obat-obatan kimia. Penulis memberikan
asuhan keperawatan kepada dua pasien anak demam yang diberikan kompres bawang
merah. Tujuannya adalah untuk mengetahui efektifitas kompres bawang merah pada
anak demam. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu metode studi
kasus, sample berjumlah dua pasien. Hasil dari masalah keperawatan dengan anak
demam dapat teratasi dengan menunjukkan terdapat penurunan suhu tubuh setelah
diberikan kompres bawang merah. Penulis menyimpulkan ada pengaruh terhadap
pemberian kompres bawang merah terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam.

BAB III

PENUTUP

27
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan konsep evidence based practice di atas, dapat disimpulkan


bahwa ada 3 faktor yang seacara garis besar menentukan tercapainya pelaksanaan praktek
keperawatan yang lebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang
terjadi di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap suatu kasus, dan
pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien.

Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka di harapkan pelaksanaan pemberian


pelayanan kesehatan khususnya pemberian asuhan keperawatan dapat di tingkatkan
terutama dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya
(cost effective) dan peningkatan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan.

Namun dalam pelaksanaan penerapan evidence based practice ini sendiri tidaklah mudah,
hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu kurangnya pemahaman dan kurangnya
referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penerapan EBP itu sendiri.

3.2.Saran

Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik, serta
mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat
berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence based practice dapat menjadi panduan
dalam menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori, penelitian,
serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.

DAFTAR PUSTAKA

28
Referensi : https://id.scribd.com/document/436106772/7-step-EBP diakses 27 april 2021 pukul
22.10 WIB

https://id.scribd.com/presentation/482584441/Konsep-Praktik-Keperawatan-Berbasis-Bukti

Diakses tanggal 28April 2021 10.40

Adi,Ginanjar Sasmito.2018.Penerapan Evidence Based Pratice in Nursing Sistematik Oral Care


pada Pasien Gangguan Neurologi.THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH
SCIENCE:Jember diakses pada 27 April 2021
http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/TIJHS/article/view/1457

Marlina,Ani. Kartika,Imelda Rahmayunia . 2020.Implementasi Avidence Basic Pratice Nursing


dalam manajement nyeri pada pasien dengan reumatik: Studi kasus.Indonesian Journal of
Nursing Health Science : Bukit tinggi. Diakses pada 27 April 2021
https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/IJNHS/article/view/3311

Rohman,Nikmatur.2011.Management nyeri Non Invasif Pada Ibu Post Partum dengan


pendekatan Evidance Based Practice. Jurnal Ners Universitas Airlangga : Surabaya di akses pada
27 April 2021 https://e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/3992

Rokom. 2012. Penguatan Perawat dalam Evidance Basic Pratice. Kemenkes RI diakses pada
27 April 2021 https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20120512/384131/penguatan-
perawat-dalam-evidence-based-practice/

Septiani,Tiara.2017.Aplikasi Evidance Based Pratice Nursing Penerapan Kompres Bawang


Merah Terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam di kelurahan Sambiroto Puskemas
Kebunmundu Semarang. Google Sclolar diakses pada 27 April 2021
http://repository.unimus.ac.id/747/

29
30

Anda mungkin juga menyukai