Anda di halaman 1dari 23

TELAAH ARTIKEL DAN TEXTBOOK

FRAMEWORK dan PATHWAY EBP (EVIDANCE BASED


PRACTICE )
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Evidence Based Practice (EBP)
Dosen Mata Kuliah : Dosen Pengampu Murtiningsih,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat

Oleh:

Kelompok 1

Anggi Saputra 215121214


Heru Badrussalam 215121234
Juni Irmasari Situmeang 215121204
May Muslim 215121210
Ruth Rosmianna Seran 215121228
Umi Khasanah 215121209

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan kuasa-Nya, sehingga telaah artikel dan text book tentang
“framework dan pathway EBP ” ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan mata kuliah EBP (Evidance Based Practice), untuk Program Pasca
Sarjana Keperawatan FITKes Jenderal Achmad Yani Cimahi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
makalah ini bisa lebih sempurna.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan makalah ini dapat
memberi manfaat serta menambah pengetahuan bagi semuanya.

Cimahi, 13 Oktober 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG........................................................................................1
1.2. TUJUAN............................................................................................................3
BAB II TINJAUNA TEORI..............................................................................................4
2.1. Defenisi EBP..................................................................................................4
2.2. Tingkatan dan Hirarki dalam penerapan EBP.................................................4
2.3. Evidence based practice dengan decicion making..........................................5
2.4. Evidence based practice framework dan pathway..........................................7
2.5. Langkah langkah dalam EBP ...........................................................................
prinsip yang digunakan pada implementasi EBP .............................................
10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Evidence-Based Practice adalah pendekatan sistematis untuk meningkatkan kualitas praktik


keperawatan dengan mengumpulkan bukti terbaik, Almaskari (2017). Evidence adalah kumpulan
fakta yang diyakini kebenarannya. Ada dua bukti yang dihasilkan oleh evidence yaitu bukti eksternal
dan internal. Evidence-Based Practice in Nursing adalah penggunaan bukti ekternal dan bukti
internal (clinical expertise), serta manfaat dan keinginan pasien untuk mendukung pengambilan
keputusan di pelayanan kesehatan, Chang, Jones, & Russell (2013). Hal ini menuntut perawat untuk
dapat menerapkan asuhan keperawatan yang berbasis bukti empiris atau dikenal dengan Evidance
Based Nursing Practice (EBNP).
Kebijakan penerapan EBNP di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Keperawatan
Nomor 38 Tahun 2014 Pasal 2 huruf b yang menyatakan bahwa praktik keperawatan berasaskan
nilai ilmiah sebagaimana dijelaskan bahwa praktik keperawatan harus dilandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman
praktik. Meskipun kebijakan penerapan EBNP telah tertuang dalan UU Keperawatan namun
fenomena keperawatan dalam menerapkan EBNP masih terbilang rendah di Indonesia. Banyaknya
hasil penelitian keperawatan yang sudah dihasilkan di institusi pendidikan namun belum optimal
penyerapannya ke pelayanan praktik keperawatan sehingga banyak perawat yang belum terpapar
dengan penelitian. Mukti (2012) mengatakan bahwa EBNP sangat diperlukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan, keselamatan pasien, keefektifan managemen dalam pengelolaan pelayanan
keperawatan, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya bukti empiris dalam melaksanakan
pelayanan.
Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan pemberi asuhan kepada pasien
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Perawat sebagai ujung tombak sangat menentukan
pemberian asuhan keperawatan yang aman. World Health Organization (WHO) merekomendasikan
agar asuhan keperawatan yang aman bisa diberikan pada pasien, maka upaya penelitian dan
penerapan hasil penelitian perlu dilakukan. Upaya penerapan hasil/penelitian ini dikenal dengan
asuhan keperawatan berbasis Evidence Based Practice (EBP). Tujuan dari penerapan EBNP
mengidentifikasisolusi dari pemecahan masalah dalam perawatan serta membantu penurunan bahaya
pada pasien, Almaskari (2017).
Perawat merupakan tenaga kesehatan professional yang memiliki tugas untuk
mengembangkan praktek yang berkontribusi terhadap kesehatan pasien. Adapun rasional
dari EBNP adalah informasi selalu diperbaharui, informasi yang menyesatkan, beberapa
informasi yang out of date, dan kemampuan ilmiah praktisi menurun. Profesionalisme

2
diartikan sebagai tingkat komitmen individu untuk nilai dan karakteristik perilaku terhadap
identitas karir tertentu. Hal ini merupakan karakteristik penting yang menekankan nilai dan
komitmen dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Kim-Godwin, Baek,
& Wynd, 2010). Dengan demikian, profesionalisme harus menjadi bagian yang mendasar
dan melekat dari seluruh kelompok perawat, baik yang bekerja di tatanan klinis maupun
akademis.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis
framework dan pathway Evidance Based Practice serta prinsip – prinsip yang digunakan
pada implementasi Evidance Based Practice di tatanan klinis keperawatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Clinical Based Evidence atau Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang
teliti dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti) yang berhubungan
dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun pengambilan keputusan dalam
proses perawatan (Titler, 2008). EBP merupakan salah satu perkembangan yang penting
pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran, keperawatan, sosial,
psikologi, public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial lainnya (Briggs &
Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett et al., 2000).
Menurut (Goode & Piedalue, 1999) : Praktik klinis berdasarkan bukti melibatkan
temuan pengetahuan dari penelitian, review atau tinjauan kritis. EBP didefinisikan sebagai
intervensi dalam perawatan kesehatan yang berdasarkan pada fakta terbaik yang didapatkan.
EBP merupakan proses yang panjang, adanya fakta dan produk hasil yang membutuhkan
evaluasi berdasarkan hasil penerapan pada praktek lapangan.
EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk pengambilan keputusan
dalam organisasi pelayanan kesehatan yang terintegrasi di dalamnya adalah ilmu
pengetahuan atau teori yang ada dengan pengalaman dan bukti-bukti nyata yang baik
(pasien dan praktisi). EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal dan external serta memaksa
untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan secara bijaksana terhadadap pelayanan
pasien individu, kelompok atau system (newhouse, dearholt, poe, pough, & white, 2005).
EBP menyebabkan terjadinya perubahan besar pada literatur, merupakan proses yang
panjang dan merupakan aplikasi berdasarkan fakta terbaik untuk pengembangan dan
peningkatan pada praktek lapangan. Pencetus dalam penggunaan fakta menjadi pedoman
pelaksanaan praktek dalam memutuskan untuk mengintegrasikan keahlian klinikal individu
dengan fakta yang terbaik berdasarkan penelitian sistematik.
Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan,
menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun
medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan
salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat

4
diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan critical thinking
dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara maksimal.

2.2 Tingkatan dan Hierarki dalam penerapan EBP


Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang digunakan untuk
mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti terbaik sampai dengan bukti yang
paling rendah. Tingkatan evidence ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam EBP.
Hirarki untuk tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitian dan
Kualitas (AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler, 2010). Adapun level of
evidence  tersebut adalah sebagai berikut :

Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hieraraki dari tingkat kepercayaannya yang
paling rendah hingga yang paling tingi. Dibawah ini mulai dari yang paling rendah
hingga yang paling tinggi :

- Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temuai sehari-hari


- Studi kasus
- Studi lapangan atau laporan deskriptif

5
- Studi percobaan tanpa penggunaan tekhnik pengambilan sampel secara acak
(random)
- Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok pembanding, dan
menggunakan sampel secara acak
- Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-analisa yaitu pengkajian
berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang tinggi.

Hierarki dalam penerapan Evidence Based Practice

2.3 Evidence Based Practice dengan Decision Making


Melnyk & Fineout-Overholt (2011), menggambarkan keterkaitan antara evidence
based practice dengan proses decision making  yang digambarkan dalam kerangka sebagai
berikut :

6
Penerapan hasil temuan penelitian keperawatan juga dipengaruhi oleh
suatu kerangka pemikiran atau model yang digunakan sebagai acuan. Salah
satunya adalah model Evidence-Based Clinical Decisions yang dikembangkan
dalam membuat suatu keputusan klinis terkait tindakan atau terapi yang akan
diberikan pada pasien, terdapat tiga hal yang dapat dijadikan sumber yaitu :
clinical expertise, resources, research evidench dan patients preferences (Haynes,
Sackett, Gray, Cook, & Guyatt, 1996 ; Dicenso, Cullum, & Ciliska, 1998). Hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut :

Dari gambar di atas, dapat diungkapkan bahwa pasien tetap memiliki pilihan dan
kesukaan masing-masing terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya. Pasien
memiliki hak untuk memilih pengobatan alternative, menolak pengobatan, menyiapkan
surat wasiat terlebih dahulu, dan mencari pendapat dari pihak lain (Dicenso et al., 1998).
Saat ini, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi juga memungkinkan
pasien untuk mencari informasi terkait tindakan dan terapi pengobatan tersebut secara
mandiri melalui akses yang terbuka sangat lebar dan luas.

7
3
2.4 Evidence based practice Frameworks dan Pathway

Bagan berikut menguraikan masing-masing dari tiga elemen praktik berbasis bukti
(bukti terbaik yang tersedia, penilaian profesional, dan nilai dan konteks klien). Ini berfungsi
sebagai informasi latar belakang untuk kerangka kerja praktik berbasis bukti, yang menyoroti
sifat interaktif dari ketiga pengaruh ini dalam praktik pendidikan. Dari konsep bukti terbaik
yang tersedia adalah yang mengakui realitas praktik profesional ini dan memberikan
fleksibilitas sehingga keputusan dapat seefektif mungkin mengingat bukti yang tersedia. Ketika
bukti tidak lengkap dan kurang definitif, pendidik harus melakukan penilaian profesional yang
lebih besar dalam memilih perawatan.
1) Bukti terbaik yang tersedia (Best available evidence)
Model praktik berbasis bukti menegaskan bahwa bukti terbaik yang tersedia harus menjadi salah
satu dari tiga pengaruh utama pada pengambilan keputusan pendidikan. Istilah bukti terbaik
yang tersedia menyiratkan bahwa ada berbagai bukti dan bahwa pendidik harus memilih yang
terbaik dari apa yang tersedia — meskipun tampaknya sederhana, konsep ini sangat kuat dan
memiliki implikasi yang luas untuk praktik pendidikan. Hal ini mensyaratkan bahwa pendidik
menentukan bukti yang terbaik untuk keputusan tertentu yang akan dibuat. Bukti terbaik adalah
yang
(a) paling relevan dengan keputusan dan
(b) memiliki tingkat kepastian tertinggi. Relevansi tergantung pada seberapa dekat bukti cocok
dengan masalah khusus pendidik dalam hal sifat siswa yang terlibat, hasil yang diinginkan,
rincian pengobatan, dan konteks sekolah

8
2) Penilaian profesi (Practical Question)
Komponen kedua dari praktik berbasis bukti adalah penilaian profesi. Penilaian
profesional ada di mana-mana. Dari langkah awal mengenali bahwa suatu situasi adalah
masalah dan perumusan pernyataan masalah melalui langkah-langkah evaluasi kemajuan dan
menilai apakah masalah telah dipecahkan, pengambilan keputusan tidak bisa terjadi tanpa
penilaian. Melalui penilaian profesional, praktisi menyaring sumber pengaruh lain dengan
mempertahankan informasi yang relevan dan berharga dan membuang sisanya. Pada setiap saat,
praktisi harus menggunakan penilaian profesional untuk membuat keputusan tentang bagaimana
menimbang bukti terbaik yang tersedia dan nilai-nilai klien serta faktor kontekstual dan
menavigasi proses pengambilan keputusan. Penilaian profesional adalah elemen fundamental
dari praktik berbasis bukti, tetapi seringkali nilai dan kompleksitasnya tidak sepenuhnya diakui.
Gugus Tugas Kepresidenan APA tentang Praktik Berbasis Bukti (2005) menggambarkan
delapan kompetensi yang berkontribusi pada penilaian profesional :
(1) merumuskan masalah sehingga pengobatan dapat dilakukan
(2) membuat keputusan klinis, menerapkan perawatan, dan memantau kemajuan
(3) keahlian interpersonal
(4) pengembangan keterampilan profesional yang berkelanjutan
(5) mengevaluasi bukti penelitian
(6) memahami pengaruh konteks pada pengobatan
(7) memanfaatkan sumber daya yang tersedia,
(8) memiliki alasan yang kuat untuk pengobatan .
Proses pengembangan penilaian profesional telah menjadi sumber diskusi. Dalam
kerangka praktik berbasis bukti, salah satu fungsi bukti terbaik yang tersedia adalah untuk
mempertajam penilaian praktisi. Mengingat potensi sumber bias yang dapat mempengaruhi
penilaian, baik penelitian formal dan pemantauan kemajuan yang sedang berlangsung dapat
berfungsi sebagai pengaruh moderat dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.
Pengetahuan tentang rekomendasi yang diperoleh dari bukti terbaik yang tersedia dalam
berbagai keadaan membantu praktisi belajar dari pengalaman klinis mereka dengan
memfokuskan perhatian mereka pada variabel yang paling penting untuk perubahan. Melalui
interaksi antara bukti dan pengalaman langsung keefektifannya, para praktisi dibentuk menjadi
pembuat keputusan yang bijaksana.
3) Nilai dan Konteks Klien (Client value and context)
Komponen terakhir dari praktik berbasis bukti adalah nilai dan konteks klien. Nilai-nilai
klien mewakili cita-cita yang dipegang teguh dari klien individu, keluarga mereka, dan
komunitas yang lebih luas. Pencantuman nilai-nilai klien dalam kerangka praktik berbasis bukti
mengakui banyak faktor penting yang telah digambarkan sebagai faktor sosial. Pada tataran
praktis, kita dapat melihat bahwa sekolah hanya ada dengan dukungan komunitas yang lebih

9
besar dan seringkali kekuatan dukungan itu dapat diukur melalui pendanaan dan sumber daya
lainnya.
Selanjutnya, efektivitas banyak intervensi mungkin sebagian tergantung pada keterlibatan
siswa dan keluarga. Keterlibatan ini mungkin berkorelasi dengan sejauh mana tujuan dan sifat
pengobatan sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang teguh.

Di bagian ini, kami menyoroti beberapa cara di mana bukti terbaik yang tersedia,
penilaian profesional, dan nilai serta konteks klien berinteraksi selama proses pemecahan
masalah (termasuk memilih, mengadaptasi, dan menerapkan perawatan). Prosesnya dimulai
dengan pertanyaan praktis dan diakhiri dengan hasil positif bagi siswa. Banyak interaksi penting
antara bukti terbaik yang tersedia, penilaian profesional, dan nilai dan konteks klien dirangkum
dalam Gambar 1; namun, tidak mungkin untuk menggambarkan sifat dinamis sejati dari
hubungan ini dalam ilustrasi dua dimensi. Oleh karena itu, kami menawarkan angka ini sebagai
titik awal untuk berpikir dengan hati-hati tentang topik yang penting dan kompleks.
1. Pertanyaan klinis clinical practice
Proses pengambilan keputusan praktik berbasis bukti diprakarsai oleh masalah pendidikan
yang konkret—praktisi mengidentifikasi kinerja siswa yang tidak memadai dalam beberapa
hal. Ini mungkin seluas hasil membaca untuk seluruh distrik sekolah atau spesifik seperti
perilaku sosial seorang individu dengan autisme. Identifikasi kinerja sebagai tidak memadai
itu sendiri merupakan penilaian profesional berdasarkan pengalaman, pelatihan, dan
konteks. Untuk memulai proses pengambilan keputusan praktik berbasis bukti yang
sistematis, praktisi harus merumuskan pertanyaan praktis. Sebuah pertanyaan yang disusun
dengan baik mendefinisikan populasi atau siswa yang sedang dipertimbangkan (misalnya,
siswa kelas tiga dengan autisme), hasil yang akan dicapai (misalnya, peningkatan
pemahaman bacaan), dan fitur kunci dari pengaturan (misalnya, guru pendidikan khusus
dan enam siswa di kelas mandiri). Pertanyaan biasanya mengambil salah satu dari dua
bentuk. Dalam pertanyaan berbasis masalah, praktisi bertanya tentang intervensi terbaik
untuk memecahkan masalah tertentu. Misalnya, “Perlakuan apa yang harus saya gunakan
untuk mengajarkan pemahaman membaca kepada siswa kelas tiga saya dengan autisme
dalam pengaturan kelompok kecil?” Jenis pertanyaan ini meminta evaluasi komparatif dari
semua perawatan yang relevan. Atau, dalam pertanyaan berbasis pengobatan, praktisi
bertanya tentang efektivitas pengobatan tertentu. Misalnya, "Apa bukti yang mendukung
penggunaan instruksi langsung dan eksplisit untuk mengajar pemahaman membaca kepada
siswa kelas tiga dengan autisme dalam pengaturan kelompok. Memilih Perawatan Jenis
pertanyaan ini menanyakan tentang bukti pada satu perlakuan yang menarik. Dalam latihan
sehari-hari, praktisi cenderung menanyakan kedua jenis pertanyaan tersebut.

10
Terlepas dari bentuk pertanyaannya, praktisi harus merumuskan pertanyaan sedemikian
rupa sehingga bukti berguna dan relevan. Dengan kata lain, perumusan pertanyaan harus
diinformasikan oleh nilai-nilai klien mengenai tujuan pendidikan dan pemahaman tentang
peluang dan keterbatasan yang diberikan oleh konteks pendidikan (lihat Gambar 1). Tujuan
pendidikan yang penting dapat diinformasikan oleh standar inti negara bagian, tetapi siswa
dan keluarga mungkin memiliki saran tentang tujuan mana yang menjadi prioritas mereka.
Sebagai contoh, keluarga siswa dengan autisme mungkin menganggap hasil sosial dan
inklusi lebih penting daripada belajar berhitung. Dalam contoh ini, infrastruktur sekolah
untuk mendukung inklusi juga relevan dengan rumusan pertanyaan. Sebelum memulai
pencarian untuk bukti terbaik yang tersedia, banyak pertimbangan profesional diperlukan
untuk memasukkan nilai-nilai klien dan konteks ke dalam pertanyaan. Meminimalkan atau
mengabaikan nilainilai klien atau konteks sekolah akan menghasilkan pertanyaan yang
tidak terbentuk dengan benar dan dapat menyesatkan pencarian bukti terbaik yang tersedia.
2. Memilih perawatan Selecting treadments
Sebuah pertanyaan yang dibangun dengan baik yang menggabungkan nilai-nilai klien
dan konteks memandu pencarian bukti terbaik yang tersedia. Praktisi harus menilai bukti
yang tersedia untuk “kebaikan”—kekuatan ilmiah dan relevansi dengan pertanyaan mereka.
Proses mengidentifikasi bukti terbaik yang tersedia melibatkan interaksi antara pertanyaan
praktis, berbagai sumber bukti, dan pertimbangan nilai klien dan konteks (lihat Gambar 1).
Ketika bukti ditemukan, itu harus ditimbang untuk kekuatan dan relevansinya dengan
pertanyaan, dan proses ini mungkin memerlukan pertimbangan lebih lanjut tentang tujuan
dan bentuk perawatan yang dapat diterima serta konteks di mana perawatan akan diterapkan
Pencarian bukti terbaik yang tersedia melibatkan berbagai sumber bukti. Di antaranya
adalah tinjauan pengobatan yang didukung secara empiris, panduan praktik, tinjauan praktik
terbaik, artikel penelitian utama, dan prinsip-prinsip perilaku yang relevan (lihat Slocum et
al., 2012. Semua sumber bukti ini dapat berkontribusi untuk memilih pengobatan yang
menjawab pertanyaan praktis, didukung oleh bukti terbaik yang tersedia, dan masuk akal
dalam konteks tertentu. Tinjauan pengobatan yang didukung secara empiris dapat
mengidentifikasi pengobatan yang memiliki bukti pendukung yang kuat di mana populasi
dan pengaturan dalam penelitian sangat cocok dengan konteks praktik. Tapi ini jarang
terjadi. Kemungkinan besar kecocokan populasi dan/atau pengaturan tidak sempurna. Hal
ini menuntut praktisi untuk peka terhadap karakteristik khusus siswa mereka (misalnya,
usia, tingkat kinerja, kekuatan dan kelemahan akademis tertentu, perilaku, dan kognitif) dan
konteksnya (misalnya, keterampilan staf, pelatihan dan pengawasan yang tersedia, dan
lainnya). sumber daya). Perbedaan antara partisipan dan konteks tertentu dalam setting
penelitian dan mereka yang berada dalam setting praktik mengharuskan praktisi membuat
penilaian tentang pentingnya perbedaan ini. Berbagai sumber bukti dapat

11
menginformasikan penilaian ini. Praktisi dapat berkonsultasi dengan panduan praktik dan
tinjauan praktik terbaik untuk panduan tentang apakah perlakuan tersebut mungkin efektif
dengan populasi siswa tertentu dan konteks yang bersangkutan. Penilaian profesional yang
sulit ini juga diinformasikan oleh pengetahuannya tentang prinsip-prinsip perilaku yang
relevan. Dengan demikian, pemilihan perawatan tidak setara dengan memilih intervensi dari
daftar perawatan yang didukung secara empiris; melainkan, pemilihan perawatan
melibatkan interaksi kritis antara bukti terbaik yang tersedia, klien dan pertimbangan
kontekstual, dan penilaian profesional.

3. Adaptasi perawatan Adapting treatments


Setelah pemilihan pengobatan, proses praktek berbasis bukti melibatkan penilaian
tentang apakah pengobatan seperti yang dijelaskan dalam studi penelitian, manual,
kurikulum atau bahan lain harus disesuaikan dengan konteks lokal tertentu. Praktisi harus
membuat keputusan rinci tentang fitur spesifik yang akan diubah dan bagaimana mereka
harus disesuaikan untuk menghasilkan "kesesuaian kontekstual" yang baik (Albin et al.,
1996) dan meningkatkan kemungkinan hasil positif. Bukti terbaik yang tersedia harus
menginformasikan penilaian ini dan keputusan, juga. Langkah ini sangat penting untuk
keberhasilan seluruh proses. Kegagalan untuk menyesuaikan pengobatan dengan keadaan
lokal dapat membuat pengobatan yang kuat menjadi tidak efektif. Di sisi lain, adaptasi yang
menghilangkan atau merusak elemen penting dari perawatan juga dapat membuatnya tidak
efektif. Basis bukti yang menginformasikan adaptasi mungkin berasal dari penelitian yang
mencakup berbagai variasi pengobatan yang mempertahankan keefektifannya. Keputusan
ini juga dapat diinformasikan oleh bukti yang lebih umum tentang strategi instruksional dan
perilaku yang efektif. Meskipun bukti yang lebih umum ini mungkin tidak spesifik untuk
pengobatan yang dimaksud, bukti ini dapat memberikan referensi yang sangat efektif untuk
pengambilan keputusan yang bijaksana dan mungkin merupakan bukti terbaik yang tersedia
untuk menginformasikan keputusan ini. Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan
seluruh proses. Kegagalan untuk menyesuaikan pengobatan dengan keadaan lokal dapat
membuat pengobatan yang kuat menjadi tidak efektif. Di sisi lain, adaptasi yang
menghilangkan atau merusak elemen penting dari perawatan juga dapat membuatnya tidak
efektif. Basis bukti yang menginformasikan adaptasi mungkin berasal dari penelitian yang
mencakup berbagai variasi pengobatan yang mempertahankan keefektifannya. Keputusan
ini juga dapat diinformasikan oleh bukti yang lebih umum tentang strategi instruksional dan
perilaku yang efektif. Meskipun bukti yang lebih umum ini mungkin tidak spesifik untuk
pengobatan yang dimaksud, bukti ini dapat memberikan referensi yang sangat efektif untuk
pengambilan keputusan yang bijaksana dan mungkin merupakan bukti terbaik yang tersedia
untuk menginformasikan keputusan ini.

12
4. Menerapkan Perawatan Implementing treatments
Memilih pengobatan yang didukung secara empiris tidak cukup untuk memastikan
hasil yang positif. Penting untuk mempertimbangkan dengan cermat banyak masalah yang
terkait dengan implementasi dalam konteks tertentu. Kegagalan dalam menangani masalah
implementasi kemungkinan besar akan mengakibatkan kegagalan upaya pengobatan.
Implementasi yang efektif memerlukan penilaian profesional berkelanjutan yang dapat
diinformasikan oleh bukti terbaik yang tersedia dan mencakup pertimbangan nilai dan
konteks klien. Proses implementasi memerlukan pertimbangan yang cermat dari fitur
pengaturan perawatan untuk memastikan kesesuaian kontekstual yang baik. Pengembangan
profesional untuk memastikan bahwa mereka yang memberikan perawatan memiliki semua
keterampilan yang diperlukan pada dasarnya penting untuk implementasi yang efektif.
Kemungkinan ada ketegangan antara persyaratan pelatihan dan kenyataan memberikan
pelatihan dalam konteks pemberian layanan. Bukti terbaik yang tersedia untuk pelatihan
yang efektif dan penilaian profesional harus memandu keputusan tentang bagaimana
pengembangan profesional dilakukan dalam konteks praktik tertentu.
5. Hasil positif positif outcome
Hasil positif dan evaluasi sosial yang positif adalah penentu akhir dari kecukupan keputusan
dan dasar untuk mengklaim bahwa masalah praktis awal telah dipecahkan. Proses
pengambilan keputusan bersifat iteratif dan tidak lengkap sampai hasil positif tercapai.
Namun, pencapaian hasil positif juga merupakan penilaian profesional yang dapat
didasarkan pada dua pilar lainnya praktik berbasis bukti. Bukti terbaik yang tersedia dan
nilai-nilai klien memiliki peran penting dalam menginformasikan ekspektasi yang masuk
akal untuk hasil.

2.5 Langkah-langkah dalam EBP


1) Langkah 1: Kembangkan semangat penelitian. Sebelum memulai dalam tahapan yang
sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan semangat dalam penelitian sehingga
klinikan akan lebih nyaman dan tertarik mengenai  pertanyaan-pertanyaan berkaitan
dengan perawatan pasien
2) Langkah 2: Ajukan pertanyaan klinis dalam format PICOT. Pertanyaan klinis dalam
format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik dan relevan.
a) Populasi pasien (P),
b) Intervensi (I),
c) Perbandingan intervensi atau kelompok (C),
d) Hasil / Outcome (O), dan
e) Waktu / Time (T).

13
Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencari database
elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel-artikel yang relevan dengan
pertanyaan klinis. Menggunakan skenario kasus pada waktu respon cepat sebagai
contoh, cara untuk membingkai pertanyaan tentang apakah penggunaan waktu tersebut
akan menghasilkan hasil yang positif akan menjadi: "Di rumah sakit perawatan akut
(populasi pasien), bagaimana memiliki time respon cepat (intervensi) dibandingkan
dengan tidak memiliki time respon cepat (perbandingan) mempengaruhi jumlah
serangan jantung (hasil) selama periode tiga bulan (waktu)? "
3) Langkah 3: Cari bukti terbaik. Mencari bukti untuk menginformasikan praktek klinis
adalah sangat efisien ketika pertanyaan diminta dalam format PICOT. Jika perawat
dalam skenario respon cepat itu hanya mengetik "Apa dampak dari memiliki time respon
cepat?" ke dalam kolom pencarian dari database, hasilnya akan menjadi ratusan abstrak,
sebagian besar dari mereka tidak relevan. Menggunakan format PICOT membantu untuk
mengidentifikasi kata kunci atau frase yang ketika masuk berturut-turut dan kemudian
digabungkan, memperlancar lokasi artikel yang relevan dalam database penelitian besar
seperti MEDLINE atau CINAHL. Untuk pertanyaan PICOT pada time respon cepat,
frase kunci pertama untuk dimasukkan ke dalam database akan perawatan akut, subjek
umum yang kemungkinan besar akan mengakibatkan ribuan kutipan dan abstrak. Istilah
kedua akan dicari akan rapid respon time, diikuti oleh serangan jantung dan istilah yang
tersisa dalam pertanyaan PICOT. Langkah terakhir dari pencarian adalah untuk
menggabungkan hasil pencarian untuk setiap istilah. Metode ini mempersempit hasil
untuk artikel yang berkaitan dengan pertanyaan klinis, sering mengakibatkan kurang dari
20. Hal ini juga membantu untuk menetapkan batas akhir pencarian, seperti "subyek
manusia" atau "English," untuk menghilangkan studi hewan atau artikel di luar negeri
bahasa.
4) Langkah 4: Kritis menilai bukti. Setelah artikel yang dipilih untuk review, mereka
harus cepat dinilai untuk menentukan yang paling relevan, valid, terpercaya, dan berlaku
untuk pertanyaan klinis. Studi-studi ini adalah "studi kiper." Salah satu alasan perawat
khawatir bahwa mereka tidak punya waktu untuk menerapkan EBP adalah bahwa
banyak telah diajarkan proses mengkritisi melelahkan, termasuk penggunaan berbagai
pertanyaan yang dirancang untuk mengungkapkan setiap elemen dari sebuah penelitian.
Penilaian kritis yang cepat menggunakan tiga pertanyaan penting untuk mengevaluasi
sebuah studi :

14
a. Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi berpusat pada apakah
metode penelitian yang cukup ketat untuk membuat temuan sedekat mungkin dengan
kebenaran. Sebagai contoh, apakah para peneliti secara acak menetapkan mata
pelajaran untuk pengobatan atau kelompok kontrol dan memastikan bahwa mereka
merupakan kunci karakteristik sebelum perawatan? Apakah instrumen yang valid
dan reliabel digunakan untuk mengukur hasil kunci?
b. Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaan ini keandalan
studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknya pada hasil, dan kemungkinan
memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan praktek dokter sendiri. Untuk studi
kualitatif, ini meliputi penilaian apakah pendekatan penelitian sesuai dengan tujuan
penelitian, bersama dengan mengevaluasi aspek-aspek lain dari penelitian ini seperti
apakah hasilnya bisa dikonfirmasi.
c. Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaan penelitian
penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakah subyek dalam penelitian ini
mirip dengan pasien sendiri, apakah manfaat lebih besar daripada risiko, kelayakan
dan efektivitas biaya, dan nilai-nilai dan preferensi pasien. Setelah menilai studi
masing-masing, langkah berikutnya adalah untuk mensintesis studi untuk
menentukan apakah mereka datang ke kesimpulan yang sama, sehingga mendukung
keputusan EBP atau perubahan.
5) Langkah 5: Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan preferensi pasien
dan nilai-nilai. Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan dalam
praktek. Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data laboratorium, dan data dari
program manajemen hasil, serta preferensi dan nilai-nilai pasien adalah komponen
penting dari EBP. Tidak ada formula ajaib untuk bagaimana untuk menimbang masing-
masing elemen; pelaksanaan EBP sangat dipengaruhi oleh variabel kelembagaan dan
klinis. Misalnya, ada tubuh yang kuat dari bukti yang menunjukkan penurunan kejadian
depresi pada pasien luka bakar jika mereka menerima delapan sesi terapi kognitif-
perilaku sebelum dikeluarkan dari rumah sakit. Anda ingin pasien Anda memiliki terapi
ini dan begitu mereka. Tapi keterbatasan anggaran di rumah sakit Anda mencegah
mempekerjakan terapis untuk menawarkan pengobatan. Defisit sumber daya ini
menghambat pelaksanaan EBP.
6) Langkah 6: Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan berdasarkan bukti.
Setelah menerapkan EBP, penting untuk memantau dan mengevaluasi setiap perubahan
hasil sehingga efek positif dapat didukung dan yang negatif diperbaiki. Hanya karena

15
intervensi efektif dalam uji ketat dikendalikan tidak berarti ia akan bekerja dengan cara
yang sama dalam pengaturan klinis. Pemantauan efek perubahan EBP pada kualitas
perawatan kesehatan dan hasil dapat membantu dokter melihat kekurangan dalam
pelaksanaan dan mengidentifikasi lebih tepat pasien mana yang paling mungkin untuk
mendapatkan keuntungan. Ketika hasil berbeda dari yang dilaporkan dalam literatur
penelitian, pemantauan dapat membantu menentukan.
7) Langkah 7: Menyebarluaskan hasil EBP. Perawat dapat mencapai hasil yang indah
bagi pasien mereka melalui EBP, tetapi mereka sering gagal untuk berbagi pengalaman
dengan rekan-rekan dan organisasi perawatan kesehatan mereka sendiri atau lainnya.
Hal ini menyebabkan perlu duplikasi usaha, dan melanggengkan pendekatan klinis yang
tidak berdasarkan bukti-bukti. Di antara cara untuk menyebarkan inisiatif sukses adalah
putaran EBP di institusi Anda, presentasi di konferensi lokal, regional, dan nasional, dan
laporan dalam jurnal peer-review, news letter profesional, dan publikasi untuk khalayak
umum.

2.6 Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan


1) Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan
fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
2) Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung
“pemberian perawatan berdasarkan fakta”.
3) Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
4) Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
5) Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek, penggunaan
biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6) Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi yang
berkelanjutan.
7) Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien
dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan
perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan.

2.7 Prinsip- prinsip yang digunakan pada implementasi EBP

16
a. Kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga Kesehatan professional untuk dapat
menerapkan praktek klinis berbasis bukti.
 Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktek.
 Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan
 Melakukan pencarian literatur yang efisisen.
 Mengaplikasikan temuan literature pada masalah pasien
 Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien yang
mempengaruhi keseimbangan anatara keuntungan dan kerugian dari pilihan
manajemen/terapi.
b. mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan fakta
terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
c. Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung “pemberian
perawatan berdasarkan fakta”
d. Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP
e. Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan Kesehatan.
f. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek, penggunaan
biaya yang efektif pada pelayanan Kesehatan.
g. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan di ikuti dengan evaluasi yang
berkelanjutan.
h. Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien
dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan .

17
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice di atas, dapat
disimpulkan tiga kerangka praktik berbasis bukti (bukti terbaik yang tersedia, penilaian
profesional, dan nilai dan konteks klien). Ini berfungsi sebagai informasi latar belakang
untuk kerangka kerja praktik berbasis bukti, yang menyoroti sifat interaktif dari ketiga
pengaruh ini dalam praktik pendidikan. Dari konsep bukti terbaik yang tersedia adalah
yang mengakui realitas praktik profesional ini dan memberikan fleksibilitas sehingga
keputusan dapat seefektif mungkin mengingat bukti yang tersedia. Ketika bukti tidak
lengkap dan kurang definitif, pendidik harus melakukan penilaian profesional yang lebih
besar dalam memilih perawatan. Kemudian ada 3 faktor yang secara garis besar
menenentukan tercapainya pelaksanaan praktek keperawatan yang lebih baik yaitu,
penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang terjadi di kaitkan dengan teori
yang telah ada, pengalaman klinis terhadap suatu kasus, dan pengalaman pribadi yang
bersumber dari pasien. Dengan memperhatikan factor-faktor tersebut, maka di harapkan
pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan khususnya pemberian asuhan keperawatan
dapat di tingkatkan terutama dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan atau
keperawatan, pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan kepuasan pasien atas
pelayanan yang diberikan. Namun dalam pelaksanaan penerapan Evidence Based
Practice ini sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu
kurangnya pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan penerapan EBP itu sendiri.

B. SARAN

18
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik, serta
mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat
berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi
panduan dalam menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan
teori, penelitian, serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Almaskari, M. (2017). Omani Staff Nurses’ And Nurse Leaders’ Attitudes


Toward And Perceptions Of Barriers And Facilitators To The
Implementation Of Evidence -Based Practise PREVIEW
Chang, H. C., Jones, M. K., & Russell, C. (2013). Exploring attitudes and
barriers toward the use of evidence-based nursing among nurse
managers in Taiwanese residential aged care facilities. Journal of
Gerontological Nursing, 39(2), 36–42.
https://doi.org/10.3928/00989134-20130110-02
Cullum N.  Users’ guides to the nursing literature: an introduction.  Evid Based
Nurs 2000 3:71-72.
DiCenso A, Cullum N, Ciliska D.  Implementing evidence-based nursing:
some misconceptions.  Evid Based Nurs 1998 1:38-39.
Ellen Fineout-Overholt RN, PhD and Linda Johnston RN, PhD. 2011.
Teaching EBP: Implementation of Evidence: Moving from Evidence to
Action
Facchiano, L., & Snyder, C. H. 2012. Evidence-based practice for the busy
nurse practitioner: part one: relevance to clinical practice and clinical
inquiry process. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners,
24(10), 579–86. doi:10.1111/j.1745-7599.2012.00748.
Forbes, A. 2009. Clinical intervention research in nursing. International
journal of nursing studies, 46(4), 557–68.
doi:10.1016/j.ijnurstu.2008.08.012
Holleman G, Eliens A, van Vliet M, Achterberg T.  Promotion of evidence-
based practice by professional nursing association: literature review. 
Journal of Advance Nursing 53(6), 702-709.
Ingersoll G. Evidence-based nursing: what it is and isn’t. Nurs Outlook
2000;48:151-2.
Kelee. 2011. Nursing Research & Evidence-Based Practice
Kim-Godwin, Y. S., Baek, H. C., & Wynd, C. a. 2010. Factors influencing
professionalism in nursing among Korean American registered nurses.
Journal of professional nursing : official journal of the American
Association of Colleges of Nursing, 26(4), 242–9.
doi:10.1016/j.profnurs.2009.12.007
Lavin MA, Krieger MM, Meyer GA, et al.  Development and evaluation of
evidence-based nursing (EBN) filters and related databases.  J Med Libr
Assoc 93(1) January 2005.

1
MacGuire JM.  Putting nursing research findings into practice: research
utilization as an aspect of the management of change.  Journal of
Advanced Nursing 1990:15, 614-620.
Spencer et all. 2012. Evidence-based Practice: A Framework for Making Effective
Decisions. EDUCATION AND TREATMENT OF CHILDREN Vol. 35, No. 2,
2012

Anda mungkin juga menyukai