Anda di halaman 1dari 31

TUGAS TELAAH ARTIKEL DAN TEXTBOOK

TETANG EBP
“LANGKAH-LANGKAH EBP DI KEPERAWATAN”

Untuk Memehuni Mata Ajar Evidence Based Practice


Dosen Pengampu : Murtiningsih, Ns.,M.Kep.,Sp.Mat

Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Asep Zaenap Arifin NPM 23500311031
2. Hasnaeni Pasande NPM 2350311014
3. Restu Eka Wahyuni NPM 2350311022
4. Ricky Alwi Hermawan NPM 2350311033
5. Riko Sandra Putra NPM 2350311021
6. Sutisna Setiawan NPM 2350311029

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN ( S2 )


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI-BANDUNG

2023

1
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah
EBP dengan Tugas telaah artikel dan textbook ini yang berjudul “Langkah-
langkah EBP di Keperawatan“ ini dengan tepat waktu.
Tugas ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
tugas mata kuliah EBP di Program Studi Magister Keperawatan Fakultas
Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, Universitas Jendral Achmad Yani, Cimahi -
Bandung. Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih
belum sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan dan kemampuan yang
kami miliki, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna untuk kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata tugas mata kuliah EBP ini dapat bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa membalas budi kebaikan dan menjadikan pahala bagi semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tugas ini hingga selesai.

Cimahi, Oktober 2023

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

Cover……………………………………………………………………………1

Kata pengantar………………………………………………………………….2

Daftar isi………………………………………………………………………...3

BAB I PENDALULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................4

B. Tujuan........................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Evidence Based Practice (EBP)…………………………………7


B. TUJUAN EBP…………………………………………………………….9
C. Tingkatan&ierarki dlm Penerapan EBP………………………………….11
D. Komponen Kunci EBP………………………………………………………….11
E. Model Implementasi EBP………………………………………………...13
F. Pengkajian dan Alat dalam EBP………………………………………….14
G. Faktor2 yang mempengaruhi EBP………………………………………..14
H. Langkah2 dalam EBP…………………………………………………….15
BAB III APLIKASI SPO

A. Kasus ........................................................................................................25
B. Jurnal.........................................................................................................26
C. Pembahasan ..............................................................................................27

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………29

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evidence-Based Practice adalah pendekatan sistematis untuk meningkatkan
kualitas praktik keperawatan dengan mengumpulkan bukti terbaik, Almaskari
(2017). Evidence adalah kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya. Ada dua
bukti yang dihasilkan oleh evidence yaitu bukti eksternal dan internal. Evidence-
Based Practice in Nursing adalah penggunaan bukti ekternal dan bukti internal
(clinical expertise), serta manfaat dan keinginan pasien untuk mendukung
pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan, Chang, Jones, & Russell (2013).
Hal ini menuntut perawat untuk dapat menerapkan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti empiris atau dikenal dengan Evidance Based Nursing Practice
(EBNP).
Kebijakan penerapan EBNP di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang
Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014 Pasal 2 huruf b yang menyatakan bahwa
praktik keperawatan berasaskan nilai ilmiah sebagaimana dijelaskan bahwa
praktik keperawatan harus dilandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi
yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman praktik.
Meskipun kebijakan penerapan EBNP telah tertuang dalan UU Keperawatan
namun fenomena keperawatan dalam menerapkan EBNP masih terbilang rendah
di Indonesia. Banyaknya hasil penelitian keperawatan yang sudah dihasilkan di
institusi pendidikan namun belum optimal penyerapannya ke pelayanan praktik
keperawatan sehingga banyak perawat yang belum terpapar dengan penelitian.
Tingginya tuntutan secara internasional untuk meningkatkan keefektifan
klinik dan serta keefektifan biaya dalam kebijakan kesehatan telah menyoroti
kebutuhan akan layanan kesehatan agar dibangun berdasarkan penggunaan ilmu
pengetahuan berdasarkan hasil penelitian dengan baik. Pemerintah di berbagai
negara telah mendukung pembangunan sistem pelayanan kesehatan berdasarkan
hasil penelitian dimana keputusan yang dibuat oleh pelaksana pelayanan

4
kesehatan, manajer, pembuat keputusan, dan pasien berdasarkan pada ilmu
pengetahuan yang berkualitas tinggi.

Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan


kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan
pemberi asuhan kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Perawat
sebagai ujung tombak sangat menentukan pemberian asuhan keperawatan yang
aman. World Health Organization (WHO) merekomendasikan agar asuhan
keperawatan yang aman bisa diberikan pada pasien, maka upaya penelitian dan
penerapan hasil penelitian perlu dilakukan. Upaya penerapan hasil/penelitian ini
dikenal dengan asuhan keperawatan berbasis Evidence Based Practice (EBP).
Tujuan dari penerapan EBNP mengidentifikasi solusi dari pemecahan masalah
dalam perawatan serta membantu penurunan bahaya pada pasien, Almaskari
(2017). Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya penerapan EBNP
seperti pendidikan perawat yang masih belum homogen, pengetahuan perawat
yang masih rendah, belum siapnya perawat seperti membiasakan membaca jurnal,
meneliti dan mengintegrasikan penelitian serta belum mengenal lebih banyak
tentang penelitian. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian, Lagita (2016)
menunjukkan bahwa pengetahuan perawat pada konsep berbasis bukti masih
rendah, dan perawat belum siap menerapkan EBNP di rumah sakit dikarenakan
intervensi keperawatan yang selama ini diterapkan berdasarkan “kebiasaan”.

Elysabeth, Libranty, & Natalia (2017) dalam penelitiannya pada perawat


menemukan bahwa hanya 26% perawat yang memiliki kompetensi yang baik
dalam aplikasi EBNP. Hal ini disebabkan oleh pendidikan perawat yang tinggi.
Penelitian yang lain tentang penerapan EBNP oleh Lagita (2016) didapatkan hasil
bahwa hambatan yang terbesar dalam penerapan EBNP yaitu tidak adanya waktu
dalam membaca jurnal (84%), kurangnya ide tentang penelitian (64%), kurangnya
otoritas perawat dalam melakukan perubahan perawatan (64%).

Faktor lainnya yaitu kurangnya dukungan dari perawat manager dalam


mengimplementasikan EBNP di ruangan. Pemimpin perawat merupakan kunci
terpenting dalam mempromosikan EBNP dan juga harus memiliki keterampilan

5
yang digunakan untuk praktik dan kepemimpinan. Penelitian tentang dampak
pelatihan kepemimpinan keperawatan terhadap EBNP pada perawat manager
didapatkan bahwa sebelum mereka dilatih persepsi dan sikap mereka tentang
EBNP 62% positif dengan rincian 5% sangat setuju dan 69% setuju EBNP
diterapkan di pelayanan keperawatan. Namun pada saat setelah pelatihan 59%
perawat sangat setuju bahwa pelatihan EBNP membantu mereka dalam
mengambil keputusan berdasarkan pembuktian.

B. Tujuan
1) Apa definisi evidence based practice (EBP)?
2) Bagaimana tingkatan dan hierarki dalam penerapan EBP?
3) Apa hubungan antara evidence based practice (EBP) dengan decision
making?
4) Bagaimana model implementasi evidence based practice (EBP)?
5) Bagaimana cara pengkajian dan alat dalam evidence based practice (EBP)?
6) Bagaimana langkah-langkah dalam evidence based practice (EBP)?
7) Bagaimana pelaksanaan evidence based practice (EBP) pada keperawatan?
8) Apa saja hambatan pelaksanaan evidence based practice (EBP) pada
keperawatan?

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Evidence Based Practice (EBP)


Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi
terbaru yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif
dan efisien sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee,
2011). Sedangkan menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah
starategi untuk memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan
tingkah laku yang positif sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik.
Evidence based practice merupakan suatu kerangka kerja yang menguji,
mengevaluasi dan menerapkan temuan-temuan penelitian dengan tujuan untuk
memperbaiki pelayanan keperawatan kepada pasien (Carlson, 2010).
Dari beberapa pengertian EBP tersebut dapat dipahami bahwa evidance
based practice merupakan suatu strategi untuk mendapatkan knowledge atau
pengetahuan terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk
membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan skill dalam praktik
klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
Oleh karena itu berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama dalam
institusi pendidikan kesehatan yang bisa dijadikan prinsip adalah membuat
keputusan berdasarkan evidence based serta mengintegrasikan EBP kedalam
kurikulum merupakan hal yang sangat penting. Namun demikian fakta lain
dilapangan menyatakan bahwa pengetahuan, sikap, dan kemampuan serta
kemauan mahasiswa keperawatan dalam mengaplikasikan evidence based
practice masih dalam level moderate atau menengah. Hal ini sangat bertolak
belakang dengan konsep pendidikan keperawatan yang bertujuan untuk
mempersiapkan lulusan yang mempunyai kompetensi dalam melaksanakan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Meskipun mahasiswa keperawatan atau perawat

7
menunjukkan sikap yang positif dalam mengaplikasikan evidence based namun
kemampuan dalam mencari literatur ilmiah masih sangat kurang. Beberapa
literatur menunjukkan bahwa evidence based practice masih merupakan hal baru
bagi perawat. oleh karena itu pengintegrasian evidence based kedalam kurikulum
sarjana keperawatan dan pembelajaran mengenai bagaimana mengintegrasikan
evidence based kedalam praktek sangatlah penting (Ashktorab et al., 2015).
Pentingnya evidence based practice dalam kurikulum undergraduate juga
dijelaskan didalam (Sin&Bleques, 2017) menyatakan bahwa pembelajaran
evidence based practice pada undergraduate student merupakan tahap awal dalam
menyiapkan peran mereka sebagai registered nurses (RN). Namun dalam
penerapannya, ada beberapa konsep yang memiliki kesamaan dan perbedaan
dengan evidence based practice. Evidence based practice atauevidence based
nursing yang muncul dari konsep evidence based medicinememiliki konsep yang
sama dan memiliki makna yang lebih luas dari RU atauresearch utilization(Levin
& Feldman, 2012).
Praktik klinis berdasarkan bukti melibatkan temuan pengetahuan dari
penelitian, review atau tinjauan kritis. EBP didefinisikan sebagai intervensi dalam
perawatan kesehatan yang berdasarkan pada fakta terbaik yang didapatkan. EBP
merupakan proses yang panjang, adanya fakta dan produk hasil yang
membutuhkan evaluasi berdasarkan hasil penerapan pada praktek lapangan.
EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk pengambilan
keputusan dalam organisasi pelayanan kesehatan yang terintegrasi di dalamnya
adalah ilmu pengetahuan atau teori yang ada dengan pengalaman dan bukti-bukti
nyata yang baik (pasien dan praktisi). EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal
dan eksternal serta memaksa untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan
secara bijaksana terhadap pelayanan pasien individu, kelompok atau sistem.
Clinical Based Evidence atau Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan
yang teliti dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti)
yang berhubungan dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun
pengambilan keputusan dalam proses perawatan. EBP merupakan salah satu
perkembangan yang penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi,
termasuk kedokteran, keperawatan, sosial, psikologi, public health, konseling dan
profesi kesehatan dan sosial.

8
EBP menyebabkan terjadinya perubahan besar pada literatur, merupakan
proses yang panjang dan merupakan aplikasi berdasarkan fakta terbaik untuk
pengembangan dan peningkatan pada praktek lapangan. Pencetus dalam
penggunaan fakta menjadi pedoman pelaksanaan praktek dalam memutuskan
untuk mengintegrasikan keahlian klinikal individu dengan fakta yang terbaik
berdasarkan penelitian sistematik. Beberapa ahli telah mendefinisikan EBP dalam
keperawatan sebagai.
1. Penggabungan bukti yang diperoleh dari hasil penelitian dan praktek klinis
ditambah dengan pilihan dari pasien ke dalam keputusan klinis.
2. Penggunaan teori dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian
secara teliti, jelas dan bijaksana dalam pembuatan keputusan tentang
pemberian asuhan keperawatan pada individu atau sekelompok pasien dan
dengan mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan dari pasien tersebut.

B. Tujuan Evidance Based Practice


Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam
praktek keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan
memberikan hasil yang terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain
itu juga, dengan dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat kesembuhan
pasien bisa lebih cepat dan lama perawatan bisa lebih pendek serta biaya
perawatan bisa ditekan (Madarshahian et al., 2012). Dalam rutinititas sehari-hari
para tenaga kesehatan profesional tidak hanya perawat namun juga ahli farmasi,
dokter, dan tenaga kesehatan profesional lainnya sering kali mencari jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memilih atau membandingkan
treatment terbaik yang akan diberikan kepada pasien/klien, misalnya saja pada
pasien post operasi bedah akan muncul pertanyaan apakah teknik pernapasan
relaksasi itu lebih baik untuk menurunkan kecemasan dibandingkan dengan
cognitive behaviour theraphy, apakah teknik relaksasi lebih efektif jika
dibandingkan dengan teknik distraksi untuk mengurangi nyeri pasien ibu partum
kala 1 (Mooney, 2012).
Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based bertujuan untuk
menemukan bukti-bukti terbaik sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
klinis yang muncul dan kemudian mengaplikasikan bukti tersebut ke dalam

9
praktek keperawatan guna meningkatkan kualitas perawatan pasien tanpa
menggunakan bukti-bukti terbaik, praktek keperawatan akan sangat tertinggal
dan seringkali berdampak kerugian untuk pasien. Contohnya saja education
kepada ibu untuk menempatkan bayinya pada saat tidur dengan posisi pronasi
dengan asumsi posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk mencegah aspirasi
pada bayi ketika tidur. Namun berdasarkan evidence based menyatakan bahwa
posisi pronasi pada bayi akan dapat mengakibatkan resiko kematian bayi secara
tibatiba SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).
Oleh karena itu, pengintegrasian evidence based practice kedalam kurikulum
pendidikan keperawatan sangatlah penting. Tujuan utama mengajarkan EBP
dalam pendidikan keperawatan pada level undergraduate student adalah
menyiapkan perawat profesional yang mempunyai kemampuan dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas berdasarkan evidence
based (Ashktorab, 2015).Pentingnya pelaksanaan EBP pada institusi pendidikan
yang merupakan cikal bakal atau pondasi utama dibentuknya perawat
profesional membutuhkan banyak strategi untuk bisa meningkatkan knowledge
dan skill serta pemahaman terhadap kasus real dilapangan. Diantaranya adalah
pengguanaan virtual based patients scenario dalam kegiatan problem based
learning tutorial yang akan bisa memberikan gambaran real terhadap kondisi
pasien dengan teknologi virtual guna meningkatkan knowledge dan critical
thinking mahasiswa.
Namun demikian untuk mengintegrasikan dan mengimplementasikan evidence
based kedalam praktik ada banyak hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan oleh seorang tenaga kesehatan yang profesional yaitu apakah
evidence terbaru mempunyai konsep yang relevan dengan kondisi dilapangan
dan apakah faktor yang mungkin menjadi hambatan dalam pelaksanaan evidence
based tersebut dan berapa biaya yang mungkin perlu disiapkan seperti misalnya
kebijakan pimpinan, pendidikan perawat dan sumberdaya yang ahli dalam
menerapkan dan mengajarkan EBP, sehingga tidak semua evidence bisa
diterapkan dalam membuat keputusan atau mengubah praktek (Salminen et al.,
2014).

10
C. Tingkatan dan Hierarki dalam Penerapan EBP
Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang digunakan
untuk mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti terbaik sampai
dengan bukti yang paling rendah. Tingkatan evidence ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam EBP. Hierarki untuk tingkatan evidence yang ditetapkan oleh
Badan Kesehatan Penelitian dan Kualitas (AHRQ), sering digunakan dalam
keperawatan (Titler, 2011). Adapun level of evidence tersebut adalah sebagai
berikut.
Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hierarki dari tingkat
kepercayaannya yang paling rendah hingga yang paling tingi. Di bawah ini mulai
dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi.
1. Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temui sehari-hari.
2. Studi kasus.
3. Studi lapangan atau laporan deskriptif.
4. Studi percobaan tanpa penggunaan teknik pengambilan sampel secara acak
(random).
5. Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok
pembanding, dan menggunakan sampel secara acak.
6. Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-analisa yaitu
pengkajian berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang
tinggi.

D. Komponen Kunci Evidence Based Practice dengan Decision Making


Pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan berdasarkan bukti-bukti
nyata atau EBP di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu, hasil penelitian atau riset
termasuk teori-teori pendukung, pengalaman yang bersifat klinis,
serta feedback atau sumber-sumber dari pengalaman yang dialami oleh pasien.
Evidence atau bukti adalah kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya. Evidence
atau bukti dibagi menjadi 2 yaitu eksternal evidence dan internal evidence. Bukti
eksternal didapatkan dari penelitian yang sangat ketat dan dengan proses atau
metode penelitian ilmiah. Pertanyaan yang sangat penting dalam
mengimplementasikan bukti eksternal yang didapatkan dari penelitian adalah
apakah temuan atau hasil yang didapatkan didalam penelitian tersebut dapat

11
diimplementasikan kedalam dunia nyata atau dunia praktek dan apakah seorang
dokter atau klinisi akan mampu mencapai hasil yang sama dengan yang dihasilkan
dalam penelitian tersebut. Berbeda dengan bukti eksternal bukti internal
merupakan hasil dari insiatif praktek seperti manajemen hasil dan proyek
perbaikan kualitas (Melnyk & Fineout, 2011).
Dalam (Grove et al., 2012) EBP dijelaskan bahwa clinical expertise yang
merupakan komponen dari bukti internal adalah merupakan pengetahuan dan skill
tenaga kesehatan yang profesional dan ahli dalam memberikan pelayanan. Hal
atau kriteria yang paling menunjukkan seorang perawat ahli klinis atau clinical
expertise adalah pengalaman kerja yang sudah cukup lama, tingkat pendidikan,
literatur klinis yang dimiliki serta pemahamannnya terhadap research. Sedangkan
patient preference adalah pilihan pasien, kebutuhan pasien harapan, nilai,
hubungan atau ikatan, dan tingkat keyakinannya terhadap budaya. Melalui proses
EBP, pasien dan keluarganya akan ikut aktif berperan dalam mengatur dan
memilih pelayanan kesehatan yang akan diberikan. Kebutuhan pasien bisa
dilakukan dalam bentuk tindakan pencegahan, health promotion, pengobatan
penyakit kronis ataupun akut, serta proses rehabilitasi. Beberapa komponen dari
EBP dan dijadikan alat yang akan menerjemahkan bukti kedalam praktek dan
berintegrasi dengan bukti internal untuk meningkatkan kualitas.

Meskipun evidence atau bukti yang dianggap paling kuat adalah penelitian
systematic riview’s dari penelitian-penelitian RCT namun penelitian deskriptif
ataupun kualitatif yang berasal dari opini leader juga bisa dijadikan landasan
untuk membuat keputusan klinis jikamemang penelitian sejenis RCT tidak
tersedia. Begitu juga dengan teori-teori, pilihan atau nilai pasien untuk membuat
keputusan klinis guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Klinisi
sering kali bertanya bagaimana bukti dan jenis bukti yang bisa dibutuhkan sampai
bisa merubah praktek. Level dan kualitas evidenceatau bukti bisa dijadikan dasar
dan meningkatkan kepercayaan diri seorang klinisi untuk merubah praktek
(Dicenso et al., 2014).

12
E. Model Implementasi Evidence Based Practice
1. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan/media penelitian untuk meningkatkan
penerapan evidence based 5 langkah dalam Model Settler :
Fase 1. Persiapan
Fase 2. Validasi
Fase 3. Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan
Fase 4. Translasi dan aplikasi
Fase 5. Evaluasi
2. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality Care
Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD, RN, FAAN,
Model IOWA diawali dari pemicu/masalah. Pemicu/masalah ini sebagai fokus
ataupun fokus masalah. Jika masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi,
tim segera dibentuk. Tim terdiri dari stakeholders, klinisian, staf perawat, dan
tenaga kesehatan lain yang dirasakan penting untuk dilibatkan dalam EBP.
Langkah selanjutnya adalah menyintesis EBP. Perubahan terjadi dan
dilakukan jika terdapat cukup bukti yang mendukung untuk terjadinya
perubahan . kemudian dilakukan evaluasi dan diikuti dengan diseminasi (Jones
& Bartlett, 2004).
3. Model Konseptual Rosswurm & Larrabee
Model ini disebut juga dengan model evidence based practice change yang
terdiri dari 6 langkah yaitu.
Tahap 1. Mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis.
Tahap 2. Tentukan evidence terbaik.
Tahap 3. Kritikal analisis evidence.
Tahap 4. Desain perubahan dalam praktek.
Tahap 5. Implementasi dan evaluasi perubahan.
Tahap 6. Integrasikan dan maintenance perubahan dalam praktek.
Model ini menjelaskan bahwa penerapan evidence based nursing ke lahan
paktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan
kereliabilitasan metode yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang
standar.

13
F. Pengkajian dan Alat dalam EBP
Terdapat beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan
profesional untuk dapat menerapkan praktek klinis berbasis bukti, yaitu.
1. Mengidentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek
2. Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan
3. Melakukan pencarian literator yang efisien
4. Mengaplikasikan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari bukti
tersebut untuk menentukan tingkat validitasnya
5. Mengaplikasikan temuan literator pada masalah pasien, dan
6. Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien dapat
mempengaruhi keseimbangan antara potensial keuntungan dan kerugian dari
pilihan manajemen/terapi.

G. Faktor-faktor yang mempengaruhi EBP


Dalam (Ashktorab et all., 2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
akan mendukung penerapan evidence based practice oleh mahasiswa
keperawatan, diantaranya adalah intention (niat), pengetahuan, sikap, dan perilaku
mahasiswa keperawatan. Dari ketiga faktor tersebut sikap mahasiswa dalam
menerapkan EBP merupakan faktor yang sangat menunjang penerapan EBP.
Untuk mewujudkan hal tersebut pendidikan tentang EBP merupakan upaya yang
harus dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa ataupun sikap
mahasiswa yang akan menjadi penunjang dalam penerapannya pada praktik klinis.
Sedangkan didalam (Ryan, 2016) dijelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan EBP dalam mahasiswa keperawatan berkaitan dengan
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terkait erat dengan intention
atau sikap serta pengetahuan mahasiswa sedangkan faktor ekstrinsik erat
kaitannya dengan organizational atau institutional support seperti kemampuan
fasilitator atau mentorship dalam memberikan arahan guna mentransformasi
evidence kedalam praktek, ketersedian fasilitias yang mendukung serta dukungan
lingkungan.

14
H. Langkah-langkah dalam EBP
1) Langkah 1 (Kembangkan Semangat Penelitian)
Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya di dalam EBP, harus
ditumbuhkan semangat dalam penelitian sehingga klinik akan lebih nyaman
dan tertarik mengenai pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan
pasien Inquiry adalah semangat untuk melakukan penyelidikan yaitu sikap
kritis untuk selalu bertanya terhadap fenomena-fenomena serta kejadian-
kejadian yang terjadi saat praktek dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas
kesehatan dalam melakukan perawatan kepada pasien. Namun demikian,
tanpa adanya budaya yang mendukung, semangat untuk menyelidiki atau
meneliti baik dalam lingkup individu ataupun institusi tidak akan bisa berhasil
dan dipertahankan. Elemen kunci dalam membangun budaya EBP adalah
semangat untuk melakukan penyelidikan dimana semua profesional kesehatan
didorong untuk memepertanyakan kualitas praktek yang mereka jalankan
pada saat ini, sebuah pilosofi, misi dan sistem promosi klinis dengan
mengintegrasikan evidence based practice, mentor yang memiliki
pemahaman mengenai evidence based practice, mampu membimbing orang
lain, dan mampu mengatasi tantangan atau hambatan yang mungkin terjadi,
ketersediaan infrastruktur yang mendukung untuk mencari informasi atau
lieratur seperti komputer dan laptop, dukungan dari administrasi dan
kepemimpinan, serta motivasi dan konsistensi individu itu sendiri dalam
menerapkan evidence based practice (Tilson et al, 2011)

2) Langkah 2 (Ajukan Pertanyaan Klinis dalam Format PICOT)


Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang
lebih baik dan relevan.
a) Populasi pasien (P),
b) Intervensi (I),
c) Perbandingan intervensi atau kelompok (C),
d) Hasil / Outcome (O), dan
e) Waktu / Time (T).
Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencari
database elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel-artikel

15
yang relevan dengan pertanyaan klinis. Menggunakan skenario kasus pada
waktu respons cepat sebagai contoh, cara untuk membingkai pertanyaan
tentang apakah penggunaan waktu tersebut akan menghasilkan hasil yang
positif akan menjadi: “Di rumah sakit perawatan akut (populasi pasien),
bagaimana memiliki time respon cepat (intervensi) dibandingkan dengan
tidak memiliki time respon cepat (perbandingan) mempengaruhi jumlah
serangan jantung (hasil) selama periode tiga bulan (waktu)?”

Dalam mencari jawaban untuk pertanyaan klinis yang muncul, maka


diperlukan strategi yang efektif yaitu dengan membuat format PICO. P adalah
pasien, populasi atau masalah baik itu umur, gender, ras atapun penyakit
seperti hepatitis dll. I adalah intervensi baik itu meliputi treatment di klinis
ataupun pendidikan dan administratif. Selain itu juga intervensi juga dapat
berupa perjalanan penyakit ataupun perilaku beresiko seperti merokok. C atau
comparison merupakan intervensi pembanding bisa dalam bentuk terapi,
faktor resiko, placebo ataupun nonintervensi. Sedangkan O atau outcome
adalah hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup, patient safety,
menurunkan biaya ataupun meningkatkan kepuasan pasien. (Bostwick et al.,
2013) menyatakan bahwa pada langkah selanjutnya membuat pertanyaan
klinis dengan menggunakan format PICOT yaitu P(Patient atau populasi),
I(Intervention atau tindakan atau pokok persoalan yang menarik),
C(Comparison intervention atau intervensi yang dibandingkan), O(Outcome
atau hasil) serta T(Time frame atau kerangka waktu). Contohnya adalah dalam
membentuk pertanyaan sesuai PICOT adalah pada Mahasiswa
keperawatan(population) bagaimana proses pembelajaran PBL tutotial
(Intervention atau tindakan) dibandingkan dengan small group discussion
(comparison atau intervensi pembanding) berdampak pada peningkatan
critical thinking (outcome) setelah pelaksanaan dalam kurun waktu 1 semester
(time frame). Ataupun dalam penggunaan PICOT non intervensi seperti
bagaimana seorang ibu baru (Population) yang payudaranya terkena
komplikasi (Issue of interest) terhadap kemampuannya dalam memberikan
ASI (Outcome) pada 3 bulan pertama pada saat bayi baru lahir. Hasil atau
sumber data atau literatur yang dihasilkan akan sangat berbeda jika kita

16
menggunakan pertanyaan yang tidak tepat makan kita akan mendapatkan
berbagai abstrak yang tidak relevan dengan apa yang kita butuhkan (Melnyk
& Fineout, 2011).

Contoh cara memformulasikan pertanyaan EBP yaitu pada lansia dengan


fraktur hip(patient/problem), apakah patientanalgesic control (intervensi)
lebih efektif dibandingkan dengan standard of care nurse administartif
analgesic(comparison) dalam menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
LOS (Outcome).

3) Langkah 3 (Cari Bukti Terbaik)


Mencari bukti untuk menginformasikan praktek klinis adalah sangat
efisien ketika pertanyaan diminta dalam format PICOT. Jika perawat dalam
skenario respons cepat itu hanya mengetik “Apa dampak dari memiliki time
respon cepat?” ke dalam kolom pencarian dari database, hasilnya akan
menjadi ratusan abstrak, sebagian besar dari mereka tidak relevan.
Menggunakan format PICOT membantu untuk mengidentifikasi kata kunci
atau frase yang ketika masuk berturut-turut dan kemudian digabungkan,
memperlancar lokasi artikel yang relevan dalam database penelitian besar
seperti MEDLINE atau CINAHL. Untuk pertanyaan PICOT pada time
respons cepat, frase kunci pertama untuk dimasukkan ke dalam database akan
perawatan akut, subjek umum yang kemungkinan besar akan mengakibatkan
ribuan kutipan dan abstrak.
Istilah kedua akan dicari akan rapid respon time, diikuti oleh serangan
jantung dan istilah yang tersisa dalam pertanyaan PICOT. Langkah terakhir
dari pencarian adalah untuk menggabungkan hasil pencarian untuk setiap
istilah. Metode ini mempersempit hasil untuk artikel yang berkaitan dengan
pertanyaan klinis, sering mengakibatkan kurang dari 20. Hal ini juga
membantu untuk menetapkan batas akhir pencarian, seperti “subyek manusia”
atau “English,” untuk menghilangkan studi hewan atau artikel di luar negeri
bahasa.
Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan picot digunakan untuk
memulai pencarian bukti terbaik. Bukti terbaik adalah dilihat dari tipe dan
tingkatan penelitian.

17
Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau bukti terbaik adalah
metaanalysis dan systematic riview. Systematic riview adalah ringkasan hasil
dari banyak penelitian yang memakai metode kuantitatif. Sedangkan meta-
analysis adalah ringkasan dari banyak penelitian yang menampilkan dampak
dari intervensi dari berbagai studi. Namun jika meta analisis dan systematic
riview tidak tersedia maka evidence pada tingkatan selanjutnya bisa
digunakan seperti RCT. Evidence tersebut dapat ditemukan pada beberapa
data base seperti CINAHL, MEDLINE, PUBMED, NEJM dan
COHRANE LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011).
Ada tingkatan yang bisa dijadikan bukti atau evidence (Guyatt&Rennie,
2002) yaitu:
a) Bukti yang berasal dari meta-analysis ataukah systematic riview.
b) Bukti yang berasal dari disain RCT.

c) Bukti yang berasal dari kontrol trial tanpa randomisasi.


d) Bukti yang berasal dari kasus kontrol dan studi kohort.
e) Bukti dari systematic riview yang berasal dari penelitian kualitatif dan
diskriptif.
f) Bukti yang berasal dari single-diskriptif atau kualitatif study
g) Bukti yang berasal dari opini dan komite ahli.
Dalam mencari best evidence, hal yang sering menjadi hambatan
dalam proses pencarian adalah keterbatasan lokasi atau sumber database
yang free accsess terhadap jurnal-jurnal penelitian. Namun
demikian seiring dengan perkembangan teknologi, berikut
contoh databased yang free accsess dan paling banyak dikunjungi oleh tenaga
kesehatan yaitu MIDIRS,CINAHL, Pubmed, cohrane library dan PsycINFO
serta Medline. Berikut adalah contoh pertanyaan EBP beserta data based
yang disarankan, diantaranya adalah (Schneider & Whitehead, 2013).

Beberapa databased yang disebutkan diatas memuat berbagai literatur


kesehatan dari berbagai sumber. Beberapa diantaranya adalah free of charge,
cost, atau keduanya. Seperti misalnya cohrane databased merupakan
organisasi non-profit. Namun demikian jenis informasi yang diberikan adalah

18
systemayic review, sehingga jumlah informasi yang ditawarkan terbatas atau
dalam jumlah kecil berkisar 3 jutaan citation namun sangat direkomendasikan
untuk menjadi databased pertama dalam mencari jawaban dari pertanyaan
klinis. Sedangkan CINAHL dan MEDLINE merupakan databased yang
paling komprehensif untuk menemukan berbagai jurnal atau informasi
kesehatan baik itu kedokteran, keperawatan, kedokteran gigi ataupun farmasi
dengan berbagai level evidence. MEDLINE merupakan databasedfree charge
yang terhubung dengan Pubmed databased (Dicenso et al., 2014). Sedangkan
CINAHL merupakan konten artikel jurnal, buku, ataupun disertasi dan bisa
temukan baik melalui databased langsung ataukah melalui MEDLINE.
Sedangkan PsycINFO merupakan databased yang lebih banyak
mempublikasikan literatur pendidikan dalam aspek psikologi, psikiatri,
neuroscience untuk pertanyaan klinis. Sedangkan Pubmed merupakan
bibliografic database yang berisi kontenfree akses dan berbayar serta
mempunyai link dengan database
MEDLINE(Melnyk et al., 2014).

Dicontohkan cara melakukan pencarian evidence dari beberapa sumber atau


databased yang ada yaitu:
a) Memilih databased (CINAHL, Medline etc)

b) Menerjemahkan istilah atau pertanyaan kedalam perbendaharaan kata


dalam database, sebagai contoh fall map menjadi accidental fall
c) Menggunakan limit baik dalam jenis, tahun dan umur Limit atau
membatasi umur seperti aged, 45 and over, limit tipe publikasi seperti
“metaanalisis atau systematic review”, dan limit tahun publikasi seperti
2010-2015
d) Membandingkan dengan database yang lain seperti cohrane, psycINFO
e) Melakukan evaluasi hasil, ulangi ke step 2 jika diperlukan
Sedangkan menurut (Newhouse, 2007) langkah-langkah atau strategi
mencari informasi melalui databased diantaranya adalah :
a) Mencari kata kunci, sinonim, atau yang mempunyai hubungan dengan
pertanyaan yang sudah disusun dengan PICO format

19
b) Menentukan sumber atau database terbaik untuk mencari informasi yang
tepat
c) Mengembangkan beberapa strategi dalam melakukan pencarian dengan
controlled vocabularries, menggunakan bolean operator, serta
limit.controlled vocabularries yang dapat menuntun kita untuk
memasukkan input yang sesuai dengan yang ada pada database. Seperti
misalnya MeSH pada Pubmed serta CINAHL Subject Heading pada
database CINAHL. menggunakan bolean operator misalnya AND, OR,
NOT. AND untuk mencari 2 tema atau istilah, OR untuk mencari selain
dari salah satu atau kedua istilah tersebut. Namun jika dikombinasikan
dengan controlled vocabularries, OR akan memperluas pencarian, serta
AND akan mempersempit pencarian. Setelah itu untuk lebih spesifik dan
fokus lagi dapat digunakan dengan menggunakan limit yang sesuai
seperti umur, bahasa, tanggal publikasi. Contohnya adalah limit terakhir
5 tahun untuk jurnal atau english or american only.
d) Melakukan evaluasi memilih evidence dengan metode terbaik dan
menyimpan hasil
Sedangkan menurut (Bowman et al., dalam levin & feldman, 2012)
khususnya pada level undergraduate student, ada beberapa contoh
evidence yang dapat digunakan dalam terapi dan prognosis yaitu:
Beberapa contoh tingkatan evidence tersebut dapat menjadi contoh atau dasar
dan pedoman yang digunakan oleh mahasiswa undergraduatedalam memilih
evidence yang tepat. Karena undergraduate student tidak memiliki
kemampuan dalam melakukan kritik atau melihat tingkat kekuatan dan
kelemahan literatur penelitian, maka dalam pembelajaran evidence based
practice mahasiswa diarahkan untuk memilih literatur berdasarkan tingkatan
evidence terbaik terlebih dahulu.Jika beberapa evidence terbaik tidak dapat
ditemukan, maka langkah selanjutnya adalah memilih literatur yang telah
diseleksi pada beberapa databased seperti MEDLINE dan CINAHL atau
pada pubmed search engine (Levin & Feldman, 2012).

4) Langkah 4 (Kritis Menilai Bukti)

20
Setelah artikel yang dipilih untuk review, mereka harus cepat dinilai
untuk menentukan yang paling relevan, valid, terpercaya, dan berlaku untuk
pertanyaan klinis. Studi-studi ini adalah “studi kiper.” Salah satu alasan
perawat khawatir bahwa mereka tidak punya waktu untuk menerapkan EBP
adalah bahwa banyak telah diajarkan proses mengkritisi melelahkan,
termasuk penggunaan berbagai pertanyaan yang dirancang untuk
mengungkapkan setiap elemen dari sebuah penelitian. Penilaian kritis yang
cepat menggunakan tiga pertanyaan penting untuk mengevaluasi sebuah studi.
a) Validity (Apakah hasil penelitian valid)
Evidence atau penelitian tersebut dikatakan valid adalah jika penelitian
tersebut menggunakan metode penelitian yang tepat Ini pertanyaan
validitas studi berpusat pada apakah metode penelitian yang cukup ketat
untuk membuat temuan sedekat mungkin dengan kebenaran. Sebagai
contoh, apakah para peneliti secara acak menetapkan mata pelajaran
untuk pengobatan atau kelompok kontrol dan memastikan bahwa
mereka merupakan kunci karakteristik sebelum perawatan? Apakah
instrumen yang valid dan reliabel digunakan untuk mengukur hasil
kunci?
b) Reliability (Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi)
Reliabel maksudnya adalah konsistensi hasil yang mungkin didapatkan
dalam membuat keputusan klinis dengan mengimplementasikan
evidence tersebut, apakah intervensi tersebut dapat dikerjakan serta
seberapa besar dampak dari intervensi yang mungkin didapatkan.
Untuk studi intervensi, pertanyaan ini keandalan studi membahas
apakah intervensi bekerja, dampaknya pada hasil, dan kemungkinan
memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan praktek dokter sendiri.
Untuk studi kualitatif, ini meliputi penilaian apakah pendekatan
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, bersama dengan
mengevaluasi aspek-aspek lain dari penelitian ini seperti apakah
hasilnya bisa dikonfirmasi.
c) Applicability (Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya)

21
Applicable maksudnya adalah kemungkinan hasilnya bisa di
implementasikan dan bisa membantu kondisi pasien Ini pertanyaan
penelitian penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakah
subyek dalam penelitian ini mirip dengan pasien sendiri, apakah
manfaat lebih besar daripada risiko, kelayakan dan efektivitas biaya,
dan nilai-nilai dan preferensi pasien. Setelah menilai studi masing-
masing, langkah berikutnya adalah untuk menyintesis studi untuk
menentukan apakah mereka datang ke kesimpulan yang sama, sehingga
mendukung keputusan EBP atau perubahan.

5) Langkah 5 (Mengintegrasikan Bukti Dengan Keahlian Klinis dan


Preferensi Pasien dan Nilai-nilai)
Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan dalam
praktek. Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data laboratorium, dan
data dari program manajemen hasil, serta preferensi dan nilai-nilai pasien
adalah komponen penting dari EBP. Tidak ada formula ajaib untuk
bagaimana untuk menimbang masing-masing elemen; pelaksanaan EBP
sangat dipengaruhi oleh variabel kelembagaan dan klinis. Misalnya, ada tubuh
yang kuat dari bukti yang menunjukkan penurunan kejadian depresi pada
pasien luka bakar jika mereka menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku
sebelum dikeluarkan dari rumah sakit. Anda ingin pasien Anda memiliki
terapi ini dan begitu mereka. Tapi keterbatasan anggaran di rumah sakit Anda
mencegah mempekerjakan terapis untuk menawarkan pengobatan. Defisit
sumber daya ini menghambat pelaksanaan EBP.
Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk mengimplementasikan EBP ke
dalam praktik klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan
informasi lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan
yang kita miliki, ataukah dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien.
Selain itu juga, menambahkan penelitian kualitatif mengenai pengalaman
atau perspektif klien bisa menjadi dasar untuk mengurangi resiko kegagalan
dalam melakukan intervensi terbaru (Polit & Beck, 2013). Setelah
mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka langkah selanjutnya adalah
menggunakan berbagai informasi tersebut untuk membuat keputusan klinis

22
yang tepat dan efektif untuk pasien. Tingkat keberhasilan pelaksanaan EBP
proses sangat dipengaruhi oleh evidence yang digunakan serta tingkat
kecakapan dalam melalui setiap proses dalam EBP

23
6) Langkah 6 (Evaluasi hasil Keputusan Praktek atau Perubahan
Berdasarkan Bukti)
Setelah menerapkan EBP, penting untuk memantau dan mengevaluasi setiap
perubahan hasil sehingga efek positif dapat didukung dan yang negatif
diperbaiki. Hanya karena intervensi efektif dalam uji ketat dikendalikan tidak
berarti ia akan bekerja dengan cara yang sama dalam pengaturan klinis.
Pemantauan efek perubahan EBP pada kualitas perawatan kesehatan dan hasil
dapat membantu dokter melihat kekurangan dalam pelaksanaan dan
mengidentifikasi lebih tepat pasien mana yang paling mungkin untuk
mendapatkan keuntungan. Ketika hasil berbeda dari yang dilaporkan dalam
literatur penelitian, pemantauan dapat membantu menentukan.
Evaluasi terhadap pelaksanaan evidence based sangat perlu dilakukan untuk
mengetahui seberapa efektif evidence yang telah diterapkan, apakah
perubahan yang terjadi sudah sesuai dengan hasil yang diharapkan dan
apakah evidence tersebut berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan
pasien (Melnyk & Fineout, 2011).

7) Langkah 7 (Menyebarluaskan Hasil EBP)


Perawat dapat mencapai hasil yang indah bagi pasien mereka melalui EBP,
tetapi mereka sering gagal untuk berbagi pengalaman dengan rekan-rekan dan
organisasi perawatan kesehatan mereka sendiri atau lainnya. Hal ini
menyebabkan perlu duplikasi usaha, dan melanggengkan pendekatan klinis
yang tidak berdasarkan bukti-bukti. Di antara cara untuk menyebarkan
inisiatif sukses adalah putaran EBP di institusi Anda, presentasi di konferensi
lokal, regional, dan nasional, dan laporan dalam jurnal peer-review, news
letter profesional, dan publikasi untuk khalayak umum.
Langkah terakhir dalam evidence based practice adalah
menyebarluaskan hasil. Jika evidence yang didapatkan terbukti
mampu menimbulkan perubahan dan memberikan hasil yang positif maka hal
tersebut tentu sangat perlu dan penting untuk dibagi (Polit & Beck, 2013)
Namun selain langkah-langkah yang disebutkan diatas, menurut (Levin &
Feldman, 2012) terdapat 5 langkah utama evidence based practice dalam
setting akademik yaitu Framing the question (menyusun pertanyaan klinis),

24
searching for evidence, appraising the evidence, interpreting the evidence
atau membandingkan antara literatur yang diperoleh dengan nilai yang dianut
pasien dan merencanakan pelaksanaan evidence kedalam praktek, serta
evaluating your application of the evidence atau mengevaluasi sejauh mana
evidence tersebut dapat menyelesaikan masalah klinis.

25
BAB III
APLIKASI SPO

A. KASUS
Rumah sakit jiwa M yang terletak di kota B sering mendapatkan pasien yang
datang dengan masalah yang sama, yaitu tidak mampu beradaptasi dengan
lingkungan diluar rumah sakit dan tidak disiplin minum obat. Rumah sakit jiwa
M masih menerapkan kebijakan untuk rawat terpisah antara pasien dan
keluarganya. Pasien juga wajib untuk mengenakan pakaian yang diberikan oleh
rumah sakit. Pasien tinggal bersama pasien lainnya dalam bangsal
keperawatan. Gaya perawatan seperti ini dapat digolongkan sebegai perawatan
tradisional. Meskipun rumah sakit sudah menerapkan kebijakan untuk
pembatasan hari rawat, tapi rumah sakit juga tidak dapat melakukan apa-apa,
karena pasien yang kebanyakan adalah pasien yang sama/pasien lama terus
datang dan terkadang datang dengan masalah yang sangat serius dan
membutuhkan perawatan rawat inap atau inpatient. Rumah sakit sudah
melakukan banyak cara seperti melatih pasien untuk melakukan asuhan
keperawatan jiwa kepada pasien dan juga kepada keluarga dengan
melakukan home visit. Pasien dan keluarga bahkan sudah diajarkan untuk
menghafal obat-obatan yang harus diminum secara rutin oleh pasien. Tapi,
semua hal yang diupayakan tetap tidak dapat menurunkan jumlah pasien yang
kembali ke rumah sakit (lagi). Kepala rumah sakit bahkan mengatakan bahwa,
“Terapi gagal!”. Untuk memecahkan masalah ini, Perawat Y yang merupakan
kepala ruangan A membawa gagasan agar manajemen rumah sakit mulai
menerapkan atau menggunakan Millieu Therapy untuk merawat pasien.
Manajemen rumah sakit setuju dengan ide ini dan mulai mendiskusikan
persiapannya.

Dari kasus diatas, kita dapat menyusun pertanyaan dengan menggunakan


rumusan PICOT sebagai berikut.

26
P= Terjadi peningkatan dan tidak ada tanda-tanda penurunan jumlah pasien
lama yang masuk ke rumah sakit karena masalah tidak mampu beradaptasi dan
gagal manajemen obat.
I= Perawatan tradisional yang masih memisahkan keluarga dengan pasien.
C= Millieu therapy; meningkatkan fungsi lingkungan sebagai media untuk
mencapai kesembuhan.
O= pasien mampu beradaptasi dengan cepat dan mudah dari lingkungan rumah
sakit menuju lingkungan rumah/social diluar rumah sakit.
T= Masa perawatan pasien di rumah sakit.

Berdasarkan rumusan PICOT diatas, kita dapat merumuskan kalimat masalah


menjadi sebagai berikut.
Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa, apakah efek dari perawatan
pasien secara tradisional jika di bandingkan dengan perawatan pasien dengan
menerapkan millieu therapy dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan
beradaptasi pasien dari lingkungan rumah sakit menuju lingkungan
rumah/social di laur rumah sakit ?.

B. JURNAL
1) Pengetahuan, Sikap Dan Kesiapan Mahasiswa Program Profesi Ners
Dalam Penerapan Evidence Based Practice (Hasniatisari Harun,Dosen
Fakultas Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
2016)
Evidence Based Practice menjadi suatu pola kerja dimana bukti ilmiah
terbaik yang didapat melalui penelitian, pengalaman klinik perawat serta
pilihan pasien dalam menentukan keputusan klinik bagi pelayanan
kesehatan menjadi landasan dalam pemberian asuhan keperawatan. Hasil
penelitian ini menunjukan lebih dari setengah responden sebanyak 68%
mempunyai pengetahuan yang baik terkait penerapan evidence based
practice. Pemahaman terkait konsep Evidence-based Practice sangat
diperlukan untuk dapat mengembangkan dan mengaplikasikan model
Evidence-based Practice dengan tepat.

27
2) Tantangan Perawat Manager Dalam Penerapan Evidence Based Nursing
Practice / EBP (Tina RahayuSilitonga,Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2019)
Tantangan perawat manager dalam penerapan evidence based nursing
practice (EBNP) bahwa perawat manager harus mampu meningkatkan
pendidikan agar perawat mampu memebrikan pelayanan keperawatan yang
lebih baik lagi.

C. PEMBAHASAN
Pelaksanaan EBP pada Keperawatan
1. Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan
berdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
2. Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung
“pemberian perawatan berdasarkan fakta”.
3. Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan
EBP.
4. Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
5. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek,
penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi
yang berkelanjutan.
7. Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi
pada klien dan bagaimana respons terhadap intervensi yang diberikan. Dalam
tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status
kesehatan.

Hambatan Pelaksanaan EBP pada Keperawatan


1. Berkaitan dengan penggunaan waktu.
2. Akses terhadap jurnal dan artikel.
3. Keterampilan untuk mencari.
4. Keterampilan dalam melakukan kritik riset.
5. Kurang paham atau kurang mengerti.
6. Kurangnya kemampuan penguasaan bahasa untuk penggunaan hasil-hasil riset.

28
7. Salah pengertian tentang proses.
8. Kualitas dari fakta yang ditemukan.
9. Pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana untuk menggunakan
literatur hasil penemuan untuk intervensi praktek yang terbaik untuk diterapkan
pada klien.

29
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan konsep evidence based practice di atas,
dapat disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang seacara garis besar
menentukan tercapainya pelaksanaan praktek keperawatan yang lebih baik
yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang terjadi di
kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap suatu
kasus, dan pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien.
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka di harapkan
pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan khususnya pemberian asuhan
keperawatan dapat di tingkatkan terutama dalam hal peningkatan
pelayanan kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya (cost effective)
dan peningkatan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan.
Namun dalam pelaksanaan penerapan evidence based practice ini
sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu
kurangnya pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan penerapan EBP itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Almaskari, M. (2017).Omani Staff Nurses’ And Nurse Leaders’ Attitudes Toward


And Perceptions Of Barriers And Facilitators To The Implementation Of
Evidence Based Practise PREVIEW.

Depkes RI. (2016). Situasi Tenaga Keperawatan Indonesia. Pusat


data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659

Ellen Fineout-Overholt RN, PhD and Linda Johnston RN, PhD. 2011. Teaching
EBP: Implementation of Evidence: Moving from Evidence to Action.

Elysabeth. (2015). Hubungan tingkat pendidikan perawat dengan kompetensi


aplikasi Evidence- Based Practice. Jurnal skolastik keperawatan vol. 1,
No.1 Januari-Juni

Hidayat. (2019). Pendidikan evidance based practice melalui mentoring program


oleh perawat di Rumah Sakit.

Klein-Fedyshin, M. (2016). Translating Evidence into Practice at the End-of-Life:


Information needs, access and usage by hospice and palliative nurses. J
Hosp Palliat Nurs. 17

Masters, K. (2015). Role development in professional nursing practice: Jones &


Bartlett Publishers

Melnyk, BM & Fineout-Overholt, E. (2015). Praktik berbasis bukti dalam


keperawatan & perawatan kesehatan: Panduan praktik terbaik (edisi ke-
3rd). Philadelphia, PA: Wolters Kluwer Health. hlm. 283–287. ISBN 978-
1-4511-9094-6 .

Simamora, Roymond H. (2012). Buku Ajar ManajemenKeperawatan. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai