Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya, sehingga tugas pembuatan makalah mata kuliah Manajemen keperawatan tentang
“Evidance-Based Practice in Nursing” dapat terselesaikan sesuai batas waktu yang telah
ditetapkan.

Pembuatan makalah ini disusun sebagai salah satu wujud tugas terstruktur kami dalam
menempuh pembelajaran di semester 5 ini. Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan
banyak terimakasih atas dukungan moral maupun materi kepada pihak-pihak yang terlibat
terutama kepada :

1. Ns. Ahmad Rifai, S.Kep., M.S., selaku Dosen Pembina Mata Kuliah Konsep Dasar
Keperawatan
2. Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Konsep
Dasar Keperawatan
3. Semua pihak yang berperan aktif dalam penyusunan makalah ini
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena dalam penyusunan kami
masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk bisa memperbaiki
kekurangan di makalah ini.

Blora, 19 Agustus 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktik keperawatan sangat berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan


kepada seorang klien. Praktik keperawatan didasarkan pada komponen – komponen
penting yang ada sehingga saat melakukan praktik keperawatan akan meminimalisir
resiko yang mungkin saja terjadi. Praktik keperawatan tentunya dilakukan oleh seorang
perawat yang telah lulus bersekolah di perguruan tinggi yang telah mendapatkan ilmu –
ilmu keperawatan sebagai dasar atau pedoman di dalam melakukan tindakan
keperawatan. Kualitas pengobatan atau kesembuhan seorang pasien bergantung kepada
perawat karena memegang peranan penting terhadap kesembuhan pasien. Perawat setiap
hari akan bertemu langsung dengan pasien sehingga ketika terjadi hal – hal yang aneh
atau masalah lainnya itu semua adalah tanggung jawab seorang perawat. Oleh karena itu,
perawat harus memberikan pelayanan yang bermutu, berkualitas, dan terbaik kepada
pasien. Namun demikian, tidak seperti yang kita bayangkan.

Kebanyakan perawat belum bisa melakukan hal itu dengan baik. Mereka
memberikan pelayanan terutama dalam asuhan keperawatan kepada klien tidak
didasarkan bukti – bukti atau mengikuti budaya saja yang diketahuinya tanpa ada sumber
– sumber bukti yang kuat dalam membuktikan pelayanannya yang ia berikan. Hal ini
mungkin akan beresiko terhadap pasien. Intervensi yang tidak didasarkan pada
pengalaman atau bukti – bukti yang mendukung dan relevan dengan pasien akan
membahayakan jiwa pasien karena perawat sendiri kurang aspek pengetahuan serta
keterampilan dalam menyelesaikan kondisi klinis pasien. Oleh sebab itu, pengumpulan
bukti – bukti, pengalaman dalam tindakan keperawatan, keterampilan serta pengetahuan
sangat penting dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas bagi seorang
pasien.

Keterkaitan antara masalah yang dilakukan oleh perawat dalam praktik


keperawatan disebabkan karena perawat kurang mengaplikasikan EBP dalam tugasnya
untuk memenuhi pelayanan kesehatan. EBP menekankan kepada perawat agar
profesional dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Profesional seorang
perawat akan memberikan keuntungan bagi pasien. Perawat harus menerapkan konsep
EBP di dalam praktik keperawatan karena EBP akan memberikan kefektivitasan dalam
menangani segala permasalahan yang ada berdasarkan bukti – bukti hasil riset penelitian
yang telah dilakukan berdasarkan penelitian.

Pengaplikasian EBP dalam praktik keperawatan tentunya akan menjadi dasar


scientific dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal pemberian intervensi kepada
pasien sehingga intervensi yang telah diberikan dapat dipertanggungjawabkan dengan
bijak. Perlunya pengaplikasian EBP diterapkan di semua profesi kesehatan baik dokter,
apoteker maupun ners. Dengan pengaplikasian EBP di dalam pelayanan kesehatan akan
memberikan dampak positif bagi pasien, perawat, dan institusi kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengertian, tujuan, keuntungan EBP ?
1.2.2 Bagaimana model EBP diterapkan ?
1.2.3 Bagaimana komponen – komponen pendukung EBP ?
1.2.4 Bagaimana metode konsep analisis EBP ?
1.2.5 Bagaimana perbedaan EBP dan Non-EBP ?
1.2.6 Bagaimana tahapan – tahapan praktik berbasis bukti ?
1.2.7 Bagaimana tahapan penelitian keperawatan dalam EBP ?
1.2.8 Bagaimana program peningkatan kualitas performa dalam EBP ?
1.2.9 Bagaimana faktor penghambat pengaplikasian EBP ?
1.2.10 Bagaimana pengimplementasian EBP dalam praktik keperawatan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan pengertian, tujuan serta keuntungan penerapan EBP;
1.3.2 Menjelaskan model EBP;
1.3.3 Menjelaskan komponen – komponen pendukung EBP;
1.3.4 Menjelaskan perbedaan antara EBP dan Non-EBP;
1.3.5 Menjelaskan tahapan – tahapan praktik berbasis bukti;
1.3.6 Menjelaskan tahapan penelitian keperawatan dalam EBP;
1.3.7 Menjelaskan program peningkatan kualitas performa dalam EBP;
1.3.8 Menjelaskan bentuk implementasi EBP dalam praktik keperawatan.
1.3.9 Menjelaskan faktor penghambat pengaplikasian EBP.
1.3.10 Menjelaskan Pengimplementasian BEP dalam praktik keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian EBP

Arti kata evidence dalam Bahasa Indonesia adalah bukti. Bukti dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Arti
based dalam Bahasa Indonesia adalah dasar atau berdasarkan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berdasarkan memiliki arti memakai sebagai dasar; beralaskan;
bersendikan. Sedangkan practice dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti praktek atau
proses, dimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna pelaksanaan
secara nyata apa yang disebut dalam teori.

EBP is based on a comprehensive review of research findings that emphasizes


intervention, RCTs (the gold standard), integration of statistical findings, and critical
decision making about the findings based on the strength of the evidence, tools used in
the studies, and cost (Jennings, 2000; Jennings and Loan, 2001).

Secara umum, Evidence-Based Practice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan


untuk meningkatkan proses melalui pertanyaan yang manakah bukti penelitian ilmiah
yang berkualitas tinggi yang dapat diperoleh dan diterjemahkan ke dalam keputusan
praktik terbaik untuk meningkatkan kesehatan (Steglitz, Warnick, Hoffman, Johnston, &
Spring, 2015). Sackett et al di dalam Gerrish et al (2006), EBP adalah segala tindakan
yang berbasis bukti, baik dalam pengobatan, eksplisit dan bijaksana dalam penggunaan
EBP untuk mengambil keputusan dalam perawatan pasien.

Menurut Carlon (2010) Evidence Based Practice merupakan suatu kerangka kerja
yang menguji, mengevaluasi dan menerapkan temuan-temuan penelitian dengan tujuan
untuk memperbaiki pelayanan keperawatan kepada pasien. Majid et al (2011)
mengatakan bahwa EBP merupakan salah satu teknik yang cepat untuk perkembangan
dalam praktik keperawatan karena EBP mampu memberikan penanganan masalah –
masalah klinis secara efektif yang mungkin terjadi disaat pemberian pelayanan kesehatan
serta pemberian perawatan berdasarkan hasil – hasil penelitian yang tertera. Sedangkan
menurut Muhal (1998) EBP adalah penggabungan dari seorang perawat mengenai hasil
penelitian yang didapatkannya dengan menerapkannya di praktik klinis kepada pasien
serta ditambah dengan pilihan dari pasien dalam keputusan klinis.

EBP pada masa ini sangat perlu dikembangkan dan diaplikasikan dalam
praktiknya untuk mendukung semua profesi dalam kesehatan baik dokter, perawat
ataupun farmasi untuk menuntun pengambilan keputusan atau tindakan yang harus
diberikan kepada klien dengan kualitas yang terjamin dan profesinal.

Dalam Evidence-Based Nursing Position Statement (2005), dinyatakan bahwa


EBP telah menjadi isu menonjol dalam keperawatan kesehatan internasional, biaya
kesehatan meningkat, prinsip manajemen dalam melakukan praktik keperawatan yang
tepat dan keinginan perbaikan kualitas EBP. Untuk itu keperawatan menjadi terlibat
dalam gerakan untuk mendefinisikan EBP dalam setiap praktik keperawatan, yang jelas
adalah tanggung jawab perawat untuk melaksanakan EBP dalam tindakan keperawatan,
dan mengevaluasi, mengintegrasikan dan menggunakan bukti terbaik yang telah tersedia
untuk meningkatkan praktik keperawatan (Rycroft-Malone, Bucknall, Melnyk, 2004)
dikutip oleh Tarihoran (2015) dalam jurnalnya.

Tujuan
Grinspun, Vinari & Bajnok dalam Hapsari (2011) menyatakan tujuan EBP
memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah agar dapat memberikan
perawatan secara efektif dengan menggunakan hasil penelitian yang terbaik,
menyelesaikan masalah yang ada di tempat pemberian pelayanan terhadap pasien,
mencapai kesempurnaan dalam pemberian asuhan keperawatan dan jaminan standar
kualitas dan memicu inovasi.

Keuntungan EBP :
1 Metode untuk mengevaluasi sistem kerja perawat dalam melakukan praktik
keperawatan;
2 Mengintegrasikan komponen – komponen pendukung EBP dalam pelayanan
kesehatan;
3 Melakukan intervensi kepada pasien berdasarkan bukti – bukti hasil penelitian;
4 Meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dalam proses pelayanan kesehatan;
5 Bersikap profesional dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien;
6 Menguntungkan perawat, pasien, serta institusi kesehatan.

2.2 Model EBP


Langkah-langkah yang sistematis dibutuhkan dalam memindahkan evidence ke
dalam praktik guna meningkatkan kualitas kesehatan dan keselamatan (patient safety) dan
dalam mengembangkan konsep, perawat dapat dibantu dengan berbagai model EBP
melalui pendekatan yang sistematis dan jelas, alokasi waktu dan sumber yang jelas,
sumber daya yang terlibat, serta mencegah implementasi yang tidak runut dan lengkap
dalam sebuah organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008). Setiap institusi dapat memilih
model yang sesuai dengan kondisi organisasi karena beberapa model memiliki
keunggulannya masing-masing.
Model-model yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan EBP adalah
Iowa Model (2001), Stetler Model (2001), ACE STAR Model (2004), John Hopkin’s
EBP Model (2007), Rosswurm dan Larrabee’s Model. Karakteristik model yang dapat
dijadikan landasan dalam menerapkan EBP yang sering digunakan yaitu IOWA Model
dimana model ini dalam EBP digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan,
digunakan dalam berbagai akademik dan setting klinis. Ciri khas dari model ini adalah
adanya konsep (triggers) dalam melaksanakan EBP. Triggers adalah informasi ataupun
masalah klinis yang berasal dari luar organisasi. Terdapat 3 kunci dalam membuat
keputusan, yaitu; adanya penyebab mendasar timbulnya masalah, pengetahuan terkait
dengan kebijakan institusi atau organisasi, penelitian yang cukup kuat, dan pertimbangan
mengenai kemungkinan diterapkannya perubahan ke dalam praktik sehingga dalam
model tidak semua jenis masalah dapat diangkat dan menjadi topik prioritas organisasi.
Model John Hopkins memiliki 3 domain prioritas masalah, yaitu praktik
keperawatan, penelitian, dan pendidikan. Terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan
model ini, yaitu menyusun practice question yang menggunakan PICO approach,
menentukan evidence dengan penjelasan mengenai setiap level yang jelas dan translation
yang lebih sistematis dengan model lainnya serta memiliki lingkup yang lebih luas.
ACE Star Model merupakan model transformasi pengetahuan berdasarkan
research atau penelitian. Model ini tidak menggunakan evidence non-research.
Sedangkan untuk Stetler’s Model tidak berorientasi pada perubahan formal tetapi pada
perubahan oleh individu perawat. Model ini dilaksanakan dengan menyusun masalah
berdasarkan data internal yang disebut juga quality improvement dan operasional dan data
eksternal yang berasal dari research atau penelitian (Schneider & Whitehead, 2013).

2.3 Komponen – Komponen Pendukung EBP


1 Penelitian Keperawatan

Penelitian keperawatan sangat berpengaruh terhadap praktik keperawatan berbasis


bukti. Penelitian keperawatan memegang peranan penting terhadap suatu hambatan atau
masalah yang timbul di dalam praktik keperawatan sehingga dengan adanya penelitian ini
hambatan atau masalah yang terjadi di dalam praktik keperawatan dapat diatasi dengan
mudah secara efektif dan efisien serta tidak merugikan klien atau pasien. Hambatan
dalam suatu penilitian seringkali dikaitkan dengan masalah yang ditimbulkan dari adanya
suatu faktor yang menyebabkan kegiatan penelitian terhambat. Hambatan tersebut dapat
berupa kurangnya waktu dalam melakukan pengkajian suatu masalah yang telah
dijadikan sebagai pokok permasalahan. Selain itu, manajemen waktu, lokasi yang
geografis, ukuran sampel, tingkat respons, dan organisasi dapat menghambat proses
penelitian berlangsung.

Pelaksanaan EBP terhadap penilitian keperawatan sangat berhubungan satu sama


lainnya dimana di dalam pelaksanaan EBP terdapat sebuah hasil dari riset penilitian
ilmiah yang dilakukan. Hal ini akan membuat pelaksanaan EBP semakin diperkuat dan
dapat menunjukkan keprofesionalan seorang perawat dalam melakukan intervensi
terhadap kliennya. Selain itu, pelaksanaan penelitian keperawatan akan menghasilkan
suatu inovasi terbaru dan jaminan standar kualitas seorang perawat dalam memberikan
intervensi asuhan keperawatan kepada kilen atau pasien. Intervensi dari seorang perawat
harus disertai komponen – komponen EBP sehingga dalam proses pelayanan kesehatan
dapat memuaskan klien dan menguntungkan klien. Dengan demikian, pentingnya
penelitian keperawatan yang berdasarkan metode atau analisa ilmiah yang berpengaruh
terhadap EBP seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk memenuhi
proses pelayanan kesehatan.

2 Pengalaman

Praktik keperawatan merupakan salah satu kegiatan secara rutin yang dilakukan
oleh seorang perawat di dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, perawat akan
bertugas sesuai dengan topoksinya masing – masing dalam memenuhi kebutuhan seorang
pasien atau klien. Pemenuhan kebutuhan seorang pasien atau klien yang menjadi salah
satu tugas pokok bagi seorang perawat dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut
dilakukan oleh setiap perawat berdasarkan tingkatan masalah – masalah yang dialami
oleh seorang pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa pasien adalah individu yang unik
dan berbeda sehingga perawat harus mengerti akan hal ini.

Dengan masalah yang ditimbulkan dan pemecahan akan masalah tersebut sudah
menjadi kebiasaan yang melekat dari seorang perawat sehingga terciptanya banyak
pengalaman di dalam pelayanan kesehatan. Pengalaman seorang perawat dapat
menunjukan kualitas EBP nya dalam memberikan suatu asuhan keperawatan atau
pelayanan yang lainnya kepada klien. Ketika seorang perawat diberikan sebuah
pertanyaan yang berkaitan dengan suatu masalah yang terjadi, perawat akan menjawab
permasalahan tersebut dengan menggunakan bukti – bukti penelitiannya yang pernah dia
lakukan sesuai dengan kajian ilmiah. Jelas demikian bahwa penelitian juga berkaitan
terhadap pengalaman seorang perawat dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada.
Pengalaman yang dimiliki oleh seorang perawat dapat memberikan suatu keputusan yang
jelas dan terarah. Selain itu, perawat yang berpengalaman banyak dalam hal intervensi
kepada klien atau pasien dapat memberikan suatu pengajaran kepada perawat – perawat
yang lain dalam menindaklanjuti seorang pasien dengan diagnosis yang berbeda. Jadi,
peran perawat terhadap teman sejawatnya adalah sebagai fasilitator mengenai
pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, pengalaman seorang perawat sangat
diperlukan untuk mendukung pratik berdasarkan EBP kepada seorang klien.
3 Pendidikan

Pendidikan sangat berpengaruh terhadap kompetensi atau pengetahuan bagi


seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatn berbasis bukti kepada klien atau
pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa jenjang pendidikan yang diberlakukan di
Indonesia berbeda - beda yaitu vokasi dan sarjana. Setiap tingkatan jenjang memiliki
karakteristik atau penciri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tingkatan
vokasi lebih mengarah kepada hard skillnya dalam praktik kerja lapangan di institusi
kesehatan atau yang lainnya. Pendidikan ini mengarah pada aspek umum saja sehingga
ilmu – ilmu yang dimiliki hanya sebagian besar umum dan belum mendetail secara
spesifiknya. Sedangkan, tingkatan pendidikan akademik sarjana lebih mengarah pada soft
skillnya atau ilmu – ilmunya yang telah dipelajarinya. Pendidikan ini lebih membahas
menyeluruh dan mendetail dimana ilmu yang diajarkan pada pendidikan ini tidak
diajarkan di pendidikan sebelumnya. Cakupan bahasannya juga luas dan dikhususkan
pada bidang tertentu. Pendidikan seorang perawat sangat berpengaruh terhadap
kompetensi dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan kesehatan. Perawat
yang lulus dari perguruan tinggi memiliki ilmu yang berbeda – beda dalam dirinya
masing – masing sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan juga berbeda antara
perawat satu dengan lainnya. Perawat yang bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi akan
semakin kompeten dalam melakukan tugasnya sebagai seorang perawat. Menurut
Eizenberg (2010) hal ini menunjukkan bahwa pendidikan mampu menuntun seseorang
terampil dalam mencari sumber penelitian, berorganisasi dan bersikap profesional dalam
bekerja, meningkatkan akses-akses untuk meningkatkan dan menerapkan praktik
berdasarkan bukti

Pendidikan juga diperlukan bagi seorang perawat dalam menunjukan


keprofesionalitasannya dalam mengurus pasien tentunya keprofesionalitasan ini sangat
mendukung implementasi EBP dalam praktiknya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perawat maka semakin tinggi pula
tingkat pengetahuan yang dimilikinya sehingga dalam praktik keperawatan perawat dapat
kompeten dan profesional dalam praktik keperawatannya dengan memberikan perawatan
yang bermutu kepada klien atau pasien. Selain itu, hal ini juga yang dapat mendukung
dan meningkatkan kualitas EBP di dalam pelayanan kesehatan.

4 Pengetahuan

Pengetahuan seorang perawat sangat berhubungan dengan kompetensi seorang


perawat dalam menjalankan tugasnya di bidang pelayanan kesehatan. Pengetahuan
seorang perawat didukung oleh pendidikannya dan kegiatannya selama proses
penempuan ilmu keperawatan. Kita sudah mempelajari bahwa pendidikan juga
berpengaruh terhadap pengetahuan seorang perawat. Pengetahuan yang dimiliki oleh
seorang perawat merupakan wujud dari profesional perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan atau pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengetahuan juga dapat membuat
perawat lebih berpikir kritis dalam memecahkan suatu masalah atau hambatan –
hambatan lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Berpikir kritis juga termasuk
salah satu komponen EBP dimana perawat akan berpikir secara mendalam untuk
menggali bukti – bukti yang mendukung di dalam praktiknya. Seperti yang sudah saya
jelaskan, pengetahuan berpengaruh terhadap kompetensi seorang perawat. Menurut
Gruendemann (2006), kompetensi merupakan suatu keterampilan, kemampuan, dan
pengetahuan yang dimilikinya dalam melakukan praktik keperawatan yang profesional di
dalam tugas – tugasnya terhadap klien atau pasien. Hal ini juga dijelaskan pada Undang –
Undang RI No 20 pasal 35 ayat 1 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa
kompetensi adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan sesuai standard nasional yang telah disepakati. Dengan demikian,
pengetahuan berpengaruh terhadap praktik berbasis bukti seorang perawat kepada
kliennya dengan memberikan pelayanan yang bermutu, berkualitas, dan menguntungkan
bagi pasien sehingga pasien memiliki kesan terbaik dan percaya untuk ditindak lanjuti
oleh perawat.

5 Pelatihan / Seminar

Pelatihan atau seminar sangat diperlukan bagi perawat dalam melakukan kegiatannya di
praktik keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Perawat akan memiliki banyak
pengetahuan mengenai cara memenuhi kebutuhan pasien dalam pelayanan kesehatan.
Pelatihan ini diadakan bertujuan melatih dan mengembangkan keterampilan,
kreativitasan, serta pengetahuan perawat dalam menjalankan tugasnya serta mengatasi
segala kerumitan atau masalah yang didapat disaat praktik keperawatan berlangsung.
Selain itu, perawat akan memiliki banyak ilmu – ilmu terbaru di dunia keperawatan yang
diberikan oleh pemateri atau motivator lainnya. Ilmu- ilmu tersebut tentunya berdasarkan
ilmu – ilmu keperawatan yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan adanya hal ini, perawat akan memberikan pelayanan yang terbaik dan bermutu
bagi pasien serta dapat meningkatkan kualitas perawat terutama dalam pengaplikasian
EBP. Pelatihan ini juga akan membuat perawat bersikap profesional terhadap tugasnya.
Dengan demikian, pelatihan ini juga sangat diperlukan oleh perawat dalam
mengembangkan kompetensinya di pelayanan kesehatan terutama mengenai ilmu – ilmu
terbaru seiring perkembangan zaman. Hal tersebut berpengaruh terhadap pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien.

6 Keterampilan

Keterampilan sangat diperlukan dalam pengimplementasian EBP. Keterampilan yang


dimaksudkan dalam hal ini adalah keterampilan menggunakan bukti –bukti yang telah
ada yang dapat digali dari riset hasil penelitian. Keterampilan seorang perawat akan diuji
dengan tindakannya kepada seorang pasien. Apakah ia terampil dalam menggunakan
fasilitas yang ada di institusi kesehatan. Perawat yang terampil dalam hal menangani
seorang pasien, mereka akan melakukan pendekatan – pendekatan yang membuat dirinya
merasa lebih percaya diri dan profesional dalam tindak pengurusan pasien. Menurut Hart
et al (2008) keterampilan seorang profesi kesehatan atau yang lainnya dapat dibuktikan
dengan pengaplikasian atau penerapan mengenai riset hasil penelitian tersebut. Pencarian
atau penemuan mengenai hasil riset penelitian yang relevan dengan kondisi klinis pasien,
perawat dapat menggunakan segala fasilitas yang ada serta mendukung untuk mencari
artikel ilmiah, jurnal ataupun sumber – sumber bukti ilmiah yang lainnya. Apabila
mereka tidak dapat memanfaatkan fasilitas yang ada maka mereka sama saja tidak
menunjukkan soft skillnya atau kompetensi dalam intervensi atau yang lainnya. Selain
itu, menurut (Thompson, McCaughan, Cullum, Sheldon, & Raynor, 2003). Keterampilan
dapat berbentuk evaluasi hasil penelitian sehingga perawat klinisi dapat menentukan
mana yang terbaik untuk pasiennya dari temuan-temuan tersebut.

2.4 Metode Konsep Analisis EBP


Definisi konsep analisis EBP

Definisi EBP menurut analisis, EBP adalah pemecahan suatu masalah yang
melibatkan tenaga medis terutama pada perawat untuk mengajukan pertanyaan klinis
yang relevan guna mengakses bukti dari penelitian dan faktor kontekstual, menafsirkan
bukti (menilai dan mensintesis), manggabungkan bukti dengan pengalaman praktisi
pasien atau kelompok sasaran, dan menerapkan apa yang sudah ada belajar dari bukti
dalam membuat keputusan untuk meningkatkan praktik asuhan keperawatan. Sedangkan
menurut Newhouse dan Dearholt et al. mendefinisikan EBP sebagai "masalah-
pemecahan pendekatan untuk pengambilan keputusan klinis yang menggabungkan bukti
penelitian dengan bukti pengalaman, praktisi dan pengalaman pasien ”. Definisi ini terdiri
dari lima komponen utama: pemecahan masalah; bukti; praktisi pengalaman; pengalaman
pasien dan pengambilan keputusan. Newhouse et al. lebih lanjut mendefinisikan EBP
sebagai "pemecahan masalah pendekatan untuk pengambilan keputusan klinis dalam
perawatan kesehatan organisasi yang mengintegrasikan keilmuan terbaik yang tersedia
bukti dengan pengalaman terbaik yang tersedia (pasien dan praktisi) bukti,
mempertimbangkan internal dan eksternal pengaruh pada praktik, dan mendorong
pemikiran kritis dalam aplikasi yang bijaksana dari bukti tersebut untuk perawatan
individu pasien, populasi pasien, atau sistem”. Hmurovich juga, mendefinisikan EBP
sebagai praktik membuat keputusan tentang tindakan perawatan kesehatan, program,
praktik, intervensi atau kebijakan berdasarkan yang terbaik bukti penelitian, bukti
pengalaman dari praktik klinis dan bukti kontekstual . Definisi ini lebih jauh mengakui
kontributor kontekstual untuk implementasi EBP. Melnyk et al., Memberikan definisi
luas tentang EBP; Itu didefinisikan sebagai "sebuah paradigma dan pendekatan
pemecahan masalah seumur hidup untuk pengambilan keputusan klinis yang melibatkan
penggunaan hati nurani dengan bukti terbaik yang tersedia, termasuk pencarian sistematis
dan penilaian kritis terhadap bukti yang paling relevan untuk dijawab, dengan keahlian
klinis sendiri dan nilai serta preferensi pasien dengan tujuan meningkatkan hasil untuk
individu, kelompok, komunitas dan sistem ”. Selain komponen utama yang diidentifikasi
oleh Newhouse et al., Definisi ini menambahkan tiga elemen penting, seperti: pendekatan
seumur hidup, proses identifikasi bukti (menilai literatur), dan ketersediaan pertanyaan
klinis, juga menawarkan lebih banyak panduan tentang proses.

Konsep analisis EBP

Konsep EBP dipilih untuk analisis EBP karena EBP adalah berprioritas pada
pemberian asuhan keperawatan serta untuk mempertimbangkan strategi paling efektif
yang dapat mengarah pada peningkatan hasil klinis dan peningkatan kondisi pada pasien
agar lebih membaik. Contohnya metode konsep strategis yang dikembangakan oleh
Walker dan Avant yang digunakan untuk menganalisis konsep. Kerangka kerjanya terdiri
dari delapan langkah: memilih konsep; menentukan maksud atau tujuan
analisis; identifikasi semua kegunaan konsep; menentukan atribut; membangun kasus
model; membangun batas terkait kasus yang bertentangan; mengidentifikasi anteseden
dan konsekuensi; dan mendefinisikan referensi empiris.

Tujuan konsep analisis

Kelebihan praktik berbasis bukti (EBP) dalam keperawatan praktik perawatan


memiliki potensial yang lebih untuk meningkatkan kualitas perawatan dan menghasilkan
apa yang bermanfaat bagi pasien, perawat dan bidan, dan sistem perawatan kesehatan.
Asuhan keperawatan juga disediakan dalam lingkungan yang berubah setiap hari yang
mengharuskan aplikasi bukti penelitian dalam praktik yang efektif. Denga
demikian,Tujuan dari analisis konsep ini sendiri adalah untuk memperjelas konsep EBP
untuk mencapai yang lebih baik dalam pemahaman konsep antara perawat dalam
kaitannya dengan pengiriman perawatan keperawatan dan mendorong mereka untuk
memulai EBP perjalanan yang bersifat meluas.

Atribut – atribut pendefinisian EBP

Atribut adalah komponen dan fitur utama yang membedakan dan memperjelas arti
dari satu konsep dari konsep serupa lainnya. Terdapat lima atribut yang diidentifikasi
untuk dikarakterisasi yaitu ketersediaan pertanyaan klinis; penggunaan arus terbaik bukti
penelitian; keahlian dan pengalaman praktisi; preferensi, nilai dan masalah pasien serta
penerapan bukti. Perlunya mengintegrasikan lima komponen pendukung EBP guna
meningkatkan keamanan pasien, kualitas hidup serta hasil optimal pasien. Keahlian klinis
mengacu pada integrasi akumulasi pengetahuan, pengalaman perawatan, serta informasi
pendidikan dan keterampilan klinis dalam membuat keputusan keperawatan. Semua ini
akan membantu perawat menghasilkan rencana perawatan yang meminta komitmen dari
praktisi dan hal itu yang terbaik untuk kepentingan pasien dan keluarga. Selain itu, hal ini
memfasilitasi kebutuhan pasien untuk pemulihan optimal

Membangun Kasus Model

Pengalaman dan keterampilan sangat dipentingkan dalam menunjukkan kualitas


performa di dalam asuhan keperawatan. Dalam sebuah institusi terdapat pimpinan yang
bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Para pimpinan
memimpin sebuah tim harus berdasarkan pertanyaan klinis yang mungkin diajukan.
Pertanyaan klinis harus mengandung unsur – unsure PICO. Setelah itu, perencanaan
mengenai sumber daya yang dibutuhkan serta peninjauan mengenai literature yang
digunakan sebagai bukti dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Pendekatan
yang berorientasi pada pasien bertujuan untuk memberikan holistic dalam pemenuhan
kebutuhan pasien. Perawat harus mampu mengintegrasikan antara bukti yang telah
didapatkannya dari beberapa artikel

penelitian yang berasal dari berbagai sumber dengan keahlian klinis seorang perawat
serta didukung dengan pengalaman yang telah dilakukannya. Dengan demikian, kinerja
perawat sangat berhubungan dengan kualitas kondisi pasien. Perawat perlu meningkatkan
hubungan interpersonal kepada pasien. Hubungan ini akan menguntungkan seorang
pasien karena dapat memenuhi dalam segi holistic nya.

Anteseden

Anteseden adalah proses atau kejadian sebelum konsep terjadi. Dalam analisis ini,
anteseden itu terjadi sebelum EBP terjadi dan memungkinkan EBP berlangsung adalah:
mengidentifikasi kesenjangan dalam praktik asuhan keperawatan; ketersediaan bukti dan
peralatan yang diperlukan (computer, internet Wi-Fi, alat tulis); kehadiran perawat
dengan kebutuhan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri pada EBP untuk
dapat mengakses, menafsirkan dan menggunakan bukti; ketersediaan pemimpin yang
mendukung dan bimbingan. Ketersediaan anteseden ini akan memungkinkan perawat
untuk melanjutkan dengan langkah-langkah selanjutnya secara efektif Proses EBP:
mengajukan pertanyaan yang relevan; mengumpulkan, menilai dan mensintesis bukti,
mengintegrasikan penyedia dan pasien pengalaman, menerapkan bukti terbaik serta
mengevaluasi proses dan kinerja.

Konsekuensi

Saat perawat mengambil keputusan asuhan keperawatan yang di dasarkan pada


bukti, perawat akan memilih opsi terbaik dari semua pilihan yang tertera dan akan
menghasilkan praktik keperawatan yang mungkin akan terjadi lebih lama tetapi akan
lebih efektif, hemt biaya serta memproduksi pasien yang dituju. Akan tetapi pasti terdapat
konsekuensi EBP tersebut seperti keselamatan pasien, efektivitas biaya, perawatan yang
berkualitas karena intervensi didasarkan pada bukti nyata

Referensi empiris

Referensi empiris adalah cara terukur untuk menunjukkan terjadinya suatu


konsep. Dalam hal ini, referensi empiris memperagakan bagaimana EBP dapat diukur
dalam praktik. EBP. Oleh karena itu diukur menggunakan tahap EBP dalam keperawatan.
Tahapan meliputi: Mengajukan pertanyaan klinis yang relevan; mencari, menilai,
mensintesis dan memilih bukti terbaik; mengintegrasikan pengalaman praktisi dan
pasien; mengembangkan rencana, pedoman dan protokol; mengimplementasikan rencana
untuk diterapkan bukti dan hasil evaluasi. Ini bisa ditunjukkan dalam laporan, notulen,
dan dokumentasi.

Contoh kasus

Kasus perbatasan

Kasus batas berisi sebagian besar atribut kritis konsep tetapi tidak semuanya.
Mphatso adalah petugas keperawatan dan penanggung jawab bangsal bedah. Selama
bekerja dia menemukan bahwa ada dokumentasi yang buruk mengenai asuhan
keperawatan yang mengarah pada asuhan yang buruk. Lalu dia melakukan pertemuan
untuk membahas dengan perawat dan cara meningkatkan dokumentasi. Mereka
berdiskusi untuk mengadopsi dokumentasi elektronik dengan mengumpulkan, menilai
dan mensintesis penelitian bukti pada dokumentasi elektronik yang menunjukkan bahwa
itu adalah cara yang efektif untuk meningkatkan dokumentasi. Mereka mengidentifikasi
perawat terdaftar yang memiliki keahlian dan pengalaman yang diperlukan untuk
memimpin proses penerapan apa yang dipelajari bukti untuk memastikan dokumentasi
yang baik. Elektronik perangkat lunak dokumentasi diperkenalkan dengan dukungan dari
personal dan manajemen teknologi informasi dengan disediakan komputer. Perawat
berorientasi pada elektronik dokumentasi. Manajemen memantau proses dan
mengevaluasi apakah dokumentasi dilakukan dengan benar dan telah ditingkatkan.
Setelah tiga bulan mendokumentasikan secara elektronik proses dievaluasi dan
menemukan bahwa dokumentasi itu mudah, dilakukan dengan benar, informasi pasien
disimpan dengan benar dapat ditinjau kapan saja dan mempromosikan kesinambungan
perawatan.

Analisis: Ini adalah kasus batas karena hanya itu menunjukkan tiga atribut EBP:
mengumpulkan bukti dan mengintegrasikan pengalaman penyedia dan menerapkan /
memperkenalkan pendekatan dokumentasi baru.

Kasus yang bertolak belakang

Kasus sebaliknya adalah contoh dari yang tidak sesuai dengan konsep. Yanjanani
adalah seorang perawat terdaftar dengan Bachelor of Science di Jakarta menyusui dan
telah bekerja sebagai perawat selama lima tahun. Terdapat suatu kunjungan pengawasan
ke lingkungannya menunjukkan bahwa standar asuhan keperawatan di bangsanya telah
turun. Beberapa perawat di lingkungannya menunjukkan kepadanya bahwa mereka dapat
menggunakan EBP untuk meningkatkan standar asuhan keperawatan. Meskipun dia
belajar tentang EBP dalam pendidikan pra layanannya, dia tampaknya tidak tertarik dan
dia menunjukkan kepada mereka bahwa dengan beban kerja di lingkungan mereka,
mereka tidak punya waktu untuk EBP dan itu lama proses. Apa yang bisa mereka
lakukan adalah memastikan bahwa itu benar menerapkan pendekatan pemecahan masalah
secara menyeluruh: mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah, mengidentifikasi
kriteria keputusan, mengembangkan berbagai solusi dan memilih solusi optimal

Analisis: Ini adalah kasus yang bertentangan karena tidak mengandung semua atribut
EBP seperti mengumpulkan bukti; mengintegrasikan pengalaman penyedia; preferensi
pasien dan berlaku untuk meningkatkan penyediaan perawatan

Kasus terkait

Kasus terkait memiliki karakteristik yang mirip dengan konsep. Agnes adalah
perawat terdaftar yang menggunakan perawatan proses untuk menilai, mendiagnosis,
merencanakan, dan mengevaluasi asuhan keperawatan ketentuan.
Analisis:
Ini adalah kasus terkait karena meskipun sesuai proses adalah proses pemecahan masalah
yang sistematis, tidak memiliki beberapa langkah penting yang ditemukan di EBP seperti:
mengumpulkan, mengakses, mensintesis literatur; mengintegrasikan penyedia
pengalaman; preferensi pasien dan menerapkan apa yang sudah ada dipelajari dalam
literatur (bukti) ke dalam pengambilan keputusan klinis untuk meningkatkan penyediaan
perawatan

2.5 Perbedaan EBP dan Non-EBP


Saat ini para perawat berpraktik pada 'masa akuntabilitas' Dimana kualitas dan
Biaya menentukan arah pelayanan kesehatan (kizer,et al.,2000,new house et al.,2005)
masyarakat sudah mulai sangat memperhatikan kesehatan. Baik kesehatan dirinya
maupun kesehatan lingkungan, serta mereka juga sangat memperhatikan segala yang
terjadi di dalam institusi kesehatan. Perhatian khusus diberikan kepada pendekatan
pelayanan kesehatan yang dapat berhasil atau tidak. Hasilnya, praktik berbasis bukti atau
evidence based practice (EBP) Muncul sebagai jawaban dari pihak medis untuk
masyarakat (New house,et al.,2005). Perawat memegang peranan yang penting dalam
pelayanan rumah sakit, dimana perawat berada dengan pasien selama 24 jam. Perawat
tidak hanya berperan sebagai care giver namun juga sebagai client advocate, counsellor,
educator, collaborator, coordinator, change agentdan consultant (Doheny dalam
Kusnanto, 2003).

Bukan suatu hal Yang mudah untuk bagaimana menselaraskan penelitian-


penelitian yang digabungkan untuk pada akhirnya menjadi suatu hal yang dapat
digunakan dalam praktik keperawatan. Selama ini kita sering menemui banyak intervensi
atau praktik-praktik dari tenaga medis yang hanya berpedoman pada “biasanya juga
begitu” sebagai contoh, sewaktu di pendidikan, cairan yang digunakan dalam perawatan
luka adalah Povidone-iodine 10%. Praktik ini dipakai “over and over”meskipun yang
bersangkutan menjelang pensiun bila diberi masukan, kadang-kadang jawaban yang
ucapkan adalah “biasanya juga begitu, pasien juga sembuh kok, kok repot... “ padahal
menurut penelitian baru air matang juga bisa di gunakan untuk perawatan luka
(Evidence-Based Nursing, 2008).EBP ternyata dapat memberikan suatu manfaat dalam
kegunaannya. Hal ini buktikan pula oleh penelitian (Belden, et al, 2012) tentang dampak
evidence-based practice dalampemberdayaan RN menunjukkan hasil korelasi positif. Hal
ini juga diperkuat oleh penelitian dari (melnyk, et al, 2014) yang menyatakan bahwa
penerapan kompetensi EBP dalam praktek RN dapat meningkatkan kualitas kesehatan
pasien, menurunkan lama perawatan, jenis perawatan sehingga dapat menurunkan biaya
perawatan pasien. Selain itu juga, pembelajaran modul EBP atau EBN 1 pada mahasiswa
keperawatan undergraduate mempunyai dampak yang positif dalam meningkatkan
kepercayaan dan implementasi EBP sehingga integrasi EBP kedalam kurikum mahasiswa
undergraduate sangatlah penting (reid, et al,2017).

Evidence-Based practic memungkinkan adanya tindakan terbaik yang diberikan


seorang perawat terhadap klien bukan hanya dengan berpedoman pada kebiasaan ata
"tradisi" Lama yang belum terbukti kebenarannya, tetapi berdasarkan kepada adanya
penelitian atau bukti terhadap kebenaran suatu tindakan atau pelayanan. Saat merawat
klien, sering kali perawat menemukan suatu kasus yang membutuhkan banyak keputusan
klinis yang penting. Pada masa seperti inilah diperlukan adanya bukti terbaik bagi
pelayanan yang terbaik. Selama ini. Pada perawat Non Evidence-Based practic sebagian
besar perawat hanya menggunakan ilmu atau yang diajarkan pada saat menempuh
pendidikan seperti kuliah Keperawatan, berdasar pada pengalaman yang ada, serta
prosedur yang terdapat di instansi tempat perawat tersebut praktik. Seringkali pendekatan
seperti ini bukan berdasar pada informasi terbaru. Yang dapat disimpulkan bahwa
perawat tersebut hanya berdasarkan pada tradisi yang ada.

Informasi terbaik adalah suatu bukti yang didapat lewat sebuah penelitian dengan
desain baik dan sistematis. Sumber informasi tersebut salah satunya adalah dari jurnal-
jurnal Ilmiah yang terpercaya, Sayangnya para perawat terkadang enggan untuk
meluaskan literaturnya, para perawat tidak memilik akses literatur untuk selalu
memperbarui pemahaman dan praktiknya Kepada klien berdasarkan pada suara fakta
terbaru yang terdapat pada penelitian. Para perawat biasanya hanya mengandalkan pada
pengalaman, kenyamanan klien, dan kebiasaan yang ada saat ini untuk menangani suatu
masalah atau kasus maupun dalam pelayanan kepada klien.
P : Population
Pertanyaan
Klinis I : Intervention
C : Comparison
O : Outcome

Pengumpulan Tempat
Medline dan
Bukti Relavan penyimpanan
Cinahel
data yang
komperhensif

Vendor yang
OVID familiar karena
memiliki
simpanan data
dasar

Cocrane Data gratis


Tahapan – Database internet untuk
Tahapan Sistematik penyusunan
Praktik EBP Refuse bukti

National Penyimpanan
Guideline data berpedoman
Clearing klinis
house

Sumber artikel harus memiliki


Menilai Bukti
unsur abstrk, pendahuluan, latar
belakang, narasi makalah

Integrasi Penyatuan bukti yang


Bukti diaplikasikan dalam praktik.

Evaluasi
Respons EBP yang sesuai dengan
Keputusan
apa yang diharapkan
Praktik
2.6 Tahapan – Tahapan Praktik Berbasis Bukti
EBP sebagai proses penelitian yang teratur ketika menentukan suatu keputusan
rasional sehingga bisa memberikan hasil parktik yang terbaik (Newhouse, et al., 2005).

Proses penelitian yang teratur dan bertahap akan memberikan kepastian dalam
menerima bukti terbaik sehingga bisa diterapkan ketika memberikan asuhan keperawatan
klien. Ada lima tahapan dalam melakukan EBP (Eizenberg, 2010).

1. Merumuskan kerangka pertanyaan klinis


2. Mengumpulkan bukti terbaik dan paling relevan
3. Mengevaluasi bukti yang telah dikumpulkan secara kritis
4. Menggabungkan bukti penelitian dengan keahlian klinis
5. Mengevaluasi keputusan hasil praktik.

1. Merumuskan Pertanyaan Klinis

Selalu memperhatikan saat melakukan praktik kepada klien. Melakukan


identifikasi jenis pertanyaan yang membutuhkan penjelasan dan yang tidak rasional.
Pikirkan problem yang berkaitan dengan waktu, biaya, atau yang tidak logis (Callister et
al., 2005). Ketika melakukan praktik klinis perawat dapat menggunakan pemicu yang
berfokus pada masalah dan pengetahuan untuk berpikir kritis mengenai masalah
keperawatan klinis operasional. Pemicu yang berfokus pada masalah adalah pemicu yang
pasti akan dihadapi perawat saat memberikan asuhan keperawatan. Contohnya, saat
merawat pasien yang tidak sadar, perawat akan berpikir, apa penyelesaian terbaik yang
dapat di terapkan untuk memberikan perawatan mulut klien? Contoh dari kecenderungan
berfokus masalah adalah peningkatan jumlah klien yang mengalami insiden infeksi
saluran kandung kemih pada unit keperawatan. Hal ini akan memuculkan pertanyaan,
“Bagaimana saya bisa meminimalisir kuantitas pasien yang mengalami insiden di unit
saya?” atau “Apakah cara terbaik yang bisa saya lakukan untuk mencegah infeksi saluran
kandung kemih dalam klien pasca-operatif?” (Titler,et al., 2001).
Dari insiden yang dialami maka akan memunculkan pertanyaan yang bisa
membimbing perawat ke bukti yang menjawab pertanyaan. Maka, akan menjadikan
perawat untuk menggali jawaban yang bersumber dari literatur sains yang mampu
membahas dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang relevan (Nggie, 2010).

Ada unsur-unsur pertanyaan yang bisa dibangun untuk menyusun kerangka


pertanyaan yang baik dan kritis. Keempat unsur pertanyaan tersebut adalah pertanyaan
PICO (Melnyk dan Fineout-Overholt (2005) yang lebih jelasnya terdapat pada kotak di
bawah ini.

Komponen Makna Penjelasan


PICO
P Populasi klien Identifikasi klien berdasarkan usia, jenis
yang dijadikan kelamin, suku, budaya, dan problem
perhatian kesehatan yang mempengaruhinya.
I Intervensi yang Intervensi apakah yang sesuai dalam
dijadikan memberikan praktik pada klien
perhatian (misalnya terapi, pemeriksaan
diagnostik dan faktor prognastik)?
C Intervensi Apakah standar pelayanan yang rutin
pembanding atau intervensi yang sedang diberikan
saat praktik?
O Outcome (hasil- Bagaimana hasil yang didapatkan dari
hasil yang intervensi yang dilakukan (misalnya
diterapkan) perubahan tingkah laku, perubahan fisik
dan tanggapan klien?
Pertanyaan yang tidak dirumuskan dengan baik (seperti apakah solusi terbaik
untuk mengurangi insiden melindur? Apakah cara yang sesuai untuk mengukur tekanan
darah?) akan memunculkan sumber informasi yang tidak relevan sehingga akan
mengalami kendala dalam menemukan bukti. Format pertanyaan PICO akan
memudahkan perawat untuk bertanya sesuai fokus intervensinya. Untuk pertanyaan yang
tidak berfokus pada intervensi, arti dari huruf I dapat terdiri dari “area minat” (Melnyk
dan Finenout-Overholt, 2005). Contohnya, Apakah perbedaan dalam retensi ingatan (O)
lulusan keperawatan (P) dengan pengalaman asisten sebelumnya (I)? Beberapa
pertanyaan tidak semuanya mengandung unsur PICO. Sebagai contoh, Bagaimana klien
penderita fibrosis kistik (P) menilai kualitas hidupnya (O)? Pertanyaan tersebut hanya
mengandung komponen P dan O (Nggie, 2010).

Pertanyaan PICO akan membantu menentukan kesenjanagan pengetahuan dalam


kondisi klinis. Jika perawat merumuskan pertanyaan dengan baik, bukti yang tidak
dimiliki perawat untuk parktik klinis menjadi lebih jelas. Contoh kesenjangan
pengetahuan lainnya sebagai berikut (ONS, 2005).

1. Diagnosis: Pertanyaan yang bersangkutan dengan pemilihan dan interpretasi


pemeriksaan diagnostik. Contoh: Apakah menggunakan termometer oral sekali pakai
lebih valid dibandingkan dengan termometer oral elektronik untuk klien dengan
kondisi tube endotrakeal?
2. Prognosis (perkiraan): Pertanyaan terkait kemungkinan hasil klinis klien. Contoh:
Apakah terdapat perbedaan cedar pada trombosis vena dalam pada klien operasi yang
mendapatkan heparis subkutan dibandingkan klien yang mendapatkan hepain berat-
molekul-rendah subkutan?
3. Terapi: Pertanyaan tentang pemberian terapi yang terbaik. Contoh: Apakah yang
paling efektif dalam meminimalisir konstipasi akibat pemberian opioid pada klienn
dengan nyeri kronik?
4. Pencegahan: Pertanyaan tentang cara skrinning dan pencegahan untuk menurunkan
risiko penyakit. Contoh: Apakah pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) pada
lansia asimptomatik akan mengurangi risiko mortalitas akibat kanker prostat?
5. Edukasi: Pertanyaan terkait pengajaran terbaik untuk rekan kerja, klien dan anggota
keluarga. Contoh: Apakah penggunaan alat bantu visual lebih efektif dibandingkan
pamflet atau buku pengajaran buta huruf dalam memberikan pengetahuan pada lansia
buta huruf tentang diet terapetik?
Selalu kritis dan tidak egois dalam melakukan aktifitas klinis secara rutin dan jangan
merasa puas terhadap apa yang dilakukan. Selalu mengajukan pertanyaan yang sesuai
untuk bisa memberikan pelayanan yang baik kepada klien (Nggie, 2010).
2. Mengumpulkan Bukti Terbaik
Setalah mendapatkan hasil yang jelas dari pertanyaan sesuai PICO, maka perawat
bisa mencari sumber bukti dari pertanyaan tersebut. Perawat bisa mencari sumber dari
berbagai elemen misalnya kebijakan agensi dan manual prosedur, data peningkatan
kualitas, pedoman parktik klinis, atau data dasar yang sudah tersimpan dalam komputer.
Perawat bisa meminta bantuan kepada instansi fakultasnya dahulu untuk emndapatkan
sumber informasi yang tepat (Nggie, 2010).
Perawat juga bisa bisa mencari sumber informasi di petugas kepustakaan ilmiah
dengan meminta bantuan kepada pustakawan medis. Pustakawan bisa mngganti
pertanyaan PICO ke dalam bahasa atau kata kunci yang dapat memunculkan hasil yang
terbaik. Ketika menuliskan kata kunci hasil yang yang diperoleh bisa jadi akan
membingungkan karena kosa kata yang ditampilkan memiliki arti yang berbeda.
Pustakawan medis akan membantu untuk menyelesaikan pertnyaan PICO sehinga
memperoleh bukti yang tepat (Nggie, 2010).
MEDLINE dan CINAHL merupakan tempat penyimpanan data dasar yang
komprehensif dan mewakili dasar pengetahuan bagi pelayanan kesehatan (Melnyk dan
Fineout-Overholt, 2005). Data ini tersedia secara gratis maupun berbayar. Informasi yang
disediakan bisa diakses melalui langganan institusi yang dibayar oleh sekolah.
Langganan tersebut disediakan oleh vendor. OVID merupakan salah satu vendor yang
familiar karena memiliki beberapa simpanan data dasar (Nggie, 2010).
Cochrane Database of Systematic Reviews adalah salah satu data dasar gratis
yang ada di internet yang memiliki sumber utama untuk menyusun bukti (bukti yang
belum ditinjau). Data dasar Cochrane merupakan artikel penuh dari peninjauan yang
tersusun secara sitematis dan protokol bagi tinjauan yang sedang dikerjakan. Kelompok
peninjauan kolaboratif menyediakan dan mengamankan tinjauan tersebut. Protokol
menyiapakan latar belakang, objektif, dan metode untuk tinjauan yang sedang dikerjakan
(Melnyk dan Fineout-Overholt, 2005). National Guideline Clearinghouse (NGC)
merupakan simpanan data dasar yang disuport oleh AHRQ. NGC berisikan pedoman
klinis, ialah pernyataan yang di rangkai secara sistematis tentang strategi perawatan untuk
keadaan klinis spesifik yang melibatkan populasi klien spesifik juga. Contoh pedoman
klinis ialah asuhan keperawatan anak-anak dan remaja dengan diabetes melitus tipe 1 dan
pedoman praktik untuk perawatan orang dewasa dengan nyeri punggung bawah.

3. Menilai Bukti
Menilai bukti merupakan mengevaluasi EBP untuk menciptakan perubahan
dengan menentukan nilai, prubahan praktikalisasi, dan kebermanfaatan bukti (ONS,
2015). Dalam melakukan penilaian bukti tersebut, evaluasi terlebih dahulu nilai
ilmiahnya dan penerapannya dalam setiap yang ditemukan. Kemudian, diskusikan
dengan orang yang ahli dalam bidangnya dan tentukan hasilnya yang paling sesuai untuk
diterapkan ketika praktik. Ketika sudah melakukan penilaian bukti, maka perawat akan
mampu menjawab pertanyaan, Apakah semu informasi yang telah diperoleh mampu
menjawab pertanyaan PICO perawat? Apakah informasi yang perawat peroleh
menunjukkan bukti yang benar dan terpercaya? Bisakah perawat menerapkan bukti
tersebut ketika praktik? (Nggie, 2010).

Infomasi yang diperoleh dari sumber artikel memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Abstrak, merupakan kesimpulan artikel yang dapat memberikan informasi


terkait jenis artikel (berdasarkan penelitian atau klinis). Di dalam abstrak
sendiri membahas tujuan penelitian atau pertanyaan klinis, topik atau
pembahasan yang ditemukan, dan keterlibatannya dalam kegiatan praktik
keperawatan.
b. Pendahuluan, merupakan artikel yang mengandung informasi terkait tujuan
dan kepentingan topik bagi pembacanya. Dan bisa terdapat bukti pendukung
singkat yang penting sesuai persepsi penulisnya.
Abstrak dan pendahuluan akan menentukan apakah perawat ketika
membaca artikel tersebut ingin meneruskan atau tidak. Dan perawat bisa
mengidentifikasi apakah topik dari artikel yang dibaca sudah sesuai dengan
pertanyaan PICO atau hanya cukup berkaitan sehingga masih bisa memberikan
informasi yang berguna (Nggie, 2010).
c. Tinjauan pustaka atau latar belakang.
Penulis bisa menyertakan latar belakang yang rinci terkait pembahasan topik
penelitiannya. Hal ini akan membuat sebuah argumen bagi penulis terhadap
hasil yang sudah diteliti. Jika artikel yang mengandung latar belakang tidak
bisa menjawab pertanyaan PICO dengan tepat, infomasi dari artikel yang
telah dibaca akan memberikan sumber pengetahuan yang berguna untuk
menambah wawasan.

d. Narasi makalah, merupakan bagian inti dan berisi pembahasan dari topik yang
dibuat penulis. Dalam artikel klinis akan dibahas mengenai deskripsi populasi
klien, sifat penyakit klien, perubahan kesehatan, bagaimana klien terpengaruh,
dan terapi keperawatan ynag sesuai. Suatu artikel riset memiliki sub
pembahasan yang terdapat pada bagian narasi, diantaranya:
1. Pernyataan tujuan: menejelaskan maksud dari penelitian. Bagian
ini berisi konsep yang akan diteliti. Pembahasannya terkait pertanyaan
penelitian atau hipotesis. Contoh pertanyaan penelitian, “Karakteristik
seperti apa yang biasa ditemukan pada wanita yang melakukan skrinning
payudara tiap tahun?”
2. Metode atau desain: pada bagian ini menjelaskan penulis dalam
menjawab pertanyaan penelitian. Pada bagian ini, akan diketahui jenis
penelitian apa yang telah digunakan (misalnya RCT, penelitian kasus-
kontrol, kualitatif, dan kuantitatif). Dalam pembahasannya terkadang
penulis menyampaikan hasil penelitiannya dengan bahasa yang sulit
dipahami karena untuk mendapatkan hasil yang akurat.
3. Hasil atau kesimpulan: setiap artikel klinis yang ditulis berisikan
kesimpulan dari topik yang sudah dibahas. Pada bagian artikel riset
penulis akan menjelaskan keterkaitan klinis dari topik yang sudah
disajikan. Pada artikel riset juga dijelaskan apakah hipotesis yang dibuat
bisa diterima atau bahkan ditolak atau bagaimana pertanyaan penelitian
dijawab.
4. Implikasi klinis: artikel riset akan mencakup bagian yang
membahas apakah temuan penelitisn tersebut memiliki keterkaitan klinis.
Setelah mencari sumber dari artikel dan telah dinilai sesuai pertanyaan
PICO, maka integrasikan hasil temuan tersebut dari seluruh artikel yang
telah dibaca guna menemukan status bukti yang ada. Dan menggunakan
pemikiran kritis ketika mempertimbangkan sejauh mana artikel tersebut
bisa menjawab pertanyaan perawat. Selain itu, pertimbangkan pula apakah
butki tersebut bisa diterapkan untuk satu klien saja atau kelompok yang
biasanya memiliki riwayat medis yang kompleks (Melnyk dan Fineout-
Overholt, 2005). Secara etika perawat juga haru memperhatikan bukti
yang ditemukan bisa menguntungkan klien dan tidak berbahaya.

4. Integrasikan Bukti
Setelah menumkan bukti yang dirasa sudah cukup kuat dan tepat ketika
diaplikasikan, perawat kemudian mengintegrasikan ke dalam praktik. Gunakan bukti
yang ditemukan sebagai langkah awal ketika melakukan intervensi pada klien.
Contohnya, perawat mempelajari cara melakukan pendekatan dalam memandikan lansia
yang cemas, maka perawat bisa menggunakan teknik yang sudah didapatkan ketika
memutuskan hasil bukti klinis dari artikel yang sudah dibaca (Melnyk dan Fineout-
Overholt, 2005; Trepepi-Bova, et al., 1997).

5. Evaluasi Keputusa Praktik atau Perubahan


Ketika bukti yang sudah ditemukan kemudian diterapkan, maka selanjutnya
adalah evaluasi efek. Bagaimana cara kerja intervensi tersebut? Apakah efektif keputusan
yang diambil dalam penerapannya pada klien dan lingkungan praktik? Evaluasi yang
diperoleh dapat berupa hasil yang sederhana misalnya hasil yang diperoleh sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan.
2.7 Tahapan – Tahapan Penelitian Keperawatan dalam EBP
Penelitian merupakan suatu proses yang dilakukan sesuai prosedur penelitian
untuk menyakan dan menjawab pertanyaan sehingga diperoleh pengetahuan.
Pengetahuan yang dihasilkan akan menjadi dasar ilmiah ketika praktik keperawatan dan
memutuskan efisiensi dari intervensi keperawatan (Metheny, el al., 1998, 1989, 1990,
1994, 2000). Penelitian keperawatan didukung oleh International Counsil of Nurses
(ICN) (1986) dan American Nurses Association (ANA). Dukungan yang ada merupakan
cara untuk meningkatakan mutu kesehatan dan kesejahteraan rakyat, memperbarui
pengetahuan, meningkatkan edukasi dan praktik profesional, dan menggunakan sumber
daya secara efisien dan efektif (Nggie, 2010). Terdapat 3 komponen dari penelitian
keperawatan yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Penelitian Manajemen Hasil
Penelitian hasil merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh suatu
jawaban dan mendokumentasikan efektivitas pelayanan kesehatan dan intevensinya
(Polit dan Beck, 2004).
Suatu hasil penyampaian pelayanan berfokus pada penerima pelayanan (klien,
keluarga, atau komunitas) dan bukan pada yang memberikan pelyanan (perawat atau
dokter). Masalah pada penelitian hasil harus dapat diukur. Unsur-unsur hasil
mencakup hasil itu sendiri, cara pengamatan, karakteristik kritisnya, dan rentang
skalanya (Melnyk dan Fineout-Overholt, 2005).

2. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan hasil
pengetahuan yang paling objektif ketika melakukan penelitian. Metode ilmiah
dijadikan acuan penelitian sehingga memiliki dapat terarah dan bisa mengahsilkan
bukti yang valid, reliable, dan dapat digeneralisasi (Nggie, 2010).
Peneliti menggunakan metode ilmiah untuk memahami, menjelaskan,
memperkirakan atau mengendalikan fenomena keperawatan (Polit dan Beck, 2004).
Langkah-langkah yang sistematik mampu menekan opini peneliti yang bisa
mempengaruhi hasil yang diperoleh sehingga kesalahan penelitian bisa diminimalisir
(Nggie, 2010). Polit dan Beck (2004) menjelaskan ada beberapa karakterisitik
penelitian ilmiah sebagai berikut:
a. Masalah yang perlu diidentifikasi.
b. Tahapan perencanaan dan penyelenggaraan penelitian dilakukan secara teratur
dan sitematik.
c. Peneliti mencoba mengendalikan faktor ekdternal yang tidak diteliti namun
bisa memengaruhi hasil penelitian.
d. Data yang diperoleh berdasarkan bukti empiris
e. Ditujukan secara general untuk kelompok klien atas pengetahuan yang telah
didapatkan dari memahami fenomena.
3. Keperawatan dan Pendekatan Ilmiah
Nggie (2010) membahas pendekatan ilmiah, dikaitkan dengan jenis-jenis penelitian
sebagai berikut:
a. Penelitian historis: penelitian untuk menegakkan fakta dan hubungan dengan
masalalu. Contoh: pengamatan pada faktor masayarakat yang membuat
diterimanya perawat praktik ahli oleh klien.
b. Penelitian eksploratoris: penelitian untuk menegakkan hipotesis yang berhubugan
dengan fenomena. Contoh: penelitian pilot yang menguji program olahraga baru
terhadap lansia yang menderita demensia.
c. Penelitian evaluasi: penelitian terkait seberapa jauh program, praktik, atau
kebijakan dapat terlaksana dengan baik. Contoh: penelitian yang mengukur hasil
promosi kepada orangtua dalam meningkatakan kemampuan dalam menaati
jadwal imunisasi anakanya.
d. Penelitian deskriptif: penelitian yang mnegukur karakteristik orang, situasi, atau
kelompok dan frekuensi kejadian suatu peristiwa. Contoh: penelitian yang
menghadapi persimpangan RN saat merawat klien obesitas.
e. Penelitian eksperimental: penelitian yang mengendalikan variable penelitian
secara acak untuk menguji variabel tersebut. Contoh: suatu RCT membandingkan
Chlorhexidine dengan Betadine dalam menurunkan kejadian flebitis IV.
f. Penelitian korelasi: penelitian yang membahas hubungan antar variabel tanpa
intevensi aktif oleh peneliti. Contoh: penelitian yang memperhatikan hubungan
strata pendidikan RN dan kepuasan mereka dalam peran keperawatan.

Terdapat 2 pendekatan besar untuk penelitian metode kuantitif dan kualitatif.

1. Penelitian kuantitatif
Penlitian ini yang berdasarkan pengukuran dan kuantitatif yang rinci. Contohya
mengukur tingkat keparahan nyeri, tingkat pemulihan luka, dan suhu tubuh.
Penelitian kuantitatif berdasarkan data numerik, analisis statistik, dan kontorl
untuk menghilankan bias (Polit dan Beck, 2004).
Survei merupakan penelitian kuantitatif yang sering dilakukan untuk mendapatkan
informasi dari populasi mengenai frekuensi, distribusi, dan hubungan antar-
variabel dalam subjek penelitian (Polit dan Beck, 2004). Misalnya survei yang
dilakukan untuk mengukur persepsi perawat terkait kesediaan dokter untuk
bekerja sama dalam praktik (Nggie, 2010)
Penelitian evaluasi merupakan pengukuran terhadap hasil penelitian yang
berdasarkan program, parktik, prosedur atau kebijakan yang sedang dijalankan
(Polit dan Beck, 2004). Contohnya penelitian manajemen hasil. Penelitian
evaluasi akan menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan
program. Jika terjadi kegagalan maka akan diidentifikasi masalah dalam program
tersebut serta alasan tidak berhasilnya program, atau hambatan yang
mengahalanginya (Nggie, 2010).

2. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mendapatkan hasil dari
wawancara atau tidak dalam bentuk nomerik. Penelitian kualitatif didasarkan
analisis induktif untuk mengkontruksi teori dari pengamatan/wawancara spesifik
(Polit dan Beck, 2004).
Terdapat metode untuk penelitian kualitatif. Etongrafi merupakan penelitian yang
melibatkan pendeskripsian dan penafsiran dari tingkah laku kultural (Polit dan
Beck, 2004). Contohnya, peneliti mengamati tingkah laku pada penderita
Alzheimer yang dihubungkan dengan antropologi, yang berfokus pada budaya
suatu populasi (Nggie, 2010).
Fenomena merupakan metode penelitian yang bersumber dari pemikiran atau
filsafat (Polit dan Beck, 2004). Penelitian ini berfokus pada pengalaman manusia
dalam kegiatan sehari-hari dan bagaimana manusia itu bisa
menginterpretasikannya dan peneliti meminta untuk diceritakan kisahnya tentang
fenomena yang diteliti (Nggie, 2010). Contoh, Wongvantuyu dan Poter (2005)
meneliti pengalaman perempuan yang membantu penderita cedar otak traumatik
yang berusia muda. Peneliti mengamati tingkah laku wanita, tindakan, dan tujuan
yang berkesinambungan untuk membantu penderita tersebut.
Grounded theory merupakan metode penelitian kualitatif dengan mengumpulan
dan menganalisis data untuk membuat tori yang berdasarkan fenomena nyata
(Polit dan Beck, 2004). Contoh, ketika melakukan penelitian pada komunitas, sulit
untuk berinteraksi antara perawat dengan klien, Sheldon, et al. (2006) membuat
kelompok untuk membahas kesulitan dalam berkomunikasi sehingga bisa
dibangun teori komunikasi yang bermanfaat.

2.8 Program Peningkatan Kualitas Performa dalam EBP


Dalam program peningkatan QI hendaknya berfokus pada proses yang
berpengaruh pada hasil yang diharapkan. Proses tersebut harus didukung oleh pendekatan
organisasi dimana setiap individu turut berperan dalam upaya peningkatan QI secara
kontinu. Hal tersebut dapat dimulai dari budaya organisasi itu sendiri dimana setiap
individu menyadari dan memahami betul perannya masing-masing diorganisasi tersebut
serta mempertahankan bahkan meningkatkan kualitasnya. Seperti pada pelayanan
kesehatan, terdapat banyak proses pelayanan tunggal. Ambil saja seperti peran seorang
perawat, ahli farmasi, ahli gizi, dokter, maupun sekretaris dan pembawa obat yang
semuanya mempunyai peran masingmasing namun bekerjasama dalam upaya
peningkatan kualitas atau QI. Memang pada dasarnya proses peningkatan QI harus
dimulai dari tingkat staf terlebih dahulu, dimana suatu masalah diidentifikasi, setiap
anggota wajib mengetahui standar praktik yang sesuai dengan kualitas yang ada. quality
improvement (QI) di definisikan sebagai pendekatan penelitian atau upaya perbaikan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau klien serta memenuhi segala
kebutuhanya. Sedangkan performance improvement (PI) yaitu suatu organisasi akan
melakukan evaluasi serta menganalisis performa saat ini untuk merumuskan tindakan
atau upaya perbaikan pelayanan yang ada.

Sementara itu terdapat peran Komite QI yang dimana tugasnya adalah untuk
meninjau aktivitas pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadap klien serta mengenali
berbagai kesempatan terbesar dalam meningkatkan kualitas, komite memperhatikan
aktivitas dengan risiko tinggi ( berpotensi mengakibatkan terjadinya trauman bahkan
kematian), volume tinggi ( aktivitas unit risiko), dan bidang masalah ( bagi klien, staf,
maupun instansi). Terkadang masalah yang ditemukan adalah masalah yang tidak
diperkirakan sebelumnya yang menyebabkan cedera fisik maupun psikologis yang berat
atau bahkan kematian. Setelah masalah teridentifikasi. Badan komite selanjutnya akan
menerapkan model resmi dalam rangka untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ada
banyak model PI dan QI, salah satunya. Ada banyak model PI dan QI, salah satunya
adalah model PDSA. Yaitu :

Plan (rencanakan). Peninjauan dilakukan pada data yang didapat untuk dipahami masalah
apa yang sebenarnya terjadi guna mengidentifikasi kebutuhan perubahan.

Do (Lakukan). Penentuan tindakan atau intervensi yang dapat diterapkan dalam masalah
tersebut dan selanjutnya diterapkan perubahan tersebut.

Study (pelajari). Setelah diterapkan, kemudian hasil dari perubahan yang sudah
diterapkan harus dievaluasi kembali tentang bagaimana dampak atau perkembangan dari
penerapan perubahan tersebut.

Act (tindak). Jika perubahan tersebut dinilai efektif dan dapat memecahkan masalah
bahkan meminimalisir peluang terulang kasus tersebut. Maka perubahan tersebut dalam
diterapkan dalam performa untuk keseharian.

Setelah dilakukan perubahan praktik oleh komite QI, selanjutnya hasil perubahan
tersebut harus langsung disampaikan kepada staf di departemen yang berkepentingan
pada organisasi atau instansi tersebut. Penyampaian bisa dilakukan lewat diskusi rutin
yang diadakan dalam rangka membahas tentang peningkatan kualitas mengenai aktivitas
QI. Diskusi tersebut bisa berupa pertemuan staf, buletin, atau yang lainya. Pada intinya
komunikasi yang baik antar staf atau bagian harus terbangun guna meningkatkan kualitas
pelayanan yang baik kepada klien. Banyak hasil diskusi yang membawa tentang QI yang
pada akhirnya dapat menimbulkan perubahan besar pada organisasi terbaru khusus dalam
hal sistem yang berjalan serta standar prosedur yang ditetapkan Dalam pemberian
pelayanan dan peningkatan kualitas. Perubahan praktik yang ditentukan oleh komite QI
tidak akan bertahan lama jika tidak adanya komunikasi dari komiet QI dengan staf
departemen penting yang ada di organisasi tersebut, selain itu organisasi juga
berkewajiban untuk memberikan respon terhadap suatu masalah dengan sumber daya
yang sesuai pada bidangnya. Perubahan sistem atau kebijakan dan prosedur, perubahan
standar pelayanan, serta implementasi pendukung baru merupakan contoh dari respon
yang baik dari suatu organisasi

Peningkatan
Kualitas Performa

QI (quality PI (perfomance
improvement) improvement)

Plan Do Study Act

(rencana) (lakukan) (pelajari) (tindakan)


2.9 Faktor – Faktor Penghambat dalam Pengaplikasian EBP

1. Model konsep Evidance-based Practice hanya berfokus di kota-kota besar baik yang
berada di dalam maupun luar negeri sehingga pada daerah-daerah pelosok atau pedesaan
yang terdapat di Indonesia belum berkembang. Hal itu terjadi karena kurangnya
informasi yang masuk antara pihak eksternal dari kota besar menuju pedasaan. Selain itu,
perawat kurang terampil dalam memainkan perannya;

2. Pada perawat sendiri menyatakan tidak setuju bahwa pengetahuan mereka memadai
untuk mengimplementasi Evidance-based Practice tetapi sebaliknya, banyak dari
responden yang sudah memiliki keterampilan yang cukup untuk melaksanakan
Evidance-based Practice serta mereka mengatakan bahwa mereka terbiasa membaca hasil
penelitian akan tetapi dalam melakukan suatu penelitian mereka tidak terbiasa;

3. Belum cukup memadainya banyak komponen persiapan perawat dalam


mengimplementasikan konsep Evidance-based Practice. Kurangnya komponen yang
terdapat pada diri seorang perawat menyebabkan mereka tidak siap untuk
mengaplikasikan EBP dalam praktik keperawatan. Komponen – komponen tersebut
sangat mendukung untuk eksistensi seorang perawat di dalam pelayanan kesehatan.
Ketika komponen yang terdapat pada diri perawat terpenuhi baik dari segi internal
maupun eksternal. Mereka akan memberikan pelayanan profesional kepada pasien atau
klien sehingga memberikan kesan positif pada pasien serta membuat pasien merasa
termotivasi untuk sehat;

4. Faktor penghambat utama yaitu pemahaman bahasa asing yang minim dan
pengetahuan yang terbatas. Hal ini dapat terjadi kepada seorang perawat karena kurang
nya budaya literasi atau kurang keikutsertaannya dalam mengikuti kegiatan pelatihan
untuk pengembangan ilmu dan peningkatan keterampilan yang bisa didapat dengan
kegiatan seperti seminar, pengaplikasian riset hasil penelitian dsb;

5. Waktu dan pengetahuan merupakan hambatan utama yang di temukan dari berbagai
penelitian yang ada mengenai implementasi;
6. Dukungan yang kurang dari organisasi dapat juga menghambat pengembangan
Evidance-based Practice

7. Seorang perawat yang tidak diberi tanggung jawab untuk mengimplementasikan


Evidance-based Practice. Semua profesi yang bekerja di dalam pelayanan kesehatan
sangatlah perlu menerapkan EBP dalam praktik keperawatannya khususnya dalam
pemberian asuhan keperawatan. Dengan diberlakukannya EBP di setiap pekerjaan atau
tugas dari seorang yang memiliki profesi maka pelayanan yang dihasilkan akan
berkualitas dan selalu bertumpu pada bukti – bukti yang mendukung kita ketika kita
melakukan intervensi kepada seorang pasien.

8. Fasilitas yang kurang memadai apa lagi pada era 4.0 dimana majunya teknologi pada
saat ini sehingga ketersediaan komputer sangat penting. Seharusnya fasilitas harus
dikembangkan baik dalam institusi kesehatan atau pada saat proses penelitian. Dengan
adanya fasilitas seperti komputer yang tersambung internet akan memudahkan profesi
kesehatan untuk mencari sumber – sumber ilmiah yang mendukung dalam pemberian
asuhan keperawatan kepada klien. Sumber – sumber ilmiah yang terdapat di internet
seperti jurnal, artikel ilmiah, dan riset hasil penelitian dapat dijadikan bukti sebagai dasar
pengimplementasian EBP dalam pelayanan kesehatan;

9. Tingkat pendidikan yang berbeda setiap individu. Pendidikan sangat berpengaruh


terhadap pengetahuan serta kompetensi seorang perawat. Semakin lama pendidikan yang
ditempuh oleh individu maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan oleh
individu tersebut. Ketika pengetahuan yang didapat oleh seorang individu sangat banyak
atau meluas, kompetensi yang dimiliki oleh individu tersebut akan mengikuti
pengetahuan yang didapatkannya. Kompetensi ini akan melahirkan keterampilan serta
soft skill seorang perawat dalam praktik keperawatan.

2.10 Pengimplementasian EBP di dalam Praktik Keperawatan


1. Pendekatan buku resep keperawatan

Pendekatan buku resep keperawatan didasarkan pada suatu bukti – bukti yang relevan
terhadapa pasien mengenai suatu permasalah kondisi klinisnya. Dalam hal ini
perawatan tidak bersifat individualitas bergantung pada perawat saja. Akan tetapi,
pasien juga perlu dan berhak mengetahui suatu tindakan yang akan diberikan
kepadanya. Perawat akan menggali semua bukti – bukti yang mendukung pasien
dalam proses pelayanannya dibidang asuhan keperawatan. Kondisi klinis yang
dialami oleh pasien akan memberikan tantangan baru bagi perawat untuk
mengatasinya dengan ilmu, pengetahuan ataupun keahliannya di bidang klinis
tersebut. Penyelesaian ini tentunya didasarkan pada EBP dalam keperawatan. Dengan
diberlakukannya EBP di setiap tindakan keperawatan akan memberikan output yang
terbaik bagi pasien dan tidak merugikan pasien. Penggabungan keahlian klinis harus
seimbang dengan resiko dan manfaat dari tindakan klinis yang diberikan kepada
pasien. Resiko yang mungkin terjadi dapat teratasi dengan keprofesionalitasan serta
keahlian seorang perawat sehingga tidak menimbulkan masalah yang terjadi bagi
pasien di dalam pelayanan kesehatan. Keuntungan akan didapatkan seorang pasien.
Seperti yang kita ketahui bahwa pasien adalah manusia yang unik serta berbeda –
beda sifat dan karakteristiknya. Kita mengetahui bahwa di dalam diri pasien terdapat
banyak faktor pendukung atau sejahtera kondisi pasien, salah satunya adalah
kebudayaan. Kebudayaan sangat penting untuk diperhatikan terutama saat pemberian
asuhan keperawatan, perawat harus mengerti mengenai variasi budaya yang dimiliki
oleh seorang pasien karena bisa jadi kondisi klinis yang dialami pasien berkaitan
dengan variasi kebudayaan. Meskipun EBP mencegah perhatian mengenai masalah
kebudayaan, tetapi asuhan keperawatan perlu mempertimbangkan hal ini dalam
kondisi dan situasi apapun. Keunikan seorang pasien harus diperhitungkan oleh
perawat terutama keadaan klinisnya, kondisinya serta preferensi komorbiditasnya.
Hal tersebut yang telah saya jabarkan merupakan salah satu komponen terpenting
dalam pengaplikasian EBP.

2. Intervensi berdasarkan Hasil Peneletian

Perawat pastinya akan memberikan suatu intervensi kepada pasiennya. Intervensi


yang diberikan bukan sembarangan intervensi. Akan tetapi, intervensi yang diberikan
berdasarkan bukti – bukti yang mendukung suatu tindakan tersebut diberikan kepada
pasien. Bukti – bukti tersebut dapat digali dengan adanya suatu kasus yang telah
ditemukan solusinya sesuai dengan tahapan – tahapan berdasarkan EBP baik dalam
bentuk diskusi maupun kerja sama. Selain itu, peran perawat dalam memberikan
intervensi harus memusatkan kepada kenyamanan dan sepengetahuan pasien sehingga
terjadi suatu hubungan saling percaya yang dihasilkan di kedua belah pihak. Dalam
praktik EBP sangat menjunjung tinggi kompetensi, pengetahuan, serta keterampilan
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien. Dalam suatu pelayanan
khususnya pada praktik keperawatan tentunya dalam pemberian asuhan keperawatan
ataupun intervensi tidak hanya menganut terhadap hal – hal umum saja melainkan
sumber – sumber ilmiah yang relevan dan terpecaya yang dapat diakses melaui
internet mengenai kondisi klinis pasien sehingga pemberian intervensi bermutu dan
berkualitas dapat diberikan berdasarkan bukti – bukti yang tertera. Hasil penelitian
juga sangat diperlukan dalam intervensi kepada pasien. Selain itu, hasil penelitian
merupakan salah satu bentuk bukti terhadap pengimplementasian EBP. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penerapan hasil penelitian terhadap kasus yang terjadi. Namun
demikian, hasil penelitian yang tertera harus mempunyai korelasi dengan kondisi
klinis pasien dalam proses penanganannya. Perawat perlu memerhatikan hasil
penelitian tersebut yang relevan dengan pasien sehingga dalam proses penanganannya
dapat diberikan yang terbaik dan bermutu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

EBP sangat perlu diaplikasikan di dalam praktik keperawatan terutama dalam pemberian
asuhan keperawatan kepada klien. Dengan mengaplikasikan EBP di dalam tindak
keperawatan akan memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas dalam kondisi klinis
pasien. Keadaan sehat pasien sangat berkaitan dengan tindakan keperawatan yang diberikan
oleh perawat. Dalam pemberian keperawatan yang didasarkan pada EBP menekankan pada
bukti – bukti yang ada sekaligus relevansi terhadap kondisi klinis pasien. Bukti – bukti yang
dapat ditemukan dapat berasal dari sumber – sumber riset hasil penelitian yang telah
dilakukan. Selain itu, bukti – bukti juga dapat ditemukan melalui internet dengan mencari
jurnal penelitian atau artikel ilmiah yang relevan dengan masalah atau kondisi klinis dari
paien. Perawat dalam mengaplikasikan atau mengimplementasikan EBP dalam pelayanan
kesehatan bergantung kepada pengetahuan, keterampilan serta kompetensi nya. Hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan EBP. Dengan
adanya komponen – komponen pendukung EBP dalam pelayanan kesehatan dapat diberikan
secara professional serta meminimlaisir terjadinya insiden dalam praktik keperawatan
sehingga pasien tidak mengalami kerugian saat proses perawatan di rumah sakit.

Komponen - komponen juga berpengaruh terhadap pengaplikasian EBP karena EBP


terbentuk dari adanya komponen – komponen tersebut yang mendukungnya untuk diterapkan
dalam praktik keperawatan. EBP diberlakukan pada praktik keperawatn khususnya pada
asuhan keperawatan. EBP mempunyai fungsi tersendiri selain ditekankan pada praktik
berbasis bukti. Fungsi – fungsinya yaitu sebagai metode untuk mengevaluasi sistem kerja
perawat dalam melakukan praktik keperawatan serta mengintegrasikan komponen –
komponen pendukung EBP dalam pelayanan kesehatan. Disamping itu, saat melakukan
proses penelitian berdasarkan EBP harus memperhatikan 5 tahapan penting yaitu
merumuskan pertanyaan klinis, mengumpulkan bukti, mengevaluasi bukti, menggabungkan
unsure – unsur dalam penelitian, mengevaluasi keputusan hasil praktek.
3.2 Saran
Penerapan EBP perlu ditingkatkan kembali dalam praktik keperawatan khususnya
dalam intervensi kepada pasien. Karena ketika EBP dilakukan dengan baik, maka pasien
yang dirawat akan menerima dampak yang baik pula. Maka dari itu, pengetahuan mengenai
EBP harus di perlu diperhatikan bagi para tenaga kesehatan khususnya perawat yang dituntut
untuk profesionalitas tinggi dengan berbagai kompetensi dan skill.
DAFTAR PUSTAKA

Melnyk B, Fineout0overholt E. 2005. Evidence-Based Practice in Nursing and Health Care: A


Guide to Best Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Polit D.F., Beck C.T 2004. Nursing Reasearch: Principles and Methods. ED 7. Philadelpihia: JB
Lippincott.
Newhouse R, et al. 2005. “Evidance-Based Practice: A Practical Appoarch to Implementation.” J
Nurs Adm, 35 (1): 35.
Callister L.C., et al . 2005. “Inquiry in Baccalaureate Nursing Education: Fostering Evidence-
Based Practice”. J Nurs Educ 44 (2): 59.
Sheldon L.K., et al. 2006. “DifficultCommunication in Nursing”. J Nurs Scholarsh 38 (2): 141.
International Council of Nurses. 1986. Nuring research: ICN Position statement. Geneva: The
Council.
Oncology Nursing Society. “Evidence-Based Practice Resource Area”.
https://onsopcontent.ons.org/toolkish/evidence/Definition/index.shtml. November 2005.
Potter,Perry. 2010. Fundamental of Nursing. Singapore:Elsevier Pte Ltd
Siska, dkk. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan Perawat dengan Kompetensi Aplikasi Evidence
Based Practice vol 1 no 1. Tangerang:Fakultas Keperawatan Universitas Pelita Harapan.
Jurnal Skolastik Keperawatan;
Ligita Titan. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Kesiapan Perawat Klinisi Dalam Implementasi
Evidence-Base Practice vol 8 no1. Tanjungpura:Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura. Ners Jurnal Keperawatan;
Jeremy Steglitz, dkk. 2015. Evidence-Based Practice.Chicago USA Northwestern
University:Elseiver Ltd;
 Stevens, K., (May 31, 2013) "The Impact of Evidence-Based Practice in Nursing and the Next
Big Ideas" OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing Vol. 18, No. 2, Manuscript 4.
Setyawati,Anita,dkk, 2017. Peningkatan Pengetahuan Perawat dan Bidan Tentang Evidence-
Based Practice Melalui Pelatihan Penerapan Evidence-Based Practice. Bandung. : Jurnal
Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 6, No. 1, Maret 2017: 53 – 56.
Chiwaula, C.H., dkk. 2018. Evidence Based Practice: A Concept Analysis. Zimbabwe, Malawi.
Imedpub journal. Vol. 5 No. 5:

Anda mungkin juga menyukai