Disusun Oleh:
Chintia Rahmasari
NIM : 010318488
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi saya kesempatan serta kemudahan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang di tentukan. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tidak lupa Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas individu dari
mata kuliah Keselamatan Pasien & K3 dengan judul “EBP untuk peningkatan keselamatan
pasien, Budaya dalam lingkup kerja perawat dalam peningkatan keselamatan pasien ,
Penyebab terjadinya adverse events terkait prosedur invasive”.
Saya selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu, saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya
bisa menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila ada kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen pengampu mata kuliah Kesehatan Pasien & K3, Bapak Ns. Yana Setiawan, S.Kep.,
M.Kep yang telah membimbing saya dalam menulis makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan………………………………………………………………….
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..
3.2 Saran……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola perilaku
individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan kemampuan suatu
organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient safety. Jika suatu
organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya patient safety maka
kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan laten, gangguan psikologis dan
physiologis pada staf, penurunan produktifitas, berkurangnya kepuasan pasien, dan
bisa menimbulkan konflik interpersonal.
Pentingnya mengembangkan budaya patient safety juga ditekankan dalam salah satu
laporan Institute of Medicine “To Err Is Human” yang menyebutkan bahwa organisasi
pelayanan kesehatan harus mengembangkan budaya keselamatan sedemikian
sehingga organisasi tersebut berfokus pada peningkatan reliabilitas dan
keselamatan pelayanan pasien”. Hal ini ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam
penelitiannya yang menyebutkan bahwa budaya keselamatan yang buruk merupakan
faktor resiko penting yang bisa mengancam keselamatan pasien. Vincent (2005)
dalam bukunya bahkan menyebutkan bahwa ancaman terhadap keselamatan pasien
tersebut tidak dapat diubah, jika budaya patient safety dalam organisasi tidak diubah.
Adverse Event atau kejadian tidak diharapkan (KTD), merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(Commision) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission)
dan bukan karena “underlying diasease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa
terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak
menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang
sudahtidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi.
1.3 TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian tentang Evidence Based Practice (EBP).
2) Untuk mengetahui apa saja langkah-langkah dalam Evidence Based Practice
(EBP).
3) Untuk mengetahui apa saja hambatan pelaksanaa Evidence Based Practice
(EBP) dalam keperawatan.
4) Untuk mengetahui tentang pelaksanaan Evidence Based Practice (EBP) dalam
keperawatan.
5) Untuk mengetahui pengertian tentang budaya patient safety.
6) Untuk mengetahui peningkatan budaya patient safety.
BAB II
LANDASAN TEORI
Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang digunakan untuk
mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti terbaik sampaidengan bukti
yang paling rendah. Tingkatan evidence ini digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam EBP. Hirarki untuk tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan
Penelitian dan Kualitas (AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler,
2010). Adapun level of evidence tersebut adalah sebagai berikut :
Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hieraraki dari tingkat kepercayaannya yang
paling rendah hingga yang paling tinggi. Dibawah ini mulai dari yang paling rendah
hingga yang paling tinggi :
- Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temuai sehari-hari
- Studi kasus
- Studi lapangan atau laporan deskriptif
- Studi percobaan tanpa penggunaan tekhnik pengambilan sampel secara acak
(random)
- Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok pembanding,
dan menggunakan sampel secara acak
- Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-analisa yaitu
pengkajian berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang
tinggi.
4) Langkah 4: Kritis menilai bukti. Setelah artikel yang dipilih untuk review,
mereka harus cepat dinilai untuk menentukan yang paling relevan, valid,
terpercaya, dan berlaku untuk pertanyaan klinis. Studi-studi ini adalah "studi
kiper." Salah satu alasan perawat khawatir bahwa mereka tidak punya waktu
untuk menerapkan EBP adalah bahwa banyak telah diajarkan proses mengkritisi
melelahkan, termasuk penggunaan berbagai pertanyaan yang dirancang untuk
mengungkapkan setiap elemen dari sebuah penelitian. Penilaian kritis yang
cepat menggunakan tiga pertanyaan penting untuk mengevaluasi sebuah studi :
a. Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi berpusat pada
apakah metode penelitian yang cukup ketat untuk membuat temuan sedekat
mungkin dengan kebenaran. Sebagai contoh, apakah para peneliti secara
acak menetapkan mata pelajaran untuk pengobatan atau kelompok kontrol
dan memastikan bahwa mereka merupakan kunci karakteristik sebelum
perawatan? Apakah instrumen yang valid dan reliabel digunakan untuk
mengukur hasil kunci?
b. Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaan ini
keandalan studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknya pada
hasil, dan kemungkinan memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan
praktek dokter sendiri. Untuk studi kualitatif, ini meliputi penilaian apakah
pendekatan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, bersama dengan
mengevaluasi aspek-aspek lain dari penelitian ini seperti apakah hasilnya
bisa dikonfirmasi.
c. Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaan
penelitian penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakah subyek
dalam penelitian ini mirip dengan pasien sendiri, apakah manfaat lebih
besar daripada risiko, kelayakan dan efektivitas biaya, dan nilai-nilai dan
preferensi pasien. Setelah menilai studi masing-masing, langkah berikutnya
adalah untuk mensintesis studi untuk menentukan apakah mereka datang ke
kesimpulan yang sama, sehingga mendukung keputusan EBP atau
perubahan.
1) Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan
berdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
2) Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung
“pemberian perawatan berdasarkan fakta”.
3) Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan
EBP.
4) Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
5) Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek,
penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6) Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi
yang berkelanjutan.
7) Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi
pada klien dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam
tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status
kesehatan.
Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola perilaku
individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan kemampuan suatu
organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient safety. Jika suatu
organisasi pelayanan kesehatan tidak mempunyai budaya patient safety maka
kecelakaan bisa terjadi akibat dari kesalahan laten, gangguan psikologis dan
physiologis pada staf, penurunan produktifitas, berkurangnya kepuasan pasien, dan
bisa menimbulkan konflik interpersonal.
Pentingnya mengembangkan budaya patient safety juga ditekankan dalam salah satu
laporan Institute of Medicine “To Err Is Human” yang menyebutkan bahwa
organisasi pelayanan kesehatan harus mengembangkan budaya keselamatan
sedemikian sehingga organisasi tersebut berfokus pada peningkatan reliabilitas dan
keselamatan pelayanan pasien”. Hal ini ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam
penelitiannya yang menyebutkan bahwa budaya keselamatan yang buruk merupakan
faktor resiko penting yang bisa mengancam keselamatan pasien. Vincent (2005)
dalam bukunya bahkan menyebutkan bahwa ancaman terhadap keselamatan pasien
tersebut tidak dapat diubah, jika budaya patient safety dalam organisasi tidak
diubah.
Salah satu tantangan dalam peningkatan patient safety adalah bagaimana mengubah
budaya yang ada menuju budaya patient safety. Langkah penting pertama adalah
dengan menempatkan patient safety sebagai salah satu prioritas utama dalam
organisasi pelayanan kesehatan, yang didukung oleh eksekutif, tim klinik, dan staf di
semua level organisasi dengan pertanggungjawaban yang jelas.
2. Pemeriksaan
Menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau bertindak atas
hasil pemeriksaan atau observasi
3. Pemberian Obat
Kesalahan pada prosedur pengobatan,
Pelaksanaan terapi yang salah,
Metode penggunaan obat yang salah
Keterlambatan dalam merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak.
4. Kesalahan Komunikasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya patient safety adalah produk dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola
perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, style dan
kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient
safety. Salah satu tantangan dalam peningkatan patient safety adalah bagaimana
mengubah budaya yang ada menuju budaya patient safety. Langkah penting
pertama adalah dengan menempatkan patient safety sebagai salah satu prioritas
utama dalam organisasi pelayanan kesehatan, yang didukung oleh eksekutif, tim
klinik, dan staf di semua level organisasi dengan pertanggungjawaban yang
jelas.
Putradana, Agus. (2016). Konsep Evidence Based Practice. Semarang. Tersedia secara online
Https://Www.Academia.Edu/15628741/KONSEP_EVIDENCE_BASED_PRACTICE_AGU
S_PUTRADANA, diakses pada 19 Maret 2020.