Anda di halaman 1dari 8

Peran Teori Keperawatan Dalam Pendidkikan

Studi Kasus Teori Keperawatan Leininger

Madeline Leininger adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang pemimpin dalam
keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang berfokus pada manusia. Ia adalah
perawat professional pertama yang meraih pendidikan doktor dalam ilmu antropologi sosial dan
budaya. Dia lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya setelah tamat dari program
diploma di “St. Anthony’s School of Nursing” di Denver.
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku caring. Caring adalah esensi dari keperawatan,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan caring dikatakan
sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku
caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai
segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human
caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara
kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan oleh Dr. M. Leininger dikembangkan
dalam konteks keperawatan. Leininger mendefinsikan keperawatan transkultural sebagai
bagian utama dari keperawatan yang berfokus pada studi perbandingan dan analisa perbedaan
budaya serta bagian budaya di dunia dengan tetap menghargai nilai-nilai asuhan, pengalaman
sehat sakit dan juga kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan
dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
budaya atau keutuhan budayakepada manusia.
Tujuan keperawatan Transkultural ialah penggunaan keperawatan transkultural adalah
untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan
nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa. Sedangkan
kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir oleh semua
kultur seperti budaya berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat
membuat tubuh sehat.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut
diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan
dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya
yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan
yang diberikan.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu
memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan budaya. Budaya yang
telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural, melalui
tiga strategi intervensi yaitu mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.
Peran Teori Keperawatan Dalam Penelitian

Studi Kasus Teori Keperawatan Leininger

Proses Keperawatan ‘Transcultural Nursing’


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise model)
seperti yang terlihat pada gambar. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah
klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
Matahari terbit sebagai lambang/symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai
pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk
mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan
dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional
dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak
menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan
sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/tidak dapat
dipisahkan dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak
pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh
terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi
keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan
sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa
yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk
memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta
penelitian ilmiah.
Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Proses Sunrise Model
Keperawatan
Pengkajian Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi
dan :
Diagnosis Level satu : World view and Social system level
Level dua : Individual, Families, Groups communities and Institution
in diverse health system
Level tiga :Folk system, professional system and nursing
Perencanaan Level empat : Nursing care Decition and Action
dan Culture Care Preservation/maintanance
Implementasi Culture Care Accomodation/negotiations
Culture Care Repatterning/restructuring
Evaluasi

Dalam penerapan proses keperawatan, pengetahuan budaya harus dimiliki sebelum


mengideintifikasi kondisi klien. Pada level satu dikaji pengetahuan dan informasi tentang
struktur social dan pandangan dunia terhadap budaya klien. Selanjutnya dibutuhkan informasi
tentang bahasa dan lingkungan, teknologi, agama, filosophi dan kebangsaan, sosial struktur,
nilai budaya dan kepercayaan, politik, legal sistem, ekonomi dan pendidikan. Pengetahuan ini
dibutuhkan dalam rangka mengaplikasikan keperawatan pada klien dalam konteks individu,
keluarga, kelompok, comunitas dan institusional (level dua).
Penilaian terhadap nilai kepercayaan, tingkah laku klien, terhadap sistem kesehatan
diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien dalam rangka merumuskan diagnosa
keperawatan (level tiga). Selajutnya setelah ditetapkan suatu diangnosa keperawatan maka
disusunlah perencanaan dan implementasi keperawatan (level empat) yang dalam model ini
sebagai nursing care decition and action. Sunrise Model secara spesifik tidak menjabarkan
evaluasi sebagai suatu bagian khusus. Walaupun demikian teori transcultural nursing makna
penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan perawatan yang memberikan keuntungan bagi
klien.
Peran Teori Keperawatan Dalam Praktik Klinik

Sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga,


kolompok, komunitas, lembaga) perawat terlebih dulu mempunyai pengetahuan mengenai
pandangan dunia (world view) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang
berkembang di perbagai belahan dunia (secara global) maupun masyarakat dalam lingkup
yang sempit. Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu
: teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan, nilai budaya dan gaya
hidup, politik dan hukum, ekonomi dan pendidikan.
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Leininger’s Sunrise models”
dalam teori keperawatan transkultural Leininger yaitu :
a) Faktor Teknologi (Technological Factors)
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan
dengan pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi
individu tentang persepsi sehat sakit, kebiasaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat
ini
b) Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religous and Philosofical Factors)
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk menempatkan
kebenarannya di atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu
dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang
utuh.
c) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)
Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama
panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala
keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga.
d) Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap
baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan gaya
hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri,
kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang
dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
e) Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)
Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang menunggu.
f) Faktor ekonomi (Economical Faktor)
Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada umumnya
dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya kantor, tabungan. Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan.
g) Faktor pendidikan (Educational Factor).
Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam menmpuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya
harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
h) Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis
pendidikan, serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehingga tidak terulang kembali.
3. Rencana Tindakan Keperawatan (Intervensi)
Peran perawat pada transkultural nursing teori ini adalah menjembatani antara system
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan system perawatan professional melalui
asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat digambarkan oleh Leininger seperti dibawah
ini:
1) Sisem generik atau transkultural
2) Asuhan keperawatan
3) Sistem profesional
Oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana kelompok, keluarga,
komunitas, lembaga) dengan mempertimbangkan generic carring dan professional carring.
4. Tindakan keperawatan (Implementasi)
Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien harus tetap memperhatikan 3 prinsip askep,
yaitu :
a. Culture care preservation/ maintenance
Prinsip membantu, memfasilitasi atau memperhatikan fenomena budaya guna membantu
individu menentukan tingkat kesehatan dan gaya hidup yang di inginkan.
b. Culture care accommodation/ negotiation
Prinsip membantu, memfasilitasi atau memperhatikan budaya yang ada, yang merefleksikan
cara-cara untuk beradaptasi, bernegosiasi atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya
hidup klien.
c. Culture care repatterning/ restructuring
Prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi
kesehatan dan pola hidup klien kearah yang lebih baik.
5. Evaluasi.
Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan transkultural pada asuhan
keperawatan adalah tercapainya culture congruent nursing carry health and well being yaitu
asuhan keperawatan yang kompeten berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan yang
sensitive, kreatif, serta cara-cara yang bermakna guna mencapai tingkat kesehatan dan
kesejahteraan bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed, Philadelphia, JB
Lippincot Company
Folley, Regina & Wurmser, Theresa A (2004). Culture Diversity/A Mobile orksforce Command
Creative Leadership, New Patterships, and Inovative Approaces to Integration. Diambil pada
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and Intervention, 2nd Ed,
Missouri , Mosby Year Book Inc
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and
Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies
Tomey, A.M, and Alligood, M.R, 2006, Nursing Theorist Utilization and Aplication, third edition,
Mosby-Inc, St. Louis Missouri
Tomey, A.M, and Alligood, M.R, 2006, Nursing Theorist and Their Work, 6th edition, Mosby-Year Book,
Inc, Missouri
The Basic concepts of Trancultural Nursing. dari http://www.culturediversity.org/thirdwrld.htm.

Anda mungkin juga menyukai