Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori ini di gagas pertama kali oleh Madeleine Leininger yang di inspirasi oleh
pengalaman dirinya sewaktu bekerja sebagai perawat spesialis anak di Midwestern
United States pada tahun 1950. Saat itu ia melihat adanya perbedaan perilaku di antara
anak yang berasal dari budaya yang berbeda. Fenomena ini membuat leininger
menelaah kembali profesi keperawatan. Ia mengidentifikasi bahwa pengetahuan
perawat untuk memahami budaya anak dalam layanan keperawatan ternyata masih
kurang.
Pada tahun 1960, Leininger pertama kali menggunakan kata transclutural nursing,
ethnonursing, dancross-cultural nursing. Akhirnya, pada tahun 1985, leininger
memublikasikan teory nya untuk pertama kali, sedangkan ide-ide dan teorinya sudah di
presentasikan pada tahun 1988. Teory leininger kemudian di sebut sebagai cultural care
dieversity and universality. tetapi para ahli lebih sering menyebutnyatranscultural
nursing theory atau teori keperawatan transcultural.
Teori keperawatan transkultural matahari terbit, sehinnga di sebut juga sebagai
sunrise model matahari terbit (sunrise model ) ini melambangkan esensi keperawatan
dalam transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan
kepada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas, lembaga), perawat terlebih
dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia (worldview) tentang
dimensi dan budaya serta struktur sosial yang, bersyarat dalam lingkungan yang sempit.
Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut menurut Leininger di pengaruhi oleh
tujuh faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan,
Peran perawatan pada transcultural nursing teory ini adalah menjebatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan prosfesional
melalui asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh
leininger.oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana
tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika di sesuaikan dengan
proses keperawatan, hal tersebut merupakan tahap perencanaan tindakan keperawatan

1.2 Rumusan Masalah


a. apa pengertian dari teori leininger ?
b. apa pengertian teori sunrise model ?

1
c. apa peran teori leininger dan sunrise model dalam keperawatan?
d. Contoh Kasus dalam 7 Komponen Model Sunrise!

1.3 Tujuan Masalah


a. Untuk mengetahui pengertian dari teori leininger
b. Untuk mengetahui pengertian teori sunrise model
c. Untuk mengetahui peran teori leininger dan sunrise model dalam keperawatan
d untuk mengetahui Kasus dalam 7 Komponen Model Sunrise.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Teori Leininger

2
Keperawatan transkultural adalah bidang utama dalam keperawatan yang
berfokus pada studi komparatif dan analitik pada budaya dan sub-budaya yang berbeda
di dunia yang menghargai perilaku merawat, layanan keperawatan, nilai-nilai,
kepercayaan sehat sakit, dan struktur perilaku yang bertujuan untuk mengembangkan
keilmuan dan pengetahuan humanistik serta memberi ruang pada budaya khusus dan
universal (Risnah Ahmad, 2015)

Keperawatan transcultural merupakan suatu area utama dalam keperawatan yang


berfokus pada studi komparatif dan analisis tentang budaya dan sub-budaya yang
berbeda didunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai,
keyakinan tentang sehat-sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan
mengembangkan body of knowledge yang ilmiah dan humanistik guna memberi tempat
praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal. Teori keperawatan
transcultural ini menekankan pentingnya peran perawat dalam memahami budaya
klien.

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu,
keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock
maupun culture imposition. Culture shock dapat terjadi saat pihak luar (perawat)
mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu
(klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi karena
perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan culure imposition adalah
kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam maupun terang-
terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan dan kebiasaan/perilaku yang
dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka
meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain (Risnah
Ahmad, 2015)

Caring adalah esensi dari keperawatan yang membedakan, mendominasi, dan


mempersatukan tindakan keperawatann. Tindakan caring dikatakan tindakan yang
dilakukan dalam memberikan dukungan pada individu secara utuh. Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, perkembangan, pertumbuhan, masa pertahanan
sampai dikala manusia itu meninggal.

3
2.2 Teori Sunrise Model

Leininger menggambarkan teori keperawatan transcultural matahari terbit,


sehingga disebut juga sebagai sunrise model. Model matahari terbit (sunrise model) ini
melambangkan esensi keperawatan dalam transcultural yang menjelaskan bahwa
sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok,
komunitas, lembaga), perawat terlebih harus mempunyai pengetahuan mengenai
pandangan dunia (world view) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang
berkembang di berbagai belahan dunia (secara global) maupun masyarakat dalam
lingkup yang sempit.

Teori sunrise model ini menjelaskan tentang bagaimana seorang perawat


sebelum melakukan asuhan keperawatannya kepada klien, keluarga atau komunitas,
perawat tersebut harus terlebih dulu memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas
tentang struktur budaya dan sosial, baik pada lingkungan yang luas maupun lingkungan
yang sempit (Asmadi, 2008, hlm. 145). Tujuan Leininger membuat teorinya dalam
gambaran seperti ini adalah menunjukkan gambaran visual untuk membantu perawat
dalam mengerti secara konseptualisasi komponen utama dari teori bagi keperawatan,
seperti teknologi, agama dan filosofi, hubungan kekeluargaan dan sosial, nilai-nilai
budaya, politik dan hukum, ekonomi, dan pendidikan. Selain itu teori keperawatan
transkultural Leininger juga bertujuan untuk memfasilitasi pengetahuan perawat tentang
perbedaan dan persamaan antara keragaman budaya dalam perawatan humanistik,
kesehatan, pola penyakit, keyakinan, dan nilainilai di antara budaya (Christmas, 2016)

Sunrise model dikembangkan untuk memvisualisasikan dimensi tentang


pemahaman perawat mengenai budaya yang berdeda-beda. Perawat dapat menggunakan
model ini saat melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan keperawatan, pada pasien
dengan berbagai latar belakang budaya. Meskipun model ini bukan merupakan teori,
namun setidaknya model ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk memahami aspek
holistik, yakni biopsikososiospiritual dalam proses perawatan klien. Selain itu, sunrise
model ini juga dapat digunakan oleh perawat komunitas untuk menilai faktor cultural
care pasien (individu, kelompok, khususnya keluarga) untuk mendapatkan pemahaman
budaya klien secara menyeluruh. Sampai pada akhirnya, klien akan merasa bahwa
perawat tidak hanya melihat penyakit serta kondisi emosional yang dimiliki pasien.

4
Namun, merawat pasien secara lebih menyeluruh. Adapun, sebelum melakukan
pengkajian terhadap kebutuhan berbasis budaya kepada klien, perawat harus menyadari
dan memahami terlebih dahulu budaya yang dimilki oleh dirinya sendiri. Jika tidak,
maka bisa saja terjadi cultural imposition.

Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai
pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial
untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat
mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus
pada keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak
panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis
putusputus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan
bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.

Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak
tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger
adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional
lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai
yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan
tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan
suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan
yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.

5
Komponen Sunrise Model

1. Faktor Teknologi ( Technological Factors )

Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih


atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji
berupa persepsi individu tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari kesehatan, persepsi sehat
sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.

2. Faktor keagamaan dan falsafah hidup ( Religous and Philosofical Factors)

Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi
yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk
menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal
putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh.

3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)

Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan
nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien
dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga.

4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)

Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang
dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai
budaya dan gaya hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan
membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit,
sarana hiburan yang dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari.

5. Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)

6
Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
menunggu.

6. Faktor ekonomi ( Economical Faktor )

Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki


untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada
umumnya dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya kantor, tabungan. Faktor
ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan.

7. Faktor pendidikan (Educational Factor)

Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam menempuh


jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka
keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Perawat perlu
mengkaji latar belakang pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan, serta
kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.

Paradigma Keperawatan Transkultural

Paradigma keperawatan transkultural adalah perspektif, persepsi, keyakinan, nilai-


nilai, dan konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan latar belakang
budaya. Ada empat konsep sentralnya, yaitu manusia, kesehatan, lingkungan, dan
keperawatan (Risnah Ahmad, 2015)

1. Manusia

Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai dan norma yang
diyakini dapat menentukan keputusan dan melakukan tindakan (leininger, 1984 dalam
barnu, 1998; Giger & Davidhizar, 1995; dan Andrew & Boyle, 1995). Menurut
Leininger (1984), manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya

7
setiap saat dan di mana pun ia berada. Klien yang dirawat di rumah sakit harus
mempelajari budaya baru, budaya rumah sakit, di samping budaya mereka sendiri. Klien
secara aktif memilih budaya mereka. Klien secara aktif memilih budaya lingkungan,
termasuk budaya dari perawat dan semua pengunjung di rumah sakit. Klien yang sedang
rawat inap belajar untuk segera pulih dan kembali ke rumah untuk memulai kegiatan
sehari-hari mereka seperti biasa.

2. Kesehatan

Kesehatan adalah aktivitas keseluruhan klien dalam mengisi hidup mereka, yang
terletak pada rentang penyakit-sakit (Leininger, 1978). Kesehatan adalah keyakinan,
nilai, dan pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan
mempertahankan kondisi seimbang / sehat. Kesehatan menjadi fokus dalam interaksi
antara perawat dan klien. Menurut Departemen Kesehatan (1999), kesehatan adalah
keadaan yang memungkinkan seseorang menjadi produktif. Klien yang sehat adalah
terus menerus dan produktif, makmur dan seimbang. Produktif berarti kemampuan
untuk menumbuhkan dan mengembangkan kualitas hidup seoptimal mungkin. Klien
memiliki peluang lebih luas untuk memfungsikan diri mereka sebaik mungkin di mana
pun mereka berada. Klien dan perawat memiliki tujuan yang sama yaitu
mempertahankan keadaan sehat dalam kisaran adaptive health-ill (leininger, 1978).
Asuhan keperawatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien
untuk secara aktif memilih budaya yang sesuai dengan status kesehatan mereka; klien
harus belajar lingkungan. Kesehatan holistik dan humanistik adalah target kesehatan
yang harus dicapai oleh klien karena melibatkan partisipasi klien yang lebih dominan.

3. Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh fenomena yang memengaruhi pengembangan,


kepercayaan, dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai totalitas kehidupan
klien dengan budayanya. Ada tiga bentuk lingkungan, yaitu lingkungan fisik,
lingkungan sosial, dan lingkungan simbolik. Ketiga bentuk lingkungan tersebut
berinteraksi dengan manusia untuk membentuk budaya tertentu. Lingkungan fisik
adalah lingkungan alam dan lingkungan yang diciptakan oleh manusia seperti daerah
khatulistiwa, gunung, pemukiman padat, dan iklim tropis. Lingkungan fisik mampu

8
menciptakan budaya tertentu seperti bentuk Rumah orang Eskimo yang hampir
tertutup / tidak ada bukaan (Andrew & Boyle, 1995). Daerah pedesaan atau perkotaan
dapat menyebabkan pola penyakit tertentu seperti infeksi pernapasan akut pada bayi
yang terjadi di Indonesia sebagian besar di daerah perkotaan (Departemen Kesehatan,
1999). Bring (1984 dalam Kozier & Erb, 1995) menyatakan bahwa respons klien
terhadap lingkungan baru misalnya rumah sakit dipengaruhi oleh nilai-nilai dan bentuk
yang diyakini oleh klien.

4. Nursing

Nursing adalah ilmu dan tips yang diberikan kepada budaya berbasis klien (Andrew
& boyle, 1995). Perawatan adalah bagian integral dari perawatan kesehatan,
berdasarkan tips / perawatan dalam bentuk layanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
komprehensif yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik yang
sehat atau sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia . Negosiasi budaya
adalah intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu klien beradaptasi
dengan budaya tertentu yang memberi manfaat bagi kesehatannya. Perawat membantu
klien untuk memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
status kesehatan. Misalnya, klien yang sedang hamil memiliki pembatasan makan
seperti bau amis, maka klien dapat mengganti ikan dengan sumber protein hewani
lainnya. Restrukturisasi budaya klien dilakukan jika budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatannya. Perawat mencoba mengubah gaya hidup klien yang biasanya
merokok agar tidak merokok Penggunaan proses keperawatan harus menjadi budaya
perawat.

2.3 Peran Teori Leininger atau Sunrise Model dalam Proses Keperawatan

1. Riset (Research)

Teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode penelitian dalam berbagai
budaya. Pada tahun 1995, lebih dari 100 budaya telah dipelajari. Selain itu juga,
digunakan untuk menguji teori ethnonursing. Teori transcultural nursing ini, merupakan
satu-satunya teori yang yang membahas secara spesifik tentang pentingnya menggali
budaya pasien untuk memenuhi kebutuhannya. Kajian yang telah dilakukan mengenai
etnogeografi dilakukan pada keluarga yang salah-satu anggota keluarganya mengalami

9
gangguan neurologis yang akut. Hal yang dilihat disini, adalah bagaimana anggota
keluarga yang sehat menjaga anggota keluarga yang mengalami gangguan neurologis,
tersebut. Akhirnya, anggota keluarga yang sehat di wawancara dan diobservasi guna
memperoleh data. Ternyata mereka melakukan penjagaan terhadap anggota keluarga
yang sakit, selama kurang lebih 24 jam. Hanya satu orang saja yang tidak ikut
berpartisipasi untuk merawat anggota yang sakit. Setelah dikaji, ada beberapa faktor
yang memengaruhi kepedulian anggota keluarga yang sehat untuk menjaga anggota
yang sakit. Faktor tesebut, dintaranya adalah komitmen dalam kepedulian, pergolakan
emosional, hubungan keluarga yang dinamis, transisi dan ketabahan. Penemuan ini
menjelaskan pemahaman yang nyata. Bahwa penjagaan terhadap pasien merupakan
salah ekspresi dari sifat caring dan memberikan sumbangsih pada pengetahuan tentang
perawatan peka budaya. Tujuan dari kajian kedua adalah untuk mengidentifikasi dan
menganalisis ekspresi dari pelaksaan sifat caring warga Anglo Amerika dan Afrika
Amerika dalam sift caring jangka panjang dengan menggunakan metode ethonursing
kualitatif. Data dikumpulkan dari 40 orang partisipan, termasuk di dalamnya adalah
para penduduk Anglo Amerika dan Afrika Amerika, staf keperawatan, serta penyedia
pelayanan. pemelihara gaya hidup preadmission, perawatan yang profesional dan
memuaskan bagi penduduk, perbedaan yang besar antara appartemen dengan rumah
para penduduk, dan sebuah lembaga kebudayaan yang mencerminkan motif dan
pelaksanaan keperawatan. Penemuan ini berguna bagi masyarakat dan para staf
profesional untuk mengembangkan teori culture care diversity and universality.

2. Edukasi (Education)

Dimasukannya keanekaragaman budaya dalam kurikulum pendidikan keperawatan


bukan merupakan hal yang baru. Keanekaragaman budaya atau dalam dunia
keperawatan mulai diintegrasikan ke dalam kurikulum keperawatan pada tahun 1917,
saat komite kurikulum dari National League of Nursing (NLN) mempublikasikan
sebuah panduan yang berfokus pada ilmu sosiologi dan isu sosial yang sering dihadapi
oleh para perawat. Kemudian, tahun 1937 komite NLN mengelompokan latar belakang
budaya ke dalam panduan untuk mengetahui reaksi seseorang terhadap rasa sakit yang
dimilikinya. Promosi kurikulum pertama tentang Transcultural Nursing dilaksanakan
antara tahun 1965-1969 oleh Madeleine Leininger. Saat itu Leininger tidak hanya

10
mengembangkan Transcultural Nursing di bidang kursus. Tetapi juga mendirikan
program perawat besama ilmuwan Ph-D, pertama di Colorado School of Nursing.
Kemudian dia memperkenalkan teori ini kepada mahasiswa pascasarjana pada tahun
1977. Ada pandangan, jika beberapa program keperawatan tidak mengenali pengaruh
dari perawatan peka budaya, akan berakibat pelayanan yang diberikan kurang
maksimal. Teori Leininger memberikan pengaruh yang sangat besar dalam proses
pembelajaran keperawatan yang ada di dunia. Namun, Leininger merasa khawatir
beberapa program menggunkannya sebagai fokus utama. Karena saat ini pengaruh
globalisasi dalam pendidikan sangatlah signifikan dengan presentasi dan konsultasi di
setiap belahan dunia. Di Indonesia sendiri, sangat penting untuk menerapkan teori
transcultural nursing dalam sistem pendidikannya. Karena kelak, saat para perawat
berhadapan langsung dengan klien, mereka tidak hanya akan merawat klien yang
mempunyai budaya yang sama dengan dirinya. Bahkan, mereka juga bisa saja
menghadapi klien yag berasal dari luar negara Indonesia.

3. Kolaborasi (Colaboration)

Asuhan keperawatan merupakan bentuk yang harus dioptimalkan dengan mengacu


pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan
asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang
mungkin kembali lagi (Leininger, 1985). Dalam mengaplikasikan teori Leininger di
lingkungan pelayanan kesehatan memerlukan suatu proses atau rangkaian kegiatan
sesuai dengan latar belakang budaya klien. Hal ini akan sangat menunjang ketika
melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan staf kesehatan yang lainnya.
Nantinya, pemahaman terhadap budaya klien akan diimplentasikan ke dalam strategi
yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Strategi ini merupakan
strategi perawatan peka budaya yang dikemukakan oleh Leininger, antara lain adalah :

a. Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya. Mempertahankan budaya


dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan
implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relavan, misalnya
budaya berolah raga setiap pagi.

11
b. Strategi II, Mengakomodasi/negosiasi budaya. Intervensi dan implementasi
keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap
budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani atau nabati lain yang nilai
gizinya setara dengan ikan.

c. Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien Restrukturisasi budaya klien


dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya
merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.

4. Pemberi Perawatan (Care Giver)

Perawat sebagai care giver diharuskan memahami konsep teori Transcultural


Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan
terjadinya cultural shock atau culture imposition. Cultural shock akan dialami oleh klien
pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai
budaya. Culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik
secara diam maupun terangterangan memaksakan nilai budaya, keyakinan, dan
kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pada individu, keluarga, atau kelompok dan
budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya
kelompok lain. Contoh kasus, seorang pasien penderita gagal ginjal memiliki kebiasaan
selalu makan dengan sambal sehingga jika tidak ada sambal pasien tersebut tidak mau
makan. Ini merupakan tugas perawat untuk mengkaji hal tersebut karena ini terkait
dengan kesembuhan dan kenyamanan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan.
Ada 3 cara melaksanakan tindakan keperawatan yang memiliki latar budaya atau
kebiasaan yang berbeda. Dalam kasus ini berarti perawat harus mengkaji efek samping
sambal terhadap penyakit gagal ginjal pasien, apakah memberikan dampak yang negatif
atau tidak memberikan pengaruh apapun. Jika memberikan dampak negatif tentunya
sebagai care giver perawat harus merestrukturisasi kebiasaan pasien dengan mengubah
pola hidup pasien dengan hal yang membantu penyembuhan pasien tetapi tidak

12
membuat pasien merasa tidak nyaman sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pemahaman budaya klien oleh perawat sangat mempengaruhi efektivitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. Bila perawat tidak
memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga tidak akan
terjadi hubungan terapeutik.

5. Manajemen

Dalam pengaplikasiannya di bidang keperawatan Transcultural Nursing bisa


ditemukan dalam manajemen keperawatan. Diantaranya ada beberapa rumah sakit yang
dalam memberikan pelayanan menggunakan bahasa daerah yang digunakan oleh pasien.
Hal ini memugkinkan pasien merasa lebih nyaman, dan lebih dekat dengan pemberi
pelayanan kesehatan. Bisa saja, tidak semua warga negara Indonesia fasih dan nyaman
menggunakan bahasa Indonesia. Terutama bagi masyarakat awam, mereka justru akan
merasa lebih dekat dengan pelayanan kesehatan yang menggunakan bahasa ibu mereka.
Hal ini dikarena nilai-nilai budaya yang dipegang oleh tiap orangnya masih cukup kuat.

6. Sehat dan Sakit

Leininger menjelaskan konsep sehat dan sakit sebagai suatu hal yang sangat
bergantung, dan ditentukan oleh budaya. Budaya akan mempengaruhi seseorang
mengapresiasi keadaan sakit yang dideritanya. Apresiasi terhadap sakit yang
ditampilkan dari berbagai wilayah di Indonesia juga beragam. Contohnya, Si A, yang
berasal dari suku Batak mengalami influenza disertai dengan batuk. Namun, dia masih
bisa melakukan aktivitas sehari-harinya secara normal. Maka dia dikatakan tidak sedang
sakit. Karena di Suku Batak, seseorang dikatakan sakit bila dia sudah tidak mampu
untuk menjalankan aktivitasnya secara normal.

2.4 Contoh Kasus dalam 7 Komponen Model Sunrise


Pada suatu ruangan ada seorang pasien yang dirawat dengan diagnosa CKD,
DM, Hipertensi, pasien bernama Tn X umur 45 tahun berasal dari daerah Y, pasien
seorang muslim yang sudah berangkat haji sebanyak 2 kali. Tn X mengatakan baru
menegetahui penyakitnya sekitar 3 bulan ini, sebelumnya pasien tidak pernah
melakukan medical chek up. Menurut pasien bila mengeluh tidak nyaman atau badan
kurang sehat, Tn X hanya minum air ZamZam yang di bawahnya dari tanah suci

13
(mekkah), kemudian merasa lebih baik. Sebelum sakit Tn X beraktifitas dengan
mengelola Madrasah di daerahnya, Tn X berperan penting dalam kemajuan madrasah
kelolaanya. Tn X yang mengaku lulusan pondok pesantren tinggal di pondok pesantren
selama 15 tahun dan hidup jauh dari orang tua, Tn X mengatakan jarang menggunakan
gadge untuk menambah pengetahuan dan wawasannya, pasien juga mengatakan aktif
dalam beberapa organisasi sosial, “Saya hanya bekerja berdasarkan pola turun
temurun”, tutur Tn X. Menurutnya saat ini dia tidak sakit, tapi sedang mendapat ujian
dari Tuhan, selama sakit Tn X hanya mengkonsumsi buah dan sayur, kurang suka
minum air putih dan tidak senang berolahraga, kopi dan teh adalah minuman wajib
setiap hari harus ada, Tn X minum kopi 7-10 gelas/hari. Orang tua dari Tn X sudah
meninggal dua tahun yang lalu dengan penyakit yang sama.
Saat ini Tn X mendapat therapi injeksi insulin sesuai sleeding scale, dan
program hemodialisa dua kali seminggu. Tn X menolak di berikan therapi injeksi
insulin karena menurut beliau insulin mengandung babi yang tidak diperbolehkan
agamanya. Saat kondisisi sesak atau ureum creatinin Tn X melebihi batas normal dan
harus cuci darah Tn X menolak juga karena menurutnya beberapa orang temannya yang
cuci darah meninggal dalam waktu yang relatif cepat, dan bila sekali cuci darah akan
menimbulkan ketergantungan terhadap alat pencuci darah. Tn X sudah di bujuk oleh
keluarga tapi tidak mau, perawat pun sudah mejelaskan mengenai hemodialisa serta
dampak negatif terhadap penolakan cuci darah terhadap kondisi pasien. Tn X tetap
menolak terhadap tindakan hemodialisa.
Dari sisi lain Tn X juga kurang memenuhi kebutuhan personal hygiene, kuku
panjang dan tampak hitam, rambut kotor dan tidak mau mandi selama dilakukan
perawatan. Saat perawat akan memotong kuku dan membantu personal hygiene pasien
menolak karena menurutnya akan memperlambat proses penyembuhan. Karena kondisi
sakitnya Tn X juga memiliki luka di bagian jari-jari kaki, luka mengalami nekrose,
bernanah dan mengeluarkan bau tak sedap, luka sudak tampak tulang, dan menurut
dokter, luka yang ada di jari kaki Tn X harus di amputasi, pasien menolak dan yakin
bahwa bila meninggal tidak mau ada bagian tubuhnya yang hilang. Sebelum pengobatan
selesai pasien memutuskan untuk pulang, setelah disampaikan pada dokter,
diperbolehkan pulang atas permintaan sendiri.

14
Berhubung permintaan saat itu hari selasa pasien tidak jadi pulang, karena
menurut kepercayaan keluarga hari selasa pantang untuk pulang, karena diyakini
apabila pulang dihari selasa akan membawa sial di jalan. Tn X mengaku memiliki 7
orang anak dan mengaku tidak mengikuti program pemerintah yaitu KB memutuskan
tetap meminta pulang besok paginya, di ijinkan atau tidaknya oleh dokter dan tetap
menolak semua pengobatan, tapi mau minum obat yang diberikan. Saat perawatan
berlangsung Tn X selalu di tunggu semua anak dan keluarganya. Cucu Tn X yang masih
kecilpun ikut diajak menunggui dan tidur di RS. Perawat yang menjaga sudah
menjelaskan ada batasan pengunjung demi kenyamanan bersama dan adanya larangan
anak kecil di lingkungan RS karena berdampak terhadap kesehatan anak. Tetapi Tn X
tetap meminta agar tetap di ijinkan karena dari jauh kasihan kalau harus pulang.
1. Pengkajian
a) Faktor Teknologi (technological factors)
Selama ini Tn X merasa sehat. Jika sakit hanya minum air ZamZam. Pasien jarang
minum obat, pasien tidak pernah mencari informasi melalui internet karena tidak
menggunakan gadge, hanya menerima saran dari orang lain, tidak pernah medical chek
up dan Tn X jarang berolahraga.
b) Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors)
Pasien beragama islam, menurut Tn X bahwa suntik insulin tidak diperbolehkan oleh
agama karena mengandung minyak babi. Untuk transfusi tidak dianjurkan oleh agama,
karena darah itu darah orang lain yang tidak tau asal usulnya. Pasien menolak amputasi
karena menurut keyakinannya, manusia meninggal harus keadaan utuh atau lengkap. Tn
X merasa sedang tidak sakit, hanya mendapat ujian dari Tuhan.
c) Faktor Sosial dan Kekeluargaan ( social and kinship factor )
Pasien selalu mengambil keputusan secara mandiri, pasien juga sering berkomunikasi
dengan orang lain dan keluarga. Pasien berperan penting sebagai pengelola madrasah
ternama didaerahnya. Tn X dan keluarga sering mengikuti kegiatan rutin pengajian dan
berperan sebagai pembicara utama dalam ceramah, selain sebagai pengelola madrasah
Tn X juga aktif dalam organisasi keagamaan.
d) Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)
Sebelum sakit pasien jarang berolah raga, tidak suka minum air putih, hanya minum teh
dan kopi, menurutnya dilingkungan tempat tinggal Tn X, saat di opname tidak boleh
memotong kuku dan membersihkan diri karena sangat dipercayai akan menyebabkan
lama dalam proses penyembuhan dan ada kepercayaan bahwa pulang hari selasa akan
menyebabkan sial saat perjalanan. Tn X juga tidak mau melakukan HD karena

15
menurutnya orang yang cuci darah akan segera meninggal, selain itu Tn X gemar
meminum teh dan kopi, dan tidak suka dengan air putih.
e) Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit (Political and Legal factors)
Tn X memiliki 7 orang anak dan tidak mengikuti program KB yang di anjurkan dari
pemerintah karena tidak sesuai dengan keyakinannya. Keluarga Tn X juga kurang
mematuhi aturan di RS terhadap batasan jumlah penunggu dan larangan membawa anak
kecil dilingkungan RS.
f) Faktor Ekonomi (Economical Factor)
Pasien bekerja sebagai pengelola madrasah ternama sudah naik haji sebanyak 2 kali
g) Faktor pendidikan (educational factors)
Pasien seorang lulusan pondok pesantren, sejak usia 6 tahun pasien sudah tinggal jauh
dari keluarga dan hidup di pondok pesantren sejak 15 tahun, Tn X kurang koperatif
terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan, klien selalu
memandang kesehatan dari keyakinan agamanya.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b) Ketidak patuhan klien terhadap Regimen pengobatan penyakit
c) Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita
3. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
Perencanaan dan implementasi dalam keperawatan transkultural merupakan suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan suatu proses pemilihan
strategi yang tepat sedangkan implementasi yaitu melaksanakan tindakan sesuai latar
belakang budaya klien. Ada tiga strategi sebagai pedoman Leininger yaitu:
a) Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural care reservation/maintenance) bila
budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
pengobatan dan perawatan luka DM, Hemodialisa, pemberian insulin dan
personal hygiene.
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien
3) Diskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b) Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural care accommodation atau negotiations)
apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan.
1. Kebiasaan Tn X minum kopi yang berlebihan dan tidak menyukai minum air putih
a) Kaji kebiasaan mengkonsumsi minuman yang disukai pasien
b) Ajarkan pada pasien tentang pola hidup sehat
c) Anjurkan tentang pembatasan intake cairan

16
d) Berikan PENKES tentang efek mengkonsumsi kopi dan teh yang berlebihan
e) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
2. Kebiasaan tidak melakukan medikal Check Up dan hanya minum air ZamZam
a) Kaji pengetahuan Klien tentang medical Check Up
b) Jelaskan pentingnya medical check up
3. Kebiasaan Membawa anak kecil dilingkungan RS dan ditunggu oleh banyak orang
a) Kaji tentang pengetahuan klien tentang peraturan RS
b) Jelaskan ulang tentang peraturan di lingkungan RS
c) Berikan rasional tentang pelarangan membawa anak kecil di RS
c) Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care repartening /
recontruction).
1. Persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa
a. Kaji pengetahuan tentang kondsi penyakitnya dan hemodialisa
b. Jelaskan pada pasien tentang hemodialisa
c. Jelaskn pada pasien dan keluarga tentang keuntungan dan kekurangan hemodialisa
d. Libatkan keluarga dalam edukasi terhadap Tn X.
e. Jelaskan tentang alternatif pengobatan lain seperti pembatasan intake cairan,
minum obat teratur, menjaga pola makan dengan diit uremi.
2. Persepsi Tn X terhadap personal Hygiene
a. Kaji pengetahuan klien tentang personal hygiene
b. Berikan PENKES tentang penting personal hiegiene
c. Lakukan pemneuhan kebutuhan personal Hygiene
3. Persepsi Tn X terhadap pemeberian insulin
a. Kajian pengetahuan Tn X tentang insulin
b. Jelaskan alternatif lain tentang pengobatan DM seperti pembatasan diet, pemeberian
obat oral, olahraga teratur
c. Ajarkan pada keluarga cara perawatan penderita diabetes
Adapun implementasi yang dilakukan terkait masalah yang telah ditemukan:
a) Cultural Care Preserventation/Maintenance
1) Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan dengan kesehatan bahkan dapat
menjadi pendukung dalam meningkatkan kesehatan klien antara lain: sholat lima
waktu, berobat, memeriksa kadar gula secara rutin.
2) Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa ada masalah
karena budaya) antara klien dengan perawat maupun klien dengan dokter atau klien
dengan tenaga kesehatan lain.
3) Bersikap tenang dan hati-hati saat berinteraksi dengan pasien/klien.
4) Mendiskusikan budaya yang dimiliki klien agar dipertahankan bahkan lebih
ditingkatkan.
b) Cultural Care Accomodation/ Negotiation

17
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien dan keluarga klien,
mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak memperburuk proses
pengobatan dan perawatan. Keluarga klien (istri dan anak) menjadi perantara perawat
untuk dapat memberikan informasi mengetanai prosdur pengobatan medis dan
perawatan tanpa ada hambatan dari klien yang memiliki persepsi terhadap informasi
pengobatan dan perawatan.
Mengakomodir budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya
tersebut bila budaya yang dimiliki bertentangan dengan kesehatan seperti tidak
menyukai air putih, mengkonsumsi kopi dan teh yang berlebihan, kebiasaan tidak
melakukan medical chek up, hanya minum air ZamZam tidak memotong kuku, tidak
pernah mandi selama dirawat, kebiasaan pasien dalam membiarkan dan membawa anak
kecil dilingkungan RS. Dalam penyelesaian masalah tersebut petugas kshatan (perawat)
dalam memeberikan HE gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien. Libatkan
keluarga dalam perencanaan perawatan, Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan
negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik, dan bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien,
mencoba memahami kebudayaan klien.
c) Cultural Care Repartening /Reconstruction
Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien dan keluarganya bertentangan
dengan kesehatan seperti: persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa, personal
hygiene, dan pemberian insulin, amputasi jari kaki sehingga terjadi penolakan klien
untuk dilakukan tindakan pengobatan dan perawatan, pada prinsip penanganan kasus ini
perawat Memberikan informasi kepada klien dan keluarga mengenai hemodialisa,
pemberian insulin, pentingnya personal hygiene, perlunya amputasi jari kaki yang
nekrotik serta keuntugan, dampak dan kekurangan apabila tidak di lakukan dari
beberapa tindakan tersebut, dan menjelaskan alternatif pengobatan lain yang menunjang
kesehatan seperti pembatasan intake cairan, minum obat teratur, menjaga pola makan
dan perawat memberikan respon yang tepat terhadap kebutuhan klien dengan
menginformasikan cara pengobatan yang benar serta memberikan informasi dalam
pemenuhan kebutuhan gizi untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan.
Melibatkan keluarga untuk turut serta membantu dan memotivasi klien melakukan
prosedur secara bertahap. Perawatan klien harus mencoba untuk memahami budaya

18
masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya-budaya mereka
4. Evaluasi
a) Negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya: Keluarga
klien (istri dan anak) lebih koperatif dapat memahami dan menerima penjelasan
masukan yang diberikan perawat.
b) Setelah dilakukanya beberapa tindakan Tn X tetap meyakini budaya yang selama ini
diyakininya, kecuali tentang kebutuhan personal hygiene dan pemeotongan kuku untuk
kebersihan kuku dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
c) Klien memahami pentingnya menjaga pola makan dan meminum, serta minum obat
dengan teratur klien juga berusaha untuk merubah kebiasaan yang sering dilakukan
termasuk menghindari minum kopi dan teh dalam jumlah yang berlebihan

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity dan universality,
atau yang lebih dikenal dengan transcultural nursing. Berfokus pada nilai-nilai budaya,
kepercayaan, dan pelayanan kesehatan berbasis budaya, serta di dalam teorinya
membahas khusus culture, culture care, diversity, universality, worldview, ethnohistory.
Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan pohon
keilmuan yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan yang
spesifik dan universal . Dalam teori ini terdapat beberapa kelebihan dan juga
kekurangan yang perlu diperbaiki dan dipertahankan. Selain itu teori ini juga dapat
diterapkan dalam berbagai bidang/aspek diantaranya bidang riset, edukasi, kolaborasi,
pemberi perawatan, manajemen, dan sehat sakit.

20

Anda mungkin juga menyukai