Pekan lalu pengurus Cabang IDI Makassar menggelar acara Diskusi Panel dengan tema “Profil
Pelayanan Komplementer dan Alternatif dan Upaya Perlindungan Masyarakat”. Para pembicara
adalah Ketua IDI Sulsel, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel dan Kota Makassar serta
Dekan Fakultas kedokteran dan Dekan Fakultas Farmasi UNHAS. Para penyanggah yang
diundang sebanyak sembilan organisasi, salah satunya adalah Ombudsman RI Perwakilan
Provinsi Sulsel.
Dalam presentasinya, Ketua IDI Sulsel, Prof. Dr. Kadir menyebutkan bahwa pada
beberapa tempat di kota Makassar terdapat pengobatan alternatif yang tidak sesuai dengan
standar dan dilakukan oleh masyarakat yang bukan berlatar belakang ilmu kedokteran. Hal
tersebut dapat membahayakan masyarakat yang menjadi pasiennya bila tenaga penyehat tidak
profesional seperti dokter.
Isu tentang pengobatan komplementer dan alternatif termasuk isu baru dalam dunia
kesehatan namun dalam prakteknya sudah tergolong lama. Meski tergolong isu baru, pemerintah
rupanya sudah adaptif dengan persoalan tersebut dengan membuat Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 1109//Menkes/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-
Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dalam Permenkes tersebut disebutkan pengobatan
komplementer-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan
efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima
dalam kedokteran konvensional.
Metode akupuntur berasal dari Cina bermanfaat untuk mengatasi berbagai gangguan
kesehatan serta pereda nyeri (anagesi). Terapi akupunktur berfungsi memperbaiki keadaan
umum, meningkatkan sistem imun tubuh, mengatasi konstipasi atau diare, meningkatkan nafsu
makan serta menghilangkan atau mengurangi efek samping yang timbul akibat dari pengobatan
kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah, fatigue (kelelahan) dan neuropati.
Sementara terapi hiperbarik adalah metode terapi pada sebuah alat khusus menyerupai
ruangan yang memiliki tekanan udara 2 – 3 kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer
normal lalu diberi pernapasan oksigen murni. Manfaat terapi heperbarik untuk pasien – pasien
dengan gangren supaya tidak perlu dilakukan pengamputasian bagian tubuh. Alat terapi
hiperbarik tidak banyak dimiliki pada rumah sakit karena harganya yang sangat mahal. Untuk
wilayah Sulawesi Selatan hanya dimiliki Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.
Sedangkan terapi herbal medik adalah terapi dengan menggunakan obat bahan alam
berupa herbal terstandar yang telah melalui uji preklinik untuk keamanan dan efektifitas obat.
Terapi herbal, berfungsi dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Obat-obat herbal yang
digunakan dalam terapi herbal medik adalah obat herbal biomedik yang telah melalui proses uji
klinik dan penelitian laboratorium sesuai SK Menkes No. 121/2008 tentang Standar Pelayanan
Medik Herbal dan PMK No. 35/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian.
Ketiga jenis pengobatan komplementer seperti yang disebutkan diatas hingga sekarang
ini sayangnya tidak atau belum ditanggung BPJS Kesehatan. Jadi masyarakat yang ingin
mendapatkan pelayanan kesehatan untuk pengobatan komplementer harus rela mengeluarkan
uang tambahan untuk penanggulangan kesehatan masing-masing pribadi. Mungkin kondisi ini
menyebabkan masyarakat terdorong untuk mencari pengobatan alternatif non konvensional yang
dapat menyembuhkan penyakitnya setelah pengobatan medis konvensional.
Standar pelayanan
*) Dimuat pada rubrik Opini Harian Fajar, Makassar, Jumat, 25 Maret 2016