Anda di halaman 1dari 25

TEORI MODEL MARTHA E.

ROGERS & MADELEINE LEININGER

DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Kelompok 3

Diah Istiati

Eni Sakhna

Sera Damayanti

Layung Sari

Universitas MH. Thamrin

Jakarta

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa salawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya hingga kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman

Pada makalah ini penulis membahas mengenai penerapan teori model Madeleine
Leininger dan Martha E Rogers dalam praktek keperawatan. Dalam menyusun makalah ini,
penulis menggunakan beberapa sumber sebagai referensi, penulis mengambil referensi dari
buku dan internet.

Pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan, baik
materi maupun moral dari pihak-pihak tertentu. Saya ucapkan terima kasih kepada Allah swt,
kedua orangtua yang sudah mendoakan dan memberi semangat kepada kami, teman-teman
kelompok 3 yang sudah bekerja sama dalam menyelesaikan tugas ini dengan baik .

Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan pembelajaran pada masa depan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 28 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori-teori keperawatan berpengaruh secara signifikan dalam memperbaiki praktek


keperawatan, melalui riset keperawatan, dan praktik keperawatan memberikan fenomena yang
perlu dilakukan riset untuk dapat memperkokoh teori keperawatan. Teori-teori keperawatan
yang disusun secara jelas meningkatkan pemahaman terhadap fenomena keperawatan yang ada
dan mengarahkan perkembangan ilmiah dari ilmu dan praktek keperawatan itu sendiri.
Teori keperawatan berkembang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan
pemikiran dan ide-ide yang dituangkan ahli keperawatan berdasarkan filosofi, paradigma, serta
latar belakang pendidikan dan kehidupan para ahli tersebut, sehingga masing-masing teori
mempunyai perbedaan asumsi terhadap praktek keperawatan. Akan tetapi pada dasarnya
semua teori keperawatan yang ada mempunyai apresiasi yang sama yaitu terhadap proses
pemberian asuhan keperawatan, dimana klien diberikan kesempatan dan ruang untuk dapat
berkembang secara mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya selama rentang
kehidupan.
Menurut Roger dalam teorinya berpendapat bahwa manusia merupakan individu yang
holistik, saling memberikan timbal balik dengan individu yang lain dan lingkungan
disekitarnya. Rogers, memandang keempat konsep dalam paradigma keperawatan yang terdiri
dari manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan merupakan satu kesatuan yang utuh dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Perawat sebagai pemberi layanan keperawatan
seyogyanya mampu memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, disesuaikan dengan
situasi dan kondisi individu yang dirawat maupun lingkungan yang mempengaruhi individu
tersebut..Perawat harus mempunyai landasan teori keperawatan yang memadai agar dapat
memilih dan menerapkan teori yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan di Instansi
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, maka kelompok akan menganalisa dan
membahas teori Rogers dan penerapannya agar perawat dapat menggunakan suatu kerangka
kerja dalam asuhan keperawatan kepada pasien berdasarkan teori ini, Oleh karena itu Teori
Martha E. Rogers serta penerapannya di lapangan sangat diperlukan dibahas dan disajikan,
sehingga pada akhirnya perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan berdasarkan pada suatu teori keperawatan.
Sedangkan menurut Madeleine Leininger Perawat dalam mempratikan
keperawatannya harus memperhatikan budaya dan keyakinan yang dimiliki oleh klien,
sebagaimana yang disebutkan oleh teori model Madeleine Leininger bahwa teori model ini
memiliki tujuan yaitu menyediakan bagi klien pelayanan spesifik secara kultural. Untuk
memberikan asuhan keperawatan dengan budaya tertentu, perlu memperhitungkan tradisi
kultur klien, nilai-nilai kepercayaan ke dalam rencana perawatan
Penerapan teori keperawatan dalam praktek layanan keperawatan memberikan dasar
kerja dan memberikan kerangka kerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan Perawat
harus mempunyai landasan teori keperawatan yang memadai agar dapat memilih dan
menerapkan teori yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan di Instansi pelayanan
kesehatan. sehingga pada akhirnya perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan berdasarkan pada suatu teori
keperawatan.

1.2 Identifikasi masalah


a. Apa yang dimaksud Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan ?
b. Apa tujuan dari Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan ?
c. Bagaimana penerapan dari Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan ?
d. Apa yang dimaksud teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
e. Apa tujuan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
f. Bagaimana penerapan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek
keperawatan ?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan.
b. Untuk mengetahui tujuan dari Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan.
c. Untuk mengetahui penerapan dari Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan.
d. Untuk mengetahui pengertian dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek
keperawatan
e. Untuk mengetahui tujuan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek
keperawatan.
f. Untuk mengetahui penerapan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek
keperawatan.
BAB II

Pembahasan

2.1 Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan

Biografi Martha E. Rogers


Martha Elizabeth Roger lahir pada tanggal 12 Mei 1914 di Dallas, Texas.Beliau memulai
karir sarjananya ketika beliau masuk di Universitas Tennessee diKnoxville pada tahun
1931.Beliau masuk sekolah keperawatan di RSU Knoxvillepada September 1933.Beliau
menerima gelar Diploma Keperawatan pada tahun 1936 dan menerima gelar B.S dari George
Peabody College di Masville pada tahun 1937.Pada tahun 1945 beliau mendapat gelar MA dalam
bidang pengawasan kesehatan masyarakat dari Fakultas Keguruan Universitas Columbia, New
York. Beliau menjadi Eksekutif Direktur dari pelayanan keperawatan di Phoenix, AZ. Beliau
meninggalkan Arizona pada tahun 1951 dan kembali melanjutkan sekolah diUniversitas Johns
Hopkins, Baltimre MD dengan memperoleh gelar MPH tahun 1952 dan Sc.D tahun 1954.
Beliau di tetapkan menjadi Kepala Bagian Keperawatan di NewYork University pada tahun
1954. Secara resmi beliau mengundurkan diri sebagai Professor dan Kepala Bagian
Keperawatan pada tahun 1975 setelah 21 tahun dalam pelayanan. Pada tahun 1979 beliau
pensiun dengan hormat dengan memakai gelar Professornya dan terus aktif mengembangkan
dunia keperawatan sampai beliau meninggal pada 13 maret 1994.
Dalam teorinya, Martha Rogers (1970), mempertimbangkan manusia (kesatuan manusia) sebagai
sumber energi yang menyatu dengan alam semesta. Manusia berada dalam interaksi yang terus
menerus dengan lingkungan (lutjens,1995). Selain itu, manusia merupakan satu kesatuan utuh
memiliki integritas diri dan menunjukkan karakteristik yang lebih dari sekedar gabungan dari
beberapa bagian (Rogers 1970).Manusia yang utuh merupakan ” Empat sumber dimensi energi
yang diidentifikasi oleh pola dan manisfestasi karakteristik spesifik yang menunjukkan
kesatuan dan yang tidak dapat di tinjau berdasarkan bagian pembentuknya”
(Maminer – Toey,1994). Keempat dimensi yang di gunakan oleh Martha E. Rogers antara lain
yaitu sumber energi, keterbukaan, keteraturan dan pengorganisasian, dan empat
dimensionalitas manusia digunakan untuk menentukan prinsip mengenai bagaimana
berkembang.
Pandangan Martha E Roger Tentang Keperawatan

Unitary human Being yaitu manusia sebagai unit adalah hasil pernyataan dari
seorang Martha E roger. Keperawatan adalah ilmu humanistic yang menggambarkan
dan memperjelas bahwa manusia dalam strategi yang utuh dan dalam perkembangan
hipotesis secara umum dengan memperkirakan prinsip – prinsip dasar untuk ilmu
pengetahuan praktis. Keperawatan adalah ilmu pengetahuan humanistik yang
didedikasikan untuk menghibur agar dapat menjaga dan memperbaiki
kesehatan, mencegah penyakit, dan merawat serta merehabilitasi seseorang yang
sakit dan cacat. Ilmu keperawatan adalah ilmu kemanusiaan, mempelajari tentang
alam dan hubungannya dengan perkembangan manusia.

Rogers menekankan bahwa keperawatan adalah disiplin ilmu yang dalam


aktifitasnya mengedepankan aplikasi keterampilan, dan teknologi. Praktek
professional keperawatan bersifat kreatif, imajinatif, eksis untuk melayani orang, hal
tersebut berakar dalam keputusan intelektual, pengetahuan abstrak dan perasaan
mahkluk. Rogers mengungkapkan bahwa aktivitas yang di dasari prinsip – prinsip
kreatifitas, seni dan imaginasi. Aktifitas keperawatan dinyatakan Rogers merupakan
aktifitas yang berakar pada dasar ilmu pengetahuan abstrak, pemikiran intelektual, dan
hati nurani. Aktivitas keperawatan meliputi pengkajian, intervensi, dan pelayanan
rehabilitatif senantiasa berdasar pada konsep pemahaman manusia / individu
seutuhnya.

2.2 Tujuan dari Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan

1. Keperawatan. Rogers menjelaskan keperwatan sebagai profesi yang


menggabungkan unsur ilmu pengetahuan dan seni. Keperawatan sebagai ilmu
merupakan ilmu pengetahuan humanistik yang didedikasikan untuk menghibur agar
dapat mempertahankan dan memulihkan kesehatan, mencegahan penyakit,
merawata, serta merehabilitasi individu yang sakit dan cacat. Pada dasarnya, ilmu
keperawatan mempelajari ilmu sifat dan arah pengembangan manusia
sebagai satu kesatuan yang utuh dengan lingkungan. Kaitannya dengan proses
kehidupan manusia, ilmu keperawatan merupakan ilmu pengetahuan empiris
yang menggabrakan, menerangkan, dan memprediksi proses kehidupan
manusia. Oleh sebab itu, keperawatan bersifat unik karena merupakan satu-satunya
ilmu pengetahua yang berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Lebih
lanjut, praktik keperawatan professional merupakan praktik yang bersifat kreatif,
imajinatif, dan eksis untuk melayani individu. Praktik keperawatan profesional
tidak memiliki fungsi dependen, malaikan bersifat kolaboratif.
2. Individu. Individu menurut Rogers merupakan suaru kesatuan yang tidak bias
disederhanakan dan merupakan manifestasi karakteristik yang melebihi dan bahkan
berbeda dari bagian-bagiannya, Manusia sebagai satu kesatuan merupakan
aspek integrasi manusia dengan lingkungan. Manusia bearada dalam proses
kehidupan yang kontinu lingkungan secara keseluruhan, yang tidak dapat dipahami
jika disederhakan menjadi bagian-bagian tertentu. Proses kehiudpan, menurut
Rogers, adalah homeodinamis yang bersifat produktik. Rogers mengartikan
individu sebagai sistem terbuka di dalam proses kontinu bersama sistem terbuka
lingkungan. Keperawatan memendang individu sebagai bagian dari satu kesatuan
yang tidak dapat disederhanakan.
3. Lingkungan. Rogers mendefinisikan lingkungan sebagai suatu medan energi
empat dimensi yang tidak dapat disederhanakan, yang dicirikan oleh pola dan
manisfestasi karakter yang berbeda dengan bagian-bagiannya. Lingkungan
merupakan medan energy lingkungan, keduanya bersifat tidak terbatas.
Interaksi antara manusia dan lingkungan bersifat kontinu, mutual, dan
simultan.
4. Kesehatan. Rogers banyak menggunakan kata kesehatan (health) dalam tulisan
pertamanya, namun ia tidak pernah mendefinisikan kata tersebut. Ia menggunakan
kata kesehatan pisitif (positive health) untuk menunjukkan kondisi bugar
(wellness) dan tidak adanya penyakit dan penyakit parah. Istilah health
digunakan oleh Rogers dalam kondisi nilai yang ditentukan oleh budaya atau
individu

2.3 Penerapan dari Teori Martha E. Rogers dalam praktek keperawatan


Martha E Rogers mengungkapkan bahwa teori yang diambilnya dari konsepnya sangat
mungkin untuk di terapkan dalam praktik keperawatan. Malinski mencatat ada tujuh trend yang
ada dalam praktik keperawatan, yang kesemuanya berdasar pada konsep teori yang di
kemukakan Martha E Rogers.
1) Pemberian kewenangan penuh dalam hubungan perawat klien
2) Menerima perbedaan sebagai sesuatu yang wajar
3) Penyesuaian terhadap pola
4) Menggunakan modalitas gelombang seperti lampu musik, pergerakan dalam proses
penyembuhan.
5) Menunjukkan suatu perubahan yang positif
6) Memperluas fase pengkajian dalam proses keperawatan
7) Menerima hubungan yang menyeluruh dalam hidup.
Roger meyakini bila teori-teorinya yang diturunkan dari model konseptualnya mudah
diterjemahkan ke dalam praktek, tetapi contoh-contohnya tidak spesifik. Meski dalam
model konseptual abstraknya tidak secara langsung bisa digunakan dalam praktek,
ia memberikan landasan bagi penelitian dan pengembangan teoriyang memberikan dasar
pengetahuan bagi praktek. Ia berusaha membangun suatu rencara perawatan menggunakan
prinsi-prinsip hemodinamis. Tetapi, hasil-hasil dari implementasi ini masih berupa hal-hal
umum, belum spesifik.
Awal tahun 1960-an Rogers mengusulkan agar posisi paling dasar dalam perawatan
profesional haruslah level sarjana muda. Waktu itu tujuannya kelihatan idealistis, namun
sekarang penegasan-penegasannya menjadi standar, bukannya eksepsi. Ia katakan” hanya
orang-orang yang kompeten mengajar perawatan atau apa-apa yang seharusnya dilakuakan
oleh para perawat, merupakan perawat-perawat yang berkualitas. Anjurannya menjadi bukti
dalam pendidikan keperawatan saat ini, seperti banyaknya perawat telah dipersiapkan untuk
mengajar para perawat lain di semua level pendidikan keperawatan.Teori-teori Rogers secara
langsungberhubungan dengan pengembangan riset dan teori dalam ilmu keperawatan. Model
konseptual memberikan stimulus dan arah bagi aktivitas keilmuan. Prinsip-prinsip
hemodinamik sedang dikaji. Sifat integral hubungan manusia-lingkungan dan pertumbuhan
kompleksitas kehidupan digunakan dalam studi-studi terkini menggunakan model
Rogers. Meski hipotesisi-hipotesis sulit untuk dibangun, teori tersebut sedang dicoba dengan
riset.
Bagian yang terpenting dari teori Roger’s adalah menggabungkan fenomena yang ada
pada manusia dan praktek keperawatan secara langsung. Konsep ini memberikan arah dalam
memberikan stimulasi dan untuk aktivitass keilmuan. Konsep ini menghubungkan fenomena
yang ada pada grand dan middle range theory. Dua contoh dalam grand nursing theory pada
theory Roger’s adalah teory Neuman’s health as expanding consciousness dan Parse’s human
becoming. Roger’s (1986) mengatur bahwa riset keperawatan harus mencakup kesatuan
manusia yang terintegrasi dengan lingkungan.
2.4 Teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan

Biografi Madeleine Leininger


Madeleine M. Leininger lahir di Suton, Nebraska. Dia menempuh pendidikan Diploma
pada tahun 1948 di St.Anthony Hospital School of Nursing, di daerah Denver. Dia juga
mengabdi di organisasi Cadet Nurse Corps, sambil mengejar pendidikan dasar
keperawatannya. Pada tahun 1950 dia meralih gelar Sarjana dalam bidang Ilmu Biologi dari
Benedictine College di Kansas. Setelah menyelesaikan studi keperawatannya di Creighton
University, Ohama, dia menempuh pendidikan magister dalam bidang keperawatan jiwa di
Chatolic University, Washington DC, Amerika. Dia merupakan perawat pertama yang
mempelajari ilmu antropologi pada tingkat doktoral, yang diraih di University of Washington.
Dan pada tahun terakhir, dia tinggal di Ohama, Nebraska.

Pada pertengahan tahun 1950. Saat Leininger bekerja untuk membimbing anak-anak
rumahan di Cincinnati, dia menemukan bahwa salah seorang dari stafnya tidak mengerti
tentang faktor budaya yang mempengaruhi perilaku anak-anak. Dia menyimpulkan, bahwa
diagnosis keperawatan dan tindakannya belum membantu anak secara memadai. Pengalaman
tersebut, mendorong Leininger untuk menempuh pendidikan doktoral dalam bidang
antropologi. Awalnya dia menulis pada akhir tahun 1970. Tulisannya ini berfokus membahas
caring dan transcultural nursing. Dia melanjutkan untuk menulis mengenai permasalahan
tersebut. Namun sebelumnya dia telah mempublikasikan teori mengenai caring dalam
keanekaragaman budaya dan universalitas.

Leininger mempunyai peran dalam bidang edukasi dan administrasi. Dia sempat
menjadi dekan keperawatan di Universities of Washington dan Utah. Dia juga merupakan
direktur dari organisasi Center for Health Research di Wayne States University, Michigan.
Sampai akhirnya dia pensiun sebagai professor emeritus. Dia juga belajar di New Guinea
sampai program doktoral, dia telah mempelajari 14 macam budaya di daerah pedalaman. Dia
merupakan pendiri dan pimpinan (pakar) dari bidang transcultural nursing dan dia telah
menjadi konsultan di bidang tersebut dan teorinya tentang culture care around the globe. Dia
telah mempublikasikan jurnal yang berjudul The Journal of Transcultural Nursing in 1989
yang telah direvisi selam 6 tahun. Dia berhasil mendapatkan honor yang tinggi dan meraih
penghargaan nasional dan menjadi penceramah di lebih dari 10 negara.

Teori Madeleine Leininger (Cultural Diversity and Universality)

Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and universality,
atau yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing. Awalnya, Leininger
memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam keperawatan. Namun kemudian dia
menemukan teori cultural diversity and universality yang semula disadarinya dari
kebutuhan khusus anak karena didasari latar belakang budaya yang berbeda. Transcultural
nursing merupakan subbidang dari praktik keperawatan yang telah diadakan
penelitiannya. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan pelayanan kesehatan
berbasis budaya.
Bahasan yang khusus dalam teori Leininger, antara lain adalah :

1. Culture
Apa yang dipelajari, disebarkan dan nilai yang diwariskan, kepercayaan, norma, cara
hidup dari kelompok tertentu yang mengarahkan anggotanya untuk berfikir, membuat
keputusan, serta motif tindakan yang diambil.
2. Culture care
Suatu pembelajaran yang bersifat objektif dan subjektif yang berkaitan dengan nilai
yang diwariskan, kepercayaan, dan motif cara hidup yang membantu, menfasilitasi atau
memampukan individu atau kelompok untuk mempertahankan kesejahteraannya,
memperbaiki kondisi kesehatan, menangani penyakit, cacat, atau kematian.
3. Diversity
Keanekaragaman dan perbedaan persepsi budaya, pengetahuan, dan adat kesehatan,
serta asuhan keperawatan.
4. Universality
Kesamaan dalam hal persepsi budaya, pengetahuan praktik terkait konsep sehat dan
asuhan keperawatan.
5. Worldview
Cara seseorang memandang dunianya
6. Ethnohistory
Fakta, peristiwa, kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, budaya, lembaga,
terutama sekelompok orang yang menjelaskan cara hidup manusia dalam sebuah
budaya dalam jangka waktu tertentu.

Untuk membantu perawat dalam menvisualisasikan Teori Leininger, maka


Leininger menjalaskan teorinya dengan model sunrise. Model ini adalah sebuah peta
kognitif yang bergerak dari yang paling abstrak, ke yang sederhana dalam menyajikan
faktor penting teorinya secara holistik.
Sunrise model dikembangkan untuk memvisualisasikan dimensi tentang
pemahaman perawat mengenai budaya yang berdeda-beda. Perawat dapat menggunakan
model ini saat melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan keperawatan, pada pasien
dengan berbagai latar belakang budaya. Meskipun model ini bukan merupakan teori,
namun setidaknya model ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk memahami aspek
holistik, yakni biopsikososiospiritual dalam proses perawatan klien. Selain itu, sunrise
model ini juga dapat digunakan oleh perawat komunitas untuk menilai faktor cultural care
pasien (individu, kelompok, khususnya keluarga) untuk mendapatkan pemahaman budaya
klien secara menyeluruh. Sampai pada akhirnya, klien akan merasa bahwa perawat tidak
hanya melihat penyakit serta kondisi emosional yang dimiliki pasien. Namun, merawat
pasien secara lebih menyeluruh. Adapun, sebelum melakukan pengkajian terhadap
kebutuhan berbasis budaya kepada klien, perawat harus menyadari dan memahami terlebih
dahulu budaya yang dimilki oleh dirinya sendiri. Jika tidak, maka bisa saja terjadi cultural
imposition.
2.5 Tujuan Teori Madeleine Leininger

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan


pohon keilmuan yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan
yang spesifik dan universal (Leininger, dalam Ferry Efendi dan Makhfudli, 2009). Dalam
hal ini, kebudayaan yang spesifik merupakan kebudayaan yang hanya dimiliki oleh
kelompok tertentu. Misalnya kebudayaan Suku Anak Dalam, Suku Batak, Suku Minang.
Sedangkan kebudayaan yang universal adalah kebudayaan yang umumnya dipegang oleh
masyarakat secara luas. Misalnya, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan merupakan
perilaku yang baik, untuk meminimalisir tubuh terkontaminasi oleh mikroorganisme
ketika makan. Dengan mengetahui budaya spesifik dan budaya universal yang dipegang
oleh klien, maka praktik keperawatan dapat dilakukan secara maksimal.

2.6 penerapan dari teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan

a. Riset (Research)

Teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode penelitian dalam


berbagai budaya. Pada tahun 1995, lebih dari 100 budaya telah dipelajari dipelajari.
Selain itu juga, digunakan untuk menguji teori ethnonursing. Teori transcultural
nursing ini, merupakan satu-satunya teori yang yang membahas secara spesifik
tentang pentingnya menggali budaya pasien untuk memenuhi kebutuhannya.

Kajian yang telah dilakukan mengenai etnogeografi dilakukan pada keluarga


yang salah-satu anggota keluarganya mengalami gangguan neurologis yang akut.
Hal yang dilihat disini, adalah bagaimana anggota keluarga yang sehat menjaga
anggota keluarga yang mengalami gangguan neurologis, tersebut. Akhirnya, anggota
keluarga yang sehat di wawancara dan diobservasi guna memperoleh data. Ternyata
mereka melakukan penjagaan terhadap anggota keluarga yang sakit, selama kurang
lebih 24 jam. Hanya satu orang saja yang tidak ikut berpartisipasi untuk merawat
anggota yang sakit. Setelah dikaji, ada beberapa faktor yang memengaruhi
kepedulian anggota keluarga yang sehat untuk menjaga anggota yang sakit. Faktor
tesebut, dintaranya adalah komitmen dalam kepedulian, pergolakan emosional,
hubungan keluarga yang dinamis, transisi dan ketabahan. Penemuan ini menjelaskan
pemahaman yang nyata. Bahwa penjagaan terhadap pasien merupakan salah
ekspresi dari sifat caring dan memperikan sumbangsih pada pengetahuan tentang
perawatan peka budaya.

Tujuan dari kajian kedua adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis


ekspresi dari pelaksaan sifat caring warga Anglo Amerika dan Afrika Amerika
dalam sift caring jangka panjang dengan menggunakan metode ethonursing
kualitatif. Data dikumpulkan dari 40 orang partisipan, termasuk di dalamnya adalah
para penduduk Anglo Amerika dan Afrika Amerika, staf keperawatan, serta
penyedia pelayanan. pemelihara gaya hidup preadmission, perawatan yang
profesional dan memuaskan bagi penduduk, perbedaan yang besar antara
appartemen dengan rumah para penduduk, dan sebuah lembaga kebudayaan yang
mencerminkan motif dan pelaksanaan keperawatan. Penemuan ini berguna bagi
masyarakat dan para staf profesional untuk mengembangkan teori culture care
diversity and universality.

b. Edukasi (Education)

Dimasukannya keanekaragaman budaya dalam kurikulum pendidikan


keperawatan bukan merupakan hal yang baru. Keanekaragaman budaya atau dalam
dunia keperawatan mulai diintegrasikan ke dalam kurikulum keperawatan pada
tahun 1917, saat komite kurikulum dari National League of Nursing (NLN)
mempublikasikan sebuah panduan yang berfokus pada ilmu sosiologi dan isu sosial
yang sering dihadapi oleh para perawat. Kemudian, tahun 1937 komite NLN
mengelompokan latar belakang budaya ke dalam panduan untuk mengetahui reaksi
seseorang terhadap rasa sakit yang dimilikinya.

Promosi kurikulum pertama tentang Transcultural Nursing dilaksanakan


antara tahun 1965-1969 oleh Madeleine Leininger. Saat itu Leininger tidak hanya
mengembangkan Transcultural Nursing di bidang kursus. Tetapi juga mendirikan
program perawat besama ilmuwan Ph-D, pertama di Colorado School of Nursing.
Kemudian dia memperkenalkan teori ini kepada mahasiswa pascasarjana pada tahun
1977. Ada pandangan, jika beberapa program keperawatan tidak mengenali
pengaruh dari perawatan peka budaya, akan berakibat pelayanan yang diberikan
kurang maksimal. Teori Leininger memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
proses pembelajaran keperawatan yang ada di dunia. Namun, Leinginger merasa
khawatir beberapa program menggunkannya sebagai fokus utama. Karena saat ini
pengaruh globalisasi dalam pendidikan sangatlah signifikan dengan presentasi dan
konsultasi di setiap belahan dunia.

Di Indonesia sendiri, sangat penting untuk menerapkan teori transcultural


nursing dalam sistem pendidikannya. Karena kelak, saat para perawat berhadapan
langsung dengan klien, mereka tidak hanya akan merawat klien yang mempunyai
budaya yang sama dengan dirinya. Bahkan, mereka juga bisa saja menghadapi klien
yag berasal dari luar negara Indonesia.

c. Kolaborasi (Colaboration)

Asuhan keperawatan merupakan bentuk yang harus dioptimalkan dengan


mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan
dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

Dalam mengaplikasikan teori Leininger di lingkungan pelayanan kesehatan


memerlukan suatu proses atau rangkaian kegiatan sesuai dengan latar belakang
budaya klien. Hal ini akan sangat menunjang ketika melakukan kolaborasi dengan
klien, ataupun dengan staf kesehatan yang lainnya. Nantinya, pemahaman terhadap
budaya klien akan diimplentasikan ke dalam strategi yang digunakan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Strategi ini merupakan strategi perawatan peka
budaya yang dikemukakan oleh Leininger, antara lain adalah :

1. Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan


dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relavan, misalnya budaya berolah raga setiap pagi.

2. Strategi II, Mengakomodasi/negosiasi budaya.

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk


membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani atau nabati lain yang
nilai gizinya setara dengan ikan.

3. Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan


status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

d. Pemberi Perawatan (Care Giver)

Perawat sebagai care giver diharuskan memahami konsep teori


Transcultural Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock atau culture imposition. Cultural shock
akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi
dengan perbedaan nilai budaya. Culture imposition adalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam maupun terang-terangan memaksakan nilai
budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pada individu,
keluarga, atau kelompok dan budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya
lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.

Contoh kasus, seorang pasien penderita gagal ginjal memiliki kebiasaan


selalu makan dengan sambal sehingga jika tidak ada sambal pasien tersebut tidak
mau makan. Ini merupakan tugas perawat untuk mengkaji hal tersebut karena ini
terkait dengan kesembuhan dan kenyamanan pasien dalam pemberian asuhan
keperawatan. Ada 3 cara melaksanakan tindakan keperawatan yang memiliki latar
budaya atau kebiasaan yang berbeda. Dalam kasus ini berarti perawat harus
mengkaji efek samping sambal terhadap penyakit gagal ginjal pasien, apakah
memberikan dampak yang negatif atau tidak memberikan pengaruh apapun. Jika
memberikan dampak negatif tentunya sebagai care giver perawat
harus merestrukturisasi kebiasaan pasien dengan mengubah pola hidup pasien
dengan hal yang membantu penyembuhan pasien tetapi tidak membuat pasien
merasa tidak nyaman sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan.

Pemahaman budaya klien oleh perawat sangat mempengaruhi efektivitas


keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. Bila
perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga tidak akan terjadi hubungan terapeutik

e. Manajemen

Dalam pengaplikasiannya di bidang keperawatan Transcultural Nursing bisa


ditemukan dalam manajemen keperawatan. Diantaranya ada beberapa rumah sakit
yang dalam memberikan pelayanan menggunakan bahasa daerah yang digunakan
oleh pasien. Hal ini memugkinkan pasien merasa lebih nyaman, dan lebih dekat
dengan pemberi pelayanan kesehatan. Bisa saja, tidak semua warga negara
Indonesia fasih dan nyaman menggunakan bahasa Indonesia. Terutama bagi
masyarakat awam, mereka justru akan merasa lebih dekat dengan pelayanan
kesehatan yang menggunakan bahasa ibu mereka. Hal ini dikarena nilai-nilai budaya
yang dipegang oleh tiap orangnya masih cukup kuat.

f.Sehat dan Sakit

Leininger menjelaskan konsep sehat dan sakit sebagai suatu hal yang sangat
bergantung, dan ditentukan oleh budaya. Budaya akan mempengaruhi seseorang
mengapresiasi keadaan sakit yang dideritanya.

Apresiasi terhadap sakit yang ditampilakan dari berbagai wilayah di


Indonesia juga beragam. Contohnya, Si A, yang berasal dari suku Batak mengalami
influenza disertai dengan batuk. Namun, dia masih bisa melakukan aktivitas sehari-
harinya secara normal. Maka dia dikatakan tidak sedang sakit. Karena di Suku Batak,
seseorang dikatakan sakit bila dia sudah tidak mampu untuk menjalankan
aktivitasnya secara normal.
BAB III
Analisa Kasus

3.1 Analisa Kasus Pada Teori Martha E Roger

Teori Martha E. Rogers tidak memberikan teori yang spesifik dalam aplikasinya dalam
proses keperawatan, akan tetapi dengan mengadaptasikan prinsip hemodinamik, maka perawat
dapat menuangkan dasar-dasar pemikiran Martha E. Rogers ke dalam tahap demi tahap proses
keperawatan. Untuk lebih dapat memudahkan pemahaman dapat kita lihat contoh kasus
keperawatan yang kemudian di dalam asuhan keperawatannya menggunakan konsep dasar
hemodinamik Martha E. Rogers.

Contoh Kasus:

Tn. M. Berusia 35 tahun adalah seorang karyawan sebuah perusahaan swasta yang bergerak
dibidang jasa. Posisi yang ditempati Tn. M adalah sekretaris di perusahaan tersebut. Oleh
karena itu, Tn. M. Terbiasa bekerja di ruang ber AC dengan kondisi lingkungan yang tenang,
bersih dan menyenangkan. Dua hari yang lalu Tn. M mengalami kecelakaan di sebuah jalan
pertokoan, ketika itu Tn. M. Sedang istirahat dan keluar dari kantor untuk membeli makanan,
Tn. M. Yang hendak menyebrang tiba-tiba tertabrak sebuah sepeda motor yang mengakibatkan
Tn. M mengalami fraktur Femur yang membuatnya harus di rawat di RS.
Dalam kasus tersebut, aplikasi teori keperawatan Martha E. Rogers dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dialami Tn. M adalah menggunakan konsep-konsep prinsip hemodinamik
(integrity, resonansi, dan helicy).

Komponen dalam proses keperawatan:

Pengkajian keperawatan:

Tn. M merupakan seorang pegawai swasta yang menempati posisi manajer di sebuah
perusahaan, klien mempunyai riwayat pendidikan seorang Sarjana. Tn. M merupakan tulang
punggung keluarga yang saat mengalami fraktur femur karena kecelakaan lalu lintas, sehingga
klien harus dilakukan operasi. Klien merasa sangat khawatir akibat sakit yang dideritanya
karena mengharus klien harus di operasi sehingga harus di rawat lebih lama di rumah sakit dan
tidak dapat melakasanakan tugas kantornya sebagai seorang sekertaris di perusaan itu. Saat ini
Tn. M merasa tidak berguna karena tidak dapat manafkahi keluarganya dengan maksimal, klien
tampak berdiam diri ketika didatangi oleh perawat, dan tidak mau makan.
Pengkajian integrasi:

Tn M merasakan adanya perasaan kurang nyaman berada di rumah sakit karena klien
mengalami adanya keterbatasan dalam melakukan aktifitas, kebutuhannya dipenuhi orang lain.
selain itu, klien juga merasa takut dengan tindakan-tindakan medis yang baru pertama ia
rasakan
Pengkajian resonansi:

Tn M Klien mengalami kecelakaan lalu lintas (ditabrak). Pasien di bawa ke rumah sakit dengan
tungkai kanan tidak dapat digerakkan, klien mengalami patah tulang femur 1/3 tengah dextra
segmental terbuka kemudian mendapat pertolongan dengan tindakan operasi. Sehingga klien
tidak melakukan aktifitas seperti biasa. Klien merasa tidak berguna saat ini.
Pengkajian Helicy
Tn M adalah seorang karyawan sebuah perarusaan swasta dan menajabat sebagai
sekertaris, klien bekerja di ruang ber AC dengan kondisi lingkungan yang tenang, bersih dan
menyenangkan. Klien baru pertama kali masuk rumah sakit, sehingga klien merasa tidak
nyaman dengan kondisi dirumah sakit karena sangat berbeda dengan lingkurang di rumahnya
dan tempat ia bekerja. Saat ini pasien merasa dengan operasi yang dilakukan 6Dia tidak bisa
beraktivitas lagi
Komponen Diagnosa Keperawatan:

Gangguan rasa nyaman lingkungan berhubungan dengan kurang pengendalian lingkungan


Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
Kecemasan berhubungan dengan adanya hospitalisasi.Stress akibat perpindahan berhubungan
dengan pindah dari lingkungan ke lingkungan yang lain

Komponen Rencana dan Implementasi:

Implementasi ditekankan pada tiga faktor yakni: Resonanci, Helicy, dan Integrity dengan cara
mengurangi kecemasan, meningkatkan koping dan bibimbingan antisipasi.

Integrasi:
Memberikan lingkungan yang nyaman bagi klien

Membantu klien untuk memahami bahwa perbedaan tidak dapat dihilangkan.

Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi perbedaan yang ditemukan


Resonansi:
Memberikan health education tentang kecemasan yang dialaminya.
3.2 Analisa Kasus Pada teori model Madeleine Leininger

Gambaran Kasus :
Ny. D, berusia 29 tahun masuk ke unit keperawatan onkologi dengan keluhan nyeri pelvic dan
pengeluaran cairan pervagina. Hasil pemeriksaaan Pap Smear didapatkan menderita Ca
Cerviks stadium II dan telah mengalami Histerektomy radikal dengan bilateral salpingo-
oophorectomy.
Riwayat kesehatan masa lalu : jarang melakukan pemeriksaan fisik secara teratur. Ny D
mengatakan bahwa tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Tinggi badan 5 kaki
4 inci dan BB 89 pound. Biasanya dia memiliki BB 110 pound. Dia seorang perokok dan
menghabiskan kurang lebih 2 pak sehari dan berlangsung selama 16 tahun. Dia sudah memiliki
2 orang anak. Kehamilan pertama ketika dia berusia 16 tahun dan kehamilan yang kedua saat
berusia 18 tahun. Sejak saat itu dia menggunakan kontrasepsi oral secara teratur. Dia menikah
dan tinggal dengan suaminya bersama 2 orang anaknya dirumah ibunya, dengan sanitasi
lingkungan yang kurang baik. Suaminya seorang pengangguran. Dia menggambarkan
suaminya seorang yang emosional dan kasar.
Ny D telah mengikuti pembedahan dengan baik kecuali satu hal dia belum mampu
mengosongkan kandung kemihnya. Dia masih merasakan nyeri dan mual post operasi. Hal itu
mengharuskan dia untuk menggunakan kateter intermitten di rumah. Obat yang digunakan
adalah antibiotic, analgetik untuk nyeri dan antiemetic untuk mualnya. Sebagai tambahan, dia
akan mendapatkan terapi radiasi sebagai pengobatan rawat jalan.
Ny D sangat sedih. Dia menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap masa depannya dan
kedua anaknya. Dia percaya bahwa penyakit ini adalah sebuah hukuman akibat masa lalunya.

Penerapan Asuhan Keperawatan Berdasarkan teori Leininger.


A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan terhadap respon adaptif dan maladaptif untuk memenuhi kebutuhan
dasar yang tepat sesuai dengan latar belakang budayanya. Pengkajian dirancang berdasarkan
7 komponen yang ada pada “ Leininger’s Sunrise models” dalam teori keperawatan
transkultural Leininger yaitu :
1. Faktor teknologi (technological factors)
Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu mengkaji berupa :
persepsi pasien tentang penggunaaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari bantuan kesehatan.
2. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors)
Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa,
mempunyai konsep diri yang utuh, status pernikahan, persepsi dan cara pandang pasien
terhadap kesehatan atau penyebab penyakit.
3. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan ( Kinship & Social factors)
Pada faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama
panggilan di dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan pasien dengan kepala
keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga misalnya arisan keluarga, kegiatan
yang dilakukan bersama masyarakat misalnya : ikut kelompok olah raga atau pengajian.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)
Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah : posisi
dan jabatan misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa non verbal yang
ditunjukkan pasien, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan
dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang biasa dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari, misalnya sakit apabila sudah tergeletak dan tidak dapat pergi ke
sekolah atau ke kantor.
5. Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit (Political and Legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperawatan transkultural (Andrew & Boyle,
1995), seperti jam berkunjung, pasien harus memakai baju seragam, jumlah keluarga yang
boleh menunggu, hak dan kewajiban pasien, cara pembayaran untuk pasien yang dirawat.

6. Faktor ekonomi (economical factors)


Faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan pasien, sumber
biaya pengobatan , kebiasaan menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan
7. Faktor pendidikan (educational factors)
Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan pasien meliputi tingkat pendidikan pasien
dan keluarga, serta jenis pendidikannnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Perawat merumuskan masalah yang dihadapi Pasien dan keluarganya adalah :
 Perlunya perlindungan, kebutuhan akan kehadiran orang lain dan rasa ingin berbagi sebagai
nilai yang penting untuk Pasien dan keluarganya.
 Perkembangan dari pola ini adalah kesehatan dan kesejahteraan yang bergantung pada ketiga
aspek tersebut.
 Hal lain yang ditemukan adalah suatu pola yang dapat membangun kehidupan social dan aspek
penting lainnya yaitu masalah kerohanian, kekeluargaan dan ekonomi yang sangat besar
mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
C. Perencanaan dan Implementasi
Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai
pedoman Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu :
 Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural care preservation/maintenance) bila budaya
pasien tidak bertentangan dengan kesehatan,
 Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural care accommodation atau negotiations)
apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan
 Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care repartening /
recontruction).
Adapun implementasi yang dilakukan terkait masalah yang telah ditemukan :
1. The goal of culture care preservation or maintenance :
 Agama dapat digunakan sebagai mekanisme yang memperkuat dalam merawat pasien.
Dipandang penting untuk konsultasi dengan toko agama seperti ustad di mesjid.
 Membantu pasien untuk menghilangkan persepsi negatif yang mengatakan bahwa dosa di masa
lalu mempengaruhi keadaan sakitnya dan mendapatkan pertolongan dari hasil berkonsultasi
kepada " dukun" yang memindahkan beberapa kutukan kepadanya.
 Pengobatan yang baik adalah adanya kepedulian dari keluarga pasien dan teman-temannya yang
juga berperan untuk kesembuhan pasien.
2. Culture Care accommodation or Negotiation:
 Perawat merencanakan kordinasi dengan tata kota untuk memperbaiki lingkungan yang tidak
sehat dan selokan yang meluap di halaman tetangga pasien.
 Perawat lain (yang merawat Pasien) akan mengidentifikasi dan menetapkan obat-obatan untuk
menentukan apakah sesuai dengan metode yang digunakan pada pasien.
3. Culture care Repatterning or restructuring:
 Kepedulian akan aspek social budaya perlu untuk dipertimbangkan, seorang ahli diet akan
dikirim untuk menyusun menu pasien dan mengatasi anemia yang dialami.
 Perawat juga akan membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan merokok, penyuluhan
tentang pengaruh rokok terhadap, dan anjurkan para perokok untuk merokok di luar ruangan.

D. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap :
 keberhasilan pasien mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan
 Negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya
 Restrukturisasi budaya yang bertentangan dengan kesehatan.
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan

Pada intinya Martha E. Rogers memandang perawat sebagai ilmu dan

mendukungpenelitian keperawatan. Oleh sebab itu keperawatan mengembangkan

pengetahuandari ilmu– ilmu dasar dan fisiologi, begitu juga dengan ilmu keperawatan itu

sendiri,ilmu keperawatan bertujuan untuk memberikan inti dari pengetahuan abstrak untuk

mengembangkan penelitian ilmiah dan analisis logis dan kemampuan menerapkannyadalam

praktik keperawatan. Inti pengetahuan ilmiah keperawatan merupakan hasilpenemuan terbaru

mengenai keperawatan secara humanistik.membangun dasar teori yang luas dari berbagai

disiplin. Rogersmengembangkan prinsip-prinsip homeodynamics. Melekat pada prinsip-

prinsip yanglima asumsi dasar:

a. Manusia adalah satu kesatuan, proses integritas individu dan mewujudkankarakteristik

yang lebih dari dan perbedaan dari jumlah bagian-bagiannya;

b.Individu dan lingkungan terus exchenging materi dan energi dengan satu samalain;

c. Proses kehidupan manusia berkembang ireversibel dan unidirectionally

sepanjangwaktu;

d.Mengidentifikasi pola manusia dan mencerminkan keutuhan yg inovatif; dan

e. Individu dicirikan oleh kapasitas abstraksi dan citra, bahasa dan berpikir, sensasidan

emosi.

Prinsip-prinsip integral, helicy, dan resonancy dibandingkan dengan teori sistemumum, teori

pembangunan, dan teori adaptasi. Cara untuk menggunakan prinsip-prinsip dalam proses

keperawatan dieksplorasi. Kesulitan dalam memahami prinsip-prinsip, kurangnya definisi

operasional, instrumen tidak memadai untuk pengukuran adalah keterbatasan utama

penggunaan efektif dari teori ini.


Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity dan universality,
atau yang lebih dikenal dengan transcultural nursing. Berfokus pada nilai-nilai budaya,
kepercayaan, dan pelayanan kesehatan berbasis budaya, serta di dalam teorinya membahas
khusus culture, culture care, diversity, universality, worldview, ethnohistory. Tujuan
penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan pohon keilmuan
yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan yang spesifik dan
universal . Dalam teori ini terdapat beberapa kelebihan dan juga kekurangan yang perlu
diperbaiki dan dipertahankan. Selain itu teori ini juga dapat diterapkan dalam berbagai
bidang/aspek diantaranya bidang riset, edukasi, kolaborasi, pemberi perawatan,
manajemen, dan sehat sakit.

Dalam bidang riset, teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode
penelitian dalam berbagai budaya, dimana hasil penemuan ini berguna bagi masyarakat
dan para staf profesional untuk mengembangkan teori transcultural nursing. Dalam bidang
edukasi, Leininger mengembangkan Transcultural Nursingdi bidang kursus dan di sebuah
program sekolah perawat. Teori Leininger memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
proses pembelajaran keperawatan yang ada di dunia karena teori ini sangat penting guna
menciptakan perawatan profesional yang peka budaya.

Dalam bidang kolaborasi, teori Leininger ini diterapkan di lingkungan pelayanan


kesehatan ketika melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan staf kesehatan yang
lainnya. Dalam pemberian perawatan, perawat diharuskan memahami konsep teori
Transcultural Nursing untuk menghindari terjadinya cultural shock atau culture imposition
saat pemberian asuhan keperawatan.

Dalam bidang manajemen teori Transcultural Nursing bisa diaplikasikan saat


pemberian pelayanan menggunakan bahasa daerah yang digunakan oleh pasien. Hal ini
memungkinkan pasien merasa lebih nyaman, dan lebih dekat dengan pemberi pelayanan
kesehatan.Dalam aspek sehat dan sakit, Leininger menjelaskan hal tersebut sebagai suatu
hal yang sangat bergantung, dan ditentukan oleh budaya, karena budaya akan
mempengaruhi seseorang mengapresiasi keadaan sakit yang dideritanya.

4.2 Saran

Kita dapat mengacu pada teory proses keperawatan oleh roger’s dan Leininger untuk acuan

tindakan proses keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008.Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.


Muwarni, Arita.2008. Pengantar konsep Dasar keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya.
Hidayat, A.Aziz Alimul.2008.Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
H.Zaidin Ali. 2008. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.

Merriner, Ann. 1986. Nursing Theory and Their Work. Masby Company.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2005. Pengantar Keperawatan Komonitas 1. Cv Sagung Seto. Jakarta.
Perry and Potter. Fundamental Keperawatan. EGC.

Johnson, Betty M & Pamela B. Webber. 2005. Theory and Reasoning in Nursing. Virginia:
Wolters Kluwer

Sagar, Priscilla Limbo. 2014.Transculural Nursing Education Strategies. United States:


Spinger Publishing Company.

George, J.B. 1995. Nursing Theories. 4th ed. New Jersey: Prentice Hall.

Aplikasi Teori Transcultural Nursing dalam Proses Keperawatan oleh Rahayu Iskandar, Ners,
M.Kep. Diperoleh, 19 Februari 2015, dari,
https://www.academia.edu/5611692/Aplikasi_Leininger .

Efendi, Ferry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Diakses, 23 Februari 2015, dari
https://books.google.co.id/books?id=LKpz4vwQyT8C&printsec=frontcover&hl=id#v=
onepage&q&f=false.

Janes, Sharyn & Karen Saucier Lundy. 2009. Community Health Nursing-Caring for the
Public’s Health-Third Edition. United States: Jones & Barklett Learning. Diakses, 23
Februari 2015, dari
https://books.google.co.id/books?id=OYAmBgAAQBAJ&pg=PA286&dq=sunrise+mo
del&hl=id&sa=X&ei=nMbqVIHPK4eLuATx1oKwCw&redir_esc=y#v=onepage&q=s
unrise%20model&f=false.

Anda mungkin juga menyukai