Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari
pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons
jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling
jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang
akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fukos infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh,
gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di
mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis
(takjelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak
(misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau
kontaminasi langsung tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera
traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah
mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita
diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid,
telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka
panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau
sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
2

pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,


mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.
Osteomielitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun
demikian seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis
pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2
: 1.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Osteomelitis ?
2. Apa klasifikasi dari Osteomelitis ?
3. Apa etiologi dari Osteomelitis ?
4. Bagaimana Pathway dari Osteomelitis ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Osteomelitis ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Osteomelitis ?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari Osteomelitis ?
8. Apa penatalaksanaan dari Osteomelitis ?
9. Apa saja komplikasi dari Osteomelitis ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien Osteomelitis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Osteomelitis.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Osteomelitis.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Osteomelitis.
4. Untuk mengetahui pathway dari Osteomelitis.
5. Untuk mengetahu patofisiologi dari Osteomelitis
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Osteomelitis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Osteomelitis
3

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Osteomelitis.


9. Untuk mengetahui komplikasi dari Osteomelitis.
10. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien
Osteomelitis.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI OSTEOMIELITIS
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya
asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan
jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah
kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas.(
Osteomilitis masih merupakan permasalahan di negara kita
karena tingkat higienis yang masih rendah, pemahaman mengenai
penatalaksanaan yang belum baik, diagnosis yang sering terlambat
sehingga biasanya berakhir dengan osteomilitis kronis, dan fasilitas
diagnostik yang belum memadai di puskesamas. Angka jejadian
osteomilitis di Indonesia saat ini masih tinggi sehingga kasus
osteomilitis tulang dan sendi juga masih tinggi. Pengobatan
ostemolitis memerlukan waktu yang cukup.
Faktor predisposisi osteomilitis hematogen akut :
1. Usia (terutama mengenai bayi dan anak- anak).
2. Jenis kelamin ( lebih sering pada pria dari pada wanita dengan
perbandingan 4 : 1) .
3. Trauma ( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomimitis hematogen akut).
5

4. Lokasi ( oseteomilitis hematogen akut serng terjadi di daerah metafisis


karena daerah ini merupakan daera aktif tempat erjadinya pertumbuhan
tulang)
5. Nutrisi, lingkungan, dan imunitas yang birik serta adanya fokus infeksi
sebelumnya ( seperti bisul, tonsilitis).
Lama dan biaya yang tinggi. Banyak klien fraktur terbuka yang
datang terlambat dan biasanya datang dengan komplikasi osteomilitis.
Osteomolitis adalah infeksi pada tulang, baik karena infeksi piogenik
maupun non- piogenik, misalnya Mycrobacterium tuberculosis.

B. KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS
Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan
berdasarkan perjalanan klinis, yaitu osteomielitis akut, sub akut, dan
kronis. Hal tersebut tergantung dari intensitas proses infeksi dan
gejala yang terkait.
1. Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan
sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar
melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak-
anak dan sangat jarang pada orang dewasa.
2. Osteomielitis Hematogen Subakut
Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh
karena organism penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih
resisten. Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh
Stafilokokusaureus dan umumnya berlokasi dibagian distal femur dan
proksimal tibia.
6

3. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari
osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan
baik. Osteomielitis kronis juga dapat terjadi setelah fraktur
terbuka atau setelah tindakan operasi padatulang. Bakteri penyebab
osteomielitis kronis terutama oleh stafilokokus aureus ( 75%), atau
E.colli, Proteus atau Pseudomonas
4. Osteomielitis akibat fraktur terbuka
Merupakan osteomielitis yang paling sering ditemukan pada
orang dewasa. Terjadi kerusakan pembuluh darah, edema, dan
hubungan antara fraktur dengan dunia luar sehingga pada fraktur
terbuka umumnya terjadi infeksi. Osteomielitis akibat fraktur
terutaman disebabkan oleh staphylococus aureus, B. Coli,
Pseudomonas dan kadang-kadanag oleh bakteri anaerob seperti
Clostridium Streptococus anaerobic, atau Bacteroides.
Gambaran klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka sama dengan
osteomielitis lainnya. Pada fraktur terbuka, sebaiknya dilakukan
pencegahan infeksi melalui pembersihan dan debridemen luka. Luka
dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotik yang adekuat. Pada fraktur
tebuka perlu dilakukan pemerikasaan biakan kuman guna menentukan
organisme penyebabnya. Osteomielitis jenis ini terjadi setelah operasi
tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implan), invasi
bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat
timbul segera setelah operasi atau beberapa bulan kemudian.
5. Osteomielitis pasca operasi
yang paling ditakuti adlaah osteomielitis setelah operasi
antroplasti. Pada keadaan ini, pencegahan osteomielitis lebih penting
7

daripada pengobatan. Scrub nurse/ perawat instrumen operasi sangat


berperan dalam menjaga kesterilan dan sirkulasi instrumen operasi.
6. Osteomielitis sclerosing atau osteomielitis Garre
adalah suatu osteomielitis subakut dan terdapat kavitas yang
dikelilingi oleh jaringan sklerotik pada daerah metafisis dan disfisis
tulang panjang. Klien biasanya remaja dan orang-orang dewasa,
terdapat nyeri dan mungkin sedikit pembengkakan pada tulang. Pada
foto rontgen terlihat adanya kavitas yang dikelilingi oleh jaringan
sklerotik dan tidak ditemukan adanya kavitas yang sentral, hanya
berupa kavitas yang difus.

C. ETIOLOGI OSTEOMIELITIS
1. Osteomielitis dapat terjadi karena penyebaran hematogen
(melalui darah) dari focus infeksi tempat lain (Osteomielitis
Primer ).
2. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya seperti
bisul dan luka (stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli, Proteus
atau Pseudomonas).
3. Staphylolococcus hemolyticus ( koagulasi positif) sebanyak 90 % dan
jarang Sterptococcus hemolyticus.
4. Haemophilus influenza ( 5- 50 %) pada anak usia dibawah 4 tahun.
5. Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa 7apsulate, pneumokokus,
Salmonella typhosa, pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis,
Brucella, dan bakteri anaerob yaitu Bacteroides fragilis.
8

D. PATHWAY OSTEOMIELITIS

Mikroorganisme pathogen/ trauma

Invasi/terinfeksi jaringan lunak dan tulang

reaksi i nflamasi demam, kemerahan MK: hipertermi


terjadi vaskularisasi/pembentukan pembuluh darah

edema Nyeri MK: gangguan rasa nyaman nyeri


(terjadi penekanan edema)

Menurunya aliran darah

Iskemik/ penyempitan pembuluh darah

Nekrosis/ kerusakan jaringan tulang

Pembentukan involukrum Pembentukan squestrum/jaringan mati dan pus

MK: Resti penyebab infeksi


Terbentuk abses/infeksi pada tulang

Abses/infeksi sub periosteal

Drainase pus
9

Vaskularisasi baik vaskularisasi kurang baik

Kematian jaringan
Pembentukan jaringan baru
lumpuh/ amputasi
Sembuh
MK: potensial cidera, cemas
Perubahan konsep diri

E. PATOFISIOLOGI OSTEOMIELITIS
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai
80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering
dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan
Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi
penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat
terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering
berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial.
Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan
setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari
inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3
hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut,
mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan
10

penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian


berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan
dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali
bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk
abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan
namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh
ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah
jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti
yang terjadi pada jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang
baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius
kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan
sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik

F. MANIFESTASI KLINIS OSTEOMIELITIS


Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya
mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia
(misalnya, menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise
umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal
secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke
korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak,
dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat
nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang
semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan
pus yang terkumpul.
11

Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di


sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala
septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri
tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang
selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang
nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat
rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan
darah

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK OSTEOMIELITIS


1. Pemeriksaan darah : Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai
peningkatan laju endap darah ; pemeriksaan titer antibody anti- stafilo-
kokus; pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (
50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Selain itu, harus
diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis
osteomielitis yang jarang terjadi.
2. Pemeriksaan feses: Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan bila
terdapat kecurigaan infeksi olehh bakteri Salmonela.
3. Pemeriksaan biopsy
Pemeriksaan ini dilakukan pada tempat yang dicurigai.
4. Pemeriksaan ultrasound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi
5. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak
ditemukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang
12

dapat terlihat setelah 10 hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope


akan memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi.

F. PENATALAKSANAAN OSTEOMIELITIS
Beberapa prinsip penatalaksanaan klien osteomielitis yang
perlu diketahui perawat dalam melakukan asuhan keperawatan agar
mampu melakukan tindakan kolaboratif adalah sebagai berkut :
1. Istirahat dan pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri
2. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
3. Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
4. Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
staphylococus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman.
Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum
dan laju endap darah klien. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu
setelah laju endap darah normal.
5. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik
antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), dapat
dipertimbangkan drainase bedah. Pada drainase bedah, pus
subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan itra-oseus.
Disamping itu, pus digunakan sebagai bahan untuk biakan kuman.
Drainase dilakuakan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan
NaCl dan antibiotik.

G. KOMPLIKASI OSTEOMIELITIS
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada osteomielitis
hematogen yang perlu diketahui oleh perawat agar dapat
13

memberikan asuhan keperawatan yang baik sehingga resiko


komplikasi dapat dihindari adalah sebagai berikut.
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang
memadai, kematian akibat septikemia pada saat ini jarang terjadi
atau ditemukan.
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastase ke
tulang/ sendi lainnya, otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal
dan biasanya terjadi pada klien dengan status gizi buruk.
3. Artritis supratif. Artritis supratif dapat terjadi pada bayi karena
lempeng epifis bayi (yang bertindak sebagai barier) belum
berfungsi dengan baik. Komplikasi terutama terjadi pada
osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat
intra-kapsuler (mis ; pada sendi panggul) atau melalui infeksi
metastastatuk
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomielitis hematogen akut pada bayi
dapat menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih
pendek. Pada anak yang lebih besar, akan terjadi hiperemia pada
daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagitulang untuk
bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan
menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
5. Osteomielitis kronik. Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak
dilakukan, osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis
kronis.
14

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan
system musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan adanya
komplikasi pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan
pengkajian psikososial.
a. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1.) Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
perawat dapat menggunakan metode PQRST :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma
pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya osteomielitis hematogen akut.
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara subjektif
antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
2.) Riwayat penyakit sekarang
15

Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh darah,


edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar sehingga
pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi tulang
dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi bakteri
disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis akut yang
tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya
proses supurasi di tulang.
3.) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal
yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan, atau pengobatan dengan imunosupresif.
4.) Riwayat psikososial – spiritual
Perawat menkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga serta masyarakat, respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan timbul ketakutan akan
terjadi kecacatan dan klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang dapat
mengganggu keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga.
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena
klien menjalani rawat inap. Dampak yang timbul pada klien
osteomielitis yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis
penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melakukan aktivitas secara
16

optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat ( local).
1.) Keadaan umum meliputi :
a.) Tingkat kesadaran ( apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis
yang bergantung pada keadaan klien).
b.) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
pada kasus osteomielitis biasanya akut).
c.) Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis dengan
komplikasi septicemia.
2.) B1 (Breathing) : pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis
tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan
taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak
didapatkan suara napas tambahan.
3.) B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4.) B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
a) Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala)
b) Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan,
refleks menelan ada).
c) Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi atau
bentuk.
d) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis
17

(pada klien patah tulang tertutup karena tidak


terjadi perdarahan). Klien osteomielitis yang
disertai adanya malnutrisi lama biasanya
mengalami konjungtiva anemis.
e) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
g) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

h) Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku klien


biasanya
status mental tidak mengalami perubahan.
i) Pemeriksaan saraf kranial :
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III, IV, dan VI :Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea tidak ada
kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
presepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
18

Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan


trapezius.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.
j). Pemeriksaan refleks : biasanya tidak terdapat refleks patologis

5.) B4 (Bladder) : pengkajian keadaan urine meliputi, warna, jumlah,


karakteristik,dan berat jenis. Biasanya osteomielitis tidak mengalami
kelainan pada system ini.
6.) B5 (Bowel) : inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi, turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi, suara timpani,
ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi, peristaltik usus normal
(20x/menit). Inguinal-genitalia-anus : tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan
Metabolisme: klien osteomelitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, sperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi
terhadap nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah
musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat, terutama kalsium dan protein. Masalah nyeri pada osteomelitis
menyebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga pemenuhan
nutrisi berkurang. Pola eliminasi: tidak ada gangguan eliminasi, tetapi
tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau fases. Pada
pola berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumalah
urine.
19

7.) B6 (Bone). Adanya osteomelitis hematogen akut akan ditemukan


gangguan pergerakan sendi karena pembekakan sendi akan
menggangu fungsi motorik klien. Kerusakan integritas jaringan
pada kulit karena adanya luka disertai dengan pengeluaran pus
atau cairan bening berbau khas.
c. Look
Pada osteomelitis hematogen akut akan ditemukan gangguan
pergerakan sendi karena pembekan sendi dan gangguan bertambah
berat bila terjadi spasme local. Gangguan pergerakan sendi juga
dapat disebab kan oleh efusi sendi atu infeksi sendi (arthritis septic).
Secara umum, klien osteolelitis kronis menunjukan adanya luka khas
yang disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening yang
berasal dari tulang yang mengalami infeksi dan dan proses supurasi.
Manifestasi klinis osteomelitis akibat fraktur terbuka biasanya
berupa demam, nyeri, pembekakan pada daerah fraktur, dan sekresi
pus pada luka.
d. Feel.
Kaji adanya nyeri tekan.
e. Move
pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif. Pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan atau
keterbatasan gerak sendi pada osteomelitis akut.
Pola tidur dan istirahat. Semua klien osteomelitis merasak
nyeri sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur.,
suasana, kebiasaan, dan kesulitan serta penggunaan obat tidur.
20

2. DIAGNOSA
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan
abses tulang
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi
di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi
tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam
bergerak
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa
nyaman
h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit dan pengobatan.

3. INTERVENSI
a. Nyeri yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan
pembekan sendi
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di atasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi
nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi rasional

Mandiri:
21

1. Kaji nyeri dengan skala 0-4 1. Nyeri merupakan respons subjektif yang
dapat di kaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya
diatas tingkat cedera.

2. Atur posisi imobilisasi pada 2. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi


daerah nyeri sendi atau nyeri di nyeri pada daerah nyeri sendi atau nyeri di
tulang yang mengalami infeksi tulang yang mengalami infeksi.

3. Bantu klien dalam 3. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,


mengidentifikasi faktor pergerakan sendi.
pencetus

4. Jelaskan dan bantu klien 4. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi


terkait dengan tindakan pereda dan tindakan nonfarmakologi lain
nyeri nonfarmakologi dan menunjukan keefektifan dalam mengurangi
noninvasive. nyeri.

5. Ajarkan relaksasi: teknik 5. Teknik ini melancarkan peredaran darah


mengurangi ketegangan otot sehingga kebutuhan O2 pada jaringan dapat
rangka yang dapat mengurangi terpenuhi dan nyeri berkurang.
intensitas nyeri dan
meningkatkan relaksasi
masase.
22

6. Ajarkan metode distraksi 6. Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri


selama nyeri akut. ke hal-hal yang menyeangakan.

7. Beri kesempatan waktu 7. Istirahat merelaksasi semua jaringan


istirahat bila terasa nyeri dan sehingga meningkatkan kenyamanan.
beri posisi yang nyaman.

8. Tingkatkan pengetahuan 8. Pengetahuan tersebut membantu


tentang penyebab nyeri dan mengurangi nyeri dan dapat membantu
hubungan dengan berapa lama meningkatkan kepatuhan klien terhadap
nyeri akan berlangsung. rencana terapeutik.

Kolaborasi
1. Pemberian analgetik 1. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.

b.Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan


keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1.) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2.) Mempertahankan posisi fungsional
3.) Meningkatkan / fungsi yang sakit
4.) Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
23

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :

1. Pertahankan tirah baring dalam 1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat


posisi yang di programkan berkurang

2. Tinggikan ekstremitas yang 2. Dapat meringankan masalah gangguan


sakit, instruksikan klien / bantu mobilitas fisik yang dialami klien
dalam latihan rentang gerak
pada ekstremitas yang sakit
dan tak sakit

3. Beri penyanggah pada 3. Dapat meringankan masalah gangguan


ekstremitas yang sakit pada mobilitas yang dialami klien
saat bergerak

4. Jelaskan pandangan dan 4. Agar klien tidak banyak melakukan


keterbatasan dalam aktivitas gerakan yang dapat membahayakan

5. Berikan dorongan pada klien 5. Mengurangi terjadinya penyimpangan –


untuk melakukan AKS dalam penyimpangan yang dapat terjadi
lingkup keterbatasan dan beri
bantuan sesuai kebutuhan
24

6. Ubah posisi secara periodik 6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik

Kolabortasi :

1. Fisioterapi / aoakulasi terapi 1. Mengurangi gangguan mobilitas fisik

c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses


tulang
Tujuan / Hasil Pasien : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri:

1. Pertahankan system kateter steril; 1. Mencegah pemasukan bakteri dari


berikan perawatan kateter regular infeksi/ sepsis lanjut.
dengan sabun dan air, berikan salep
antibiotic disekitar sisi kateter.

2. Ambulasi dengan kantung drainase 2. Menghindari refleks balik urine,


dependen. yang dapat memasukkan bakteri
kedalam kandung kemih.

3. Awasi tanda vital, perhatikan demam 3. Pasien yang mengalami sistoskopi/


ringan, menggigil, nadi dan TUR prostate beresiko untuk syok
pernapasan cepat, gelisah, peka, bedah/ septic sehubungan dengan
25

disorientasi. manipulasi/ instrumentasi

4. Observasi drainase dari luka, sekitar 4. Adanya drain, insisi suprapubik


kateter suprapubik. meningkatkan resiko untuk
infeksi, yang diindikasikan
dengan eritema, drainase
purulen.

5. Ganti balutan dengan sering (insisi 5. Balutan basah menyebabkan kulit


supra/ retropublik dan perineal), iritasi dan memberikan media untuk
pembersihan dan pengeringan kulit pertumbuhan bakteri, peningkatan
sepanjang waktu resiko infeksi luka.

6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi 6. Memberikan perlindungan untuk


kulit sekitar, mencegah ekskoriasi
dan menurunkan resiko infeksi.
Kolaborasi:

1. Berikan antibiotic sesuai indikasi 1. Mungkin diberikan secara


profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi pada
prostatektom

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi di


tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
Tujuan: dalam 7x24 jam integritas jaringan membaik secara optimal.
Intervensi rasional
26

Mandiri: 1. Menjadi data dasar untuk memberi


1. Kaji kerusakan jaringan lunak informasi tentang intervensi perawatan
luka, alat dan jenis larutan apa yang
akan digunakan.

2. Lakukan perawatan luka: 2.

a. Lakukan perawatan luka a. Perawatan luka dengan tehnik


dengan tehnik steril steril dapat mengurang
kontaminasi kuman langsung ke
area luka.
b. Kaji keadaan luka dengan b. Tehnik membuang jaringan dan
tehnik membuka balutan dan kuman di area luka sehingga
mengurangi stimulus nyeri. keluar dari area luka
Bila perban melekat kuat,
perban diguyur dengan NaCl

c. Tutup luka dengan kasa steril c. NaCl merupakan larutan


atau kompres dengan NaCl fisiologis yang lebih mudah di
yang dicampur dengan absirbsi oleh jaringa daripada
antibiotic. larutan anti septic. NaCl yang di
csmpur dengsn stibiotik dspst
mempercepat penyembuhan luka
akibat infeksi osteomelitis.
d. Lakukan nekrotomi pada
jaringa yang sudah mati d. Jaringan nekrotik dapat
menghambat penyembuhan luka
27

e. Rawat luka setiap hari atau e. Member rasa nyaman pada klien
setiap kali bila pembalut basah dan dapat membantu peningkatan
atau kotor pertumbuhan jaringan luka.

f. Hindarai pemakaian perawatan


luka yang sudah kontak f. Pengendalian infeksi
dengan klien osteomelitis, nosokominal dengan menghindari
jangan digunakan lagi untuk kontaminasi langsung dari
melakukan perawtan luka pada perawatan luka yang tidak steril.
klien lain

g. Gunakan perban elastic dan g. Pada klien osteomelitis dengan


gips pada luka yang disertai kerusakan tulang, stabilitas
kerusakan tulang atau formasi tulang sangat labil. Gips
pembekkan sendi. dan perban elastic dapat
membantu memfiksasi dan
mengimobilisasi sehingga dapat
mengurangi nyeri.

h. Evaluasi perban elastic h. Pemasangan perban elastic yang


terhadap resolusi edema terlalu kuat dapat menyebabkan
edema pada daerah distal dan
juga menambah nyeri padaa
klien.

i. Evaluasi kerusakan jaringan dan i. Adanya batasan waktu selama


28

perkembangan pertumbuhan 7x24 jam dalam melakukan


jaringan dan lakukan perubahan perawatan luka klien ostemelitis
intervensi bila pada waktu yang menjadi tolak ukurr keberhasilan
ditetapkan tidak ada intervensi yang diberikan .
perkembangan jaringan yang apabila masih belum mencapai
optimal. kreteria hasil, sebaiknya kaji
ulang faktor-faktor yang
menghambat pertumbuhan
jaringan luka.

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim bedah 1. Bedah perbaikan terutama pada
untuk bedah perbaikan pada klien fraktur terbuka luas
kerusakan jaringan agar tingkat sehingga menjadi pintu masuk
kesembuhan dapat dipercepat. kuman yang ideal. Bedah
perbaikan biasanya dilakukan
setelah masalah infeksi
osteomelitis teratasi.

2. Pemeriksaan kultur jaringan (pus) 2. Manajemen untuk mentukan anti


yang keluar dari luka. mikroba yang sesuai dengan
kuman yang sensitive atau
resisten terhadap beberapa jenis
antibiotic.

3. Pemberian antibiotic/antimikroba 3. Antimikroba yang sesuai dengan


29

hasil kultur ( reaksi sensitive)


dapat membunuh atau mematikan
kuman yang menginvasi jaringan
tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :Pasien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan
dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Jelaskan aktivitas dan faktor 1. Merokok, suhu ekstrim dan stre


yang dapat meningkatkan menyebabkan vasokonstruksi pembuluh
kebutuhan oksigen garah dan peningkatan beban jantung

2. Anjurkan program hemat energi 2. Mencegah penggunaan energi berlebihsn

3. Buat jadwal aktifitas harian, 3. Mempertahankan pernapasan lambat


tingkatkan secara bertahap dengan tetap mempertahankan latihan
fiisk yang memungkinkan peningkatan
kemampuan otot bantu pernapasan
30

4. Kaji respon abdomen setelah 4. Respon abdomen melipuit nadi, tekanan


beraktivitas darah, dan pernapasan yang meningkat

5. Berikan kompres air hangat 5. Kompres air hangat dapat mengurangi


rasa nyeri

6. Beri waktu istirahat yang cukup 6. Meningkatkan daya tahan pasien,


mencegah keletihan

f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh
normal, tidak mual, suhu tubuh normal
Intervensi dan Rasionalisasi
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Pantau : 1. Memberikan dasar untuk deteksi hati


- Suhu tubuh setiap 2 jam
- Warna kulit TD, nadi dan
pernapasan
- Hidrasi (turgor dan
kelembapan kulit

2. Lepaskan pakaian yang 2. Pakaian yang tidak berlebihan dapat


berlebihan mengurahi peningkatan suhu tubuh dan
31

dapat memberikan rasa nyaman pada


pasien

3. Lakukan kompres dingin atau 3. Menurunkan panas melalui proses


kantong es untuk menurunkan konduksi serta evaporasi, dan
kenaikan suhu tubuh. meningkatkan kenyaman pasien.

4. Motivasi asupan cairan 4. Memperbaiki kehilangan cairan akibat


perspirasi serta febris dan meningkatkan
tingkat kenyamanan pasien.

Kolaborasi :
1. Antipiretik membantu mengontrol
1. Beriakn obat antipiretik sesuai peningkatan suhu tubuh
dengan anjuran

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien : Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang,
adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan
psikologi
Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi
32

Mandiri :

1. Tentukan kebiasaan tidur yang 1. Mengkaji perlunya dan


biasanya dan perubahan yang mengidentifikasi intervensi yang
terjadi tepat

2. Berikan tempat tidur yang 2. Meningkatkan kenyamanan tidur


nyaman dan beberapa milik serta dukungan fisiologis/ psikologis
pribadi, misalnya ; bantal dan
guling

3. Buat rutinitas tidur baru yang 3. Bila rutinitas baru mengandung


dimasukkan dalam pola lama dan aspek sebanyak kebiasaan lama,
lingkungan baru stres dan ansietas dapat berkurang

4. Cocokkan dengan teman 4. Menurunkan kemungkinan bahwa


sekamar yang mempunyai pola teman sekamar yang “burung
tidur serupa dan kebutuhan hantu” dapat menunda pasien untuk
malam hari terlelap atau menyebabkan
terbangun

5. Dorong beberapa aktifitas fisik 5. Aktivitas siang hari dapat


pada siang hari, jamin pasien membantu pasien menggunakan
berhenti beraktifitas beberapa energi dan siap untuk tidur malam
jam sebelum tidur hari

6. Instruksikan tindakan relaksasi 6. Membantu menginduksi tidur


33

7. Kurangi kebisingan dan lampu 7. Memberikan situasi kondusif untuk


tidur

8. Gunakan pagar tempat tidur 8. Pagar tempat tidur memberikan


sesuai indikasi, rendhkan tempat keamanan dan dapat digunakan
tidur bila mungkin untuk membantu merubah posisi

Kolaborasi :
1. Mungkin diberikan untuk
1. Berikan sedatif, hipnotik sesuai membantu pasien tidur atau
indikasi istirahat selama periode transisi dari
rumah ke lingkungan baru

h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan


pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien :Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan
memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi dan Rasionalisasi :
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Jelaskan tujuan pengobatan pada 1. Mengorientasi program pengobatan.


pasien Membantu menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol
34

2. Kaji patologi masalah individu. 2. Informasi menurunkan takut karena


ketidaktahuan.

3. Kaji ulang tanda / gejala yang 3. Memberika pengetahuan dasar untuk


memerlukan evaluasi medik pemahaman kondisi dinamik
cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba,
dispnea, distres pernapasan lanjut.
4. Berulangnya pneumotorak
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang /hemotorak memerlukan intervensi
baik, istirahat. medik untuk mencegah /
menurunkan potensial komplikasi.

Kolaborasi :
1. Mempertahanan kesehatan umum
1. Gunakan obat sedatif sesuai meningkatkan penyembuhan dan
dengan anjuran dapat mencegah
kekambuhan.rapeutik.
Banyak pasien yang membutuhkan
obat penenang untuk
mengontrol ansietasnya

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah
direncanakan
35

5. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan perencanaan berhasil di capai.
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan :
a. Proses ( sumatif )
Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan
kualitas tindakan evaluasi dilaksanakan sesudah perencanaan
keperawatan.
b. Hasil ( formatif )
fokusnya adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan.
Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi :
a. Mengalami peredaan nyeri
1.) Melaporkan berkurangnya nyeri
2.) Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
3.) Tidak mengalami ketidak nyamanan bila bergerak
b. Peningkatan mobilitas fisik
1.) Berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri
2.) Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat
3.) Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu
dengan aman
c. Tidak terjadi perluasan infeksi
1) Memakai antibiotic sesuai resep
2) Suhu badan normal
3) Tidak ada pembengkakan
4) Tidak ada pus
36

5) Angka leukosit dan laju endap darah (LED) kembali normal


d. Integritas kulit membaik
1) Menyatakan kenyamanan
2) Mempertahankan intergritas kulit
3) Mempertahankan proses penyembuhan dalam batas normal
e. Mematuhi rencana terapeutik
1) Memakai antibiotic sesuai resep
2) Melindungi tulang yang lemah
3) Melakukan perawatan luka yang benar
4) Melaporkan bila ada masalah segera
37

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah,
respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati).
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi,
infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya
terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah
kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi,
denyut nadi cepat dan malaise umum).
Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran
hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang.
Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan
teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
38

B. SARAN
1. Tenaga Keperawatan
Diharapkan mampu memahami tentang penatalaksanaan pada pasien
dengan osteomielitis.

2. Mahasiswa

Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua


mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien pada pasien dengan
osteomielitis.
39

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarh. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8.


Volume 3. Jakarta: EGC Kedokteran

Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
muskuloskletal. Jakarta: EGC

Mansoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius

http://nurse87.wordpress.com/2012/05/09/askep-osteomielitis/

http://nahrowy.wordpress.com/2013/01/31/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-dengan-osteomielitis/

Anda mungkin juga menyukai