Anda di halaman 1dari 50

KONSEP EVIDANCE BASE PRACTICE

NURSING

DISUSUN OLEH :
1. Cut Misbahul Jannah
2. Irza Orlanda
3. Khalida
4. Azizah Nurbewi

STIKES MEDIKA NURUL ISLAM


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya, sehingga tugas pembuatan makalah mata kuliah konsep dasar keperawatan
tentang “Evidance-Based Practice in Nursing” dapat terselesaikan sesuai batas waktu yang
telah ditetapkan.

Pembuatan makalah ini disusun sebagai salah satu wujud tugas kami dalam
menempuh pembelajaran di semester ganjil ini. Didalam penyusunan makalah ini kami
mengucapkan banyak terimakasih atas dukungan moral maupun materi kepada pihak-pihak
yang terlibat

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena dalam penyusunan kami
masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk bisa
memperbaiki kekurangan di makalah ini.

Sigli, 2 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 Pengertian EBP..........................................................................................................................3
2.2 Model EBP..................................................................................................................................6
2.3 Komponen – Komponen Pendukung EBP...................................................................................8
2.4 Metode Konsep Analisis EBP....................................................................................................13
2.5 Perbedaan EBP dan Non-EBP...................................................................................................19
2.6 Tahapan – Tahapan Praktik Berbasis Bukti...............................................................................22
2.7 Tahapan – Tahapan Penelitian Keperawatan dalam EBP...........................................................30
2.8 Program Peningkatan Kualitas Performa dalam EBP................................................................34
2.9 Faktor – Faktor Penghambat dalam Pengaplikasian EBP..........................................................37
2.10 Pengimplementasian EBP di dalam Praktik Keperawatan.......................................................40
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................42
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................42
3.2 Saran..........................................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................44
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Praktik keperawatan sangat berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan


kepada seorang klien. Praktik keperawatan didasarkan pada komponen – komponen penting
yang ada sehingga saat melakukan praktik keperawatan akan meminimalisir resiko yang
mungkin saja terjadi. Praktik keperawatan tentunya dilakukan oleh seorang perawat yang
telah lulus bersekolah di perguruan tinggi yang telah mendapatkan ilmu – ilmu keperawatan
sebagai dasar atau pedoman di dalam melakukan tindakan keperawatan. Kualitas pengobatan
atau kesembuhan seorang pasien bergantung kepada perawat karena memegang peranan
penting terhadap kesembuhan pasien. Perawat setiap hari akan bertemu langsung dengan
pasien sehingga ketika terjadi hal – hal yang aneh atau masalah lainnya itu semua adalah
tanggung jawab seorang perawat. Oleh karena itu, perawat harus memberikan pelayanan
yang bermutu, berkualitas, dan terbaik kepada pasien. Namun demikian, tidak seperti yang
kita bayangkan.

Kebanyakan perawat belum bisa melakukan hal itu dengan baik. Mereka memberikan
pelayanan terutama dalam asuhan keperawatan kepada klien tidak didasarkan bukti – bukti
atau mengikuti budaya saja yang diketahuinya tanpa ada sumber – sumber bukti yang kuat
dalam membuktikan pelayanannya yang ia berikan. Hal ini mungkin akan beresiko terhadap
pasien. Intervensi yang tidak didasarkan pada pengalaman atau bukti – bukti yang
mendukung dan relevan dengan pasien akan membahayakan jiwa pasien karena perawat
sendiri kurang aspek pengetahuan serta keterampilan dalam menyelesaikan kondisi klinis
pasien. Oleh sebab itu, pengumpulan bukti – bukti, pengalaman dalam tindakan keperawatan,
keterampilan serta pengetahuan sangat penting dalam memberikan pelayanan yang bermutu
dan berkualitas bagi seorang pasien.

Keterkaitan antara masalah yang dilakukan oleh perawat dalam praktik keperawatan
disebabkan karena perawat kurang mengaplikasikan EBP dalam tugasnya untuk memenuhi
pelayanan kesehatan. EBP menekankan kepada perawat agar profesional dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien. Profesional seorang perawat akan memberikan keuntungan
bagi pasien. Perawat harus menerapkan konsep EBP di dalam praktik keperawatan karena

1
EBP akan memberikan kefektivitasan dalam menangani segala permasalahan yang ada
berdasarkan bukti – bukti hasil riset penelitian yang telah dilakukan berdasarkan penelitian.

Pengaplikasian EBP dalam praktik keperawatan tentunya akan menjadi dasar


scientific dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal pemberian intervensi kepada
pasien sehingga intervensi yang telah diberikan dapat dipertanggungjawabkan dengan bijak.
Perlunya pengaplikasian EBP diterapkan di semua profesi kesehatan baik dokter, apoteker
maupun ners. Dengan pengaplikasian EBP di dalam pelayanan kesehatan akan memberikan
dampak positif bagi pasien, perawat, dan institusi kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengertian, tujuan, keuntungan EBP ?

1.2.2 Bagaimana model EBP diterapkan ?

1.2.3 Bagaimana komponen – komponen pendukung EBP ?

1.2.4 Bagaimana metode konsep analisis EBP ?

1.2.5 Bagaimana perbedaan EBP dan Non-EBP ?

1.2.6 Bagaimana tahapan – tahapan praktik berbasis bukti ?

1.2.7 Bagaimana tahapan penelitian keperawatan dalam EBP ?

1.2.8 Bagaimana program peningkatan kualitas performa dalam EBP ?

1.2.9 Bagaimana faktor penghambat pengaplikasian EBP ?

1.2.10 Bagaimana pengimplementasian EBP dalam praktik keperawatan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan pengertian, tujuan serta keuntungan penerapan EBP;

1.3.2 Menjelaskan model EBP;

1.3.3 Menjelaskan komponen – komponen pendukung EBP;

1.3.4 Menjelaskan perbedaan antara EBP dan Non-EBP;

1.3.5 Menjelaskan tahapan – tahapan praktik berbasis bukti;

1.3.6 Menjelaskan tahapan penelitian keperawatan dalam EBP;

1.3.7 Menjelaskan program peningkatan kualitas performa dalam EBP;

1.3.8 Menjelaskan bentuk implementasi EBP dalam praktik keperawatan.

1.3.9 Menjelaskan faktor penghambat pengaplikasian EBP.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian EBP

Arti kata evidence dalam Bahasa Indonesia adalah bukti. Bukti dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Arti based
dalam Bahasa Indonesia adalah dasar atau berdasarkan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berdasarkan memiliki arti memakai sebagai dasar; beralaskan; bersendikan.
Sedangkan practice dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti praktek atau proses, dimana
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna pelaksanaan secara nyata apa yang
disebut dalam teori.

Secara umum, Evidence-Based Practice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan


untuk meningkatkan proses melalui pertanyaan yang manakah bukti penelitian ilmiah yang
berkualitas tinggi yang dapat diperoleh dan diterjemahkan ke dalam keputusan praktik terbaik
untuk meningkatkan kesehatan (Steglitz, Warnick, Hoffman, Johnston, & Spring, 2015).
Sackett et al di dalam Gerrish et al (2006), EBP adalah segala tindakan yang berbasis bukti,
baik dalam pengobatan, eksplisit dan bijaksana dalam penggunaan EBP untuk mengambil
keputusan dalam perawatan pasien.

Menurut Carlon (2010) Evidence Based Practice merupakan suatu kerangka kerja
yang menguji, mengevaluasi dan menerapkan temuan-temuan penelitian dengan tujuan untuk
memperbaiki pelayanan keperawatan kepada pasien. Majid et al (2011) mengatakan bahwa
EBP merupakan salah satu teknik yang cepat untuk perkembangan dalam praktik
keperawatan karena EBP mampu memberikan penanganan masalah – masalah klinis secara
efektif yang mungkin terjadi disaat pemberian pelayanan kesehatan serta pemberian
perawatan berdasarkan hasil – hasil penelitian yang tertera. Sedangkan menurut Muhal
(1998) EBP adalah penggabungan dari seorang perawat mengenai hasil penelitian yang
didapatkannya dengan menerapkannya di praktik klinis kepada pasien serta ditambah dengan
pilihan dari pasien dalam keputusan klinis.

3
EBP pada masa ini sangat perlu dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktiknya
untuk mendukung semua profesi dalam kesehatan baik dokter, perawat ataupun farmasi untuk
menuntun pengambilan keputusan atau tindakan yang harus diberikan kepada klien dengan
kualitas yang terjamin dan profesinal.

Dalam Evidence-Based Nursing Position Statement (2005), dinyatakan bahwa EBP


telah menjadi isu menonjol dalam keperawatan kesehatan internasional, biaya kesehatan
meningkat, prinsip manajemen dalam melakukan praktik keperawatan yang tepat dan
keinginan perbaikan kualitas EBP. Untuk itu keperawatan menjadi terlibat dalam gerakan
untuk mendefinisikan EBP dalam setiap praktik keperawatan, yang jelas adalah tanggung
jawab perawat untuk melaksanakan EBP dalam tindakan keperawatan, dan mengevaluasi,
mengintegrasikan dan menggunakan bukti terbaik yang telah tersedia untuk meningkatkan
praktik keperawatan (Rycroft-Malone, Bucknall, Melnyk, 2004) dikutip oleh Tarihoran
(2015) dalam jurnalnya.

Tujuan
Grinspun, Vinari & Bajnok dalam Hapsari (2011) menyatakan tujuan EBP
memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah agar dapat memberikan
perawatan secara efektif dengan menggunakan hasil penelitian yang terbaik, menyelesaikan
masalah yang ada di tempat pemberian pelayanan terhadap pasien, mencapai kesempurnaan
dalam pemberian asuhan keperawatan dan jaminan standar kualitas dan memicu inovasi.

Keuntungan EBP :
1 Metode untuk mengevaluasi sistem kerja perawat dalam melakukan praktik
keperawatan;
2 Mengintegrasikan komponen – komponen pendukung EBP dalam pelayanan
kesehatan;
3 Melakukan intervensi kepada pasien berdasarkan bukti – bukti hasil penelitian;
4 Meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dalam proses pelayanan kesehatan;
5 Bersikap profesional dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien;
6 Menguntungkan perawat, pasien, serta institusi kesehatan.

4
Penyebab
timbulnya
masalah
Iowa
Trigger
Model Pengetahuan
kebijakan
penelitian

Pertimbangan
penerapan
dalam praktik

Settler Penyusunan masalah dari data


Model internal (quality improvement
dan operasional) dan data
eksternal dari penelitian

5
Ace Star Pengetahuan berdasarkan
Model EBP
Model research atau penelitian

Prioritas masalah ada 3


yaitu praktik keperawatan,
penelitian, dan pendidikan

John
Hopkins
Model
Tahapan model ini yaitu
penyusunan practice
questions (PICO),
evidence, translation yang
sistematis

2.2 Model EBP


Langkah-langkah yang sistematis dibutuhkan dalam memindahkan evidence ke dalam
praktik guna meningkatkan kualitas kesehatan dan keselamatan (patient safety) dan dalam
mengembangkan konsep, perawat dapat dibantu dengan berbagai model EBP melalui
pendekatan yang sistematis dan jelas, alokasi waktu dan sumber yang jelas, sumber daya
yang terlibat, serta mencegah implementasi yang tidak runut dan lengkap dalam sebuah
organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008). Setiap institusi dapat memilih model yang sesuai
dengan kondisi organisasi karena beberapa model memiliki keunggulannya masing-masing.
Model-model yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan EBP adalah Iowa
Model (2001), Stetler Model (2001), ACE STAR Model (2004), John Hopkin’s EBP Model
(2007), Rosswurm dan Larrabee’s Model. Karakteristik model yang dapat dijadikan landasan
dalam menerapkan EBP yang sering digunakan yaitu IOWA Model dimana model ini dalam
EBP digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, digunakan dalam berbagai
akademik dan setting klinis. Ciri khas dari model ini adalah adanya konsep (triggers) dalam

6
melaksanakan EBP. Triggers adalah informasi ataupun masalah klinis yang berasal dari luar
organisasi. Terdapat 3 kunci dalam membuat keputusan, yaitu; adanya penyebab mendasar
timbulnya masalah, pengetahuan terkait dengan kebijakan institusi atau organisasi, penelitian
yang cukup kuat, dan pertimbangan mengenai kemungkinan diterapkannya perubahan ke
dalam praktik sehingga dalam model tidak semua jenis masalah dapat diangkat dan menjadi
topik prioritas organisasi.
Model John Hopkins memiliki 3 domain prioritas masalah, yaitu praktik keperawatan,
penelitian, dan pendidikan. Terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan model ini, yaitu
menyusun practice question yang menggunakan PICO approach, menentukan evidence
dengan penjelasan mengenai setiap level yang jelas dan translation yang lebih sistematis
dengan model lainnya serta memiliki lingkup yang lebih luas.

ACE Star Model merupakan model transformasi pengetahuan berdasarkan research


atau penelitian. Model ini tidak menggunakan evidence non-research. Sedangkan untuk
Stetler’s Model tidak berorientasi pada perubahan formal tetapi pada perubahan oleh individu
perawat. Model ini dilaksanakan dengan menyusun masalah berdasarkan data internal yang
disebut juga quality improvement dan operasional dan data eksternal yang berasal dari
research atau penelitian (Schneider & Whitehead, 2013).

7
Penelitian
Keperawatan

Pengalaman Pendidikan

Komponen
EBP

Pelatihan Pengetahuan

Keterampilan

8
2.3 Komponen – Komponen Pendukung EBP
1 Penelitian Keperawatan

Penelitian keperawatan sangat berpengaruh terhadap praktik keperawatan


berbasis bukti. Penelitian keperawatan memegang peranan penting terhadap suatu
hambatan atau masalah yang timbul di dalam praktik keperawatan sehingga dengan
adanya penelitian ini hambatan atau masalah yang terjadi di dalam praktik
keperawatan dapat diatasi dengan mudah secara efektif dan efisien serta tidak
merugikan klien atau pasien. Hambatan dalam suatu penilitian seringkali dikaitkan
dengan masalah yang ditimbulkan dari adanya suatu faktor yang menyebabkan
kegiatan penelitian terhambat. Hambatan tersebut dapat berupa kurangnya waktu
dalam melakukan pengkajian suatu masalah yang telah dijadikan sebagai pokok
permasalahan. Selain itu, manajemen waktu, lokasi yang geografis, ukuran sampel,
tingkat respons, dan organisasi dapat menghambat proses penelitian berlangsung.

Pelaksanaan EBP terhadap penilitian keperawatan sangat berhubungan satu


sama lainnya dimana di dalam pelaksanaan EBP terdapat sebuah hasil dari riset
penilitian ilmiah yang dilakukan. Hal ini akan membuat pelaksanaan EBP semakin
diperkuat dan dapat menunjukkan keprofesionalan seorang perawat dalam melakukan
intervensi terhadap kliennya. Selain itu, pelaksanaan penelitian keperawatan akan
menghasilkan suatu inovasi terbaru dan jaminan standar kualitas seorang perawat
dalam memberikan intervensi asuhan keperawatan kepada kilen atau pasien.
Intervensi dari seorang perawat harus disertai komponen – komponen EBP sehingga
dalam proses pelayanan kesehatan dapat memuaskan klien dan menguntungkan klien.
Dengan demikian, pentingnya penelitian keperawatan yang berdasarkan metode atau
analisa ilmiah yang berpengaruh terhadap EBP seorang perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan untuk memenuhi proses pelayanan kesehatan.

9
2 Pengalaman

Praktik keperawatan merupakan salah satu kegiatan secara rutin yang


dilakukan oleh seorang perawat di dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, perawat
akan bertugas sesuai dengan topoksinya masing – masing dalam memenuhi kebutuhan
seorang pasien atau klien. Pemenuhan kebutuhan seorang pasien atau klien yang
menjadi salah satu tugas pokok bagi seorang perawat dalam menjalankan tugasnya.
Hal tersebut dilakukan oleh setiap perawat berdasarkan tingkatan masalah – masalah
yang dialami oleh seorang pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa pasien adalah
individu yang unik dan berbeda sehingga perawat harus mengerti akan hal ini.

Dengan masalah yang ditimbulkan dan pemecahan akan masalah tersebut


sudah menjadi kebiasaan yang melekat dari seorang perawat sehingga terciptanya
banyak pengalaman di dalam pelayanan kesehatan. Pengalaman seorang perawat
dapat menunjukan kualitas EBP nya dalam memberikan suatu asuhan keperawatan
atau pelayanan yang lainnya kepada klien. Ketika seorang perawat diberikan sebuah
pertanyaan yang berkaitan dengan suatu masalah yang terjadi, perawat akan
menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan bukti – bukti penelitiannya
yang pernah dia lakukan sesuai dengan kajian ilmiah. Jelas demikian bahwa penelitian
juga berkaitan terhadap pengalaman seorang perawat dalam memecahkan suatu
permasalahan yang ada. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang perawat dapat
memberikan suatu keputusan yang jelas dan terarah. Selain itu, perawat yang
berpengalaman banyak dalam hal intervensi kepada klien atau pasien dapat
memberikan suatu pengajaran kepada perawat – perawat yang lain dalam
menindaklanjuti seorang pasien dengan diagnosis yang berbeda. Jadi, peran perawat
terhadap teman sejawatnya adalah sebagai fasilitator mengenai pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, pengalaman seorang perawat sangat diperlukan untuk
mendukung pratik berdasarkan EBP kepada seorang klien.

10
3 Pendidikan

Pendidikan sangat berpengaruh terhadap kompetensi atau pengetahuan bagi


seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatn berbasis bukti kepada klien
atau pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa jenjang pendidikan yang diberlakukan di
Indonesia berbeda - beda yaitu vokasi dan sarjana. Setiap tingkatan jenjang memiliki
karakteristik atau penciri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tingkatan
vokasi lebih mengarah kepada hard skillnya dalam praktik kerja lapangan di institusi
kesehatan atau yang lainnya. Pendidikan ini mengarah pada aspek umum saja
sehingga ilmu – ilmu yang dimiliki hanya sebagian besar umum dan belum mendetail
secara spesifiknya. Sedangkan, tingkatan pendidikan akademik sarjana lebih
mengarah pada soft skillnya atau ilmu – ilmunya yang telah dipelajarinya. Pendidikan
ini lebih membahas menyeluruh dan mendetail dimana ilmu yang diajarkan pada
pendidikan ini tidak diajarkan di pendidikan sebelumnya. Cakupan bahasannya juga
luas dan dikhususkan pada bidang tertentu. Pendidikan seorang perawat sangat
berpengaruh terhadap kompetensi dan pengetahuannya di dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Perawat yang lulus dari perguruan tinggi memiliki ilmu yang
berbeda – beda dalam dirinya masing – masing sehingga dalam memberikan asuhan
keperawatan juga berbeda antara perawat satu dengan lainnya. Perawat yang
bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi akan semakin kompeten dalam melakukan
tugasnya sebagai seorang perawat. Menurut Eizenberg (2010) hal ini menunjukkan
bahwa pendidikan mampu menuntun seseorang terampil dalam mencari sumber
penelitian, berorganisasi dan bersikap profesional dalam bekerja, meningkatkan
akses-akses untuk meningkatkan dan menerapkan praktik berdasarkan bukti

Pendidikan juga diperlukan bagi seorang perawat dalam menunjukan


keprofesionalitasannya dalam mengurus pasien tentunya keprofesionalitasan ini
sangat mendukung implementasi EBP dalam praktiknya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perawat maka semakin
tinggi pula tingkat pengetahuan yang dimilikinya sehingga dalam praktik keperawatan
perawat dapat kompeten dan profesional dalam praktik keperawatannya dengan
memberikan perawatan yang bermutu kepada klien atau pasien. Selain itu, hal ini juga
yang dapat mendukung dan meningkatkan kualitas EBP di dalam pelayanan
kesehatan.

11
4 Pengetahuan

Pengetahuan seorang perawat sangat berhubungan dengan kompetensi seorang


perawat dalam menjalankan tugasnya di bidang pelayanan kesehatan. Pengetahuan
seorang perawat didukung oleh pendidikannya dan kegiatannya selama proses
penempuan ilmu keperawatan. Kita sudah mempelajari bahwa pendidikan juga
berpengaruh terhadap pengetahuan seorang perawat. Pengetahuan yang dimiliki oleh
seorang perawat merupakan wujud dari profesional perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan atau pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengetahuan juga dapat
membuat perawat lebih berpikir kritis dalam memecahkan suatu masalah atau
hambatan – hambatan lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Berpikir kritis
juga termasuk salah satu komponen EBP dimana perawat akan berpikir secara
mendalam untuk menggali bukti – bukti yang mendukung di dalam praktiknya.
Seperti yang sudah di jelaskan, pengetahuan berpengaruh terhadap kompetensi
seorang perawat. Menurut Gruendemann (2006), kompetensi merupakan suatu
keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang dimilikinya dalam melakukan
praktik keperawatan yang profesional di dalam tugas – tugasnya terhadap klien atau
pasien. Hal ini juga dijelaskan pada Undang – Undang RI No 20 pasal 35 ayat 1
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa kompetensi adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
standard nasional yang telah disepakati. Dengan demikian, pengetahuan berpengaruh
terhadap praktik berbasis bukti seorang perawat kepada kliennya dengan memberikan
pelayanan yang bermutu, berkualitas, dan menguntungkan bagi pasien sehingga
pasien memiliki kesan terbaik dan percaya untuk ditindak lanjuti oleh perawat.

5 Pelatihan / Seminar

Pelatihan atau seminar sangat diperlukan bagi perawat dalam melakukan kegiatannya
di praktik keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Perawat akan memiliki
banyak pengetahuan mengenai cara memenuhi kebutuhan pasien dalam pelayanan
kesehatan. Pelatihan ini diadakan bertujuan melatih dan mengembangkan
keterampilan, kreativitasan, serta pengetahuan perawat dalam menjalankan tugasnya
serta mengatasi segala kerumitan atau masalah yang didapat disaat praktik
keperawatan berlangsung. Selain itu, perawat akan memiliki banyak ilmu – ilmu

12
terbaru di dunia keperawatan yang diberikan oleh pemateri atau motivator lainnya.
Ilmu- ilmu tersebut tentunya berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan adanya hal ini, perawat
akan memberikan pelayanan yang terbaik dan bermutu bagi pasien serta dapat
meningkatkan kualitas perawat terutama dalam pengaplikasian EBP. Pelatihan ini
juga akan membuat perawat bersikap profesional terhadap tugasnya. Dengan
demikian, pelatihan ini juga sangat diperlukan oleh perawat dalam mengembangkan
kompetensinya di pelayanan kesehatan terutama mengenai ilmu – ilmu terbaru seiring
perkembangan zaman. Hal tersebut berpengaruh terhadap pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien.

6 Keterampilan

Keterampilan sangat diperlukan dalam pengimplementasian EBP. Keterampilan


yang dimaksudkan dalam hal ini adalah keterampilan menggunakan bukti –bukti yang
telah ada yang dapat digali dari riset hasil penelitian. Keterampilan seorang perawat
akan diuji dengan tindakannya kepada seorang pasien. Apakah ia terampil dalam
menggunakan fasilitas yang ada di institusi kesehatan. Perawat yang terampil dalam
hal menangani seorang pasien, mereka akan melakukan pendekatan – pendekatan
yang membuat dirinya merasa lebih percaya diri dan profesional dalam tindak
pengurusan pasien. Menurut Hart et al (2008) keterampilan seorang profesi kesehatan
atau yang lainnya dapat dibuktikan dengan pengaplikasian atau penerapan mengenai
riset hasil penelitian tersebut. Pencarian atau penemuan mengenai hasil riset
penelitian yang relevan dengan kondisi klinis pasien, perawat dapat menggunakan
segala fasilitas yang ada serta mendukung untuk mencari artikel ilmiah, jurnal
ataupun sumber – sumber bukti ilmiah yang lainnya. Apabila mereka tidak dapat
memanfaatkan fasilitas yang ada maka mereka sama saja tidak menunjukkan soft
skillnya atau kompetensi dalam intervensi atau yang lainnya. Selain itu, menurut
(Thompson, McCaughan, Cullum, Sheldon, & Raynor, 2003). Keterampilan dapat
berbentuk evaluasi hasil penelitian sehingga perawat klinisi dapat menentukan mana
yang terbaik untuk pasiennya dari temuan-temuan tersebut.

13
2.4 Metode Konsep Analisis EBP
Definisi konsep analisis EBP

Definisi EBP menurut analisis, EBP adalah pemecahan suatu masalah yang
melibatkan tenaga medis terutama pada perawat untuk mengajukan pertanyaan klinis yang
relevan guna mengakses bukti dari penelitian dan faktor kontekstual, menafsirkan bukti
(menilai dan mensintesis), manggabungkan bukti dengan pengalaman praktisi pasien atau
kelompok sasaran, dan menerapkan apa yang sudah ada belajar dari bukti dalam membuat
keputusan untuk meningkatkan praktik asuhan keperawatan. Sedangkan menurut Newhouse
dan Dearholt et al. mendefinisikan EBP sebagai "masalah- pemecahan pendekatan untuk
pengambilan keputusan klinis yang menggabungkan bukti penelitian dengan bukti
pengalaman, praktisi dan pengalaman pasien ”. Definisi ini terdiri dari lima komponen utama:
pemecahan masalah; bukti; praktisi pengalaman; pengalaman pasien dan pengambilan
keputusan. Newhouse et al. lebih lanjut mendefinisikan EBP sebagai "pemecahan masalah
pendekatan untuk pengambilan keputusan klinis dalam perawatan kesehatan organisasi yang
mengintegrasikan keilmuan terbaik yang tersedia bukti dengan pengalaman terbaik yang
tersedia (pasien dan praktisi) bukti, mempertimbangkan internal dan eksternal pengaruh pada
praktik, dan mendorong pemikiran kritis dalam aplikasi yang bijaksana dari bukti tersebut
untuk perawatan individu pasien, populasi pasien, atau sistem”. Hmurovich juga,
mendefinisikan EBP sebagai praktik membuat keputusan tentang tindakan perawatan
kesehatan, program, praktik, intervensi atau kebijakan berdasarkan yang terbaik bukti
penelitian, bukti pengalaman dari praktik klinis dan bukti kontekstual . Definisi ini lebih jauh
mengakui kontributor kontekstual untuk implementasi EBP. Melnyk et al., Memberikan
definisi luas tentang EBP; Itu didefinisikan sebagai "sebuah paradigma dan pendekatan
pemecahan masalah seumur hidup untuk pengambilan keputusan klinis yang melibatkan
penggunaan hati nurani dengan bukti terbaik yang tersedia, termasuk pencarian sistematis dan
penilaian kritis terhadap bukti yang paling relevan untuk dijawab, dengan keahlian klinis
sendiri dan nilai serta preferensi pasien dengan tujuan meningkatkan hasil untuk individu,
kelompok, komunitas dan sistem ”. Selain komponen utama yang diidentifikasi oleh
Newhouse et al., Definisi ini menambahkan tiga elemen penting, seperti: pendekatan seumur

14
hidup, proses identifikasi bukti (menilai literatur), dan ketersediaan pertanyaan klinis, juga
menawarkan lebih banyak panduan tentang proses.

Konsep analisis EBP

Konsep EBP dipilih untuk analisis EBP karena EBP adalah berprioritas pada
pemberian asuhan keperawatan serta untuk mempertimbangkan strategi paling efektif yang
dapat mengarah pada peningkatan hasil klinis dan peningkatan kondisi pada pasien agar lebih
membaik. Contohnya metode konsep strategis yang dikembangakan oleh Walker dan Avant
yang digunakan untuk menganalisis konsep. Kerangka kerjanya terdiri dari delapan langkah:
memilih konsep; menentukan maksud atau tujuan analisis; identifikasi semua kegunaan
konsep; menentukan atribut; membangun kasus model; membangun batas terkait kasus yang
bertentangan; mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi; dan mendefinisikan referensi
empiris.

Definisi
Konsep
Analisis EBP

Konsep
Membangun Analisis EBP
Kasus Model (Walker dan
Metode Avant)
Konsep
Analisis
EBP

Atribut-
Tujuan
Atribut
Konsep
Pendefinisian
Analisis
EBP

15
Tujuan konsep analisis

Kelebihan praktik berbasis bukti (EBP) dalam keperawatan praktik perawatan


memiliki potensial yang lebih untuk meningkatkan kualitas perawatan dan menghasilkan apa
yang bermanfaat bagi pasien, perawat dan bidan, dan sistem perawatan kesehatan. Asuhan
keperawatan juga disediakan dalam lingkungan yang berubah setiap hari yang mengharuskan
aplikasi bukti penelitian dalam praktik yang efektif. Denga demikian,Tujuan dari analisis
konsep ini sendiri adalah untuk memperjelas konsep EBP untuk mencapai yang lebih baik
dalam pemahaman konsep antara perawat dalam kaitannya dengan pengiriman perawatan
keperawatan dan mendorong mereka untuk memulai EBP perjalanan yang bersifat meluas.

Atribut – atribut pendefinisian EBP

Atribut adalah komponen dan fitur utama yang membedakan dan memperjelas arti
dari satu konsep dari konsep serupa lainnya. Terdapat lima atribut yang diidentifikasi untuk
dikarakterisasi yaitu ketersediaan pertanyaan klinis; penggunaan arus terbaik bukti penelitian;
keahlian dan pengalaman praktisi; preferensi, nilai dan masalah pasien serta penerapan bukti.
Perlunya mengintegrasikan lima komponen pendukung EBP guna meningkatkan keamanan
pasien, kualitas hidup serta hasil optimal pasien. Keahlian klinis mengacu pada integrasi
akumulasi pengetahuan, pengalaman perawatan, serta informasi pendidikan dan keterampilan
klinis dalam membuat keputusan keperawatan. Semua ini akan membantu perawat
menghasilkan rencana perawatan yang meminta komitmen dari praktisi dan hal itu yang
terbaik untuk kepentingan pasien dan keluarga. Selain itu, hal ini memfasilitasi kebutuhan
pasien untuk pemulihan optimal

Membangun Kasus Model

Pengalaman dan keterampilan sangat dipentingkan dalam menunjukkan kualitas


performa di dalam asuhan keperawatan. Dalam sebuah institusi terdapat pimpinan yang
bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Para pimpinan memimpin
sebuah tim harus berdasarkan pertanyaan klinis yang mungkin diajukan. Pertanyaan klinis
harus mengandung unsur – unsure PICO. Setelah itu, perencanaan mengenai sumber daya

16
yang dibutuhkan serta peninjauan mengenai literature yang digunakan sebagai bukti dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Pendekatan yang berorientasi pada pasien
bertujuan untuk memberikan holistic dalam pemenuhan kebutuhan pasien. Perawat harus
mampu mengintegrasikan antara bukti yang telah didapatkannya dari beberapa artikel

penelitian yang berasal dari berbagai sumber dengan keahlian klinis seorang perawat serta
didukung dengan pengalaman yang telah dilakukannya. Dengan demikian, kinerja perawat
sangat berhubungan dengan kualitas kondisi pasien. Perawat perlu meningkatkan hubungan
interpersonal kepada pasien. Hubungan ini akan menguntungkan seorang pasien karena dapat
memenuhi dalam segi holistic nya.

Anteseden

Anteseden adalah proses atau kejadian sebelum konsep terjadi. Dalam analisis ini,
anteseden itu terjadi sebelum EBP terjadi dan memungkinkan EBP berlangsung adalah:
mengidentifikasi kesenjangan dalam praktik asuhan keperawatan; ketersediaan bukti dan
peralatan yang diperlukan (computer, internet Wi-Fi, alat tulis); kehadiran perawat dengan
kebutuhan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri pada EBP untuk dapat
mengakses, menafsirkan dan menggunakan bukti; ketersediaan pemimpin yang mendukung
dan bimbingan. Ketersediaan anteseden ini akan memungkinkan perawat untuk melanjutkan
dengan langkah-langkah selanjutnya secara efektif Proses EBP: mengajukan pertanyaan
yang relevan; mengumpulkan, menilai dan mensintesis bukti, mengintegrasikan penyedia dan
pasien pengalaman, menerapkan bukti terbaik serta mengevaluasi proses dan kinerja.

Konsekuensi

Saat perawat mengambil keputusan asuhan keperawatan yang di dasarkan pada bukti,
perawat akan memilih opsi terbaik dari semua pilihan yang tertera dan akan menghasilkan
praktik keperawatan yang mungkin akan terjadi lebih lama tetapi akan lebih efektif, hemt
biaya serta memproduksi pasien yang dituju. Akan tetapi pasti terdapat konsekuensi EBP
tersebut seperti keselamatan pasien, efektivitas biaya, perawatan yang berkualitas karena
intervensi didasarkan pada bukti nyata

Referensi empiris

Referensi empiris adalah cara terukur untuk menunjukkan terjadinya suatu konsep.
Dalam hal ini, referensi empiris memperagakan bagaimana EBP dapat diukur dalam praktik.

17
EBP. Oleh karena itu diukur menggunakan tahap EBP dalam keperawatan. Tahapan meliputi:
Mengajukan pertanyaan klinis yang relevan; mencari, menilai, mensintesis dan memilih bukti
terbaik; mengintegrasikan pengalaman praktisi dan pasien; mengembangkan rencana,
pedoman dan protokol; mengimplementasikan rencana untuk diterapkan bukti dan hasil
evaluasi. Ini bisa ditunjukkan dalam laporan, notulen, dan dokumentasi.

Contoh kasus

Kasus perbatasan

Kasus batas berisi sebagian besar atribut kritis konsep tetapi tidak semuanya. Mphatso
adalah petugas keperawatan dan penanggung jawab bangsal bedah. Selama bekerja dia
menemukan bahwa ada dokumentasi yang buruk mengenai asuhan keperawatan yang
mengarah pada asuhan yang buruk. Lalu dia melakukan pertemuan untuk membahas dengan
perawat dan cara meningkatkan dokumentasi. Mereka berdiskusi untuk mengadopsi
dokumentasi elektronik dengan mengumpulkan, menilai dan mensintesis penelitian bukti
pada dokumentasi elektronik yang menunjukkan bahwa itu adalah cara yang efektif untuk
meningkatkan dokumentasi. Mereka mengidentifikasi perawat terdaftar yang memiliki
keahlian dan pengalaman yang diperlukan untuk memimpin proses penerapan apa yang
dipelajari bukti untuk memastikan dokumentasi yang baik. Elektronik perangkat lunak
dokumentasi diperkenalkan dengan dukungan dari personal dan manajemen teknologi
informasi dengan disediakan komputer. Perawat berorientasi pada elektronik dokumentasi.
Manajemen memantau proses dan mengevaluasi apakah dokumentasi dilakukan dengan
benar dan telah ditingkatkan. Setelah tiga bulan mendokumentasikan secara elektronik proses
dievaluasi dan menemukan bahwa dokumentasi itu mudah, dilakukan dengan benar,
informasi pasien disimpan dengan benar dapat ditinjau kapan saja dan mempromosikan
kesinambungan perawatan.

Analisis: Ini adalah kasus batas karena hanya itu menunjukkan tiga atribut EBP:
mengumpulkan bukti dan mengintegrasikan pengalaman penyedia dan menerapkan /
memperkenalkan pendekatan dokumentasi baru.

18
Kasus yang bertolak belakang

Kasus sebaliknya adalah contoh dari yang tidak sesuai dengan konsep. Yanjanani
adalah seorang perawat terdaftar dengan Bachelor of Science di Jakarta menyusui dan telah
bekerja sebagai perawat selama lima tahun. Terdapat suatu kunjungan pengawasan ke
lingkungannya menunjukkan bahwa standar asuhan keperawatan di bangsanya telah turun.
Beberapa perawat di lingkungannya menunjukkan kepadanya bahwa mereka dapat
menggunakan EBP untuk meningkatkan standar asuhan keperawatan. Meskipun dia belajar
tentang EBP dalam pendidikan pra layanannya, dia tampaknya tidak tertarik dan dia
menunjukkan kepada mereka bahwa dengan beban kerja di lingkungan mereka, mereka tidak
punya waktu untuk EBP dan itu lama proses. Apa yang bisa mereka lakukan adalah
memastikan bahwa itu benar menerapkan pendekatan pemecahan masalah secara
menyeluruh: mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah, mengidentifikasi kriteria
keputusan, mengembangkan berbagai solusi dan memilih solusi optimal

Analisis: Ini adalah kasus yang bertentangan karena tidak mengandung semua atribut EBP
seperti mengumpulkan bukti; mengintegrasikan pengalaman penyedia; preferensi pasien dan
berlaku untuk meningkatkan penyediaan perawatan

Kasus terkait

Kasus terkait memiliki karakteristik yang mirip dengan konsep. Agnes adalah perawat
terdaftar yang menggunakan perawatan proses untuk menilai, mendiagnosis, merencanakan,
dan mengevaluasi asuhan keperawatan ketentuan.
Analisis:
Ini adalah kasus terkait karena meskipun sesuai proses adalah proses pemecahan masalah
yang sistematis, tidak memiliki beberapa langkah penting yang ditemukan di EBP seperti:
mengumpulkan, mengakses, mensintesis literatur; mengintegrasikan penyedia pengalaman;
preferensi pasien dan menerapkan apa yang sudah ada dipelajari dalam literatur (bukti) ke
dalam pengambilan keputusan klinis untuk meningkatkan penyediaan perawatan

19
EBP Non-EBP
Intervensi Intervensi
berdasarkan berdasarkan
penelitian dan tradisi atau
riset budaya

Berbasis
Berbasis Bukti
Kebiasaan

Berdasarkan
literatur jurnal Berdasarkan
dan artikel mouth to mouth
penelitian

2.5 Perbedaan EBP dan Non-EBP


Saat ini para perawat berpraktik pada 'masa akuntabilitas' Dimana kualitas dan Biaya
menentukan arah pelayanan kesehatan (kizer,et al.,2000,new house et al.,2005) masyarakat
sudah mulai sangat memperhatikan kesehatan. Baik kesehatan dirinya maupun kesehatan
lingkungan, serta mereka juga sangat memperhatikan segala yang terjadi di dalam institusi
kesehatan. Perhatian khusus diberikan kepada pendekatan pelayanan kesehatan yang dapat
berhasil atau tidak. Hasilnya, praktik berbasis bukti atau evidence based practice (EBP)
Muncul sebagai jawaban dari pihak medis untuk masyarakat (New house,et al.,2005).
Perawat memegang peranan yang penting dalam pelayanan rumah sakit, dimana perawat
berada dengan pasien selama 24 jam. Perawat tidak hanya berperan sebagai care giver namun
juga sebagai client advocate, counsellor, educator, collaborator, coordinator, change agentdan
consultant (Doheny dalam Kusnanto, 2003).

20
Bukan suatu hal Yang mudah untuk bagaimana menselaraskan penelitian-penelitian
yang digabungkan untuk pada akhirnya menjadi suatu hal yang dapat digunakan dalam
praktik keperawatan. Selama ini kita sering menemui banyak intervensi atau praktik-praktik
dari tenaga medis yang hanya berpedoman pada “biasanya juga begitu” sebagai contoh,
sewaktu di pendidikan, cairan yang digunakan dalam perawatan luka adalah Povidone-iodine
10%. Praktik ini dipakai “over and over”meskipun yang bersangkutan menjelang pensiun bila
diberi masukan, kadang-kadang jawaban yang ucapkan adalah “biasanya juga begitu, pasien
juga sembuh kok, kok repot... “ padahal menurut penelitian baru air matang juga bisa di
gunakan untuk perawatan luka (Evidence-Based Nursing, 2008).EBP ternyata dapat
memberikan suatu manfaat dalam kegunaannya. Hal ini buktikan pula oleh penelitian
(Belden, et al, 2012) tentang dampak evidence-based practice dalampemberdayaan RN
menunjukkan hasil korelasi positif. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian dari (melnyk, et al,
2014) yang menyatakan bahwa penerapan kompetensi EBP dalam praktek RN dapat
meningkatkan kualitas kesehatan pasien, menurunkan lama perawatan, jenis perawatan
sehingga dapat menurunkan biaya perawatan pasien. Selain itu juga, pembelajaran modul
EBP atau EBN 1 pada mahasiswa keperawatan undergraduate mempunyai dampak yang
positif dalam meningkatkan kepercayaan dan implementasi EBP sehingga integrasi EBP
kedalam kurikum mahasiswa undergraduate sangatlah penting (reid, et al,2017).

Evidence-Based practic memungkinkan adanya tindakan terbaik yang diberikan seorang


perawat terhadap klien bukan hanya dengan berpedoman pada kebiasaan ata "tradisi" Lama
yang belum terbukti kebenarannya, tetapi berdasarkan kepada adanya penelitian atau bukti
terhadap kebenaran suatu tindakan atau pelayanan. Saat merawat klien, sering kali perawat
menemukan suatu kasus yang membutuhkan banyak keputusan klinis yang penting. Pada
masa seperti inilah diperlukan adanya bukti terbaik bagi pelayanan yang terbaik. Selama ini.
Pada perawat Non Evidence-Based practic sebagian besar perawat hanya menggunakan ilmu
atau yang diajarkan pada saat menempuh pendidikan seperti kuliah Keperawatan, berdasar
pada pengalaman yang ada, serta prosedur yang terdapat di instansi tempat perawat tersebut
praktik. Seringkali pendekatan seperti ini bukan berdasar pada informasi terbaru. Yang dapat
disimpulkan bahwa perawat tersebut hanya berdasarkan pada tradisi yang ada.

Informasi terbaik adalah suatu bukti yang didapat lewat sebuah penelitian dengan desain
baik dan sistematis. Sumber informasi tersebut salah satunya adalah dari jurnal-jurnal Ilmiah

21
yang terpercaya, Sayangnya para perawat terkadang enggan untuk meluaskan literaturnya,
para perawat tidak memiliki akses literatur untuk selalu memperbarui pemahaman dan
praktiknya Kepada klien berdasarkan pada suara fakta terbaru yang terdapat pada penelitian.
Para perawat biasanya hanya mengandalkan pada pengalaman, kenyamanan klien, dan
kebiasaan yang ada saat ini untuk menangani suatu masalah atau kasus maupun dalam
pelayanan kepada klien.

22
P : Population

Pertanyaan I : Intervention
Klinis
C : Comparison

O : Outcome

Tempat
Medline dan penyimpanan
Pengumpulan Cinahel data yang
Bukti Relavan komperhensif

OVID Vendor yang


familiar
karena
memiliki
simpanan data
dasar
Cocrane
Database Data gratis
Sistematik internet untuk
Tahapan – Refuse penyusunan
Tahapan bukti
Praktik EBP
National
Guideline Penyimpanan
Clearing data
house berpedoman
klinis

Sumber artikel harus memiliki


Menilai Bukti unsur abstrk, pendahuluan, latar
belakang, narasi makalah

Integrasi Penyatuan bukti yang


Bukti diaplikasikan dalam praktik.

Evaluasi Respons EBP yang sesuai dengan


Keputusan apa yang diharapkan
Praktik

23
2.6 Tahapan – Tahapan Praktik Berbasis Bukti
EBP sebagai proses penelitian yang teratur ketika menentukan suatu keputusan
rasional sehingga bisa memberikan hasil parktik yang terbaik (Newhouse, et al., 2005).

Proses penelitian yang teratur dan bertahap akan memberikan kepastian dalam
menerima bukti terbaik sehingga bisa diterapkan ketika memberikan asuhan keperawatan
klien. Ada lima tahapan dalam melakukan EBP (Eizenberg, 2010).

1. Merumuskan kerangka pertanyaan klinis


2. Mengumpulkan bukti terbaik dan paling relevan
3. Mengevaluasi bukti yang telah dikumpulkan secara kritis
4. Menggabungkan bukti penelitian dengan keahlian klinis
5. Mengevaluasi keputusan hasil praktik.

1. Merumuskan Pertanyaan Klinis


Selalu memperhatikan saat melakukan praktik kepada klien. Melakukan identifikasi
jenis pertanyaan yang membutuhkan penjelasan dan yang tidak rasional. Pikirkan problem
yang berkaitan dengan waktu, biaya, atau yang tidak logis (Callister et al., 2005). Ketika
melakukan praktik klinis perawat dapat menggunakan pemicu yang berfokus pada masalah
dan pengetahuan untuk berpikir kritis mengenai masalah keperawatan klinis operasional.
Pemicu yang berfokus pada masalah adalah pemicu yang pasti akan dihadapi perawat saat
memberikan asuhan keperawatan. Contohnya, saat merawat pasien yang tidak sadar, perawat
akan berpikir, apa penyelesaian terbaik yang dapat di terapkan untuk memberikan perawatan
mulut klien? Contoh dari kecenderungan berfokus masalah adalah peningkatan jumlah klien
yang mengalami insiden infeksi saluran kandung kemih pada unit keperawatan. Hal ini akan
memuculkan pertanyaan, “Bagaimana saya bisa meminimalisir kuantitas pasien yang
mengalami insiden di unit saya?” atau “Apakah cara terbaik yang bisa saya lakukan untuk
mencegah infeksi saluran kandung kemih dalam klien pasca-operatif?” (Titler,et al., 2001).
Dari insiden yang dialami maka akan memunculkan pertanyaan yang bisa
membimbing perawat ke bukti yang menjawab pertanyaan. Maka, akan menjadikan perawat
untuk menggali jawaban yang bersumber dari literatur sains yang mampu membahas dan
menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang relevan (Nggie, 2010).

24
Ada unsur-unsur pertanyaan yang bisa dibangun untuk menyusun kerangka
pertanyaan yang baik dan kritis. Keempat unsur pertanyaan tersebut adalah pertanyaan PICO
(Melnyk dan Fineout-Overholt (2005) yang lebih jelasnya terdapat pada kotak di bawah ini.

Kompone Makna Penjelasan


n PICO
P Populasi klien yang dijadikan Identifikasi klien berdasarkan usia,
perhatian jenis kelamin, suku, budaya, dan
problem kesehatan yang
mempengaruhinya.
I Intervensi yang dijadikan Intervensi apakah yang sesuai
perhatian dalam memberikan praktik pada
klien (misalnya terapi, pemeriksaan
diagnostik dan faktor prognastik)?
C Intervensi pembanding Apakah standar pelayanan yang
rutin atau intervensi yang sedang
diberikan saat praktik?
O Outcome (hasil-hasil yang Bagaimana hasil yang didapatkan
diterapkan) dari intervensi yang dilakukan
(misalnya perubahan tingkah laku,
perubahan fisik dan tanggapan
klien?

Pertanyaan yang tidak dirumuskan dengan baik (seperti apakah solusi terbaik untuk
mengurangi insiden melindur? Apakah cara yang sesuai untuk mengukur tekanan darah?)
akan memunculkan sumber informasi yang tidak relevan sehingga akan mengalami kendala
dalam menemukan bukti. Format pertanyaan PICO akan memudahkan perawat untuk
bertanya sesuai fokus intervensinya. Untuk pertanyaan yang tidak berfokus pada intervensi,
arti dari huruf I dapat terdiri dari “area minat” (Melnyk dan Finenout-Overholt, 2005).
Contohnya, Apakah perbedaan dalam retensi ingatan (O) lulusan keperawatan (P) dengan
pengalaman asisten sebelumnya (I)? Beberapa pertanyaan tidak semuanya mengandung unsur
PICO. Sebagai contoh, Bagaimana klien penderita fibrosis kistik (P) menilai kualitas
hidupnya (O)? Pertanyaan tersebut hanya mengandung komponen P dan O (Nggie, 2010).

25
Pertanyaan PICO akan membantu menentukan kesenjangan pengetahuan dalam
kondisi klinis. Jika perawat merumuskan pertanyaan dengan baik, bukti yang tidak dimiliki
perawat untuk parktik klinis menjadi lebih jelas. Contoh kesenjangan pengetahuan lainnya
sebagai berikut (ONS, 2005).
1. Diagnosis: Pertanyaan yang bersangkutan dengan pemilihan dan interpretasi
pemeriksaan diagnostik. Contoh: Apakah menggunakan termometer oral sekali
pakai lebih valid dibandingkan dengan termometer oral elektronik untuk klien
dengan kondisi tube endotrakeal?
2. Prognosis (perkiraan): Pertanyaan terkait kemungkinan hasil klinis klien. Contoh:
Apakah terdapat perbedaan cedar pada trombosis vena dalam pada klien operasi
yang mendapatkan heparis subkutan dibandingkan klien yang mendapatkan
hepain berat-molekul-rendah subkutan?
3. Terapi: Pertanyaan tentang pemberian terapi yang terbaik. Contoh: Apakah yang
paling efektif dalam meminimalisir konstipasi akibat pemberian opioid pada
klienn dengan nyeri kronik?
4. Pencegahan: Pertanyaan tentang cara skrinning dan pencegahan untuk
menurunkan risiko penyakit. Contoh: Apakah pemeriksaan prostate specific
antigen (PSA) pada lansia asimptomatik akan mengurangi risiko mortalitas akibat
kanker prostat?
5. Edukasi: Pertanyaan terkait pengajaran terbaik untuk rekan kerja, klien dan
anggota keluarga. Contoh: Apakah penggunaan alat bantu visual lebih efektif
dibandingkan pamflet atau buku pengajaran buta huruf dalam memberikan
pengetahuan pada lansia buta huruf tentang diet terapetik?
Selalu kritis dan tidak egois dalam melakukan aktifitas klinis secara rutin dan jangan
merasa puas terhadap apa yang dilakukan. Selalu mengajukan pertanyaan yang sesuai
untuk bisa memberikan pelayanan yang baik kepada klien (Nggie, 2010).

26
2. Mengumpulkan Bukti Terbaik
Setalah mendapatkan hasil yang jelas dari pertanyaan sesuai PICO, maka perawat bisa
mencari sumber bukti dari pertanyaan tersebut. Perawat bisa mencari sumber dari berbagai
elemen misalnya kebijakan agensi dan manual prosedur, data peningkatan kualitas, pedoman
parktik klinis, atau data dasar yang sudah tersimpan dalam komputer. Perawat bisa meminta
bantuan kepada instansi fakultasnya dahulu untuk emndapatkan sumber informasi yang tepat
(Nggie, 2010).
Perawat juga bisa bisa mencari sumber informasi di petugas kepustakaan ilmiah dengan
meminta bantuan kepada pustakawan medis. Pustakawan bisa mngganti pertanyaan PICO ke
dalam bahasa atau kata kunci yang dapat memunculkan hasil yang terbaik. Ketika
menuliskan kata kunci hasil yang yang diperoleh bisa jadi akan membingungkan karena kosa
kata yang ditampilkan memiliki arti yang berbeda. Pustakawan medis akan membantu untuk
menyelesaikan pertnyaan PICO sehinga memperoleh bukti yang tepat (Nggie, 2010).
MEDLINE dan CINAHL merupakan tempat penyimpanan data dasar yang komprehensif
dan mewakili dasar pengetahuan bagi pelayanan kesehatan (Melnyk dan Fineout-Overholt,
2005). Data ini tersedia secara gratis maupun berbayar. Informasi yang disediakan bisa
diakses melalui langganan institusi yang dibayar oleh sekolah. Langganan tersebut disediakan
oleh vendor. OVID merupakan salah satu vendor yang familiar karena memiliki beberapa
simpanan data dasar (Nggie, 2010).
Cochrane Database of Systematic Reviews adalah salah satu data dasar gratis yang ada di
internet yang memiliki sumber utama untuk menyusun bukti (bukti yang belum ditinjau).
Data dasar Cochrane merupakan artikel penuh dari peninjauan yang tersusun secara sitematis
dan protokol bagi tinjauan yang sedang dikerjakan. Kelompok peninjauan kolaboratif
menyediakan dan mengamankan tinjauan tersebut. Protokol menyiapakan latar belakang,
objektif, dan metode untuk tinjauan yang sedang dikerjakan (Melnyk dan Fineout-Overholt,
2005). National Guideline Clearinghouse (NGC) merupakan simpanan data dasar yang
disuport oleh AHRQ. NGC berisikan pedoman klinis, ialah pernyataan yang di rangkai secara
sistematis tentang strategi perawatan untuk keadaan klinis spesifik yang melibatkan populasi
klien spesifik juga. Contoh pedoman klinis ialah asuhan keperawatan anak-anak dan remaja
dengan diabetes melitus tipe 1 dan pedoman praktik untuk perawatan orang dewasa dengan
nyeri punggung bawah.

27
3. Menilai Bukti
Menilai bukti merupakan mengevaluasi EBP untuk menciptakan perubahan dengan
menentukan nilai, prubahan praktikalisasi, dan kebermanfaatan bukti (ONS, 2015). Dalam
melakukan penilaian bukti tersebut, evaluasi terlebih dahulu nilai ilmiahnya dan
penerapannya dalam setiap yang ditemukan. Kemudian, diskusikan dengan orang yang ahli
dalam bidangnya dan tentukan hasilnya yang paling sesuai untuk diterapkan ketika praktik.
Ketika sudah melakukan penilaian bukti, maka perawat akan mampu menjawab pertanyaan,
Apakah semu informasi yang telah diperoleh mampu menjawab pertanyaan PICO perawat?
Apakah informasi yang perawat peroleh menunjukkan bukti yang benar dan terpercaya?
Bisakah perawat menerapkan bukti tersebut ketika praktik? (Nggie, 2010).

Infomasi yang diperoleh dari sumber artikel memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Abstrak, merupakan kesimpulan artikel yang dapat memberikan informasi


terkait jenis artikel (berdasarkan penelitian atau klinis). Di dalam abstrak
sendiri membahas tujuan penelitian atau pertanyaan klinis, topik atau
pembahasan yang ditemukan, dan keterlibatannya dalam kegiatan praktik
keperawatan.
b. Pendahuluan, merupakan artikel yang mengandung informasi terkait
tujuan dan kepentingan topik bagi pembacanya. Dan bisa terdapat bukti
pendukung singkat yang penting sesuai persepsi penulisnya.
Abstrak dan pendahuluan akan menentukan apakah perawat ketika
membaca artikel tersebut ingin meneruskan atau tidak. Dan perawat bisa
mengidentifikasi apakah topik dari artikel yang dibaca sudah sesuai dengan
pertanyaan PICO atau hanya cukup berkaitan sehingga masih bisa
memberikan informasi yang berguna (Nggie, 2010).
c. Tinjauan pustaka atau latar belakang.
Penulis bisa menyertakan latar belakang yang rinci terkait pembahasan
topik penelitiannya. Hal ini akan membuat sebuah argumen bagi penulis
terhadap hasil yang sudah diteliti. Jika artikel yang mengandung latar
belakang tidak bisa menjawab pertanyaan PICO dengan tepat, infomasi
dari artikel yang telah dibaca akan memberikan sumber pengetahuan yang
berguna untuk menambah wawasan.

28
d. Narasi makalah, merupakan bagian inti dan berisi pembahasan dari topik
yang dibuat penulis. Dalam artikel klinis akan dibahas mengenai deskripsi
populasi klien, sifat penyakit klien, perubahan kesehatan, bagaimana klien
terpengaruh, dan terapi keperawatan ynag sesuai. Suatu artikel riset
memiliki sub pembahasan yang terdapat pada bagian narasi, diantaranya:
1. Pernyataan tujuan: menejelaskan maksud dari penelitian.
Bagian ini berisi konsep yang akan diteliti. Pembahasannya terkait
pertanyaan penelitian atau hipotesis. Contoh pertanyaan penelitian,
“Karakteristik seperti apa yang biasa ditemukan pada wanita yang
melakukan skrinning payudara tiap tahun?”
2. Metode atau desain: pada bagian ini menjelaskan penulis dalam
menjawab pertanyaan penelitian. Pada bagian ini, akan diketahui jenis
penelitian apa yang telah digunakan (misalnya RCT, penelitian kasus-
kontrol, kualitatif, dan kuantitatif). Dalam pembahasannya terkadang
penulis menyampaikan hasil penelitiannya dengan bahasa yang sulit
dipahami karena untuk mendapatkan hasil yang akurat.
3. Hasil atau kesimpulan: setiap artikel klinis yang ditulis
berisikan kesimpulan dari topik yang sudah dibahas. Pada bagian
artikel riset penulis akan menjelaskan keterkaitan klinis dari topik yang
sudah disajikan. Pada artikel riset juga dijelaskan apakah hipotesis
yang dibuat bisa diterima atau bahkan ditolak atau bagaimana
pertanyaan penelitian dijawab.
4. Implikasi klinis: artikel riset akan mencakup bagian yang
membahas apakah temuan penelitisn tersebut memiliki keterkaitan
klinis. Setelah mencari sumber dari artikel dan telah dinilai sesuai
pertanyaan PICO, maka integrasikan hasil temuan tersebut dari seluruh
artikel yang telah dibaca guna menemukan status bukti yang ada. Dan
menggunakan pemikiran kritis ketika mempertimbangkan sejauh mana
artikel tersebut bisa menjawab pertanyaan perawat. Selain itu,
pertimbangkan pula apakah butki tersebut bisa diterapkan untuk satu
klien saja atau kelompok yang biasanya memiliki riwayat medis yang
kompleks (Melnyk dan Fineout-Overholt, 2005). Secara etika perawat
juga haru memperhatikan bukti yang ditemukan bisa menguntungkan
klien dan tidak berbahaya.

29
4. Integrasikan Bukti
Setelah menumkan bukti yang dirasa sudah cukup kuat dan tepat ketika diaplikasikan,
perawat kemudian mengintegrasikan ke dalam praktik. Gunakan bukti yang ditemukan
sebagai langkah awal ketika melakukan intervensi pada klien. Contohnya, perawat
mempelajari cara melakukan pendekatan dalam memandikan lansia yang cemas, maka
perawat bisa menggunakan teknik yang sudah didapatkan ketika memutuskan hasil bukti
klinis dari artikel yang sudah dibaca (Melnyk dan Fineout-Overholt, 2005; Trepepi-Bova, et
al., 1997).
5. Evaluasi Keputusan Praktik atau Perubahan
Ketika bukti yang sudah ditemukan kemudian diterapkan, maka selanjutnya adalah
evaluasi efek. Bagaimana cara kerja intervensi tersebut? Apakah efektif keputusan yang
diambil dalam penerapannya pada klien dan lingkungan praktik? Evaluasi yang diperoleh
dapat berupa hasil yang sederhana misalnya hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan apa
yang diharapkan.

30
Penelitian Penelitian menghasilkan
Manajemen Hasil pengetahuan yang objektif

Metode Penelitian menghasilkan


Penelitian pengetahuan yang objektif
Keperawatan Ilmiah

Penelitian Historis

Penelitian Korelasi

Penelitian
Eksploratoris

Penelitian Evaluasi

Penelitian
Deskriptif

Penelitian
Eksperimental

Keperawatan dan Penelitian


Pendekatan Ilmiah Kualitatif

Penelitian
Kuantitatif

31
2.7 Tahapan – Tahapan Penelitian Keperawatan dalam EBP
Penelitian merupakan suatu proses yang dilakukan sesuai prosedur penelitian untuk
menyakan dan menjawab pertanyaan sehingga diperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang
dihasilkan akan menjadi dasar ilmiah ketika praktik keperawatan dan memutuskan efisiensi
dari intervensi keperawatan (Metheny, el al., 1998, 1989, 1990, 1994, 2000). Penelitian
keperawatan didukung oleh International Counsil of Nurses (ICN) (1986) dan American
Nurses Association (ANA). Dukungan yang ada merupakan cara untuk meningkatakan mutu
kesehatan dan kesejahteraan rakyat, memperbarui pengetahuan, meningkatkan edukasi dan
praktik profesional, dan menggunakan sumber daya secara efisien dan efektif (Nggie, 2010).
Terdapat 3 komponen dari penelitian keperawatan yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Penelitian Manajemen Hasil
Penelitian hasil merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh suatu
jawaban dan mendokumentasikan efektivitas pelayanan kesehatan dan
intevensinya (Polit dan Beck, 2004).
Suatu hasil penyampaian pelayanan berfokus pada penerima pelayanan (klien,
keluarga, atau komunitas) dan bukan pada yang memberikan pelyanan (perawat
atau dokter). Masalah pada penelitian hasil harus dapat diukur. Unsur-unsur hasil
mencakup hasil itu sendiri, cara pengamatan, karakteristik kritisnya, dan rentang
skalanya (Melnyk dan Fineout-Overholt, 2005).

2. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan hasil
pengetahuan yang paling objektif ketika melakukan penelitian. Metode ilmiah
dijadikan acuan penelitian sehingga memiliki dapat terarah dan bisa mengahsilkan
bukti yang valid, reliable, dan dapat digeneralisasi (Nggie, 2010).
Peneliti menggunakan metode ilmiah untuk memahami, menjelaskan,
memperkirakan atau mengendalikan fenomena keperawatan (Polit dan Beck,
2004). Langkah-langkah yang sistematik mampu menekan opini peneliti yang bisa
mempengaruhi hasil yang diperoleh sehingga kesalahan penelitian bisa
diminimalisir (Nggie, 2010). Polit dan Beck (2004) menjelaskan ada beberapa
karakterisitik penelitian ilmiah sebagai berikut:
a. Masalah yang perlu diidentifikasi.
b. Tahapan perencanaan dan penyelenggaraan penelitian dilakukan secara
teratur dan sitematik.

32
c. Peneliti mencoba mengendalikan faktor ekdternal yang tidak diteliti
namun bisa memengaruhi hasil penelitian.
d. Data yang diperoleh berdasarkan bukti empiris
e. Ditujukan secara general untuk kelompok klien atas pengetahuan yang
telah didapatkan dari memahami fenomena.
3. Keperawatan dan Pendekatan Ilmiah
Nggie (2010) membahas pendekatan ilmiah, dikaitkan dengan jenis-jenis
penelitian sebagai berikut:
a. Penelitian historis: penelitian untuk menegakkan fakta dan hubungan dengan
masalalu. Contoh: pengamatan pada faktor masayarakat yang membuat
diterimanya perawat praktik ahli oleh klien.
b. Penelitian eksploratoris: penelitian untuk menegakkan hipotesis yang
berhubugan dengan fenomena. Contoh: penelitian pilot yang menguji program
olahraga baru terhadap lansia yang menderita demensia.
c. Penelitian evaluasi: penelitian terkait seberapa jauh program, praktik, atau
kebijakan dapat terlaksana dengan baik. Contoh: penelitian yang mengukur
hasil promosi kepada orangtua dalam meningkatakan kemampuan dalam
menaati jadwal imunisasi anakanya.
d. Penelitian deskriptif: penelitian yang mnegukur karakteristik orang, situasi,
atau kelompok dan frekuensi kejadian suatu peristiwa. Contoh: penelitian yang
menghadapi persimpangan RN saat merawat klien obesitas.
e. Penelitian eksperimental: penelitian yang mengendalikan variable penelitian
secara acak untuk menguji variabel tersebut. Contoh: suatu RCT
membandingkan Chlorhexidine dengan Betadine dalam menurunkan kejadian
flebitis IV.
f. Penelitian korelasi: penelitian yang membahas hubungan antar variabel tanpa
intevensi aktif oleh peneliti. Contoh: penelitian yang memperhatikan
hubungan strata pendidikan RN dan kepuasan mereka dalam peran
keperawatan.

33
Terdapat 2 pendekatan besar untuk penelitian metode kuantitif dan kualitatif.

1. Penelitian kuantitatif
Penlitian ini yang berdasarkan pengukuran dan kuantitatif yang
rinci. Contohya mengukur tingkat keparahan nyeri, tingkat
pemulihan luka, dan suhu tubuh. Penelitian kuantitatif berdasarkan
data numerik, analisis statistik, dan kontorl untuk menghilankan
bias (Polit dan Beck, 2004).
Survei merupakan penelitian kuantitatif yang sering dilakukan
untuk mendapatkan informasi dari populasi mengenai frekuensi,
distribusi, dan hubungan antar-variabel dalam subjek penelitian
(Polit dan Beck, 2004). Misalnya survei yang dilakukan untuk
mengukur persepsi perawat terkait kesediaan dokter untuk bekerja
sama dalam praktik (Nggie, 2010)
Penelitian evaluasi merupakan pengukuran terhadap hasil
penelitian yang berdasarkan program, parktik, prosedur atau
kebijakan yang sedang dijalankan (Polit dan Beck, 2004).
Contohnya penelitian manajemen hasil. Penelitian evaluasi akan
menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan
program. Jika terjadi kegagalan maka akan diidentifikasi masalah
dalam program tersebut serta alasan tidak berhasilnya program,
atau hambatan yang mengahalanginya (Nggie, 2010).

2. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mendapatkan
hasil dari wawancara atau tidak dalam bentuk nomerik. Penelitian
kualitatif didasarkan analisis induktif untuk mengkontruksi teori
dari pengamatan/wawancara spesifik (Polit dan Beck, 2004).
Terdapat metode untuk penelitian kualitatif. Etongrafi
merupakan penelitian yang melibatkan pendeskripsian dan
penafsiran dari tingkah laku kultural (Polit dan Beck, 2004).
Contohnya, peneliti mengamati tingkah laku pada penderita

34
Alzheimer yang dihubungkan dengan antropologi, yang berfokus
pada budaya suatu populasi (Nggie, 2010).
Fenomena merupakan metode penelitian yang bersumber dari
pemikiran atau filsafat (Polit dan Beck, 2004). Penelitian ini
berfokus pada pengalaman manusia dalam kegiatan sehari-hari dan
bagaimana manusia itu bisa menginterpretasikannya dan peneliti
meminta untuk diceritakan kisahnya tentang fenomena yang diteliti
(Nggie, 2010). Contoh, Wongvantuyu dan Poter (2005) meneliti
pengalaman perempuan yang membantu penderita cedar otak
traumatik yang berusia muda. Peneliti mengamati tingkah laku
wanita, tindakan, dan tujuan yang berkesinambungan untuk
membantu penderita tersebut.
Grounded theory merupakan metode penelitian kualitatif
dengan mengumpulan dan menganalisis data untuk membuat tori
yang berdasarkan fenomena nyata (Polit dan Beck, 2004). Contoh,
ketika melakukan penelitian pada komunitas, sulit untuk
berinteraksi antara perawat dengan klien, Sheldon, et al. (2006)
membuat kelompok untuk membahas kesulitan dalam
berkomunikasi sehingga bisa dibangun teori komunikasi yang
bermanfaat.

2.8 Program Peningkatan Kualitas Performa dalam EBP

Dalam program peningkatan QI hendaknya berfokus pada proses yang berpengaruh pada
hasil yang diharapkan. Proses tersebut harus didukung oleh pendekatan organisasi dimana
setiap individu turut berperan dalam upaya peningkatan QI secara kontinu. Hal tersebut dapat
dimulai dari budaya organisasi itu sendiri dimana setiap individu menyadari dan memahami
betul perannya masing-masing diorganisasi tersebut serta mempertahankan bahkan
meningkatkan kualitasnya. Seperti pada pelayanan kesehatan, terdapat banyak proses
pelayanan tunggal. Ambil saja seperti peran seorang perawat, ahli farmasi, ahli gizi, dokter,
maupun sekretaris dan pembawa obat yang semuanya mempunyai peran masingmasing
namun bekerjasama dalam upaya peningkatan kualitas atau QI. Memang pada dasarnya
proses peningkatan QI harus dimulai dari tingkat staf terlebih dahulu, dimana suatu masalah

35
diidentifikasi, setiap anggota wajib mengetahui standar praktik yang sesuai dengan kualitas
yang ada. quality improvement (QI) di definisikan sebagai pendekatan penelitian atau upaya
perbaikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau klien serta memenuhi segala
kebutuhanya. Sedangkan performance improvement (PI) yaitu suatu organisasi akan
melakukan evaluasi serta menganalisis performa saat ini untuk merumuskan tindakan atau
upaya perbaikan pelayanan yang ada.

Sementara itu terdapat peran Komite QI yang dimana tugasnya adalah untuk meninjau
aktivitas pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadap klien serta mengenali berbagai
kesempatan terbesar dalam meningkatkan kualitas, komite memperhatikan aktivitas dengan
risiko tinggi ( berpotensi mengakibatkan terjadinya trauman bahkan kematian), volume tinggi
( aktivitas unit risiko), dan bidang masalah ( bagi klien, staf, maupun instansi). Terkadang

Komite QI mengkaji tingkat


kualitas dan performa saat ini

Perubahan kebijakan atau


sistem pelayanan

Penyampaian staf lewat


diskusi

Implementasi Kebijakan yang


diberikan
masalah yang ditemukan adalah masalah yang tidak diperkirakan sebelumnya yang
menyebabkan cedera fisik maupun psikologis yang berat atau bahkan kematian. Setelah
masalah teridentifikasi. Badan komite selanjutnya akan menerapkan model resmi dalam
rangka untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ada banyak model PI dan QI, salah satunya.
Ada banyak model PI dan QI, salah satunya adalah model PDSA. Yaitu :

Plan (rencanakan). Peninjauan dilakukan pada data yang didapat untuk dipahami masalah apa
yang sebenarnya terjadi guna mengidentifikasi kebutuhan perubahan.

Do (Lakukan). Penentuan tindakan atau intervensi yang dapat diterapkan dalam masalah
tersebut dan selanjutnya diterapkan perubahan tersebut.

36
Study (pelajari). Setelah diterapkan, kemudian hasil dari perubahan yang sudah diterapkan
harus dievaluasi kembali tentang bagaimana dampak atau perkembangan dari penerapan
perubahan tersebut.

Act (tindak). Jika perubahan tersebut dinilai efektif dan dapat memecahkan masalah bahkan
meminimalisir peluang terulang kasus tersebut. Maka perubahan tersebut dalam diterapkan
dalam performa untuk keseharian.

Setelah dilakukan perubahan praktik oleh komite QI, selanjutnya hasil perubahan
tersebut harus langsung disampaikan kepada staf di departemen yang berkepentingan pada
organisasi atau instansi tersebut. Penyampaian bisa dilakukan lewat diskusi rutin yang
diadakan dalam rangka membahas tentang peningkatan kualitas mengenai aktivitas QI.
Diskusi tersebut bisa berupa pertemuan staf, buletin, atau yang lainya. Pada intinya
komunikasi yang baik antar staf atau bagian harus terbangun guna meningkatkan kualitas
pelayanan yang baik kepada klien. Banyak hasil diskusi yang membawa tentang QI yang
pada akhirnya dapat menimbulkan perubahan besar pada organisasi terbaru khusus dalam hal
sistem yang berjalan serta standar prosedur yang ditetapkan Dalam pemberian pelayanan dan
peningkatan kualitas. Perubahan praktik yang ditentukan oleh komite QI tidak akan bertahan
lama jika tidak adanya komunikasi dari komiet QI dengan staf departemen penting yang ada
di organisasi tersebut, selain itu organisasi juga berkewajiban untuk memberikan respon
terhadap suatu masalah dengan sumber daya yang sesuai pada bidangnya. Perubahan sistem
atau kebijakan dan prosedur, perubahan standar pelayanan, serta implementasi pendukung
baru merupakan contoh dari respon yang baik dari suatu organisasi.

37
Peningkatan
Kualitas Performa

QI (quality PI (perfomance
improvement) improvement)

Plan Do Study Act

(rencana) (lakukan) (pelajari) (tindakan)

38
Ketidakmerataan
EBP
Fasilitas Tidak
tidak terbiasa
memadai Meneliti

Tidak diberi Komponen


pertanggung belum
jawaban memadai
Faktor
Penghambat

Minim
Kurangnya
Pengetahuan
Dukungan
Bahasa Asing

Perbedaan
tingkat Waktu
pendidikan

39
2.9 Faktor – Faktor Penghambat dalam Pengaplikasian EBP

1. Model konsep Evidance-based Practice hanya berfokus di kota-kota besar baik yang
berada di dalam maupun luar negeri sehingga pada daerah-daerah pelosok atau pedesaan
yang terdapat di Indonesia belum berkembang. Hal itu terjadi karena kurangnya informasi
yang masuk antara pihak eksternal dari kota besar menuju pedasaan. Selain itu, perawat
kurang terampil dalam memainkan perannya;

2. Pada perawat sendiri menyatakan tidak setuju bahwa pengetahuan mereka memadai
untuk mengimplementasi Evidance-based Practice tetapi sebaliknya, banyak dari
responden yang sudah memiliki keterampilan yang cukup untuk melaksanakan Evidance-
based Practice serta mereka mengatakan bahwa mereka terbiasa membaca hasil penelitian
akan tetapi dalam melakukan suatu penelitian mereka tidak terbiasa;

3. Belum cukup memadainya banyak komponen persiapan perawat dalam


mengimplementasikan konsep Evidance-based Practice. Kurangnya komponen yang
terdapat pada diri seorang perawat menyebabkan mereka tidak siap untuk

40
mengaplikasikan EBP dalam praktik keperawatan. Komponen – komponen tersebut
sangat mendukung untuk eksistensi seorang perawat di dalam pelayanan kesehatan.
Ketika komponen yang terdapat pada diri perawat terpenuhi baik dari segi internal
maupun eksternal. Mereka akan memberikan pelayanan profesional kepada pasien atau
klien sehingga memberikan kesan positif pada pasien serta membuat pasien merasa
termotivasi untuk sehat;

4. Faktor penghambat utama yaitu pemahaman bahasa asing yang minim dan
pengetahuan yang terbatas. Hal ini dapat terjadi kepada seorang perawat karena kurang
nya budaya literasi atau kurang keikutsertaannya dalam mengikuti kegiatan pelatihan
untuk pengembangan ilmu dan peningkatan keterampilan yang bisa didapat dengan
kegiatan seperti seminar, pengaplikasian riset hasil penelitian dsb;

5. Waktu dan pengetahuan merupakan hambatan utama yang di temukan dari berbagai
penelitian yang ada mengenai implementasi;

6. Dukungan yang kurang dari organisasi dapat juga menghambat pengembangan


Evidance-based Practice

7. Seorang perawat yang tidak diberi tanggung jawab untuk mengimplementasikan


Evidance-based Practice. Semua profesi yang bekerja di dalam pelayanan kesehatan
sangatlah perlu menerapkan EBP dalam praktik keperawatannya khususnya dalam
pemberian asuhan keperawatan. Dengan diberlakukannya EBP di setiap pekerjaan atau
tugas dari seorang yang memiliki profesi maka pelayanan yang dihasilkan akan
berkualitas dan selalu bertumpu pada bukti – bukti yang mendukung kita ketika kita
melakukan intervensi kepada seorang pasien.

8. Fasilitas yang kurang memadai apa lagi pada era 4.0 dimana majunya teknologi pada
saat ini sehingga ketersediaan komputer sangat penting. Seharusnya fasilitas harus
dikembangkan baik dalam institusi kesehatan atau pada saat proses penelitian. Dengan
adanya fasilitas seperti komputer yang tersambung internet akan memudahkan profesi
kesehatan untuk mencari sumber – sumber ilmiah yang mendukung dalam pemberian
asuhan keperawatan kepada klien. Sumber – sumber ilmiah yang terdapat di internet
seperti jurnal, artikel ilmiah, dan riset hasil penelitian dapat dijadikan bukti sebagai dasar
pengimplementasian EBP dalam pelayanan kesehatan;

41
9. Tingkat pendidikan yang berbeda setiap individu. Pendidikan sangat berpengaruh
terhadap pengetahuan serta kompetensi seorang perawat. Semakin lama pendidikan yang
ditempuh oleh individu maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan oleh
individu tersebut. Ketika pengetahuan yang didapat oleh seorang individu sangat banyak
atau meluas, kompetensi yang dimiliki oleh individu tersebut akan mengikuti
pengetahuan yang didapatkannya. Kompetensi ini akan melahirkan keterampilan serta
soft skill seorang perawat dalam praktik keperawatan.

2.10 Pengimplementasian EBP di dalam Praktik Keperawatan


1. Pendekatan buku resep keperawatan

Pendekatan buku resep keperawatan didasarkan pada suatu bukti – bukti yang relevan
terhadap pasien mengenai suatu permasalah kondisi klinisnya. Dalam hal ini
perawatan tidak bersifat individualitas bergantung pada perawat saja. Akan tetapi,
pasien juga perlu dan berhak mengetahui suatu tindakan yang akan diberikan
kepadanya. Perawat akan menggali semua bukti – bukti yang mendukung pasien
dalam proses pelayanannya dibidang asuhan keperawatan. Kondisi klinis yang
dialami oleh pasien akan memberikan tantangan baru bagi perawat untuk
mengatasinya dengan ilmu, pengetahuan ataupun keahliannya di bidang klinis
tersebut. Penyelesaian ini tentunya didasarkan pada EBP dalam keperawatan. Dengan
diberlakukannya EBP di setiap tindakan keperawatan akan memberikan output yang
terbaik bagi pasien dan tidak merugikan pasien. Penggabungan keahlian klinis harus
seimbang dengan resiko dan manfaat dari tindakan klinis yang diberikan kepada
pasien. Resiko yang mungkin terjadi dapat teratasi dengan keprofesionalitasan serta
keahlian seorang perawat sehingga tidak menimbulkan masalah yang terjadi bagi
pasien di dalam pelayanan kesehatan. Keuntungan akan didapatkan seorang pasien.
Seperti yang kita ketahui bahwa pasien adalah manusia yang unik serta berbeda –
beda sifat dan karakteristiknya. Kita mengetahui bahwa di dalam diri pasien terdapat
banyak faktor pendukung atau sejahtera kondisi pasien, salah satunya adalah
kebudayaan. Kebudayaan sangat penting untuk diperhatikan terutama saat pemberian
asuhan keperawatan, perawat harus mengerti mengenai variasi budaya yang dimiliki
oleh seorang pasien karena bisa jadi kondisi klinis yang dialami pasien berkaitan
dengan variasi kebudayaan. Meskipun EBP mencegah perhatian mengenai masalah
kebudayaan, tetapi asuhan keperawatan perlu mempertimbangkan hal ini dalam
kondisi dan situasi apapun. Keunikan seorang pasien harus diperhitungkan oleh

42
perawat terutama keadaan klinisnya, kondisinya serta preferensi komorbiditasnya. Hal
tersebut yang telah saya jabarkan merupakan salah satu komponen terpenting dalam
pengaplikasian EBP.

2. Intervensi berdasarkan Hasil Peneletian

Perawat pastinya akan memberikan suatu intervensi kepada pasiennya. Intervensi


yang diberikan bukan sembarangan intervensi. Akan tetapi, intervensi yang diberikan
berdasarkan bukti – bukti yang mendukung suatu tindakan tersebut diberikan kepada
pasien. Bukti – bukti tersebut dapat digali dengan adanya suatu kasus yang telah
ditemukan solusinya sesuai dengan tahapan – tahapan berdasarkan EBP baik dalam
bentuk diskusi maupun kerja sama. Selain itu, peran perawat dalam memberikan
intervensi harus memusatkan kepada kenyamanan dan sepengetahuan pasien sehingga
terjadi suatu hubungan saling percaya yang dihasilkan di kedua belah pihak. Dalam
praktik EBP sangat menjunjung tinggi kompetensi, pengetahuan, serta keterampilan
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien. Dalam suatu pelayanan
khususnya pada praktik keperawatan tentunya dalam pemberian asuhan keperawatan
ataupun intervensi tidak hanya menganut terhadap hal – hal umum saja melainkan
sumber – sumber ilmiah yang relevan dan terpecaya yang dapat diakses melaui
internet mengenai kondisi klinis pasien sehingga pemberian intervensi bermutu dan
berkualitas dapat diberikan berdasarkan bukti – bukti yang tertera. Hasil penelitian
juga sangat diperlukan dalam intervensi kepada pasien. Selain itu, hasil penelitian
merupakan salah satu bentuk bukti terhadap pengimplementasian EBP. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penerapan hasil penelitian terhadap kasus yang terjadi. Namun
demikian, hasil penelitian yang tertera harus mempunyai korelasi dengan kondisi
klinis pasien dalam proses penanganannya. Perawat perlu memerhatikan hasil
penelitian tersebut yang relevan dengan pasien sehingga dalam proses penanganannya
dapat diberikan yang terbaik dan bermutu.

43
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

EBP sangat perlu diaplikasikan di dalam praktik keperawatan terutama dalam


pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Dengan mengaplikasikan EBP di dalam
tindak keperawatan akan memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas dalam
kondisi klinis pasien. Keadaan sehat pasien sangat berkaitan dengan tindakan
keperawatan yang diberikan oleh perawat. Dalam pemberian keperawatan yang
didasarkan pada EBP menekankan pada bukti – bukti yang ada sekaligus relevansi

44
terhadap kondisi klinis pasien. Bukti – bukti yang dapat ditemukan dapat berasal dari
sumber – sumber riset hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, bukti – bukti juga
dapat ditemukan melalui internet dengan mencari jurnal penelitian atau artikel ilmiah
yang relevan dengan masalah atau kondisi klinis dari paien. Perawat dalam
mengaplikasikan atau mengimplementasikan EBP dalam pelayanan kesehatan bergantung
kepada pengetahuan, keterampilan serta kompetensi nya. Hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan EBP. Dengan adanya komponen –
komponen pendukung EBP dalam pelayanan kesehatan dapat diberikan secara
professional serta meminimlaisir terjadinya insiden dalam praktik keperawatan sehingga
pasien tidak mengalami kerugian saat proses perawatan di rumah sakit.

Komponen - komponen juga berpengaruh terhadap pengaplikasian EBP karena


EBP terbentuk dari adanya komponen – komponen tersebut yang mendukungnya untuk
diterapkan dalam praktik keperawatan. EBP diberlakukan pada praktik keperawatn
khususnya pada asuhan keperawatan. EBP mempunyai fungsi tersendiri selain ditekankan
pada praktik berbasis bukti. Fungsi – fungsinya yaitu sebagai metode untuk mengevaluasi
sistem kerja perawat dalam melakukan praktik keperawatan serta mengintegrasikan
komponen – komponen pendukung EBP dalam pelayanan kesehatan. Disamping itu, saat
melakukan proses penelitian berdasarkan EBP harus memperhatikan 5 tahapan penting
yaitu merumuskan pertanyaan klinis, mengumpulkan bukti, mengevaluasi bukti,
menggabungkan unsure – unsur dalam penelitian, mengevaluasi keputusan hasil praktek.

3.2 Saran
Penerapan EBP perlu ditingkatkan kembali dalam praktik keperawatan khususnya
dalam intervensi kepada pasien. Karena ketika EBP dilakukan dengan baik, maka pasien
yang dirawat akan menerima dampak yang baik pula. Maka dari itu, pengetahuan
mengenai EBP harus di perlu diperhatikan bagi para tenaga kesehatan khususnya perawat
yang dituntut untuk profesionalitas tinggi dengan berbagai kompetensi dan skill. ‘

45
DAFTAR PUSTAKA

Melnyk B, Fineout0overholt E. 2005. Evidence-Based Practice in Nursing and Health Care:


A Guide to Best Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Polit D.F., Beck C.T 2004. Nursing Reasearch: Principles and Methods. ED 7. Philadelpihia:
JB Lippincott.
Newhouse R, et al. 2005. “Evidance-Based Practice: A Practical Appoarch to
Implementation.” J Nurs Adm, 35 (1): 35.

46
Callister L.C., et al . 2005. “Inquiry in Baccalaureate Nursing Education: Fostering Evidence-
Based Practice”. J Nurs Educ 44 (2): 59.
Sheldon L.K., et al. 2006. “DifficultCommunication in Nursing”. J Nurs Scholarsh 38 (2):
141.
International Council of Nurses. 1986. Nuring research: ICN Position statement. Geneva:
The Council.
Oncology Nursing Society. “Evidence-Based Practice Resource Area”.
https://onsopcontent.ons.org/toolkish/evidence/Definition/index.shtml. November
2005.
Potter,Perry. 2010. Fundamental of Nursing. Singapore:Elsevier Pte Ltd
Siska, dkk. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan Perawat dengan Kompetensi Aplikasi
Evidence Based Practice vol 1 no 1. Tangerang:Fakultas Keperawatan Universitas
Pelita Harapan. Jurnal Skolastik Keperawatan;
Ligita Titan. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Kesiapan Perawat Klinisi Dalam Implementasi
Evidence-Base Practice vol 8 no1. Tanjungpura:Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura. Ners Jurnal Keperawatan;
Jeremy Steglitz, dkk. 2015. Evidence-Based Practice.Chicago USA Northwestern
University:Elseiver Ltd;
 Stevens, K., (May 31, 2013) "The Impact of Evidence-Based Practice in Nursing and the
Next Big Ideas" OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing Vol. 18, No. 2,
Manuscript 4.
Setyawati,Anita,dkk, 2017. Peningkatan Pengetahuan Perawat dan Bidan Tentang Evidence-
Based Practice Melalui Pelatihan Penerapan Evidence-Based Practice. Bandung. :
Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 6, No. 1, Maret 2017: 53 – 56.
Chiwaula, C.H., dkk. 2018. Evidence Based Practice: A Concept Analysis. Zimbabwe,
Malawi. Imedpub journal. Vol. 5 No. 5:73.

47

Anda mungkin juga menyukai