Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA LANSIA DENGAN REUMATOID ARTHRITIS (RA)
DI BANJAR SEMA BLAHBATUH GIANYAR

OLEH :

NI PUTU BRIYAN DANI ELISTAYANI


199012257

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
REUMATOID ARTHRITIS (RA)

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Pengertian Reumatoid Atritis (RA)
Penyakit reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan
struktur di sekitarnya yang terdiri lebih dari 100 jenis. Salah satu jenis dari
penyakit reumatik adalah Reumatoid Atritis (RA). Reumatoid Atritis (RA)
adalah penyakit autoimun progresif dengan inflamasi kronik yang
menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat melibatkan organ dan
sistem tubuh secara keseluruhan, yang ditandai dengan pembengkakan,
nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang disertai gangguan
pergerakan diikuti dengan kematian prematur (Masyeni, 2018). Reumatoid
Atritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakteri yang bersifat
sistemik, progresif,cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris (Nurarif, 2015). Jadi dapat disimpulakan bahwa
Reumatoid Atritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai
dengan adanya peradangan sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
sering kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.

2. Etiologi
Etiologi Reumatoid Atritis (RA) belum diketahui dengan pasti. Namun,
kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan lingkungan (Rina, 2017) :
a. Faktor genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini
memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
b. Faktor endokrin, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari
Placental Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi
dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting dalam
sintesis estrogen plasenta, dan stimulasi esterogen dan progesteron pada
respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon imun selular
(TH1). Pada Reumatoid Atritis (RA) respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan
terhadap perkembangan penyakit ini.
c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi (streptokokus hemolitikus dan
streptokokus non-hemolitikus) diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga
muncul timbulnya penyakit Reumatoid Atritis (RA).
d. Faktor autoimun, pada saat ini Reumatoid Atritis (RA) diduga
disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi
terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena
virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
e. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai
respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam
amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana
antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host.
Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan
sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis.
f. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok.

3. Manifestasi Klinis
Jika pasien Reumatoid Atritis (RA) pada lansia tidak diistirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap (Syaifudin, 2018):
a. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan
kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat
merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.
b. Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat
dilihat. Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada
deformitas sendi.
c. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas.
Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
d. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot
yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula
mungkin terjadi.
Pada lansia Reumatoid Atritis (RA) dapat digolongkan ke dalam tiga
kelompok, yaitu (Syaifudin, 2018):
a. Kelompok 1
Reumatoid Atritis klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan
sebagian besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula
reumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat
mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.
b. Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk Reumatoid Atritis karena mereka
mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
c. Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan
panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada
pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan
adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan
sindrome karpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang
dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan
menggunakan prednison dosis rendah atau agens anti-inflamasi dan
memiliki prognosis yang baik.

4. Prognosis
Pada penderita Reumatoid Atritis (RA) yang berat akan terjadi
benjolan atau pembengkakakn di daerah sendi. Benjolan rematik ini jarang
dijumpai pada penderita-penderita Reumatoid Atritis (RA) jenis ringan.
Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita
Reumatoid Atritis (RA) bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi
pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh
imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limfe
dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi
kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti-
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(desease modifying antiremathoid drugs (DMARD)) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada Reumatoid Atritis (RA).
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vasculitis (Rysti, 2018).

5. Patofisiologi
Kerusakan sendi yang dialami oleh penderita Reumatoid Atritis
(RA) dimulai dari adanya faktor pencetus, yaitu berupa autoimun atau
infeksi, dilanjutkan dengan adanya poliferasi makrofag dan fibroblas
sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliverasi
sel-sel endotel, yang mengakibatkan terjadinya neovaskularisasi. Pembuluh
darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil
atau sel-sel inflamasi. Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator
yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik
dengan bantuan IL-1 dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini
sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari
lingkungan tersebut. Akan tetapi pada artritis reumatoid, antigen atau
komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian,
sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya
destruksi persendian pada artritis reumatoid kemungkinan juga disebabkan
oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu auto-
antibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien
artritis reumatoid.
Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau
mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut
terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya
degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin
dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan
elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis reumatoid. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya
sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen
dan proteoglikan.
Pathway

Kekakuan sendi Hambatan Mobilitas Fisik

Faktor infeksi, faktor autoimun, Nyeri Akut


faktor genetik dan pemicu Reaksi Peradangan
lingkungan, faktor endokrin, dan
faktor metabolik
Kurang informasi tentang Defisit
Synovial Menebal proses penyakit Pengetahuan

Pannus

Kartilago nekrosis
Infiltrasi dalam os. subcondria

Erosi kartilago
Hambatan nutrisi pada
kartilago artikularis

Adhesi pada permukaan sendi


Keterbatasan gerak
sendi Kerusakan kartilago dan tulang

Ankilosis fibrosis

Defisit Perawatan Tendon dan ligamen melemah


Diri Kekuatan sendir menurun

Hilangnya kekuatan otot Resiko Jatuh


Hambatan Mobilitas
Fisik
6. Komplikasi Reumatoid Atritis (RA)
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti-inflamasi
non-steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease
modifying anti-rheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab
morbiditas dan mortalitas utama pada Reumatoid Atritis (RA) (Bawarodi,
2017).

7. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien
Reumatoid Atritis (RA) adalah (Masyeni, 2018) :
a. Tes faktor rheumatoid positif, antinuclear antibody (ANA), posotif
bermakna pada sebagian penderita.
b. LED naik pada penyakit aktif : Umumnya meningkat pesat ( 80 – 100
mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
seperti anemia, albumin serum rendah dan fosfatase alkali meningkat.
c. Rontgen menunjukkan erosi terutama pada sendi – sendi tangan, kaki
dan pergelangan pada stadium dini dan kemudian berlanjut pada tiap
sendi.
d. Kelainan destruktif yang progresif pada sendi dan disorganisasi pada
penyakit yang berat.
e. Kadar asam urat lebih dari 7 mg/dl.

8. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada Reumatoid Atritis (RA) adalah (Rina,
2018) :
a. Memberikan Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi,
penyebab dan prognosis penyakit termasuk komponen penatalaksanaan
regimen obat yang kompleks. Pendidikan tentang penyakit ini kepada
pasien, keluarga dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien.
Pendidikan pencegahan yang diberikan pada klien berupa istirahat yang
cukup, gunakan kaos kaki atau sarung tangan sewaktu tidur malam,
kurangi aktivitas yang berat secara perlahan – lahan.
b. Istirahat
Sangat penting karena Reumatoid Atritis (RA) biasanya disertai rasa
lelah yang hebat. Oleh karena itu, pasien harus membagi waktu istirahat
dan beraktivitas.
c. Latihan Fisik
Dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini
mencakup gerakan aktif dan pasif semua sendi yang sakit, minimalnya
2x sehari.
d. Termotrafi
Lakukan kompres panas pada sendi – sendi yang sakit dan bengkak
mungkin dapat mengurangi nyeri.
e. Gizi
Pemenuhan gizi pada Reumatoid Atritis (RA) adalah untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi
peradangan pada sendi. Adapun syarat – syarat diet Reumatoid Atritis
(RA) adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral,
cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata – rata
asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat
diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.

9. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan Medik pada Reumatoid Atritis (RA) adalah sebagai
berikut (Widayanti, 2017) :
a. Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada
penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai
walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat
mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang
sangat baik. OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim
siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum
jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal
ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
1) Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
2) Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi
(histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
3) Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
4) Menghambat proliferasi seluler.
5) Menetralisasi radikal oksigen.
6) Menekan rasa nyeri
b. Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD
tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini
didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada
masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan
dua atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik seperti
penggunaan obat obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit
keganasan. digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari
proses destruksi akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang
lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
1) Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis
harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis
makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
2) Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam
bentukenteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg /
hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai
mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2
g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk
digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
3) D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg
atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300
mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu
sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250
sampai 300 mg/hari.
c. Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat
ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement,
memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Biodata
Pengkajian disini meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, tempat
tinggal, agama status pernikahan, pekerjaan.
2) Keluhan utama
Biasanya keluhan yang muncul pada penderita yang mengalami
Reumatoid Atritis (RA) yaitu nyeri pada persendian.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien masih mengeluh nyeri
pada sendi terutama lutut dan pergelangan kaki, nyeri akan semakin
bertambah apabila dibawa berjalan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penyakit Reumatoid Atritis (RA) ini adalah penyakit yang
menahun yang sudah lama dialami pasien
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit Reumatoid Atritis (RA) ini adalah penyakit
keturunan yang sering dan umum sering diderita oleh kelompok lanjut
usia.
6) Pola fungsi kesehatan gordon
Adapun pengkajian pada pasien hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk
dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari,
biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit,
kontraktor/ kelaianan pada sendi.
b. Sirkulasi
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (misalnya :
pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan
pada jari sebelum warna kembali normal).
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor
hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi
ketidakmampuan). Ancaman pada konsep diri, citra
tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan
pada orang lain).
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal sakit ini atau yang lalu

e. Makanan/Cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/
mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual,
anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran
mukosa.
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/Ketidak nyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
h. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi. Ketergantungan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi
kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam
menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan
membran mukosa.

7) Pemeriksaan Fisik Per-Sistem


a. Sistem Kardiovaskuler
Pada pasien perempuan normalnya iktus kordis tidak teraba dan
pada pasien laki-laki teraba di ICS 5 midclavicula line sinistra.
Nadi meningkat (sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan),
pada auskultasi tidak terdengar bunyi jantung tambahan.
b. Sistem Pernafasan
Pasien dengan Reumatoid Atritis (RA) tidak menunjukkan kelainan
sistem pernafasan pada saat insfeksi. Palpasi toraks menunjukkan
vokal taktil premitus seimbang anatara kanan dan kiri, pada
auskultasi tidak ada bunyi napas tambahan.
c. Sistem Integumen
Pada umunya gejala yang terlihat pada kult adalah kemerahan pada
daerah yang bengkak namun biasanya ada juga yang bengkak
namun tidak mengalai kemerahan. Pada Reumatoid Atritis (RA)
tidak ada kelainan pada sistem integumen.
d. Sistem Perkemihan
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada sistem perkemihan, namun saat pemeriksaan sebaiknya dikaji
frekuensi berkemih, kepekatan urine, warna, bau dan jumlah urine.
e. Sistem Muskuluskeletal
Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa
(abnormal), deformitas pada daerah sendi kecil tangan,
pergelangan kaki. Adanya degenerasi serabut otot memungkinkan
terjadinya pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh tidak
digunakannya otot akibat inflamasi sendi, akan terasa nyeri saat
dilakukan penekanan pada daerah yang bengkak.
Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan
manifestasi nyeri bila menggerakkan sendi yang sakit. Pasien
sering mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktivitas
hidup sehari-hari
f. Sistem Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita Reumatoid Atritis (RA)
dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil dan
sudah menupaose menimbulkan dugaan terdapatnya faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini. Pemberian hormon estrogen
eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang
diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan.
g. Sistem Imun Hematologi
Pada saat ini Reumatoid Atritis (RA) disebabkan oleh autoimun
dan infeksi. Autoimun berekasi terhadap kolagen tipe II, faktor
infeksi disebabkan oleh virus dan mikroorganisme mikroplasma
yan terdapat di persendian penderita.
h. Sistem Gastrointestinal
Pasien dengan Reumatoid Atritis (RA) biasanya sering mengalami
mual, nyeri ulu hati yang menyebabkan pasien tidak nafsu makan.
Terutama pada pasien yang menggunakan obat rematik dan
NSAID. Peristaltik yang menurun menyebabkan pasien jarang
defekasi.
i. Sistem Reproduksi
Pada lansia perempuan yang sudah menepouse akan lebih tinggi
kemungkinan memiliki Reumatoid Atritis (RA).
j. Sistem Neurosensori
1) Nervus Olfaktoris/N I : Pasien masih mampu mengidentifikasi
aroma (bau).
2) Nervus Optikus/N II : Pasien mampu melihat dengan jelas
tanpa alat bantu.
3) Nervus Okulomotoris/N III,Trochlearis/N IV,Abdusen/N VI :
Klien mampu mengerakan bola mata kiri dan kanan.
4) Nervus Trigeminus/N V : Pasien mampu untuk membedakan
panas/dingin, tajam/tumpul pada ekstremitas bawah.
5) Nervus Fasalis/N VII : Pasien sudah mampu mengerakan otot
wajahnya, tetapi jika berbicara cepat kata- kata klien menjadi
salah
6) Nervus Vestibulocochlearis/N VIII : Pasien masih bisa
mendengar suara dengan baik seperti ketika kita memanggil
namanya klien menoleh kearah sumber suara/bunyi.
7) Nervus Glossopharingeus/N IX, Vagus/N X : Pasien mampu
untuk menelan, mengunyah dan membuka mulutnya
8) Nervus Aksesorius/N XI : Pasien mampu menggerakkan kedua
tangannya dan kedua bahu simetris.
9) Nervus Hipoglossus/N XII : Pasien mampu sepenuhnya
menggerakkan bagian lidah dijulurkan kedepan

8) Pengkajian Fungsional Lansia


a. Pengkajian fungsional berdasarkan indeks KATZ
Pengkajian ini meliputi obsservasi kemampuan klien untuk
melakukan aktivitas kehdupan sehari-hari/Activity Daily Living

Skore Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK atau BAK ), berpindah, ke
kamar kecil, mandi dan berpakian
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakian, dan satu fungsi
tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakian, kekamar kecil dan
satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakian, kekamar kecil,
berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan
Lain sebagai C,D,E atau F
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari
orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap
tidak melakukan fungsi meskipun dia dianggap mampu

b. Pengkajian fungsional berdasarkan Barthel Indeks


Item Yang
NO Skor Nilai
Dinilai
1 Makan 0 = Tidak mampu
(Feeding) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega, dan lain
- lain
2 = Mandiri
2 Minum 0 = Tergantung dengan orang lain
(Bathing) 1 = Mandiri
3 Perawatan 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
diri 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
(Groowing) bercukur
4 Berpakian 0 = Tergantung dengan orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misalnya, mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak terkontrol
kecil 1 = Kadang inkontinensia (maks 1x 24 jam)
(Bladder) 2 = Kontinensia (teratur)
6 Buang air 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
besar 1 = Kadang inkontinensia (sekali seminggu)
(Bowel) 2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain
toilet 1 = Membutuhkan bantuan tetapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9 Mobilitas 0 = Imobilitas (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti
tongkat)
10 Naik turun 0 = Tidak mampu
tangga 1 = Membutuhkan bantuan ( alat bantu )
2 = Mandiri
Keterangan :
20 : Mandiri
12 – 19 : Ketergantungan Ringan
9 – 11 : Ketergantungan Sedang
5–8 : Ketergantungan Berat
0–4 : Ketergantungan Total

9) Pengkajian Kognitif
a. Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status
Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan
berdasarkan 10 pertanyaan
Skore No Pertanyaan Jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Berapa nomor telpon anda ? Dimana alamat anada ?
(tanyakan bila tidak memiliki telpon )
5 Berapa umru anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden indonesia sekarang ?
8 Siapa presiden sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Berapa 20 di kurangi 3 ?
( Begitu seterusnya sampai bilangan terkecil )
Penilaian SPMSQ:
Salah 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Salah 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Salah 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Salah 8-10 : Kerusakan intelektual berat

b. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan


MMSE (Mini Mental Status Exam)
Nilai Nilai Pertanyaan
Maksimum pasien
Orientasi
5 (Tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan) apa sekarang ?
5 Dimana kita : (negara bagian) (wilayah) (kota) (rumah sakit)
(lantai) ?
Registrasi
3 Sebutkan nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan masing –
masing. Beri 1 poin untuk steiap jawaban yang benar
Perhatian dan kalkulasi
5 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran. Berhenti setelah
jawaban. Berganti eja “kata” ke belakang
Mengingat
3 Meminta untuk mengulang ketiga objek diatas. Berikan 1
poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat ( 2 poin )
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau tetapi (1 poin)
30 Nilai total
Interpretasi hasil:
>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental

10) Pengkajian Emosional


a. Tahap I
No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah klien mengalami kesulitan tidur ?

2. Apakah klien sering merasa gelisah ?

3. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri ?

4. Apakah klien sering was-was atau khawatir ?

a. Tahap II

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam sebulan ?

2. Ada atau banyak pikiran ?

3. Ada gangguan/masalah dengan keluarga lain ?

4. Menggunakan obat tidur/penenang atau anjuran dokter ?

5. Cenderung mengurung diri ?

Keterangan :
Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya” maka masalah emosional
positif (+)

11) Pengkajian Psikososial


Dalam keadaan sakit pasien sangat membutuhkan pengertian dan
dukungan dari keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan
menjalani pengobatannya termasuk untuk minum obat setiap harinya dan
pengaturan dietnya. Pada pengkajian ini pasien juga dikaji tentang
bagaimana hubungannya dengan tetangganya dan bagaimana mereka
saling bertegur sapa.
12) Pengkajian Spiritual
Pada kasus ini akan terdapat perubahan spiritual pasien, dimana pasien
akan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan agama akibat
nyeri yang dialami.

13) Pengkajian Depresi


No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah Bapak/Ibu sekarang ini puas dengan kehidupannya ?
2. Apakah Bapak/Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau
kesenangan akhir-akhir ini ?
3. Apakah Bapak/Ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup ini ?
4. Apakah Bapak/Ibu sering merasa bosan ?
5. Apakah Bapak/Ibu merasa mempunyai harapan yang baik di masa
depan ?
6. Apakah Bapak/Ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang
mengganggu terus-menerus ?
7. Apakah Bapak/Ibu memiliki semangat yang baik setiap
saat ?
8. Apakah Bapak/Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada
Anda ?
9. Apakah Bapak/Ibu merasa bahagia sebagian besar waktu ?
10. Apakah Bapak/Ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa ?
11. Apakah Bapak/Ibu sering merasa resah dan gelisah ?
12. Apakah Bapak/Ibu lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan
mengerjakan sesuatu ?
13. Apakah Bapak/Ibu sering merasa khawatir tentang masa depan ?
14. Apakah Bapak/Ibu akhir-akhir ini sering pelupa ?
15. Apakah Bapak/Ibu pikir bahwa hidup Bapak/Ibu sekarang ini
menyenangkan ?
16. Apakah Bapak/Ibu sering merasa sedih dan putus asa ?
17. Apakah Bapak/Ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini ?
18. Apakah Bapak/Ibu sering merasa khawatir tentang masa
lalu ?
19. Apakah Bapak/Ibu merasa hidup ini mengembirakan ?
20. Apakah sulit bagi Bapak/Ibu memulai kegiatan yang baru ?
21. Apakah Bapak/Ibu merasa penuh semangat ?
22. Apakah Bapak/Ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan ?
23. Apakah Bapak/Ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya
daripada Bapak/Ibu ?
24. Apakah Bapak/Ibu sering marah karena hal yang sepele ?
25. Apakah Bapak/Ibu sering merasa ingin menangis ?
26. Apakah Bapak/Ibu sulit berkonsentrasi ?
27. Apakah Bapak/Ibu merasa senang waktu bangun tidur di pagi hari ?
28. Apakah Bapak/Ibu tidak suka berkumpul di pertemuan
sosial ?
29. Apakah mudah bagi Bapak/Ibu membuat suatu keputusan ?
30. Apakah pikiran Bapak/Ibu masih tetap mudah dalam memikirkan
sesuatu seperti dulu ?
Keterangan:
Skor 0 - 10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11 - 20 : Menunjukkan depresi ringan
Skor 21 - 30 : Menunjukkan depresi sedang/berat

14) Pengkajian Resiko Jatuh


a. Pengkajian risiko jatuh pada klien dewasa/lansia menggunakan
Skala Morse
TGL
No Item Penilaian Jam
Skor IA 1 2 3 4
1 Usia
a. Kurang dari 60 0
b. Lebih dari 60 1
c. Lebih dari 80 2
2 Defisit Sensoris
a. Kacamata bukan bifokal 0
b. Kacamata bifokal 1
c. Gangguan pendengaran 1
d. Kacamata multifokal 2
e. Katarak/ glaukoma 2
f. Hamper tidak melihat/ buta 3
3 Aktivitas
a. Mandiri 0
b. ADL dibantu sebagian 2
c. ADL dibantu penuh 3
4 Riwayat jatuh
a. Tidak pernah 0
b. Jatuh < 1 tahun 1
c. Jatuh < 1 bulan 2
d. Jatuh pada saat dirawat 3
sekarang
5 Kognisi
a. Orentasi baik 0
b. Kesulitan mengerti perintah 2
c. Gangguan memori 2
d. Kebingungan 3
e. Disoreintasi 3
6 Pengobatan dan penggunaan alat
kesehatan 1
a. > 4 jenis pengobatan 2
b. Anthipertensi/hipoglikemik/a 2
ntidepresan 2
c. Sedative/psikotropika/narkoti
ka
d. Infuse/epidural/spinal/dower
catheter/traksi
7 Mobilitas
a. Mandiri 0
b. Menggunakan alat bantu 1
berpindah 2
c. Kordinasi/keseimbangan 3
memburuk 4
d. Dibantu sebagian 4
e. Dibantu penuh/bedrest/nirse
assist
f. Lingkungan dengan banyak
furniture
8 Pola BAB/BAK
a. Teratur 0
b. Inkotinensia urine/feses 1
c. Nokturia 2
d. Urgensi/frekuensi 3
9 Komorbiditas
a. Diabetes/penyakit 2
jantung/stroke/ISK 2
b. Gangguan saraf 3
pusat/parkinson
c. Pasca bedah 0-24 jam
Total Skor 67
Keterangan
Risiko Rendah 0 -- 7
Risiko Tinggi 8 - 13
Risiko Sangat Tinggi ≥ 14
Nama/paraf
Catatan :
1. Pengkajian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit,
dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment)
2. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan
dengan kode :
a) Setelah pasien jatuh (Post Falls) dengan kode PF
b) Perubahan kognisi (Change of Condition) dengan kode CC
c) Menerima pasien pindahan dari ruangan lain (On Ward Transfer)
dengan kode WT
d) Setiap minggu (Weekly) dengan kode WK
e) Saat pasien pulang (Discharge) dengan kode DC

b. Pengkajian dengan “The Timed Up and Go” (TUG)


No Langkah

1. Posisi pasien duduk dikursi

2. Minta pasien berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter),


kembali ke kursi, ukur waktu dalam detik
Keterangan :
> 12 detik : Risiko jatuh tinggi
< 12 detik : Risiko jatuh rendah
15) AFGAR Keluarga
APGAR Keluarga
Selalu Kadang- Tidak
No. Fungsi kadang Pernah
(2) (1) (0)
1. A : Adaptasi
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
apabila saya mengalami kesulitan (adaptasi)
2. P : Partnership
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya membicarakan sesuatu dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3. G : Growth
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas (pertumbuhan)
4. A : Afek
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya mengekspresikan afek dan berespon
terhadap emosi-emosi saya, seperti marah, sedih
atau mencintai
5. R : Resolve
Saya puas dengan cara teman atau keluarga saya
dan saya menyediakan waktu bersama-sama
mengekspresikan afek dan berespon
Penilaian:
Total nilai < 3 : Disfungsi keluarga yang sangat tinggi
Total nilai 4-6 : Disfungsi keluarga sedang
Total nilai 7-10 : Tidak ada disfungsi keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis: inflamasi yang
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah dan
frekuensi nadi cepat.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi ditandai
dengan pasien sendi kaku, gerakan terbatas dan mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
ditandai dengan pasien mengatakan enggan melakukan perawatan diri.
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
ditandai dengan menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah.
e. Resiko jatuh
3. Intervensi
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan - Pain level Pain Management
dengan agen cedera - Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk mengetahui lokasi,
fisiologis yang - Comfort level komprehensif termasuk lokasi, skala nyeri yang dirasakan
ditandai dengan karakteristik, durasi, frekuensi, pasien.
Setelah dilakukan tindakan
pasien mengeluh kualitas dan factor presipitasi 2. Untuk mencegah adanya
keperawatan selama 3 x kunjungan
nyeri, tampak 2. Kontrol lingkungan yang dapat faktor lain pada nyeri yang
diharapkan nyeri pasien dapat
meringis, gelisah mempengaruhi nyeri seperti suhu dirasakn pasien.
berkurang dengan kriteria hasil :
dan frekuensi nadi ruangan, pencahayaan, kebisingan 3. Agar rasa nyeri yang
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
cepat. 3. Kurangi factor presipitasi nyeri dirasakan pasien dapat
penyebab nyeri, mampu
4. Ajarkan teknik nonfarmakologi berkurang.
menggunakan tehnik
5. Pemberian terapi komplementer 4. Mengajarkan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi
(seperti pemberian ramuan herbal relaksasi nafas dalam
nyeri, mencari bantuan)
contohnya boreh jahe) untuk mengurangi nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 6. Berikan analgetik untuk mengurangi 5. Ramuan herbal yang tepat
berkurang dengan menggunakan nyeri. dapat membantu
manajemen nyeri mengurangi nyeri pada
3. Mampu mengenali nyeri (skala, lansia
intensitas, frekuensi dan tanda 6. Analgetik dapat
nyeri) mengurangi nyeri.
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang

2 Hambatan mobilitas NOC : NIC :


fisik berhubungan - Joint movement : Active Fever treatment
dengan kekakuan - Mobility level 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Untuk mengetahui adanya
sendi ditandai - Self care : ADLs keluhan fisik lainnya. keluhan fisik lain yang
dengan pasien sendi - Transfer performane 2. Monitor frekuensi jantung dan dialami pasien.
kaku, gerakan Setelah dilakukan tindakan tekanan darah sebelum memulai 2. Untuk mengetahui vital
terbatas dan keperawatan selama 3 x kunjungan mobilisasi. sign pasien.
mengeluh sulit diharapkan pasien meningkat dalam 3. Libatkan keluarga untuk membantu 3. Agar pasien merasa
menggerakkan mobilisasi dengan kriteria hasil : pasien dalam meningkatkan mendapat dukungan dari
ekstremitas pergerakan. keluarganya
1. Klien meningkat dalam aktivitas 4. Jelaskan tujuan dan prosedur 4. Agar pasien dan keluarga
fisik mobilisasi. paham tentang prosedur
2. Memperagakan penggunaan alat 5. Ajarkan mobilisasi sederhana yang yang akan dilakukan.
bantu untuk mobilisasi. harus dilakukan. 5. Untuk membantu
meningkatkan mobilisasi
pasien.
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas 1. Untuk mengetahui
diri berhubungan keperawatan selama 3 x kunjungan perawatan diri sesuai usia kebiasaan pasien dalam
dengan gangguan diharapkan defisit perawatan diri pasien 2. Monitoring tingkat kemandirian merawat dirinya
muskuloskeletal dapat teratasi dengan kriteria hasil : 3. Dampingi dalam melakukan 2. Agar mengetahui tingkat
ditandai dengan 1. Mampu menggunakan pakaian dan perawatan diri sampai mandiri kemandirian pasien dalam
pasien mengatakan mampu berhias sendiri tanpa alat 4. Fasilitasi kemandirian, bantu jika melakukan ADL
enggan melakukan bantu tidak mampu melakukan perawatan 3. Untuk mengawasi pasien
perawatan diri. 2. Mampu menggunakan pakaian diri agar kegiatan yang
secara rapi dan bersih 5. Anjurkan melakukan perawatan diri dilakukan sesuai prosedur
3. Mampu melepas pakaian, kaos kaki secara konsisten sesuai kemampuan 4. Bantu pasien sampai bisa
dan sepatu melakukan perawatan diri
dengan mandiri, libatkan
keluarga jika perlu
5. Agar pasien bisa
menerapkan cara merawat
diri yang baik dan benar
4 Defisit pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan - Knowladge: Disease Process Teaching : Disease Process
dengan kurang - Knowladge: Healty Behavior 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar materi yang
terpapar informasi Setelah dilakukan tindakan kemampuan menerima informasi diberikan dapat diterima
ditandai dengan keperawatan selama 3 x kunjungan 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat dengan baik oleh pasien
menunjukkan diharapkan pasien mengerti tentang meningkatkan dan menurunkan 2. Agar pemberi materi dapat
persepsi yang keliru edukasi yang diberikan oleh perawat motivasi perilaku hidup bersih dan paham dan lebih
terhadap masalah. kriteria hasil : sehat memahami kondisi pasien
1. Pasien dan keluarga menyatakan 3. Sediakan materi dan media sebelum diberikan edukasi
pemahaman tentang penyakit, pendidikan kesehatan 3. Agar pasien tertarik dalam
kondisi, prognosis dan program 4. Berikan kesempatan untuk bertanya mendengarkan edukasi
pengobatan. 5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan yang diberikan
2. Pasien dan keluarga mampu sehat 4. Edukasi yang baik adalah
melaksanakan prosedur yang edukasi yang dapat
dijelaskan secara benar membuat pasien bisa
melakukan feedback
terhadap apa yang telah
dijelaskan
5. Untuk meningkatkan taraf
hidup pasien menjadi
lebih baik
5 Resiko jatuh NOC : NIC :
- Risk kontrol Environment Management
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor resiko jatuh. 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 3 x kunjungan 2. Identifikasi faktor lingkungan yang penyebab jatuh.
diharapkan pasien bebas dari resiko dapat meningkatkan resiko jatuh. 2. Untuk mengetahui faktor
jatuh dengan kriteria hasil : 3. Hitung resiko jatuh dengan lingkungan yang
1. Pasien terbebas dari resiko jatuh. menggunakan skala. menyebabkan jatuh.
2. Pasien mampu menjelaskan faktor 4. Anjurkan menggunakan alas kaki 3. Untuk mengetahui skala
resiko dari lingkungan/ perilaku yang tidak licin resiko jatuh yang dialami
personal. 5. Anjurkan melebarkan jarak kedua pasien.
kaki untuk meningkatkan 4. Agar tidak memicu resiko
keseimbangan saat berdiri. jatuh.
5. Agar tubuh klien tetap
dalam posisi seimbang
saat berdiri.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan hasil akhir yang diharapkan setelah
dilakukannya implementasi keperawatan. Evaluasi pada pasien dengan
Reumatoid Atritis (RA) adalah sebagai berikut :
a. Pasien mengatakan nyerinya berkurang
b. Pasien bisa melakukan ADL dengan baik dan benar
c. Pasien mampu menjelaskan kembali edukasi yang telah diberikan
d. Pasien dan keluarga mengerti dan paham tentang penyakit yang
dialaminya
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin H., Hardhi Kusuma.2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 3. Jogjakarta:
MediAction.

Bawarodi, Fera, Julia Rotie, Reginus Malara. 2017. Faktor-faktor yang


Berhubungan dengan Kekambuhan Penyakit Rematik Di Wilayah
Puskesmas Beo Kabupaten Talaud. e-journal Keperawatan (e-Kep).
5(1).pg.1-7.

Widayanti, Dhina, Farida Hayati. 2017. Peningkatan Kenyamanan Lansia dengan


Nyeri Rheumatoid Arthritis Melalui Model Comfort Food For The Soul.
Jurnal Ilmu Keperwatan. 5(1). pg.6-15.

Masyeni, Ketut Ayu Manik. 2018. Rheumatoid Arthritis. Naskah Publishing.


Denpasar: Universitas Udayana

Syaifudin, Deny Mohammad. 2018. Asuhan Keperawatan pada Lansia Ny. S dan
Tn. S yang Mengalami Rheumatoid Arthritis dengan Masalah
Keperawatan Nyeri Kronis di UPT PSTW Jember. Sripsi. Jawa Timur:
Jember

Lysti, Aldist Andini. 2018. Gambaran Respon Psikologis Penderita Rheumatoid


Arthritis di Komunitas. Skripsi. Jawa Tengah: Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Anda mungkin juga menyukai