Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah evidence dimulai pada tahun 1970 ketika Archie Cochrane menegaskan
perlunya mengevaluasi pelayanan kesehatan berdasarkan bukti-bukti ilmiah (scientific
evidence). Sejak itu berbagai istilah digunakan terkait dengan evidence base, diantaranya
evidence base medicine (EBM), evidence base nursing (EBN), dan evidence base practice
(EBP). Evidence Based Practice (EBP) merupakan upaya untuk mengambil keputusan
klinis berdasarkan sumber yang paling relevan dan valid. Oleh karena itu EBP merupakan
jalan untuk mentransformasikan hasil penelitian ke dalam praktek sehingga perawat dapat
meningkatkan “quality of care” terhadap pasien. Selain itu implementasi EBP juga akan
menurunkan biaya perawatan yang memberi dampak positif tidak hanya bagi pasien,
perawat, tapi juga bagi institusi pelayanan kesehatan. Sayangnya penggunaan bukti-bukti
riset sebagai dasar dalam pengambilan keputusan klinis seperti seorang bayi yang masih
berada dalam tahap pertumbuhan.
Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam
praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Selama ini,
khususnya dalam keperawatan, seringkali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang
berdasarkan “biasanya juga begitu”. Sebagai contoh, penerapan kompres dingin dan
alkohol bath masih sering digunakan tidak hanya oleh masyarakat awam tetapi juga oleh
petugas kesehatan, dengan asumsi dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat, sedangkan
penelitian terbaru mengungkapkan bahwa penggunaan kompres hangat dan teknik tepid
sponge meningkatkan efektifitas penggunaan kompres dalam menurunkan suhu tubuh.
Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin hal yang sia-sia.
Orang tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali orang-orang di dalamnya yang
merubah diri mereka sendiri. Tetapi meningkatkan kesadaran, dan masalah kesehatan di
masyarakat, akan meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Tentu
pelayanan yang paling efektif & efisien menjadi tuntutan sekaligus tantangan besar yang
harus di cari problem solving-nya.

Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar scientific dalam
pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan. Sayangnya pendekatan evidence base di Indonesia belum
berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke dalam praktek. Tidak dapat dipungkiri
bahwa riset di Indonesia hanya untuk kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya
menjadi tumpukan kertas semata.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari evidence based practice?
2. Apa tujuan dari evidence based practice?
3. Bagaimana model dari evidence based practice?
4. Apa komponen dalam EBP?
5. Apa contoh evidence based practice in nursing?
6. Apa pentingnya evidence based practice?
7. Bagaimana langkah-langkah dalam proses EBP?
8. Apa saja hambatan menggunakan EBP?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui tentang:
1. Pengertian evidence based practice
2. Tujuan evidence based practice
3. Model evidence based practice
4. Komponen dalam EBP
5. Contoh evidence based practice in nursing
6. Pentingnya evidence based practice
7. Langkah-langkah dalam proses EBP
8. Hambatan menggunakan EBP

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evidence Based Practice


Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru
yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011). Sedangkan
menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk memperolah
pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif sehingga bisa
menerapakan EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP tersebut dapat dipahami
bahwa evidance based practice merupakan suatu strategi untuk mendapatkan knowledge
atau pengetahuan terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk
membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan skill dalam praktik klinis guna
meningkatkan kualitas kesehatan pasien. Oleh karena itu berdasarkan definisi tersebut,
Komponen utama dalam institusi pendidikan kesehatan yang bisa dijadikan prinsip adalah
membuat keputusan berdasarkan evidence based serta mengintegrasikan EBP kedalam
kurikulum merupakan hal yang sangat penting.
Namun demikian fakta lain dilapangan menyatakan bahwa pengetahuan, sikap, dan
kemampuan serta kemauan mahasiswa keperawatan dalam mengaplikasikan evidence
based practice masih dalam level moderate atau menengah. Hal ini sangat bertolak
belakang dengan konsep pendidikan keperawatan yang bertujuan untuk mempersiapkan
lulusan yang mempunyai kompetensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
berkualitas. Meskipun mahasiswa keperawatan atau perawat menunjukkan sikap yang
positif dalam mengaplikasikan evidence based namun kemampuan dalam mencari
literatur ilmiah masih sangat kurang. Beberapa literatur menunjukkan bahwa evidence
based practice masih merupakan hal baru bagi perawat. oleh karena itu pengintegrasian
evidence based kedalam kurikulum sarjana keperawatan dan pembelajaran mengenai
bagaimana mengintegrasikan evidence based kedalam praktek sangatlah penting
(Ashktorab et al., 2015).
Pentingnya evidence based practice dalam kurikulum undergraduate juga dijelaskan
didalam (Sin&Bleques, 2017) menyatakan bahwa pembelajaran evidence based practice
pada undergraduate student merupakan tahap awal dalam menyiapkan peran mereka
sebagai registered nurses (RN). Namun dalam penerapannya, ada beberapa konsep yang

3
memiliki kesamaan dan perbedaan dengan evidence based practice. Evidence based
practice atauevidence based nursing yang muncul dari konsep evidence based
medicinememiliki konsep yang sama dan memiliki makna yang lebih luas dari RU
atauresearch utilization(Levin & Feldman, 2012).

B. Tujuan Evidence Based Practice


Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam praktek
keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil yang
terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu juga, dengan
dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih 20 cepat dan
lama perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan (Madarshahian et
al., 2012).
Tujuan utama mengajarkan EBP dalam pendidikan keperawatan pada level
undergraduate student adalah menyiapkan perawat profesional yang mempunyai
kemampuan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas berdasarkan
evidence based (Ashktorab, 2015). Pentingnya pelaksanaan EBP pada institusi
pendidikan yang merupakan cikal bakal atau pondasi utama dibentuknya perawat
profesional membutuhkan banyak strategi untuk bisa meningkatkan knowledge dan skill
serta pemahaman terhadap kasus real dilapangan. Diantaranya adalah pengguanaan
virtual based patients scenario dalam kegiatan problem based learning tutorial yang akan
bisa memberikan gambaran real terhadap kondisi pasien dengan teknologi virtual guna
meningkatkan knowledge dan critical thinking mahasiswa. Namun demikian untuk
mengintegrasikan dan mengimplementasikan evidence based kedalam praktik ada banyak
hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh seorang tenaga kesehatan yang
profesional yaitu apakah evidence terbaru mempunyai konsep yang relevan dengan
kondisi dilapangan dan apakah faktor yang mungkin menjadi hambatan dalam
pelaksanaan evidence based tersebut dan berapa biaya yang mungkin perlu disiapkan
seperti misalnya kebijakan pimpinan, pendidikan perawat dan sumberdaya yang ahli
dalam menerapkan dan mengajarkan EBP, sehingga tidak semua evidence bisa diterapkan
dalam membuat keputusan atau mengubah praktek (Salminen et al., 2014).

4
C. Model Evidence Based Practice
1. Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun
1994 dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan
Evidence Base Practice Nursing.
a. Tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang
muncul, kemudian menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang
kuat.
b. Tahap validasi. Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada
(baik bukti empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level
setiap bukti menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini
apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.
c. Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan
sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini
bisa muncul keputusan untuk melakukan penelitian sendiri apabila bukti yang ada
tidak bisa dipakai.
d. Tahap translasi atau aplikasi. Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan
melakukan penelitian (individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk
penelitian, menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formal dan memulai
melakukan pilot projek.
e. Tahap evaluasi. Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal,
terdiri atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi
biaya.
2. Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa
knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas
organisasi, maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah
minsintesis bukti-bukti yang ada. Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka
segera dilakukan uji coba dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan.

D. Komponen Kunci EBP


Evidence atau bukti adalah kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya. Evidence
atau bukti dibagi menjadi 2 yaitu eksternal evidence dan 24internal evidence. Bukti

5
eksternal didapatkan dari penelitian yang sangat ketat dan dengan proses atau metode
penelitian ilmiah. Pertanyaan yang sangat penting dalam mengimplementasikan bukti
eksternal yang didapatkan dari penelitian adalah apakah temuan atau hasil yang
didapatkan didalam penelitian tersebut dapat diimplementasikan kedalam dunia nyata
atau dunia praktek dan apakah seorang dokter atau klinisi akan mampu mencapai hasil
yang sama dengan yang dihasilkan dalam penelitian tersebut. Berbeda dengan bukti
eksternal bukti internal merupakan hasil dari insiatif praktek seperti manajemen hasil dan
proyek perbaikan kualitas (Melnyk & Fineout, 2011). Dalam (Grove et al., 2012) EBP
dijelaskan bahwa clinical expertise yang merupakan komponen dari bukti internal adalah
merupakan pengetahuan dan skill tenaga kesehatan yang profesional dan ahli dalam
memberikan pelayanan. Hal atau kriteria yang paling menunjukkan seorang perawat ahli
klinis atau clinical expertise adalah pengalaman kerja yang sudah cukup lama, tingkat
pendidikan, literatur klinis yang dimiliki serta pemahamannnya terhadap research.
Sedangkan patient preference adalah pilihan pasien, kebutuhan pasien harapan, nilai,
hubungan atau ikatan, dan tingkat keyakinannya terhadap budaya. Melalui proses EBP,
pasien dan keluarganya akan ikut aktif berperan dalam mengatur dan memilih pelayanan
kesehatan yang akan diberikan. Kebutuhan pasien bisa dilakukan dalam bentuk tindakan
pencegahan, health promotion, pengobatan penyakit kronis ataupun akut, serta proses
rehabilitasi.
Beberapa komponen dari EBP dan dijadikan alat yang akan menerjemahkan bukti
kedalam praktek dan berintegrasi dengan bukti internal untuk meningkatkan kualitas
pelayananMeskipun evidence atau bukti yang dianggap paling kuat adalah penelitian
systematic riview’s dari penelitian-penelitian RCT namun penelitian deskriptif ataupun
kualitatif yang berasal dari opini leader juga bisa dijadikan landasan untuk membuat
keputusan klinis Bukti eksternal berasal dari penelitian, bukti berdasarkan teori, opini
pemimpin, dan diskusi ahli Bukti internal dapat berupa keahlian klinis yang didapatkan
dari manajemen hasil dan peningkatan kualitas, pengkajian pasien dan evaluasi, dan
penggunaan sumber yang tersedia Pilihan pasien dan nilai Membuat keputusan klinis
berdasarkan evidence based jikamemang penelitian sejenis RCT tidak tersedia. Begitu
juga dengan teori-teori, pilihan atau nilai pasien untuk membuat keputusan klinis guna
meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Klinisi sering kali bertanya bagaimana
bukti dan jenis bukti yang bisa dibutuhkan sampai bisa merubah praktek. Level dan
kualitas evidenceatau bukti bisa dijadikan dasar dan meningkatkan kepercayaan diri
seorang klinisi untuk merubah praktek (Dicenso et al., 2014).

6
E. Contoh Evidence Based Practice in Nursing
Dalam rutinititas sehari-hari para tenaga kesehatan profesional tidak hanya perawat
namun juga ahli farmasi, dokter, dan tenaga kesehatan profesional lainnya sering kali
mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memilih atau
membandingkan treatment terbaik yang akan diberikan kepada pasien/klien, misalnya
saja pada pasien post operasi bedah akan muncul pertanyaan apakah teknik pernapasan
relaksasi itu lebih baik untuk menurunkan kecemasan dibandingkan dengan cognitive
behaviour theraphy, apakah teknik relaksasi lebih efektif jika dibandingkan dengan teknik
distraksi untuk mengurangi nyeri pasien ibu partum kala 1 (Mooney, 2012).
Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based bertujuan untuk
menemukan bukti-bukti terbaik sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan klinis yang
muncul dan kemudian mengaplikasikan bukti tersebut ke dalam praktek keperawatan
guna meningkatkan kualitas perawatan pasien tanpa menggunakan bukti-bukti terbaik,
praktek keperawatan akan sangat tertinggal dan seringkali berdampak kerugian untuk
pasien. Contohnya saja education kepada ibu untuk menempatkan bayinya pada saat tidur
dengan posisi pronasi dengan asumsi posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk
mencegah aspirasi pada bayi ketika tidur. Namun berdasarkan evidence based
menyatakan bahwa posisi pronasi pada bayi akan dapat mengakibatkan resiko kematian
bayi secara tibatiba SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).

F. Pentingnya Evidence Based Practice


Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
1. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
2. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
3. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
4. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
5. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru
6. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan pada pasien.

G. Langkah-langkah Dalam Proses EBP


Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau langkah dalam proses EBP.
Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP) dimulai dengan semangat untuk

7
melakukan penyelidikan atau pencarian (inquiry) personal. Budaya EBP dan lingkungan
merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap mempertahankan timbulnya
pertanyaan-pertanyaan klinis yang kritis dalam praktek keseharian. Langkah-langkah
dalam proses evidance based practice adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)
2. Mengajukan pertanyaan PICO(T) question
3. Mencari bukti-bukti terbaik
4. Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan
5. Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik
6. Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
7. Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)

Jika diuraikan 7 langkah dalam proses evidence based practice adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry). Inquiry adalah semangat untuk
melakukan penyelidikan yaitu sikap kritis untuk selalu bertanya terhadap
fenomenafenomena serta kejadian-kejadian yang terjadi saat praktek dilakukan oleh
seorang klinisi atau petugas kesehatan dalam melakukan perawatan kepada pasien.
Namun demikian, tanpa adanya budaya yang mendukung, semangat untuk
menyelidiki atau meneliti baik dalam lingkup individu ataupun institusi tidak akan
bisa berhasil dan dipertahankan. Elemen kunci dalam membangun budaya EBP
adalah semangat untuk melakukan penyelidikan dimana semua profesional kesehatan
didorong untuk memepertanyakan kualitas praktek yang mereka jalankan pada saat
ini, sebuah pilosofi, misi dan sistem promosi klinis dengan 35 mengintegrasikan
evidence based practice, mentor yang memiliki pemahaman mengenai evidence based
practice, mampu membimbing orang lain, dan mampu mengatasi tantangan atau
hambatan yang mungkin terjadi, ketersediaan infrastruktur yang mendukung untuk
mencari informasi atau lieratur seperti komputer dan laptop, dukungan dari
administrasi dan kepemimpinan, serta motivasi dan konsistensi individu itu sendiri
dalam menerapkan evidence based practice (Tilson et al, 2011).
2. Mengajukan pertanyaan PICO(T) question. Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam
mencari jawaban untuk pertanyaan klinis yang muncul, maka diperlukan strategi yang
efektif yaitu dengan membuat format PICO. P adalah pasien, populasi atau masalah
baik itu umur, gender, ras atapun penyakit 36 seperti hepatitis dll. I adalah intervensi

8
baik itu meliputi treatment di klinis ataupun pendidikan dan administratif. Selain itu
juga intervensi juga dapat berupa perjalanan penyakit ataupun perilaku beresiko
seperti merokok. C atau comparison merupakan intervensi pembanding bisa dalam
bentuk terapi, faktor resiko, placebo ataupun nonintervensi. Sedangkan O atau
outcome adalah hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup, patient safety,
menurunkan biaya ataupun meningkatkan kepuasan pasien. (Bostwick et al., 2013)
menyatakan bahwa pada langkah selanjutnya membuat pertanyaan klinis dengan
menggunakan format PICOT yaitu P(Patient atau populasi), I(Intervention atau
tindakan atau pokok persoalan yang menarik), C(Comparison intervention atau
intervensi yang dibandidngkan), O(Outcome atau hasil) serta T(Time frame atau
kerangka waktu). Contohnya adalah dalam membentuk pertanyaan sesuai PICOT
adalah pada Mahasiswa keperawatan(population) bagaimana proses pembelajaran
PBL tutotial (Intervention atau tindakan) dibandingkan dengan small group discussion
(comparison atau intervensi pembanding) berdampak pada peningkatan critical
thinking (outcome) setelah pelaksanaan dalam kurun waktu 1 semester (time frame).
Ataupun dalam penggunaan PICOT non intervensi seperti bagaimana seorang ibu
baru (Population) yang payudaranya terkena komplikasi (Issue of interest) terhadap
kemampuannya dalam memberikan ASI (Outcome) pada 3 bulan pertama pada saat
bayi baru lahir. Hasil atau sumber data atau literatur yang dihasilkan akan sangat
berbeda jika kita menggunakan pertanyaan yang tidak tepat makan kita akan
mendapatkan berbagai abstrak yang tidak relevan dengan apa yang kita butuhkan
(Melnyk & Fineout, 2011). Sedangkan dalamlobiondo & haber, (2006) dicontohkan
cara memformulasikan pertanyaan EBP yaitu pada lansia dengan fraktur
hip(patient/problem), apakah patientanalgesic control (intervensi) lebih efektif
dibandingkan dengan standard of care nurse administartif analgesic(comparison)
dalam menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan LOS (Outcome).
3. Mencari bukti-bukti terbaik. Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan
picot digunakan untuk memulai pencarian bukti terbaik. Bukti terbaik adalah dilihat
dari tipe dan tingkatan penelitian.Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence
atau bukti terbaik adalah metaanalysis dan systematic riview. Systematic riview
adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian yang memakai metode kuantitatif.
Sedangkan meta-analysis adalah ringkasan dari banyak penelitian yang menampilkan
dampak dari intervensi dari berbagai studi. Namun jika meta analisis dan systematic
riview tidak tersedia maka evidence pada tingkatan selanjutnya bisa digunakan seperti

9
RCT. Evidence tersebut dapat ditemukan pada beberapa data base seperti CINAHL,
MEDLINE, PUBMED, NEJM dan COHRANE LIBRARY (Melnyk & Fineout,
2011). Ada 5 tingkatan yang bisa dijadikan bukti atau evidence (Guyatt&Rennie,
2002) yaitu:
a) Bukti yang berasal dari meta-analysis ataukah systematic riview.
b) Bukti yang berasal dari disain RCT.
c) Bukti yang berasal dari kontrol trial tanpa randomisasi.
d) Bukti yang berasal dari kasus kontrol dan studi kohort.
e) Bukti dari systematic riview yang berasal dari penelitian kualitatif dan diskriptif.
f) Bukti yang berasal dari single-diskriptif atau kualitatif study
g) Bukti yang berasal dari opini dan komite ahli.
4. Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan
Setelah menemukan evidence atau bukti yang terbaik, sebelum di implementasikan ke
institusi atau praktek klinis, hal yang perlu kita lakukan adalah melakukan appraisal
atau penilaian terhadap evidence tersebut. Untuk melakukan penilaian ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah (Polit & Beck, 2013):
a. Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal tersebut? (apakah tepat
atau rigorous dan reliable atau handal)
b. What is magnitude of effect? (seberapa penting dampaknya?)
c. How pricise the estimate of effect? Seberapa tepat perkiraan efeknya?
d. Apakah evidence memiliki efek samping ataukah keuntungan?
e. Seberapa banyak biaya yang perlu disiapkan untuk mengaplikasikan bukti?
f. Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang ada di klinis?
5. Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik
Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk mengimplementasikan EBP ke dalam praktik
klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan informasi lainnya.
Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan yang kita miliki, ataukah
dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien. Selain itu juga, menambahkan
penelitian kualitatif mengenai pengalaman atau perspektif klien bisa menjadi dasar
untuk mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan intervensi terbaru (Polit &
Beck, 2013).
6. Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP

10
Evaluasi terhadap pelaksanaan evidence based sangat perlu dilakukan untuk
mengetahui seberapa efektif evidence yang telah diterapkan, apakah perubahan yang
terjadi sudah sesuai dengan hasil yang diharapkan dan apakah evidence tersebut
berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan pasien (Melnyk & Fineout, 2011)
7. Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)
Langkah terakhir dalam evidence based practice adalah menyebarluaskan hasil. Jika
evidence yang didapatkan terbukti mampu menimbulkan perubahan dan memberikan
hasil yang positif maka hal tersebut tentu sangat perlu dan penting untuk dibagi (Polit
& Beck, 2013)

H. Hambatan Untuk Menggunakan EBP


Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari telah
dikutip dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain:
1. Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek
2. Kesulitand alam mengubah praktek
3. Kurangnya dukungan administratif
4. Kurangnya mentor berpengetahuan
5. Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian
6. Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian
7. Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti
8. Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia
9. Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel
10. Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian
11. Kompleksitas laporan penelitian
12. Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel
13. Merasa kewalahan

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
EBP adalah suatu strategi untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru
berdasarkan evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis
yang efektif dan meningkatkan skill dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas
kesehatan pasien. Tujuan utama EBP adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan
memberikan hasil yang terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Model EBP ada
2 yaitu model Stetler dan IOWA. EBP penting untuk praktek keperawatan karena
memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien, memberikan
kontribusi perkembangan ilmu keperawatan, menjadikan standar praktik saat ini dan
relevan, dll. Langkah-langkah dalam proses EBP terdapat tujuh langkah.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini, baik dalam penulisan dan susunan kata –kata yang telah
dijadikan dalam bentuk makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ikhwani. 2018. BAB II Tinjauan Teoritis.


Sumber:http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21314/6.%20BAB%2
0II.pdf?sequence=5&isAllowed=y (diakses pada 28 Agustus 2019 pukul 19.00 WIB)

Nurhayati, Nunung. 2015. Evidence Base Practice dan Riset Klinik.


Sumber: http://perawatnunung.blogspot.com/2015/04/evidence-base-practice-dan-riset-
klinik.html (diakses pada 28 Agustus 2019 pukul 20.00 WIB)

Putradana, Agus. 2015. Konsep Evidence Based Practice.


Sumber:https://www.academia.edu/15628741/KONSEP_EVIDENCE_BASED_PRACTICE_AGUS
_PUTRADANAhttps://www.academia.edu/15628741/KONSEP_EVIDENCE_BASED_P
RACTICE_AGUS_PUTRADANA (diakses pada 28 Agustus 2019 pukul 20.30 WIB)

13

Anda mungkin juga menyukai