Oleh :
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu
tenaga kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi
terbaru yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan
efisien sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011).
Sedangkan menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk
memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang
positif sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP
tersebut dapat dipahami bahwa evidance based practice merupakan suatu strategi
bukti yang jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan
pasien. Oleh karena itu berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama dalam
institusi pendidikan kesehatan yang bisa dijadikan prinsip adalah membuat keputusan
menengah. Hal ini sangat bertolak belakang dengan konsep pendidikan keperawatan
evidence based namun kemampuan dalam mencari literatur ilmiah masih sangat
merupakan hal baru bagi perawat. oleh karena itu pengintegrasian evidence based
al., 2015).
based practice pada undergraduate student merupakan tahap awal dalam menyiapkan
peran mereka sebagai registered nurses (RN). Namun dalam penerapannya, ada
beberapa konsep yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan evidence based
practice. Evidence based practice atauevidence based nursing yang muncul dari
konsep evidence based medicinememiliki konsep yang sama dan memiliki makna
2. Tujuan EBP
memberikan hasil yang terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu
lebih cepat dan lama perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan
profesional tidak hanya perawat namun juga ahli farmasi, dokter, dan tenaga
kesehatan profesional lainnya sering kali mencari jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang muncul ketika memilih atau membandingkan treatment terbaik yang
akan diberikan kepada pasien/klien, misalnya saja pada pasien post operasi bedah
akan muncul pertanyaan apakah teknik pernapasan relaksasi itu lebih baik untuk
teknik relaksasi lebih efektif jika dibandingkan dengan teknik distraksi untuk
berdampak kerugian untuk pasien. Contohnya saja education kepada ibu untuk
menempatkan bayinya pada saat tidur dengan posisi pronasi dengan asumsi posisi
tersebut merupakan posisi terbaik untuk mencegah aspirasi pada bayi ketika tidur.
Namun berdasarkan evidence based menyatakan bahwa posisi pronasi pada bayi
akan dapat mengakibatkan resiko kematian bayi secara tiba-tiba SIDS (Melnyk &
Fineout, 2011).
Evidence atau bukti dibagi menjadi 2 yaitu eksternal evidence dan internal evidence.
Bukti eksternal didapatkan dari penelitian yang sangat ketat dan dengan proses atau
diimplementasikan kedalam dunia nyata atau dunia praktek dan apakah seorang
dokter atau klinisi akan mampu mencapai hasil yang sama dengan yang dihasilkan
dalam penelitian tersebut. Berbeda dengan bukti eksternal bukti internal merupakan
hasil dari insiatif praktek seperti manajemen hasil dan proyek perbaikan kualitas
4. Model-model EBP
sistematis dan berbagai model EBP dapat membantu perawat atau tenaga kesehatan
jelas, alokasi waktu dan sumber yang jelas, sumber daya yang terlibat, serta
mencegah impelementasi yang tidak runut dan lengkap dalam sebuah organisasi
sesuai dengan kondisi organisasi. Beberapa model yang sering digunakan dalam
model(2007), rosswurm dan larrabee’s model, serta evidence based practice model
menerapkan EBP yang sering digunakan yaitu IOWA model dalam EBP digunakan
akademik dan setting klinis. Ciri khas dari model ini adalah adanya konsep “triggers”
dalam pelaksanaan EBP. Trigers adalah masalah klinis ataupun informasi yang
berasal dari luar organisasi. Ada 3 kunci dalam membuat keputusan yaitu adanya
kedalam praktek sehingga dalam model tidak semua jenis masalah dapat diangkat
terdapat beberapa tahapan yaitu menyusun practice question yang menggunakan pico
approach, menentukan evidence dengan penjelasan mengenai tiap level yang jelas
dengan model lainnya serta memiliki lingkup yang lebih luas. Sedangkan ACE star
non research tidak digunakan dalam model ini. Untuk stetler’s model merupakan
model yang tidak berorientasi pada perubahan formal tetapi pada perubahan oleh
individu perawat. Model ini menyusun masalah berdasarkan data internal (quality
improvement dan operasional) dan data eksternal yang berasal dari penelitian. Model
ini menjadi panduan preseptor dalam mendidik perawat baru. Dalam pelaksanaanya,
untuk mahasiswa sarjana dan master sangat disarankan menggunakan model jhon
star model dengan proses yang lebih sederhana dan sama dengan proses keperawatan
Dalam (Ashktorab et all., 2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
keperawatan. Dari ketiga faktor tersebut sikap mahasiswa dalam menerapkan EBP
merupakan faktor yang sangat menunjang penerapan EBP. Untuk mewujudkan hal
tersebut pendidikan tentang EBP merupakan upaya yang harus dilakukan dalam
penunjang dalam penerapannya pada praktik klinis. Sedangkan didalam (Ryan, 2016)
Faktor intrinsik terkait erat dengan intention atau sikap serta pengetahuan
Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau langkah dalam
proses EBP. Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP) dimulai dengan
EBP dan lingkungan merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap
berikut:
terjadi saat praktek dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas kesehatan dalam
lingkup individu ataupun institusi tidak akan bisa berhasil dan dipertahankan.
Elemen kunci dalam membangun budaya EBP adalah semangat untuk melakukan
memepertanyakan kualitas praktek yang mereka jalankan pada saat ini, sebuah
pilosofi, misi dan sistem promosi klinis dengan mengintegrasikan evidence based
mampu membimbing orang lain, dan mampu mengatasi tantangan atau hambatan
informasi atau lieratur seperti komputer dan laptop, dukungan dari administrasi
dan kepemimpinan, serta motivasi dan konsistensi individu itu sendiri dalam
klinis yang muncul, maka diperlukan strategi yang efektif yaitu dengan membuat
P = pasien, populasi atau masalah baik itu umur, gender, ras atapun penyakit
O = atau outcome adalah hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup,
format PICOT yaitu P (Patient atau populasi), I (Intervention atau tindakan atau
bulan pertama pada saat bayi baru lahir. Hasil atau sumber data atau literatur
yang dihasilkan akan sangat berbeda jika kita menggunakan pertanyaan yang
tidak tepat makan kita akan mendapatkan berbagai abstrak yang tidak relevan
Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan picot digunakan untuk
memulai pencarian bukti terbaik. Bukti terbaik adalah dilihat dari tipe dan
tingkatan penelitian. Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau bukti
terbaik adalah meta analysis dan systematic riview. Systematic riview adalah
menampilkan dampak dari intervensi dari berbagai studi. Namun jika meta
analisis dan systematic riview tidak tersedia maka evidence pada tingkatan
selanjutnya bisa digunakan seperti RCT. Evidence tersebut dapat ditemukan pada
beberapa data base seperti CINAHL, MEDLINE, PUBMED, NEJM dan
COHRANE LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011). Ada 5 tingkatan yang bisa
e. Bukti dari systematic riview yang berasal dari penelitian kualitatif dan
diskriptif.
implementasikan ke institusi atau praktek klinis, hal yang perlu kita lakukan
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
dalam praktik klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan
informasi lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan
yang kita miliki, ataukah dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien. Selain
perspektif klien bisa menjadi dasar untuk mengurangi resiko kegagalan dalam
informasi tersebut untuk membuat keputusan klinis yang tepat dan efektif untuk
evidence yang digunakan serta tingkat kecakapan dalam melalui setiap proses
yang terjadi sudah sesuai dengan hasil yang diharapkan dan apakah evidence
Fineout, 2011).
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)
dan memberikan hasil yang positif maka hal tersebut tentu sangat perlu dan
penting untuk dibagi (Polit & Beck, 2013). Namun selain langkah-langkah yang
disebutkan diatas, menurut (Levin & Feldman, 2012) terdapat 5 langkah utama
klinis.
Safety
kelompok, nilai, filosofi dan aturan-aturan dalam kelompok yang membuat mereka
sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien pada pelayanan
kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming & Wentzel, 2010). Upaya
keselamatan pasien (KKP-RS, 2012). Hal tersebut dikarenakan berfokus pada budaya
Dimassi, Jamal, Jaafar, & Hemadeh, 2011). Budaya keselamatan pasien merupakan
pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama
dalam pemberian layanan kesehatan (Disch, Dreher, Davidson, Sinioris, & Wainio,
kesehatan yang bermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan teknologi, sarana
prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang profesional, namun juga ditinjau
dari proses dan hasil pelayanan yang diberikan (Ilyas, 2012). Rumah sakit harus bisa
pemberian layanan kesehatan (Cahyono, 2008; Fleming & Wentzel, 2010). Penerapan
keselamatan pasien di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan
perawat.
Upaya yang telah dilakukan di Indonesia antara lain terdapat pada salah satu
mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan yang
terbius, disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi di
rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi yang lain. Adapun
maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan dalam
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan dan kedua untuk
pemberian obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis
atau pemberian pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan atau prosedur tersebut
nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan
sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau nomor rekam medik)
2) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang ditentukan dengan
ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan, merah untuk
pasien yang mengalami alergi dan kuning untuk pasien dengan risiko jatuh (risiko
jatuh telah diskoring dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang
sudah ada)
3) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
tindakan/prosedur.
yang efektif antar para pemberi layanan. Komunikasi yang dilakukan secara efektif,
akurat, tepat waktu, lengkap, jelas, dan yang mudah dipahami oleh pasien akan
yang mudah menimbulkan kesalahan persepsi kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis. Rumah
perintah lisan dan telepon termasuk mencatat perintah yang lengkap atau hasil
kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan dan melakukan mengkonfirmasi
bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan atau
1) Melakukan kegiatan, “read back” pada saat menerima permintaan secara lisan
atau menerima intruksi lewat telepon dan pasang stiker ‟sign here‟ sebagai
keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien antara shift (hand off)
bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen rumah sakit harus berperan
secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien agar terhindar dari risiko
(sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
kebijakan atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit tersebut. Kebijakan atau prosedur
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar
hati.
1) Melakukan sosialisasi dan mewaspadai obat Look Like dan Sound Alike (LASA)
2) Menerapkan kegiatan double check dan counter sign setiap distribusi obat dan
3) Menerapkan agar Obat yang tergolong high alert berada di tempat yang aman
(Benar Instruksi Medikasi, Pasien, Obat, Masa Berlaku Obat, Dosis, Waktu,
pemberian pelayanan dilakukan dengan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien.
Salah lokasi, salah pasien, salah prosedur, pada operasi adalah sesuatu yang
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurangnya melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping
itu, pemeriksaan pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
yang kurang tepat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah atau operasi, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan
tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan. Rumah sakit perlu untuk secara
yang berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari
WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi
operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat
dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus
dibuat oleh operator yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien
terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level
lokasi, prosedur, dan pasien yang benar, memastikan bahwa semua dokumen, foto
(imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia dan diberi label dengan baik
tepat. Time out dilakukan di tempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit
Adapun peran perawat dalam peningkatan patient safety adalah memberi tanda spidol
skin marker pada sisi operasi (Surgical Site Marking) yang tepat dengan cara yang
jelas dimengerti dan melibatkan pasien dalam hal ini (Informed Consent).
dengan pelayanan kesehatan merupakan hal yang menjadi perhatian besar bagi
infeksi pada aliran darah dan pneumonia. Pusat dari eliminasi infeksi ini
maupun infeksi-infeksi lain adalah kegiatan cuci tangan (hand hygiene) yang
tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca di kepustakaan WHO, dan berbagai
mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
tangan efektif.
3) Memberikan tanggal dengan menggunakan spidol atau tinta yang jelas setiap
melakukan prosedur invasif (infuse, dower cateter, CVC, WSD, dan lain-lain)
pasien dari cedera karena jatuh. Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai
penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks masyarakat yang
risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan
1) Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
3) Memberikan tanda bila pasien berisiko jatuh dengan gelang warna kuning dan
Agency for Healthcare Research and Quality. 2009. Hospital Survei on Patient
Survey Culture. Agency for Healthcare Research and Quality: Page 1-5
Colla, J.B, Bracken, A.C., Kinney, L.M., &Weeks WB.2008. Measuring patient
safety climate: A review of surveys. Qual Saf Health Care. Volume 14 page
364-366
Classen, Dc, R, Resar et al (2011).Global Trigger Tools Shows That Adverse Events
Aff (Millwood) 30
Lia M dan Asep S. 2010. Pengembangan Budaya Patient Safety dalam Praktik
Keperawatan
Marshal P and Robson R, 2005. Preventing and management conflict: Vital pieces in
Schein. 2012. Lessons for patient safety reporting systems: Defining and classifying
dari…….
2. Upaya yang telah dilakukan di Indonesia antara lain terdapat pada salah satu
di rumah sakit.
di rumah sakit.
di rumah sakit.
e. PERMENKES no. 1697/MENKES/PE/VIII/2011 tentang keselamatan pasien
di rumah sakit.
mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan yang
terbius, disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi
di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi yang lain
a. Sasaran I
b. Sasaran II
c. Sasaran III
d. Sasaran IV
e. Sasaran V
sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau nomor rekam
medik)
dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan,
merah untuk pasien yang mengalami alergi dan kuning untuk pasien dengan
produk darah.
tindakan/prosedur.
yang efektif antar para pemberi layanan. Komunikasi yang dilakukan secara
efektif, akurat , tepat waktu, lengkap, jelas, dan yang mudah dipahami oleh
merupakan sasaran….
keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien antara shift (hand off)
a. Sasaran I
b. Sasaran II
c. Sasaran III
d. Sasaran IV
e. Sasaran V
(Benar Instruksi Medikasi, Pasien, Obat, Masa Berlaku Obat, Dosis, Waktu,
a. Sasaran I
b. Sasaran II
c. Sasaran III
d. Sasaran IV
e. Sasaran V
9. Salah lokasi, salah pasien, salah prosedur, pada operasi adalah sesuatu yang
merupakan akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurangnya melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi
10. Memberi tanda spidol skin marker pada sisi operasi (Surgical Site Marking) yang
tepat dengan cara yang jelas dimengerti dan melibatkan pasien dalam hal ini
a. Sasaran I
b. Sasaran II
c. Sasaran III
d. Sasaran IV
e. Sasaran V
dengan pelayanan kesehatan merupakan hal yang menjadi perhatian besar bagi
kelima yaitu…
a. Mengidentifikasi pasien dengan tepat
12. Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di rumah sakit,
Memberikan tanda bila pasien berisiko jatuh dengan gelang warna kuning dan
kode jatuh yang telah ditetapkan oleh manajemen merupakan peningkatan patient
safety yaitu….
dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan
b. Kebiasaan orang bekerja dalam suatu kelompok, nilai, filosofi dan aturan-
saat praktek dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas kesehatan dalam
14. Dalam komponen kunci EBP yang merupakan hasil dari insiatif praktek seperti
a. IOWA model
b. Internal evidence
c. Eksternal evidence
d. Settler model
sistematis dan berbagai model EBP dapat membantu perawat atau tenaga
sistematis dan jelas. Model yang dapat dijadikan landasan dalam menerapkan
b. Stetler model
d. IOWA model
e. Eksternal evidence
16. IOWA model dalam EBP digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, digunakan dalam berbagai akademik dan setting klinis. Ciri khas dari
b. Timbulnya masalah
d. Transformasi pengetahuan
17. IOWA model memiliki ciri khas yaitu adanya konsep “triggers” dalam
perawat
18. Faktor-faktor yang akan mendukung penerapan evidence based practice oleh
a. Intention (niat)
b. Pengetahuan
c. Sikap
e. Masalah
19. Salah satu langkah dalam evidence based practice yaitu, kecuali….
dilakukan adalah….
21. Membuat pertanyaan klinis dengan menggunakan format PICOT yaitu P (Patient
atau populasi), I (Intervention atau tindakan atau pokok persoalan yang menarik),
atau hasil) serta T (Time frame atau kerangka waktu). Dalam membentuk
a. Populasi
b. Intervention
c. Outcome
d. Time
e. Output
22. Dalam mencari bukti-bukti terbaik. Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan
evidence atau bukti terbaik adalah meta analysis dan systematic riview. Dimana
b. hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup, patient safety,
kuantitatif.
e. Sebuah proses yang akan membantu tenaga kesehatan agar mampu uptodate
24. Untuk melakukan penilaian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan salah
satunya adalah….
a. Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal tersebut?
d. Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang ada di klinis?
25. Hal yang sangat perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif evidence
yang telah diterapkan, apakah perubahan yang terjadi sudah sesuai dengan hasil