Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan


oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya
berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan,
sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan
makanan yang masih rendah (Widodo Joko, 2009)
Menurut (Sudoyo, 2006) demam typhoid atau tifus abdominalis banyak
ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi
lingkungan seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang kurang
serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Di Indonesia
penyakit ini bersifat endemik. Telah kasus di rumah sakit besar di Indonesia kasus
demam typhoid menunjukan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi Typhoid di Jawa Tengah tahun 2011 adalah 0,10% lebih tinggi
dibandingkandengan angka tahun 2009 sebesar 0,08%. Prevalensi tertinggi tahun
2010 adalah di Kab. Kebumen sebesar 0,30%. Sedang tahun 2011 sebesar 0,09%,
mengalami penurunan bila dibandingkan prevalensi tahun 2009 sebesar 0,12%.
Kasus tertinggi typhoid adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 3.993 kasus (18,91%)
dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus Typhoid di kabupaten atau kota lain di
Jawa Tengah. Dibandingkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kota Semarang
terdapat proporsi sebesar 3,19%. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten
Sukoharjo yaitu 3.164 kasus (14,25%) dan apabila dibandingkan dengan jumlah
keseluruhan PTM lain di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar 10,99%. Kasus ini
paling sedikit dijumpai di Kabupaten Semarang yaitu 4 kasus (0,01%). Sedangkan
Kabupaten Cilacap juga belum pernah melaporkan. Rata-rata kasus typhoid di Jawa
Tengah adalah 635,60 kasus (Dinkes Jateng 2011).

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Penulis mampu melaporkan asuhan keperawatan pada klien dengan


thypoid dan mampu mengaplikasikan kompres Tepid Sponge terhadap
penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam thypoid dalam asuhan
keperawatan anak B di Ruang Ismail 2 Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang.

2. Tujuan Khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajian pada klien dengan Thypoid.
2. Mampu mengidentifikasi masalah dan analisis kebutuhan dari data yang
terkumpul klien dengan Thypoid.
3. Mampu menetapkan tindakan segera pada klien dengan Thypoid.
4. Mampu membuat rencana tindakan pada klien dengan Thypoid.
5. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
tahun dengan Thypoid.

BAB II

2
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Typoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontiminasi oleh fases dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare. 2002). Demam thypoid ( enteric fever ) adalah
penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran (Nursalam dkk, 2005)
2. Etiologi
Etiologi demam typoid adalah salmonella thypi (S. Thypi) 90% dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang,
gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu.
Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20
menit.Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat kareana rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita
typoid.
Penyebab dari penyakit typhoid adalah bakteri Salmonella typhosa,
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C.
Bakterri tersebut merupakan gram negatif tidak berspora, mempunyai sekurang-
kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H dan antigen Vi. (Smeltzer
& Bare. 2002).

3. Manifestasi Klinik
3
Masa tunas typhoid 10 14 hari. Pada minggu pertama keluhan dan
gejala yang muncul adalah demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual dan muntah, konstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut sampai
epitaksis. Minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium atau psikosis (Smeltzer & Bare. 2002).
4. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam
(Ph < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa
proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri
yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada
sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menebus dindingusus,
tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Payers
patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah hati,
limpa, sumsum tulang belakang, kandeng empedu dan Peyers patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah
atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat
menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin
dalam patogenesis demam tipoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.

4
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dala
hati, limpa,folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelaian pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012.).

5
5. PATHWAYS

Salmonella typhi, masuk ke saluran cerna

Sebagian dimusnahkan asam lambung Sebagian masuk usus halus

Peningkatan asam lambung Di ileum terminals membentuk


Limfoid plague peyeri

Mual, muntah
Sebagian menembus lamia propia

Intake kurang (inadequat)


masuk aliran limfe

Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh masuk dalam kelenjar limfe mesentrial

menembus dan masuk aliran darah

masuk dan bersarang di hati dan limpa

hepatomegali, splenomegali

infeksi salmonella typhi,


parathyphi dan endotoksin

Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit pada


jaringan yang meradang

Demam Thypoid

Hipertermi

6
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataanyan leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit
pada sedian darah tepi pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hai itu menandakan demam typoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidaka menutup kemungkinan akan terjadi demam
typoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berdeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.

7
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin0. Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
erumklien dengan typoid juga terdapat dalam serum klien dengan typoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium. Tujuan dari uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typoid.
7. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan oleh demam tipoid biasanya hanya terjadi
pada orang yang belum diobati dengan antibiotik yang sesuai atau pengobatan
tertunda. Dalam kasus tersebut, sekitar 1 dar 10 orang mengalami komplikasi,
yang biasanya berkembang pada minggu ketiga infeksi.
Dua komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita demam tipoid yang
tidak diobati adalah :
Perdarahan internal dalam sistem pencernaan
Perforasi dari bagian sistem pencernaan atau usus, yang menyebarkan infeksi
ke jaringan di dekatnaya.
8. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Anti Biotik (Membunuh kuman) :
Klorampenicol
Amoxicilin
Kotrimoxasol
Ceftriaxon
Cefixim
2) Antipiretik (Menurunkan panas) :
Paracetamol
b. Keperawatan
Observasi dan pengobatan
Pasien harus tirah baring absolute samapai 7 hari bebas demam atau
kurang lebih dari selama 14 hari. Maksud tirang baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perporasi usus.

8
Mobilisasi terhadap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
Pasien dengan kesadarannya yang menirun, posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan
dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.
Diet
Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selam 7 hari ( Smeltzer & Bare, 2002.).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus


1. Pengkajian
a. Pengkajian Esofagus dan abdomen kiri atas
1) Esofagus dan abdomen kiri atas
Perawatan menanyakan tentang napsu makan pasien, tetap sama,
meningkat atau menurun.
Adakah ketidaknyamanan saat menelan, bila ada apakah terjadi hanya
karena pada makanan tertentu?
Apakah berhubungan dengan nyeri?
Apakah perubahan posisi mempengaruhi ketidaknyamanan?
Pasien ditanyakan untuk menggambarkan pengalaman nyeri.
Adakah yang memperberat nyeri?
Adakah gejala lain seperti rugurgitasi, regurgitasi noctural,
kembung(eruktasi), nyeri ulu hati, tekanan subesternal, sensasi
makanan menyakut ditenggorokan, perasaan penuh setelah makan
dalam jumlah sedikit, mual, muntah dan penurunan berat badan.
Apakah gejala meningkat dengan emosi?
Jika ada tanyakan waktu kejadian, faktor penghilang atau pemberat
seperti perubahan posisi, kambung, antasida atau muntah.

9
b. Pengkajian Lambung
Anamnesa:
Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual atau
muntah.
Apakah gejala terjadi kapan saja? Sebelum atau sesudah makan? Setelah
makanan pedas atau mencerna obat tertentu?
Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress alergi, makan atau
minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat?
Bagaimana gejala hilang?
Adakah riwiyat penyakit lambung
Pemeriksaan Fisik:
Palpasi ringan dari ujung kiri atas abdomen sampai sedikit melewati garis
kuadran kakan atas untuk mendeteksi adanya nyeri tekan.
c. Pengkajian abdomen kuadran kanan atas
Hati dan kandung empedu
Anamnese:
Kaji adanya keluhan digestif: mual, muntah darah, anoreksia, diare
dan melena.
Kaji riwayat perubahan mental dan gangguan motorik
Tanyakan apakah pasien telah mengalami perubahan berat badan atau
intolerasi terhadap diet; mual, muntah, kejang dalam 24 jam terakhir
(hematemesis), fases kehitaman, jantung terasa terbakar, diare atau
konstipasi.
Tanyakan riwayat keluarga tentang adanya kanker, penyakit ginjal,
alkoholisme, hipertensi atau penyakit jantung.
Periksa penggunaan alkohol yang biasa pasien lakukan
Tanyakan apakah pasien menggunakan zat atau obat tertentu yang
bersifat hepatoksik
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi
Warna kulit
Sclera mata untuk menilai adanya ikterus
Pemberasaran abdomen akibat cairan (asites)

10
Perkusi
Untuk menilai luasnya asites dapat dilakukan perkusi abdomen, apabiala
sudah terdapat caiaran dalam kavum peritoneal maka daerah pinggang
akan menonjol ketika pasien dalam posisi supinasi.
Palpasi
Palpasi pada daerah kuadran kanan atas dibawah rongga iga untuk
mendapatkan tepi bawah hati. Letakakan kiri dibawah toraks posterior
kanan pasien pada iga kesebelas dan dua belas, kemudian memberi tekana
keatas. Dengan jar-jari tangan kanan mengarah pada tepi kostal kanan,
perawat meletakan tangan di atas kuadran kanan atas tepat dibawah tepi
hati. Pada saat perawat menekan ke atas dan kebawah secara perlahan,
pasien menarik napas dalam melalui abdomen. Padassat pasien
berinhalasi, perawat mencoba memalpasi tepi hari pada saat hati
menurun. Pada keadadan normal hati tidak mengalami nyeri tekan dan
memiliko tepi yang teratur dan tajam.
d. Pengajian abdomen kuadran kiri dan kanan bawah
1) Kolon
Anamnese:
Kaji adanya keluhan digestif; mual, muntah, muntah darah, anoreksia,
diare dan melena
Bila pasien mengalami nyeri abdomen atau nyeri punggung bawah,
kaji karakter nyeri secara terperinci.
Kaji adanya penggunaan laksatif.
Perhatiak gerakan dan posisi pasien.
Tanyakan apakah pasien mengalami penurunan berat badan selam 24
jam terakhir.
Inspeksi:
Inspeksi abdomen melihat kondisi abdomen pasien dikuadran bawah
tentang kontur dan simetrisitas dari abdomen dilihat dengan
identifikasi penonjolan lokal, distensi, atau gelombang peristalitik.
Auskultasi:
Dilakukan terlebih dahulu sebelum palpasi dan perkusi yang dapat
meningkatakan motilitas usus dan dengan demikian dapat mengubah
bising usus

11
Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus dari motilitas
usus dan mendeteksi bunyi vaskular
Palpasi:
Mengetahui letak organ0organ yang berada dibawahyan, tulang dan
massa, serta untuk membantu menggungkapkan adanya udara didalam
lambung dan usu.
Catat suara timpani atau pekak
e. Pengkajian feses
Bila feses mengandung darah yang menghasilakan warna hitam
(melena), dicurigai adanaya pendarahan pada rektal bawah atau anal.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
2. Hipertermi berhubungan dengan infeksi sallmonella thypi

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Hiertermi Hipertermi teratasi Lakukan kompres o Membuka
berhubungan setelah dilakukan hangat. pori-pori
dengan infeksi tindakan keperawatan memperlancar
sallmonella thypi selama 2 x 7 jam sekresi kreringat
dengan kriteria hasil: Lakukan monitor o Mengetahu
- Suhu tubuh pasien TTV sebelum dan i perubahan
dalam batas setelah kompres. suhu.
0
nomal. (36-37 C). Anjurkan keluarga
- Pasien pasien untuk tidak o Agar
mengatakan menggunakan sirkulasi lancar.
dirinya sudah selimut tebal.
merasa nyaman Anjurkan keluarga
pasien untuk o Memberika
memberikan n respirasi pada
pakaian yang tipis. kulit.
Kolaborasi dengan

12
tim medis o Menurunka
pemberian n panas.
antipiretik
(paracetamol ).

Gangguan nutrisi Terpenuhinya Beri PenKes


kurang dari kebutuhan nutrisi tentang pentingnya o Agar orang
kebutuhan dalam tubuh setelah nutrisi bagi anak tua dapat
berhubungan dilakukan tindakan typhoid. mengerti
dengan intake selama 2 x 7 jam Pertahankan oral pentingnya
yang tidak dengan kriteria hasil: hygien sebelum dan nutrisi.
adekuat. - orang tua setelah makan. o Membatu
mengerti jenis Berikan porsi kecil medorong nafsu
makanan bagi tapi sering. makan.
anak typoid. Sajikan makanan o Menambah
- Nafsu makan secara menarik. asupan nutrisi.
meningkat. o Meningkat
- Pasien Kolaborasi dengan kan motivasi
menghabiskan 1 tim gizi untuk untuk makan.
porsi makan pemberian diiet o Memenuhi
rumah sakit. lunak ( BBS) kebutuhan
- Mempertahankan TKTP. nutrisi.
berat badan dalam
kondisi normal.

13
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Anak : An. B
Umur : 2 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Semarang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal Masuk : 13 Desember 2016
Tanggal Pengkajian : 13 Desember 2016
Pemberi Informasi : Ny. M
Hubungan dg Anak : Ibu

Genogram Keluarga

Keterangan:
atau : pria, wanita sehat : tinggal satu rumah
atau : pasien : garis pernikahan
atau : meninggal

2. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan An. B badannya panas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan anaknya mulai demam sejak seminggu sebelum masuk
rumah sakit disertai penurunan nafsu makan. Pada tanggal 10 Desember klien
diperiksakan ke dokter umum dan diberi obat, suhu tubuh sempat normal pada
hari itu tetapi pada malam harinya klien mulai demam hingga esok hari. Pada
tanggal 13 Desember 2016 klien dibawa kembali ke dokter umum untuk
diperiksakan, kemudian keluarga disarankan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium pada klien di klinik pribadi dokter. Setelah melakukan pemeriksaan
laborat didapat hasil bahwa positif terdapat salmonella thypi pada klien.
14
Kemudian klien dirujuk ke RS Roemani Semarang pada tanggal 13 Desember
2016. Klien masuk rumah sakit melalui IGD, di IGD klien mendapatkan terapi
Infus KAEN 3B, kemudian klien dipindahkan ke ruang Ismail 2 untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
4. Riwayat Masa Lalu
1. Kehamilan Ibu
a. Gestasi : Aterm
b. Usia ibu saat hamil : 27 tahun
c. Kesehatan ibu saat hamil : Ibu sehat dalam masa kehamilan, selalu
kontrol ke yankes terdekat.
d. Obat obatan yang digunakan : vitamin dan zat besi
2. Persalinan
a. Tipe persalinan : Normal
b. Tempat melahirkan Klinik Bersalin
3. Penyakit atau operasi sebelumnya
a. Penyakit/ operasi sebelumnya : tidak pernah
b. Insiden penyakit pada anggota keluarga lain : Keluarga tidak ada yang
mengalami kejadian seperti yang diderita pasien.
4. Alergi : Tidak ada alergi terhadap obat-obatan atau makanan
5. Imunisasi
Ibu klien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap yaitu
BCG, DPT 1, Hepatitis B, Polio, Campak dan DPT 2.

5. Pengkajian Fisik
1. Pengukuran Umum
a. BB sekarang : 11 kg
b. BB sebelum sakit : 12 kg
c. Tinggi badan : 85 cm
d. Lingkar kepala : 48 cm
e. Lingkar dada : 54 cm
f. LILA : 15 cm
2. Tanda Vital
a. Suhu : 38,0 oC
b. Frekuensi jantung : 100 x/mnt
c. Frekuensi pernafasan : 30 x/mnt
3. Kepala
Bentuk simetris, kulit kepala bersih, tidak ada lesi, rambut berwarna hitam
bersih, rambut lurus dan halus, bentuk wajah simetris.
4. Kebutuhan Oksigenasi
Hidung
Tidak ada sekret, bentuk hidung simetris, penciuman baik, tidak ada polip
hidung, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Dada
Bentuk simetris, suara perkusi dinding dada pekak, perkembangan dada
simetris.
Paru Paru

15
Pola pernafasan vesikuler, suara nafas tambahan ronkhi.
5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Mulut
Tidak sianosis, membran mukosa kering, tidak ada pembesaran tonsil, tidak
aada stomatitis, tidak ada caries gigi, lidah tampak kotor dan pucat.
Abdomen
Bentuk simetris, umbilikus bersih, perkusi dinding perut tympani, bising usus
10 x/m, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada pembesaran limpa.
Pola Nutrisi dan Cairan
Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan nasi dan
lauk pauk ditambah makanan ringan, porsi makan klien selalu habis. Sebelum
sakit klien minum air putih 3 gelas sehari (300cc) dan minum susu 5 botol
(500cc). Setelah sakit klien makan 3x sehari dengan menu dari rumah sakit
berupa bubur dan lauk pauk, tetapi selama sakit klien hanya mau makan 4-5
sendok setiap makannya. Selama sakit minum klien juga berkurang, klien
minum air putih gelas (100cc) dan susu 2 botol (300cc).
6. Kebutuhan Eliminasi
Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien BAK 4-5x per hari dan BAB 1x per
hari. Saat sakit klien BAK 4-5x per hari warna kuning keruh dan BAB 1x
perhari dengan konsistensi lembek berwarna kuning kecoklatan.
7. Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat
Ibu klien mengatakan sebelum sakit kegiatan sehari-hari klien bermain
selayaknya anak berusia 2 tahun. Selama di rumah sakit klien tampak tidak
bersemangat, hanya berbaring di tempat tidur dan sesekali minta gendong
orangtuanya, klien sering rewel dan gelisah.
Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien tidur 7-9 jam dalam sehari dengan
nyenyak, selama sakit klien menjadi susah tidur, tidur 4-5 jam per hari dan
sering terbangun saat tidur.
8. Kebutuhan Higyene Personal
a. Frekuensi mandi : 2x sehari dengan sibin
b. Kuku
1. Warna kuku : Normal
2. Higiene : Bersih
3. Kondisi kuku : Pendek
c. Genetalia : Bersih
9. Organ Sensoris
Mata
a. Penempatan dan kesejajaran: Simetris
b. Warna sklera : Tidak ikterik
c. Warna iris : Hitam
d. Konjungtiva : An Anemis
e. Ukuran pupil : Simetris
f. Refleks pupil : Rangsang terhadap cahaya baik

16
g. Refleks kornea : Dalam batas normal
h. Refleks berkedip : Dalam batas normal
i. Gerakan kelopak mata : Dalam batas normal
Telinga
a. Penempatan dan kesejajaran pinna : Sejajar
b. Higine telinga : Kanan + kiri : bersih
c. Rabas telinga : Kanan + kiri bersih
Kulit
a. Warna kulit : Putih bersih
b. Turgor : Kering
c. Edema : tidak ada edema
d. Capillary refill : Kurang dari 2 detik
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium tanggal 13 Desember 2016

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,8 g/dL 11-15
Hematokrit 33,0 % 40-45
Lekosit 5600/mm3 3800-10600
Trombosit 198.000 mm3 150.000-440.000

WIDAL
Shalmonella Typhy O Positif 1/320
Shalmonella Typhy H Positif 1/160

7. TERAPI
Injeksi Ceftriaxone 400mg/12 jam
Paracetamol Syr 1 sdm bila panas
Infus KAEN 3 B 11 tpm
Kebutuhan cairan An. B :
BB : 11 kg
(10x100) + (1x20) = 1020cc/24 jam = 42.5cc/jam = 0.70cc/menit
Tetesan Infus = 0.70x15 = 10.625tpm = 11tpm

8. DIIT
Lunak TKTP

B. Analisa Data

Data Fokus Problem Etiologi

Ds: Hipertermi Proses


- Ibu klien mengatakan badan anaknya panas Infeksi
Do:
- Suhu badan : 38,0oC
- N : 100x/menit

17
- Teraba hangat
- Klien tampak gelisah
- Hasil lab : (+) shalmonela thypi

Ds: Ketidakseim- Penurunan


- Ibu klien mengatakan klien hanya mau makan bangan nutrisi intake
bubur dari rumah sakit 4 sendok makan kurang dari makanan
- Ibu klien mengatakan klien tidak nafsu makan kebutuhan
Do: tubuh
A:
- BB sebelum sakit : 12kg
- BB sesudah sakit: 11kg
- TB : 85cm
- Lingkar lengan atas : 15cm
- Lingkar kepala : 48cm
- BBI : (umur(th)x2)+8=4+8= 12kg
B:
- Hb : 12.0 gr/dL
- HT : 33.0 %
- Trombosit : 198.000/mm3
- Lekosit : 5600/mm3
C:
- Mukosa kering
- Kulit kering dan pucat
- Klien tampak lemah dan tidak bersemangat
- Lidah pucat dan kotor
D:
- Makanan dari RS masih sisa
- Klien hanya makan 4 sendok makan

C. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1. Hipertermi b.d proses infeksi (0007)
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake
makanan (00002)

D. Intervensi

No Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD


1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor TTV Mifta
tindakan keperawatan 2. Kenakan pakaian yang

18
selama 3x24 diharapkan tipis pada klien
hipertermi teratasi dengan 3. Berikan kompres dengan
KH: teknik water tepid
a. Suhu dalam batas sponge
normal 36.537. 4oC 4. Kolaborasi pemberian
b. Anak tampak tenang cairan IV dan anjurkan
c. Tanda vital dalam batas intake cairan yang
normal adekuat
5. Kolaborasi pemberian
antipiretik

2 Ketidaksei Setelah dilakukan 1. Kaji penurunan nafsu Mifta


mbangan tindakan keperawatan makan
nutrisi selama 3x24 diharapkan 2. Monitor intake makanan
kurang dari masalah ketidakefektifan 3. Anjurkan kepada
kebutuhan nutrisi teratasi dengan keluarga untuk
tubuh KH: memberikan makanan
-BB meningkat dengan teknik porsi
-Nafsu makan meningkat kecil tapi sering secara
-Porsi makan habis bertahap
-Mukosa bibir lembab 4. Timbang BB setiap hari
-Turgor kulit elastis 5. Pertahankan kebersihan
mulut klien
6. Jelaskan pentingnya
intake nutrisi yang
adekuat

E. Implementasi

Tanggal Jam Dx Implementasi Respon Hasil TTD

13 14.30 1,2 Mengkaji keadaan Ds : - Mifta


Desember umum & TTV klien Do :
2016 - Klien tampak lemah
- Klien hanya berbaring di
tempat tidur
- TTV
S : 37.9oC
N : 100x/menit
RR : 30x/menit

15.00 1 Memberikan obat : Ds : - Mifta


paracetamol syrp 1 Do : Obat diminum
sendok takar

19
Memberikan Ds : -
1 kompres dengan Do : Mifta
teknik water tepid - Klien tampak tenang
sponge
Meminta ibu klien Ds: -
1 untuk memakaikan Do: Mifta
pakaian yang tipis - Klien memakai pakaian
pada klien tipis

1 Mengukur suhu Ds :
tubuh klien kembali - Ibu klien mengatakan
anaknya masih hangat
tetapi sudah tidak sepaas
tadi
Do :
S : 37.6oC

18.30 2 Mengkaji intake Ds : Mifta


makanan klien - Ibu klien mengatakan
klien hanya mau makan 4
sendok bubur dari rumah
sakit dan minum susu
botol sejak siang
- Ibu klie mengatakan
klien tidak nafsu makan
- Do :
- Klien tampak lemah
- Porsi makan masih sisa

Mifta
2 Menganjurkan Ds :
kepada keluarga - Ibu klien mengatakan
untuk memberikan akan memberikan makan
makanan dengan sedikit tapi sering
teknik porsi kecil Do : -
tapi sering secara
bertahap

21.00 Memberikan Injeksi Ds : - Mifta


1,2 Ceftriaxone 400mg Do :
- Tidak ada alergi

20
14 Mifta
Desember 09.00 1,2 Mengkaji keadaan Ds : -
2016 umum & TTV klien Do :
- Klien tampak lemah
- Klien hanya berbaring di
tempat tidur
- TTV
S : 37.8oC
N : 100x/menit
RR : 30x/menit

Mifta
1 Memberikan obat : Ds : -
paracetamol syrp 1 Do : Obat diminum
sendok takar

Memberikan Ds : - Mifta
09.30 1 kompres dengan Do :
teknik water tepid - Klien tampak tenang
sponge
Meminta ibu klien Ds: - Mifta
1 untuk memakaikan Do:
pakaian yang tipis - Klien memakai pakaian
pada klien tipis

11.00 1 Mengukur suhu Ds :


tubuh klien kembali - Ibu klien mengatakan
anaknya masih hangat
tetapi sudah tidak sepaas
tadi
Do :
S : 37.2oC

Mifta
12.00 2 Mengkaji intake Ds :
makanan klien - Ibu klien mengatakan
klien hanya mau makan 4
sendok bubur dari rumah
sakit dan minum susu
botol sejak siang
- Ibu klie mengatakan
klien tidak nafsu makan
- Do :
- Klien tampak lemah
- Porsi makan masih sisa

21
Mifta
2 Menganjurkan Ds :
kepada keluarga - Ibu klien mengatakan
untuk memberikan akan memberikan makan
makanan dengan sedikit tapi sering
teknik porsi kecil Do : -
tapi sering secara
bertahap

Memberikan Injeksi Ds : - Mifta


13.00 1,2 Ceftriaxone 400mg Do :
- Tidak ada alergi

15 Mifta
Desember 09.00 1,2 Mengkaji keadaan Ds : -
2016 umum & TTV klien Do :
- Klien tampak lemah
- Klien hanya berbaring di
tempat tidur
- TTV
S : 37.2oC
N : 100x/menit
RR : 30x/menit

Mifta
12.00 2 Mengkaji intake Ds :
makanan klien - Ibu klien mengatakan
klien hanya mau makan 4
sendok bubur dari rumah
sakit dan minum susu
botol sejak siang
- Ibu klie mengatakan
klien tidak nafsu makan
- Do :
- Klien tampak lemah
- Porsi makan masih sisa

Mifta
2 Menganjurkan Ds :
kepada keluarga - Ibu klien mengatakan
untuk memberikan akan memberikan makan
makanan dengan sedikit tapi sering
teknik porsi kecil Do : -
tapi sering secara
bertahap

Ds : - Mifta
13.00 1,2 Memberikan Injeksi Do : Tidak ada alergi
Ceftriaxone 400mg

F. Evaluasi

22
Diagnosa
Tanggal SOAP TTD
Keperawatan
13
Desember Hipertermi S: Mifta
2016
- Ibu klien mengatakan badan
anakknya tidak panas lagi, hanya
sedikit hangat
O:
- Suhu tubuh klien turun menjadi
37.4oC
- N : 105x/menit
A : Masalah hipertermi tertasi
P : Lanjutkan intervensi :
- Monitor TTV dan Keadaan
Umum
- Berikan kompres dengan
teknik water tepid sponge bila
panas
- Berikan antipiretik bila panas

13 Ketidakseimbangan S: Mifta
Desember nutrisi: kurang dari
2016 kebutuhan tubuh - Ibu klien mengatakan klien tidak
nafsu makan
- Ibu klien mengatakan klien hanya
mau makan 4 sendok bubur
- Ibu klien mengatakan akan
memberikan makan sedikit tapi
sering
O:
- Klien tampak lemah
- Porsi makan masih sisa
- BB : 11kg
A:
Masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
- Monitor intake makanan dan
penurunan
- Timbang BB
- Jelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat
- Anjurkan kepada keluarga agar
memberikan makan dengan porsi
sedikit tapi sering

14 Hipertermi S: Mifta

23
Desember - Ibu klien mengatakan badan
2016 anakknya tidak panas lagi, hanya
sedikit hangat
O:
- Suhu tubuh klien turun menjadi
37.4oC
A : Masalah hipertermi tertasi
P : Lanjutkan intervensi :
- Monitor TTV dan Keadaan
Umum
- Berikan kompres dengan
teknik water tepid sponge bila
panas
- Berikan antipiretik bila panas

14 Ketidakseimbangan S: Mifta
Desember nutrisi: kurang dari
2016 kebutuhan tubuh - Ibu klien mengatakan klien tidak
nafsu makan
- Ibu klien mengatakan klien hanya
mau makan 4 sendok bubur
- Ibu klien mengatakan akan
memberikan makan sedikit tapi
sering
O:
- Klien tampak lemah
- Porsi makan masih sisa
- BB : 11kg
A:
Masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
- Monitor intake makanan dan
penurunan
- Timbang BB
- Jelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat
- Anjurkan kepada keluarga agar
memberikan makan dengan porsi
sedikit tapi sering

15 Hipertermi S: Mifta
Desember
2016 - Ibu klien mengatakan badan
anakknya tidak panas lagi
O:
- Suhu tubuh klien turun menjadi

24
37.2oC
A : Masalah hipertermi teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
- Monitor TTV dan Keadaan
Umum
- Berikan kompres dengan
teknik water tepid sponge bila
panas
- Berikan antipiretik bila panas

15 Ketidakseimbangan S: Mifta
Desember nutrisi: kurang dari
2016 kebutuhan tubuh - Ibu klien mengatakan klien tidak
nafsu makan
- Ibu klien mengatakan klien hanya
mau makan 4 sendok bubur
- Ibu klien mengatakan akan
memberikan makan sedikit tapi
sering
O:
- Klien tampak lemah
- Porsi makan masih sisa
- BB : 11kg
A:
Masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
- Monitor intake makanan dan
penurunan
- Timbang BB
- Jelaskan pentingnya intake nutrisi
yang adekuat
- Anjurkan kepada keluarga agar
memberikan makan dengan porsi
sedikit tapi sering

BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama Anak : An. B
Umur : 2 Tahun

25
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Orangtua/ Wali : Ny. M
Alamat : Semarang
Suku : Jawa
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia

B. Data Fokus Klien

DS:
- Ibu klien mengatakan badan anaknya panas

DO:
- Suhu badan : 37,9oC
- N : 100x/menit
- Teraba hangat
- Klien tampak gelisah
- Hasil lab : (+) shalmonela thypi

C. Diagnosa Keperawatan

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

D. Analisa Sintesa
Salmonella typhi, masuk ke saluran cerna

reaksi inflamasi

Suhu Tubuh

Demam Thypoid

Hipertermia : proses infeksi

Dilakukan pemberian kompres dengan teknik water tepid sponge

Sinyal hangat yang dibawah oleh darah ini menuju hipotalamus

Mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor

26
Sinyal ini akan menyebabkan pengeluaran panas tubuh melalui 2 mekanissme
yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat

Panas berkurang

BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Tiap Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan Proses Penyakit
Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (Nanda, 2015).
Batasan Karakterisitik :
a. Konvulsi
b. Kulit kemerahan
c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
d. Kejang
e. Takikardi
f. Takipnea
g. Kulit terasa hangat
Alasan ditegakkannya diagnosa :
Alasan penulis mengambil diagnosa hipertermi berhubungan dengan
Proses Penyakit karena dari hasil pemeriksaan didapatkan data subyektif yaitu
ibu an B mengatakan bahwa badan anaknya panas dan dari data obyektif didapat
hasil yaitu suhu badan 37,9 oC, teraba hangat, klien tampak gelisah, dan hasil
pemeriksaan laboratorium widal tampak terdapat kuman shalmonela thypi.

Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan panas
pasien turun dalam rentang (36,5 37,4celcius), kulit tidak teraba panas.
Rencana keperawatan yang dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital pasien
rasionalnya untuk mengetahui keadaan umum pasien. Dalam mengatasi
hipertermia juga bisa dengan melakukan kompres (Setiawati,2015).Kompres

27
seluruh badan dengan air hangat dapat memfasilitasi pengeluaran panas, serta
dibutuhkan untuk meningkatkan keefektifan pemberian antipiretik. Berikan
pakaian tipis yang menyerap keringat, anjurkan minum untuk menggantikan
cairan elektrolit yang hilang akibat demam. Observasi suhu tubuh agar suhu
tubuh selalu terpantau. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
penurun panas agar suhu tetap dalam batas normal (Sodikin, 2011). Suhu diukur
kembali 30 menit setelah antipiretik diberikan untuk mengkaji efeknya (Wong,
2008).
Evaluasi
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada hasil evaluasi
terakhir tanggal 15 Desember 2015 didapatkan masalah hipertermi teratasi
dengan data subyektif ibu klien mengatakan badan anaknya sudah tidak panas
lagi dan dari data objektif suhu tubuh 37,2oC. Pertahankan intervensi yaitu
observasi suhu tubuh, berikan kompres jika panas, berikan antipiretik jika panas.

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


penurunan intake makanan
Definisi : (Nanda, 2015).
Batasan Karakterisitik :
a. Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk
tinggi badan dan rangka tubuh
b. Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolic, baik kalori total maupun
zat gizi tertentu
c. Kehilangan berat baan dengan asupan makanan yang adekuat
d. Menolak makan
e. Melaporkan perubahan sensasi rasa
f. Melaporkan kurangnya makanan
g. Bukti kekurangan makanan
h. Kurangnya minat terhadap makanan
Alasan ditegakkannya diagnosa :
Alasan penulis mengambil diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan karena dari
data subjektif ibu klien mengatakan klien hanya mau makan bubur dari rumah
sakit 4 sendok makan dan klien tidak nafsu makan. Dari data objektid diketahui
klien mengalami penurunan berat badan. Berat Badan Ideal klien seharusnya 12

28
kg, sedangkan BB klien saat ini 11kg. tampak mukosa kering, kulit kering dan
pucat, klien tampak lemah dan tidak bersemangat.

Intervensi
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah Ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh yaitu monitor intake makanan untuk mengukur
jumlah makanan yang masuk, anjurkan kepada keluarga untuk memberikan
makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering secara bertahap agar dapat
meningkatkan masukan nutrisi, timbang berat badan setiap hari untuk mengawasi
adanya penurunan berat badan, jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan kepada keluarga.
Evaluasi
Dari hasil evaluasi setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
didapat data subjektif ibu klien mengatakan anaknya tidak nafsu makan, klien
hanya mau makan 4 sendok bubur. Dari data objektif Klien tampak lemah, Porsi
makan masih sisa, BB : 11kg. Masalah ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari
kebutuhan tubuh belum teratasi. Lanjutkan intervendi dengan Monitor intake
makanan dan penurunan, Timbang BB, Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang
adekuat, Anjurkan kepada keluarga agar memberikan makan dengan porsi sedikit
tapi sering.

B. Pembahasan Aplikasi Evidence Based Nursing


1. Justifiksi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing
Penulis memilih tindakan pemberian kompres tepid sponge kepada klien
sebagai salah satu intervensi keperawatan karena berdasarkan diagnosa
keperawatan yang didapat dari hasil pengkajian klien muncul masalah hipertermi.
Pemilihan tindakan kompres tepid sponge tersebut juga berdasarkan dari hasil
penelitian Tia Setiawati, Yeni Rustina dan Kuntarti tahun 2015 yang berjudul
Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh dan Kenyamanan
Pada Anak Yang Mengakami Demam. Berdasarkan hasil penelitian Setiawati,
dkk tersebut menunjukkan bahwa rata-rata selisih penurunan suhu tubuh pada
kelompok anak sebelum dan setelah tepid sponge disertai pemberian antipiretik
adalah 0,970C dan rata-rata selisih penurunan suhu sebelum dan setelah
pemberian antipiretik adalah 0,830C. Mengacu kepada nilai tersebut,
menunjukkan bahwa pemberian antipiretik disertai tepid sponge lebih efektif
daripada pemberian antipiretik saja.
29
Didukung pula oleh penelitian Haryani yang berjudul Pengaruh
Kompres Tepid Sponge Hangat terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak
Umur 1-10 Tahun dengan Hipertermia yang menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh terapi nonfarmakologi tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh
pada anak dengan penurunan rata-rata 1,4oC. Tepid sponge merupakan terapi
nonfarmakologis untuk demam (Potter dan Perry, 2005). Tehnik ini dilakukan
dengan memberikan kompres hangat di seluruh badan anak. Suhu air untuk
kompres antara 30-350C. Panas dari kompres tersebut merangsang vasodilatasi
sehingga mempercepat proses evaporasi dan konduksi, yang pada akhirnya dapat
menurunkan suhu tubuh (Alves, Almeida, dan Almeida, 2008 dalam Setiawati,
2015).

2. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Pada Kasus


Penerapan EBN terhadap klien An. B dilakukan mulai hari Selasa, 13 Desember
2016 jam 15.00 WIB. Kompres tepid sponge diberikan setelah anak mendapatkan
obat antipiretik.
Tahap-tahap pelaksanan tepid sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008) meliputi:
1. Tahap persiapan
a. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid sponge.
b. Persiapan alat meliputi ember atau waskom tempat air hangat (26 o-35oC),
lap mandi 6 buah, handuk mandi 1 buah, selimut mandi 1 buah, perlak
besar 1 buah, termometer, selimut tidur 1 buah.
2. Pelaksanaan
a. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat antipiretik yang telah diminumkan
klien untuk menurunkan suhu tubuh.
b. Buka seluruh pakaian klien. Letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan
pangkal paha. Lap ektremitas selama 5 menit, punggung dan bokong
selama 10-15 menit. Lakukan melap tubuh klien selama 20 menit.
Pertahankan suhu air (26o-35oC)
c. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau segera setelah suhu tubuh
klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut tidur. Pakaikan
klien baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
d. Catat suhu tubuh setelah prosedur.

3. Hasil yang dicapai


Hasil yang dicapai dari penerapan EBN terhadap klien An. B yakni
pemberian kompres tepid sponge menunjukkan hasil yang cukup baik. Sebelum

30
dilakukan penerapan EBN yaitu kompres tepid sponge pada klien ibu klien
mengatakan badan anaknya panas dan dari data objektif didapat Suhu tubuh klien
yaitu 38,0oC, klien teraba hangat, klien tampak gelisah. Pasca 1 jam setelah
diberikan kompres tepid sponge penulis melakukan evaluasi pada klien, dari data
subjektif ibu klien mengatakan badan anaknya masih sedikit hangat dan dari data
objektif didapat suhu klien turun menjadi 37,6oC. Hasil tersebut sejalan dengan
evidence based practice pada penelitian Setiawati (2015) yang menunjukkan
bahwa suhu tubuh anak akan menurun setelah diberikan antipiretik disertai tepid
sponge.

4. Kelebihan dan kekurangan


Dalam aplikasi evidence based practice mempuanyai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya yaitu penerapan aplikasi evidence based nursing
practice kompres tepid sponge mudah dilaksanakan. Sedangkan hambatan selama
aplikasi evidence based practice yaitu sesekali anak rewel saat diberikan terapi
tepid sponge.

BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan

31
Pada klien An. B dengan kasus Thypoid di ruang Ismail 2 RS Roemani
Muhammadiyah Semarang, penulis menemukan masalah keperawatan sebagai
berikut: Hipertermi b.d Proses Penyakit dan Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat. Untuk mengatasi masalah-masalah yang
muncul pada Thyoid untuk rencana tindakan, penentuan kriteria waktu dalam
rencana asuhan keperawatan sebagian besar rencana tindakan atau intervensi sesuai
berdasarkan teori dapat diterapkan pada rencana tindakan kasus.
Kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain sangat diperlukan dalam
pelaksanaan intervensi keperawatan. Adanya kolaborasi tersebut tujuannya adalah
membantu penulis melakukan implementasi yang tepat sesuai dengan intervensi
walaupun kemungkinan adanya ketidak sempurnaan. Dalam implementasi sebagian
besar telah sesuai dengan rencana tindakan yang telah diterapkan pada teori, maupun
perencanaan secara nyata. Untuk evaluasi hasil yang dilakukan oleh penulis pada
dasarnya dapat terlaksana dengan baik, satu masalah teratasi dan ada satu masalah
yang belum teratasi. Adapun masalah yang belum teratasi yaitu Ketidakseimbangan
nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh dan untuk masalah yang terasi yaitu hipertermi
Evaluasi yang dilakukan dengan menerapkan asuhan keperawatan hipertermi
pada anak dengan memberikan tepid sponge sesuai dengan EBN. Suhu tubuh yang
meningkat pada anak mengalami penurunan Dalam melakukan asuhan keperawatan
ini diperlukan kerjasama yang baik dari pihak komponen rumah sakit atau tenaga
medis yang berkompeten. Kerja sama ini dilakukan baik klien, keluarga, perawat,
ataupun tenaga kesehatan lainnya, agar klien mendapatkan asuhan keperawatan yang
maksimal dan terbaik.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Terdapat penurunan suhu tubuh pada pasien hipertermi dengan memberikan tepid
sponge. Hendaknya mahasiswa bisa menerapkan pemberian asuhan keperawatan
dengan tepid sponge ini dalam praktik keperawatan. Dimulai dengan
mempromosikan dan memotivasi kepada para perawat dan orangtua yang berada
di rumah sakit tempat praktik.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Adanya penurunan suhu tubuh anak setelah penerapan aplikasi ini menunjukkan
adanya keberhasilan dari penerapan tepid sponge. Hal ini bisa dijadikan acuan

32
bagi instansi pendidikan dalam meningkatkan pembelajaran tentang tepid sponge
pada mahasiswa.
3. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya memperbanyak penerapan implementasi keperawatan
yang tiap tahunnya berkembang. Hal ini membantu peningkatan terhadap
pelayanan kesehatan pada pasien. Dengan pemberian asuhan keperawatan secara
holistik diharapkan proses penyembuhan kesehatan klien berlangsung efektif dan
efisien. Hendaknya rumah sakit juga bisa meyakinkan dan memotivasi orangtua
pasien dalam penerapan tepid sponge ini.

33

Anda mungkin juga menyukai