Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan


kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang.Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan
umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan.Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan


berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami
proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat


apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif.Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada
informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap
(Suseno, 2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe


kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak
berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam


lingkungan asuhan keperawatan.Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan dukacita.Ketika merawat klien dan

1
keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-
kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan
atau kematian.Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

Karena pentingnya peranan perawat dalam mengatasi masalah


kehilangan berduka inilah yang mendasari penyusunan makalah ini unruk
meningkatkan pengetahuan dan menjadi pedoman untuk melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah kehilangan dan berduka.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud kehilangan dan berduka?
2. Apakah tanda dan gejala kehilangan?
3. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan dan berduka?
4. Apa sajakah tipe kehilangan?
5. Apa sajakah jenis kehilangan?
6. Bagaimanakah fase-fase kehilangan dan berduka?
7. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan
kehilangan dan berduka?
8. Bagaimanakah strategi pelaksanaannya?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian kehilangan dan berduka.
2. Menjelaskan tanda dan gejala kehilangan.
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan dan berduka.
4. Menjelaskan tipe kehilangan.
5. Menjelaskan jenis kehilangan.
6. Menjelaskan fase-fase kehilangan dan berduka.
7. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan
kehilangan dan berduka.
8. Menjelaskan strategi pelaksanaan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Definisi Kehilangan
a. Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa
tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak
dapat kembali.
b. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik
terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert, 1985).
2. Definisi Berduka
a. Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak
nafas, susah tidur, dan lain-lain.
b. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
1) Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan.
Tipe ini masih dalam batas normal.
2) Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan,

3
objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B. Tanda dan Gejala Kehilangan


1. Ungkapan kehilangan
2. Menangis
3. Gangguan tidur
4. Kehilangan nafsu makan
5. Sulit berkonsentrasi
6. Karakteristik berduka yang berkepanjangan, yaitu:
a. Mengingkari kenyataan kehilangan terjadi dalam waktu yang lama
b. Sedih berkepanjangan
c. Adanya gejala fisik yang berat
d. Keinginan untuk bunuh diri

C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan:


1. Arti dari kehilangan
2. Sosial dan budaya
3. Kepercayaan spritual
4. Status sosial ekonomi
5. Kondisi fisik dan psikologi individu

D. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata

Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya amputasi


kematian orang yang sangat berarti/di cintai.

4
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya
seseorang yang berhenti bekerja/PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

E. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang
yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh
seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai.Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau
jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya.Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang
dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan,
usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan.Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.

5
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu
satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota
lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian
baru.

F. Fase-Fase Kehilangan Dan Berduka

Fase berduka menurut Kubler Rose :


1. Fase penyangkalan(Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan atau
individu tidak percaya, menolak atau tidak menerima kehilangan yang
terjadi. Pernyataan yang sering diucapkan adalah “ itu tidak mungkin” atau
“saya tidak percaya”. Seseorang yang mengalami kehilangan karena
kematian orang yang berarti baginya,tetap merasa bahwa orang tersebut
masih hidup. Klien mungkin mengalami halusinasi,melihat orang yang
meninggal tersebut berada di tempat yang biasa digunakan atau mendengar
suaranya. Perubahan fisik yang terjadi misalnya letih, pucat, mual,diare ,
gangguan pernafasan, lemah ,detak jantung cepat, menangis, gelisah .
2. Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukkan perasaan marah pada diri
sendiri atau kepada orang yang berada dilingkungan nya.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain,muka merah,nadi
cepat,susah tidur,tangan mengepal,mau memukul,a gresif.
3. Fase tawar menawar (bergaining)
Klien yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan kehilangan
nya maka orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar dengan
memohon kemurahanTuhan, klien ingin menunda kehilangan dengan

6
berkata”seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja kejadian ini bisa
ditunda. Maka saya akan sering berdoa”.
4. Fase depresi
Klien berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan merupakan
keadaan yang nyata, klien sering menunjukkan sikap menarik diri,tidak
mau berbicara atau putus asa dan mungkin sering menangis.
5. Fase penerimaan (acceptance)
Pada fase ini klien menerima kenyataan kehilangan, misalnya “ya,
akhirnya saya harus dioperasi.” Atau “apa yang harus saya lakukan agar
saya cepat sembuh?”Tanggung jawab mulai timbul dan usaha untuk
pemulihan dapat lebih optimal.
Secara bertahap perhatiannya beralih pada objek yang baru dan
pikiran yang selalu terpusat pada objek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang. Jadi, klien yang masuk pada fase penerimaan atau
damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangannya secara tuntas.

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Kasus:

Seorang perempuan umur 25 tahun, sudah 6 bulan ibunya meninggal , respon


klien sangat tidak adaptif, sampai sekarang klien masih suka menangis sendiri,
tanggung jawab pekerjaan sering tidak selesai, sering tidak masuk kerja, katanya
meles, hidup ini sepertinya sudah tidak ada gunanya , lama kelamaan klien tidak
memperhatikan penampilanya, menggunakan baju asal-asalan. Kebutuhan makan
harus diingatkan sama orang terdekatnya. Orang orang disekitarnya semakin
khawatir karena perilakukanya semakin aneh.Ditakutkan menjadi sakit.Sepertinya
klien belum mau menerima kalau ibunya meninggal. Kata orang disekitarnya
klien klien sering mengungkapkan “ Coba Kalau ibu masih ada pasti saya akan
lebih semangat bekerja”.” Sekarang mungkin lebih baik saya ikut ibu saja, supaya
lebih tenang”.

I. PENGKAJIAN

A. Identitas Klien

Nama :Ny. W

Umur : 25 Tahun

Alamat : Ungaran

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia

Pendidikan : D3 Akuntansi

Pekerjaan : Karyawan

8
No. CM : 009xxx

B. Penanggung Jawab

Nama : Tn.L

Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung

Alamat : Ungaran

II. KELUHAN UTAMA

Klien sering menangis sendiri

III. ALASAN MASUK

Klien masih suka menangis sendiri, tanggung jawab pekerjaan sering tidak
selesai, sering tidak masuk kerja, suka males-malesan, klien tidak
memperhatikan penampilanya, menggunakan baju asal-asalan.Kebutuhan
makan harus diingatkan oleh orang terdekatnya.Keluarga semakin
khawatir karena perilaku klien semakin aneh.

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


 Biologi : Klien tidak mengalami gangguan apapun saat berada di
dalam kandungan

 Psikologi : Klien tidak menunjukkan gejala gangguan psikologi.

 Sosial Budaya : -

FAKTOR PRESIPITASI

9
Factor pencetus pada kasus ini dikarenakan pasien yang depresi
karena ibunya meninggal 6 bulan yang lalu, sehingga dia tidak mempunyai
semangat untuk melakukan aktifitas. Faktor presipitasi :

1. Ketegangan peran yang dirasakan

2. Perasaan tidak mampu

3. Penolakan terhadap kemampuan personal

4. Perasaan negatif mengenai dirinya sendiri

V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram

Konsep Diri

 Gambaran Diri : klien mengatakan bahwa dia tidak mempunyai


semangat untuk hidup dan merasa hidupnya sudah tidak berguna
lagi.

 Identitas Diri : klien mengatakan dirinya adalah seorang


perempuan yang bernama Ny.W, yang sudah tidak mempunyai ibu
dan mempunyai seorang kakak perempuan serta seorang kakak
laki-laki.

10
 Peran : klien merasa sangat kehilangan sebab orang yang paling
dekat dengan klien adalah ibunya dimana sang ibu selalu mengerti
segala yang dibutuhkan klien.

 Ideal diri : klien adalah seorang teller di sebuah bank swasta dan
dia berharap agar ibunya bisa kembali untuk menemani klien
sehingga klien semangat bekerja.

 Harga Diri : Klien merasa tidak mampu melakukan apa-apa karena


tidak ada yang dapat memberikan semangat seperti yang dilakukan
oleh ibunya.

2. Hubungan Sosial

 Orang yang dekat dengan klien selain ibunya adalah kakak


perempuannya

 Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum sakit klien begitu


semangat dalam bekerja serta sering membantu pekerjaan rumah.

 Hambatan dalam hubungan dengan orang lain:setelah ibu klien


meninggal, klien sering menangis serta mengurungdiri dikamar,
bersedih dan kerap murung.

3. Spiritual

Semenjak ibunya meninggal, klien mengatakan jarang


beribadah, dan hanya berdoa berharap ibunya dapat kembali untuk
menemaninya lagi.

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan : Penampilan klien tidak begiturapi, rambut


berantakan, dan menggunakan baju yang disediakan diRSJ.

11
2. Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan
dapat dipahami.

3. Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk dan berdiam


diri,tidak ada kontak mata bila di ajak komunikasi.

4. Alam perasaan : Klien mengatakan tidak nyaman berada di RSJ karena


kondisi di RSJ menurut klien sangat ramai.

5. Afek : Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien lambat

6. Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang karena menunduk,


klien terlihat lemas, tidak berdaya dan malas-malasan.

7. Persepsi : Tidak ditemukan halusinasi saat pengkajian.

8. Pola Fikir : Tidak ada waham.

9. Tingkat kesadaran : Klien sadar penuh saat dilakukan pengkajian.

10. Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih bagus dan klien
dapat mengingat serta menceritakan masa lalunya saat sang ibu masih
hidup.

11. Tingkat konsentrasi dan berhitung: Klien berhitung lancar. 12+3=15,


tetapi klien membutuhkan waktu cukup lama untuk menjawab.

12. Kemampuan Penilaian : Klien tidak mau melakukan apapun dan


hanya berdiam diri di kamar.

13. Daya Tilik Diri : Klien paham dan mengetahui dengan jelas bahwa
dirinya berada di RSJ.

VII. MEKANISME KOPING

A. Klien mampu berbicara dengan orang lain, tidak marah-marah

12
B. Klien tidak suka menceritakan masalah pribadinya kepada orang
lain dan lebih suka diam.

Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.

VIII. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

A. Masalah berhubungan dengan lingkungan : Klien menarik diri


dari lingkungan dan jarang keluar dari kamar

B. Masalah dengan kesehatan (-) :

C. Masalah dengan perumahan :Klien tinggal dengan adik dan


kakaknya dan jarang keluar rumah

D. Masalah dengan Ekonomi : Kebutuhan klien tidak dapat


dipenuhi karenna klien hanya tinggal dengan adiknya dan
kakaknya.

IX. MASALAH KEPERAWATAN

A. Isolasi diri : Menarik diri

B. Harga diri rendah : Kronik

C. Koping Individu Tidak Efektif : depresi

D. Kehilangan

X. POHON MASALAH

Isolasi diri : menarik diri _ _ _ _ ( Efek )

13
Harga Diri Rendah : Kronik _ _ _ ( Core problem )

Koping Individu Tidak Efektif : depresi _ _ _ ( Causa / Penyebab )

A. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2011-2012)


1. Dukacita berhubungan dengan kehilangan adaptif objek (ibu) yang
penting bagi klien.
2. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan gangguan dalam pola
melepaskan tekanan terhadap respon kehilangan.

B. Intervensi
No TGL/JAM Dx TUJUAN INTERVENSI TTD

1 31/01/14 Dukacita Klien dapat mengatasi 1. Ciptakan hubungan


berhubungan dukacitasetelah saling percaya
dengan dilakukan tindakan dengan klien dan
kehilangan keperawatan. kelurga. Perlihatkan
adaptif objek dengan kriteria hasil : sikap empati.
(ibu) yang 1. Klien 2. Kaji sumber dukacita
penting bagi menunjukkan klien.
klien. koping, 3. Motivasi klien untuk
penyelesaian mengekspresikan
dukacita, dan perasaan tentang
penyesuaian kehilangan.
psikososial. 4. Ciptakan lingkungan
2. Klien tidak terlarut yang nyaman untuk
dalam kehilangan. memfasilitasi proses
3. Klien mencari dukacita klien.
dukungan sosial 5. Berikan dukungan

14
yang tersedia. verbal dan non
4. Klien verbal.
mengungkapkan 6. Ajarkan teknik
pikiran, perasaan, relaksasi.
dan kepercayaan 7. Anjurkan kepada
spiritual tentang klien untuk terlibat
kehilangan. dalam aktivitas
5. Klien mengatakan kelompok sesuai
mampu membuat kegiatan yang
keputusan yang disenanginya.
bermanfaat tentang 8. Berikan nutrisi yang
kehilangan yang adekuat untuk
dirasakan. memenuhi kebutuhan
nutrisinya.
2. 31/01/14 Ketidakefektif Klien dapat mengelola 1. Kaji tingkat
an koping stresor yang kedefensifan/penging
berhubungan membebani dengan karan tentang
dengan membentuk kehilangan.
gangguan mekanisme koping 2. Libatkan keluarga
dalam pola setelah dilakukan dalam perawatan.
melepaskan tindakan keperawatan. 3. Motivasi dan bantu
tekanan klien
dengan kriteria hasil:
terhadap mengidentifikasi
respon 1. Klien prioritas kehidupan.
kehilangan. menggunakan 4. Motivasi dan bantu
strategi koping klien
yang efektif. mengidentifikasi
2. Klien aspek positif pada
mengungkapkan dirinya.
secara verbal 5. Kolaborasi pada
tentang sumber komunitas

15
penerimaan yang sesuai
terhadap situasi. (psikiater, konseling).
3. Klien dapat
berinteraksi secara
efektif dengan
orang lain.

C. Evaluasi
a. Klien mampu mengekspresikan perasaannya secara spontan.
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap
kehilangan.
c. Klien mempunyai mekanisme koping yang efektif dalam menghadapi
masalah akibat kehilangan.
d. Klien dapat dan berinteraksi sosial dan membina hubungan
yang baik dengan orang lain.
e. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dan klien terlibat aktif
dalam perawatan yang diberikan .

16
BAB IV
STUDY KASUS
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Kasus Praktikum :

Seorang perempuan umur 25 tahun, sudah 6 bulan ibunya meninggal , respon


klien sangat tidak adaptif, sampai sekarang klien masih suka menangis sendiri,
tanggung jawab pekerjaan sering tidak selesai, sering tidak masuk kerja, katanya
meles, hidup ini sepertinya sudah tidak ada gunanya , lama kelamaan klien tidak
memperhatikan penampilanya, menggunakan baju asal-asalan. Kebutuhan makan
harus diingatkan sama orang terdekatnya. Orang orang disekitarnya semakin
khawatir karena perilakukanya semakin aneh.Ditakutkan menjadi sakit.Sepertinya
klien belum mau menerima kalau ibunya meninggal. Kata orang disekitarnya
klien klien sering mengungkapkan “ Coba Kalau ibu masih ada pasti saya akan
lebih semangat bekerja”.” Sekarang mungkin lebih baik saya ikut ibu saja, supaya
lebih tenang”.

Masalah Utama : Kehilangan dan Berduka


Diagnosa :
1) Dukacita berhubungan dengan kehilangan adaptif objek (ibu) yang penting
bagi klien
2) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan gangguan dalam pola
melepaskan tekanan terhadap respon kehilangan
A. Pertemuan ke : 1 (SP 1)
(respon mengingkari terhadap kematian ibu)
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi : Klien tampak menangis dan sering melamun.
b. TUK :

17
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
dan klien dapat merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
dengan perawat.
2) Klien mampu mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan
berduka.
3) Klien mampu mengungkapkan dan mengekspresikan pikiran dan
perasaannya.
4) Klien merasa lebih tenang.
c. Tindakan Keperawatan :
1) Menciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan kelurga.
2) Mengkaji sumber dukacita klien, tunjukkan rasa empati.
3) Memotivasi klien untuk mengekspresikan perasaan tentang
kehilangan.
4) Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk memfasilitasi proses
dukacita klien.
5) Mengajarkan teknik relaksasi.
6) Memberikan dukungan verbal dan non verbal.
7) Menganjurkan kepada klien untuk terlibat dalam aktivitas
kelompok sesuai kegiatan yang disenanginya.
d. Strategi Pelaksanaan
1) Fase Pra Interaksi
Perawat melihat data dan latar belakang klien meliputi identitas
klien dan penanggungjawab, alamat, pekerjaan, pendidikan,
agama, suku bangsa, riwayat keperawatan (RKS, RKD, RKK).
2) Fase Interaksi
Perawat : “Selamat pagi, mbak. Ini benar dengan mbak Maeda
dari Ungaran?Apakah saya boleh duduk di
sini?Perkenalkan saya Linda, perawat yang bertugas
pada pagi hari ini dari pukul 07.00-14.00.Mbakbisa
memanggil saya Suster Linda.Mbak lebih senang
dipanggil siapa?Mbak Maeda atau Maeda saja?

18
Klien :”Panggil mbak Maeda saja, Sus.”
Perawat :”Baiklah, mbak Maeda saya lihat dari tadi mbak
Maeda tampak melamun, apa ada yang sedang
mbakpikirkan? Kalau mbak memang berkenan mbak
bisa menceritakannya, saya berjanji akan menjaga
kepercayaan mbak maeda.Bagaimana mbak?”
Klien : (mengangguk menatap perawat)
Perawat : “Baiklah kalau begitu, mbak mau kita ngobrol berapa
menit? mbak mau kita ngobrol dimana?”
Klien : “15 menit, Sus.”
Perawat :”Dimana, mbak? Disini atau di tempat lain yang
menurut mbak nyaman untuk mbak.”
Klien :”Di sini saja, Sus.”
3) Fase kerja
Perawat :”Nah, sekarang mbak maeda bisa ceritakan apa yang
mbak pikirkan. Atau mbak bisa mulai mengungkapkan
alasan kenapa mbak dari tadi melamun.”
Klien :”Saya sedang nunggu ibu saya pulang arisan, Sus.”
Perawat :”mbak, mbak harus belajar menerima kenyataan, ibunya
mbak sudah meninggalsatu minggu yang lalu karena
kecelakaan. Dia sudah tenang di sana.” (sambil
menyentuh bahu)
Klien :”Tidak, Sus. Itu tidak mungkin! Dia masih ikut arisan di
rumah temannya.Sebentar lagi dia pulang.ibu saya cuma
kejebak macet.” (marah dan menangis)
Perawat :”Tenang, mbak. mbak mau minum dulu agar lebih
rileks?”
Klien :”Nggak, Sus! Saya mau nunggu ibu saya. Kami mau
makan bersama!”
Perawat :”Saya mengerti dengan perasaan mbak sekarang.
Tentunya ibu mbak di sana akan sedih jika melihat

19
mbaksedih dan sering menangis seperti ini. Ayah dan
kedua kakak mbak maeda akan sedihmelihat keadaan
mbak sering melamun seperti ini.”
Klien : (masih menangis)
Perawat :”mbak, lihat saya sebentar. mbak ikuti instruksi saya
agar mbak lebih tenang ya. mbak bisa sedikit rileks
dengan tarik nafas. Ini mbak minum air putih dulu agar
lebih tenang.Nah, sekarang coba mbak lakukan.”(klien
mengikuti saran yang diberikan Perawat)
4) Fase terminasi
Perawat :“Bagaimana perasaan mbak setelah bercerita? Sudah
merasa sedikit tenang?”
Klien : (klien mengangguk)
Perawat :”Setelah ini apa yang akan mbak lakukan?”
Klien :”Nggak tahu, Sus.”
Perawat :”Kalau begitu lebih baik sekarang mbak makan siang
dulu kemudian istirahat. Setelah itu mbak bisa jalan-jalan
agar tidak jenuh.Bagaimana mbak?”
Klien :”Saya mau makan dan jalan-jalan saja, Sus.”
Perawat :”Kita cukupkan dulu ngobrolnya ya, mbak. Apakah
besok mbak mau bercerita lagi?”
Klien :”Boleh, Sus. Terima kasih sudah memperhatikan saya.”
Perawat :”Sama-sama, mbak. mbak mau bertemu jam berapa?”
Klien :”Jam 8 di taman saja ya, Sus. Udaranya masih segar.”
Perawat :”Baiklah. Kalau begitu besok kita bertemu lagi.
Sekarang saya kembali ke ruangan dulu ya, mbak.
Selamat pagi.”
B. Pertemuan ke :2
(respon marah terhadap kematian ibu)
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi : Klien masih tampak sedih dan menyendiri.

20
b. TUK :
1) Klien dapat mengungkapkan kemarahannya secara verbal.
2) Klien dapat mengatasi kemarahannya dengan koping yang
adaptif.
e. Tindakan Keperawatan :
1) Dorong dan beri waktu kepada klien untuk mengungkapkan
kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
2) Jelaskan pada klien/keluarga bahwa marah adalah respon yang
normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan.
3) Fasilitasi ungkapan kemarahan klien dan keluarga
f. Strategi Pelaksanaan
1) Fase Pra Interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada
masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2) Fase Interaksi
Perawat :”Selamat pagi, Mas. Mas keluarga dari mbak maeda?”
Rifan :”Iya, Sus. Saya masuk kerja jam 10 jadi mau nemenim
adik saya dulu.”
Perawat :”Itu sangat bagus, Mas. Kedatangan keluarga akan
membantu penyembuhan psikologis adik Mas. Mas, saya
mau berbicara dengan adik sebentar ya.”
Rifan :”Silahkan, Sus.”
Perawat :”Selamat pagi, mbak maeda. Bagaimana kabarnya? Masih
ingat dengan saya? Saya Perawat Linda yang kemarin
kesini.mbak sudah lama duduk di taman ini?”
Klien :”Baru saja, Sus.”
Perawat :”Udara hari ini segar sekali mbak, ini baik sekali untuk
menyegarkan pikiran yang penat.
Oya, kemarin kita kan sudah perkenalan, mbak percaya
kan dengan saya. Saya jamin rahasia ibu akan tersimpan
rapat.

21
3) Fase kerja
Perawat :”Sekarang mbakbisa cerita apa yang membuat mbak
sedih?”
Klien :”ibu saya sudah meninggal ya, Sus?”
Perawat :”Iya, mbak. Ibu mbak sudah dipanggil.”
Rifan :”Tadi pagi saya jengkel dengan kelakuan adik saya, Sus.
Beliau selalu mengatakan menunggu ibu saya pulang.Saya
mau adik saya belajar menerima kenyataan, saya mau adik
saya melanjutkankan kehidupannya.”
Perawat :”Mas tenang dulu. Begini, Mas tidak salah memberikan
penjelasan kepada adiknya tapi dengan marah bukan
penyelesaian yang tepat, justru itu akan menyebabkan
konflik atau tekanan bagi adiknya. Sangat wajar jika
seseorang kehilangan orang terdekatnya akan mengalami
penolakan tapi dengan penjelasan dan dukungan baik
moral maupun spiritual akan menguatkan keadaannya
sekarang.”
Aunul :”Lalu sekarang bagaimana, Sus? Dari tadi setelah makan
mbak saya cuma diam dan menulis tidak jelas seperti itu.”
Perawat :”Tidak perlu khawatir, Mas. Mbak maeda hanya
melupakan kemarahannya lewat tulisannya tapi kondisi ini
justru menunjukkan beliau sudah menerima kepergian ibu
Mas.
mbak, masih sedih? Masih ingat apa yang saya ajarkan
kemarin ketika mbak sedang sedih atau kesal? Bisa
lakukan lagi, mbak? Atau mau minum dulu?”
Klien :”Nggak, Sus.” (Klien melakukan teknik relaksasi)
Perawat :”Bagus, mbak. mbak sedang menulis apa? Saya tahu
mbak sedang kesal dan mbak mengekspresikannya melalui
coretan-coretan itu.”
Klien :”ibu saya sudah meninggal, Sus.”

22
Perawat :”Semua sudah ada yang mengatur, mbak. Sekarang mbak
harus kuat dan melihat disini masih ada keluarga yang
menyayangi mbak. Kalau boleh tahu hobi mbakapa?”
Klien :”Saya suka memasak dan menyulam bersama ibu saya,
Sus.”
Perawat :”mbak mau menyulam?”
Klien : (mengangguk)
Perawat :”OK mbak, besok kakak mbakakan datang membawa
peralatan agar mbak bisa menyalurkan hobi menyulam
dan mbak bisa mengajari teman-teman yang lain,
bagaimana mbak?”
Rifan :”Jadi besok saya bawa peralatan menyulam adik saya,
Sus?”
Perawat :”Usaha kan ya, Mas. Melalui menyulam emosi dan
kemarahan adik masakan tersalur dalam hal yang positif.
Adik mas juga bisa belajar berinteraksi dengan orang
lain.”
Aunul :”Apa itu tidak berbahaya, Sus?”
Perawat :”Mas tidak perlu khawatir. Perawat akan melakukan
pengawasan dan menjaga keamanan klien.”
4) Fase terminasi

Perawat :”Sekarang bagaimana perasaan mbak? Apakah sudah


merasa lebih?”

Klien : “Lumayan, Sus.”

Perawat :”Syukurlah. mbak, saya rasawaktunya sudah 10 menit.


Kalau mbak sedang kesal atau sedih coba lakukan apa
yang saya ajarkan kemarin atau melakukan hobi
menyulam mbak.”
Klien : “Iya sus”

23
Perawat :”Mungkin besok mbak ingin ngobrol-ngobrol lagi
mengenai hobi mbak atau mungkin yang lain. Besok
saya jaga siang dari jam 14.00 sampai 21.00. Bagaimana
mbak?”
Klien : “Iya, Sus. Disini saja, besok siang jam 15.00 WIB.”
Perawat :”Mau berapa lam, mbak?”
Klien :”10 menit saja, sus.”
Perawat : “Iya, mbak.Kalau begitu, sampai ketemu besok jam
15.00 WIB ditempat ini ya mbak. Ok, kalau begitu saya
kembali ke ruangan dulu ya, mbak. Selamat pagi, mbak.”
C. Pertemuan ke :3
(respon tawar menawar terhadap kematian ibu)
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi : Klien tampak merasa bersalah.
b. TUK :
1) Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
c. Tindakan Keperawatan :
1) Bantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya.
2) Lakukan responverbal maupun non verbal untuk mengurangi rasa
bersalah dan ketakutan yang tidak logis.
3) Berikan dukungan spiritual.
d. Strategi Pelaksanaan
1) Fase Pra Interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada
masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2) Fase Interaksi
Perawat :”Selamat siang, mbak. Siang ini saya bertugas dari jam
14.00 sampai jam 21.00. Apa kabarnya hari ini, mbak?
mbak sudah makan dan minum obat?”
Klien :”Baik, Sus. Saya sudah makan siang tadi. Suster, mau
menemani saya menyulam?”

24
Perawat :”Tentu, mbak. Kemarin kita sudah janjian akan bertemu
lagi ya mbak. Seperti permintaan mbak kita ngobrol
kurang lebih 10 menit di taman ini ya, mbak.”
Klien :”Iya, Sus.”
3) Fase kerja
Perawat :”Bagaimana perasaan mbak hari ini? mbak bisa ceritakan
kepada saya dan mungkin saya bisa membantu.”
Klien :”Entahlah, Sus. Saya benci pada diri saya. Kenapa
ibu saya yang mengalami kecelakaan? Kenapa bukan
saya saja !”(sambil mengepalkan tangan)
Perawat :”Saya dapat memahami perasaan mbak. Saya mengerti
sulit bagi mbak untuk menerima kehilangan ibu
mbak.Saya salut kepada mbak.mbak mulai menyadari
perasaan yang sudah diungkapkan. Semua ini adalah
kehendak Tuhan, Dia yang mengatur tentang hidup dan
mati seseorang. Entah yang mati itu dalam keadaan muda
atau tua hanya Dia yang tahu. Apabila perasaan bersalah
dan takut itu muncul kembali, mbak berdo’a sesuai
keyakinan mbak.Bagaimana mbak?”
Klien :”Iya, Sus. Akan saya lakukan”
Perawat :”Nah, sekarang mari kita berdo’a bersama. mbak mau
memimpin berdo’a?”
Klien :”Baiklah, Sus. Mari kita berdo’a.”
4) Fase terminasi

Perawat :”Bagaimana perasaan mbak sekarang setelah berdo’a?”

Klien :”Jauh merasa lebih tenang, Sus.”

Perawat :”Saya senang mendengarnya, mbak. Kalau perasaan


bersalah itu muncul lagi, mbak bisa berdo’a dan mungkin
mbak bisa melakukan kesibukan sesuai daftar kegiatan

25
positif yang sudah kita buat kemarin untuk mengalihkan
pikiran mbak agar mbak tidak larut dalam kesedihan.”

Klien :”Iya, Sus terimakasih.”

Perawat :”Setelah kita ngobrol ini, apa yang akan mbak lakukan?”

Klien :”Saya mau mandi, Sus. Sus, apakah besok Suster mau
menemani saya ngobrol lagi? Saya merasa cukup
nyaman.”

Perawat :”Tentu saja, mbak maeda. Jam berapa mbak mau


bertemu? Berapa lama?”

Klien :”Di taman saja, 15 menit dari jam 15.00 ya, Sus.”
Perawat :”Iya, mbak. Sekarang sayaantar kembali ke kamar
mbak.Sampai jumpa besok mbak. Selamat siang,.”

D. Pertemuan ke :4
(respon depresi terhadap kematian ibu)
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi : Klien tampak sedih berkepanjangan.
b. TUK :
1) Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi.
2) Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri.
c. Tindakan Keperawatan :
1) Identifikasi tingkat depresi dan bantu klien mengurasi rasa
bersalah.
2) Diskusikan pikiran negatif klien yang sering muncul
3) Bantu klien mengidentifikasi hal positif yang dimiliki.
4) Lakukan respon verbal maupun non verbal.
e. Strategi Pelaksanaan
1) Fase Pra Interaksi

26
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada
masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2) Fase Orientasi
Perawat :”Selamat siang, mbak. Siang ini saya Perawat linda
bertugas dari jam 14.00 sampai jam 21.00. Sesuai
kesepakatan kita kemarin, mbak. Hari ini kita akan
ngobrol 15 menit di taman. mbak sudah siap?”
Klien : (mengangguk)
Perawat :”Bagaimana perasaan mbak maeda hari ini?”
Klien :”Baik, Sus.”
3) Fase kerja
Perawat :”Tapi saya lihat mbak sangat sedih sekali. Saya duduk
disebelah mbak ya mbak. Apakah ada yang ingin mbak
sampaikan? Saya siap mendengarkan. Katakan saja jika
mbak ingin mengatakan sesuatu. mbak juga boleh
menangis. Itu akan melegakan perasaan mbak.”
Klien : (menggeleng)
Perawat :”mbak jangan sedih sampai berlarut-larut, mbak. Semua
sudah ada yang mengatur. Usahakan mbak jangan
memendam perasaan sedih mbak sendiri. mbak bisa
tukar pikiran dengan kakak mbak atau keluarga mbak
ketika berkunjung tentang bagaimana mereka
menghadapi kepergian orang yang penting bagi
mereka.”(mulai membawa kerealitas aspek positif.)
Bagaimana mbak? Apakah sekarang mbak bisa
menerima?
Klien :(mengangguk)
Perawat :”Bagus, mbak. mbak harus tetap bersemangat. mbak
sudah makan siang dan minum obat?”
Klien :(menggeleng)

27
Perawat :”Kenapa mbak belum makan? Makan dulu ya mbak
agar tidak lemas, setelah itu mbak istirahat.”
Klien :”Saya tidak lapar, saya tidak mengantuk, Sus.”
Perawat :”Waktu kita untuk kita ngobrol masih mbak. Kalau
mbak memang tidak mau istirahat sekarang, apakah
mbak mau berdiskusi tentang kegiatan positif yang bisa
mbak lakukan agar mbak tidak terlau larut? Mulai dari
yang biasa mbak lakukan dirumah maupun kegiatan lain
diluar rumah.”
Klien :”Saya di rumah tidak banyak kegiatan. Saya senang
menyulam, memasak.”
Perawat :”Tidak masalah mbak. Mari kita buat jadwal untuk
kegiatan mbak.”
4) Fase terminasi
Perawat :”Ini jadwal yang kita diskusikan tadi, mbak. Bagaimana
perasaan ibu setelah kita bicara?”
Klien :”Saya merasa lebih baik, Sus. Ternyata banyak juga
yang bisa saya lakukan ya, Sus?”
Perawat :”Iya, benar. Masih banyak yang dapat mbak lakukan.
Pikirkan hal-hal positif, mbak. Seperti jadwal tadi, mbak
ingin memasak untuk anak mbak. Nah, sekarang
kegiatan apa yang akan mbak lakukan?
Klien :”Saya mau menyulam lagi, Sus.”
Perawat :”Wah, bagus sekali mbak. Lanjutkan terus jiwa seni
mbak.
Klien :”Terima kasih, Sus.”
Perawat :”Besok kita berbincang-bincang lagi ya, mbak. mbak
mau kita ngobrol berapa menit?”
Klien :”15 menit ya, Sus. Saya sedang ingin ditemani bercerita
Suster.”

28
Perawat :”Dengan senang hati, mbak maeda. mbak mau kita
ngobrol dimana?”
Klien :”Di sini saja, Sus.”
Perawat :”Nah, sekarang saya permisi dulu ya, mbak. Selamat
siang.”
E. Pertemuan ke :5
(respon penerimaan terhadap kematian ibu)
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi : Klien tampak sedih berkepanjangan.
b. TUK :
1) Klien dapat menerima kehilangan.
2) Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain.
c. Tindakan Keperawatan :
1) Lakukan komunikasi terapeutik untuk berbagi rasa dengan klien.
2) Tunjukkan empati dan berikan dukungan verbal maupun non
verbal.
3) Bantu klien mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan
dilakukan klien.
d. Strategi Pelaksanaan
1) Fase Pra Interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada
masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2) Fase Orientasi
Perawat :”Selamat siang mbak. Apa kabar mbak hari ini?”
Klien :” Sudah lebih baik dari kemarin sus”
Perawat :”syukur kalau begitu, dan Saya lihat mbak tampak agak
ceria dibanding beberapa hari yang lalu. Saya dengar
dari Suster yang lain tadi pagi mbak mengajari dan
pasien-pasien lain menyulam ya?”
Klien :” Iya, Sus. Daripada saya melamun”

29
Perawat :”Seperti kesepakatan kita, hari ini kita akan ngobrol
kurang lebih 15 menit. mbak mau kitangobrol
dimana?”
Klien :”iya. Ngobrol disini saja, Sus.”
3) Fase kerja
Perawat :”sekarang mbak ceritakan kepada saya bagaimana
perasaan mbak saat ini?”
Klien :”sekarang saya telah sadar kalau anak saya sudah
meninggal dan saya sudah dapat menerima hal itu karena
sudah kehendak Yang Kuasa.”
Perawat :”Saya percaya mbak dapat kembali semangat dalam
meneruskan hidup mbak. Kegiatan apa lagi yang sudah
mbak rencanakan untuk mengisi waktu?”
Klien :”Saya ingin segera pulang, Sus. Saya ingin memasak
untuk kakak perempuan saya, menunggunya pulang.
Tadi pagi kakak ranny membawakan foto pemakaman
ibu saya.”
Perawat :”Bagaimana perasaan Ibu setelah bercerita dengan
saya?”
Klien :”sudah lebih baik sus, dan saya sudah ikhlas dengan
kepergian ibu saya. Saya tidak mau membuat Gusti
khawatir.”
Perawat :”Saya sangat senang mendengarnya. mbak harus tetap
semangat melanjutkan hidup untuk orang-orang yang
mbak sayangi.”
4) Fase terminasi
Perawat :”Nah, setelah ini mbak jangan lupa makan teratur,
minum obat dan jangan lupa tentang jadwal aktivitas
yang pernah kita buat. Sekarang bagaimana perasaan
mbak?”

30
Klien :”Saya cuma bisa mengatakan terimakasih, Sus. Setelah
pulang dari sini saya ingin berziarah ke makam ibu
saya.”
Perawat :”Rencana yang bagus sekali, mbak.
Saya rasa kita sudah ngobrol 15 menit lebih, mbak.
Sekarang saya mau kembali ke ruangan dulu. Silahkan
mbak istirahat. Selamat siang.”

31
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April.2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Dalami, ermawati,dkk.2009.Asuhan keperawatan jiwa dengan masalah


psikososial.Jakarta.Trans Info Media

http://E:/Semester%20IV/Mental/browsing%20seminar/askep-kehilangan-dan-
berduka.

32

Anda mungkin juga menyukai