Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN

BERDUKA Commented [l1]: AKEP PADA PASIEN TERMINAL MB


BUKAN BERDUKA,,,
UNYUK REFERENSI JANGAN HANYA DARI INTERNET,, PAKAI
JUGA DARI BUKU !!!

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi
ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk
mencari bentuan kepada orang lain.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam
konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika
klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan
klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau
kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh
perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter &
Perry, 2005).
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
2. Tujuan khusus
Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Kehilangan
A. Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert
dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.

B. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang
sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang
berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi
menurun.
C. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti
adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang
mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan
suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik
dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda
yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan
proses penyesuaian baru.
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
D. Rentang Respon Kehilangan
Denial> Anger> Bergaining> Depresi> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi; itu tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi .
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; kenapa harus terjadi pada saya ? kalau saja yang sakit bukan saya
seandainya saya hati-hati .
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ; apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh, yah, akhirnya saya
harus operasi
Berduka
A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B. Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep
dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai
bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti Tidak, tidak mungkin seperti itu, atau
Tidak akan terjadi pada saya! umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin bertindak lebih pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.

e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.

Rentang Respon Kehilanagn


Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan
Tidak, saya tidak percaya itu terjadi atau itu tidak mungkin terjadi . Bagi individu atau
keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi
ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan
Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang
lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering
terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke
fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa .
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah kalau saja yang
sakit, bukan anak saya.

Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan
bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libido manurun.

Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat
kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang
mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru.
Fase ini biasanya dinyatakan dengan saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang
ini tampak manis atau apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh.

Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia
akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas.
Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

BAB III
ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL
Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
A. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak
efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

B. Rencana Tindakan Keperawatan


Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan
orang lain.

Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam
mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat
secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri
klien.

Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif
sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara :


~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui
keterbukaan.
~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap
dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara :


~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.

4. Membuat perencanaan yang realistik.


~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara
menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.


~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif
dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi.


~ Mengamati perilaku klien.
~ Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun
dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.


~ Menghargai perasaan klien.
~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap
orang yang hilang.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.


Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.


R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat
melakukan sendiri.

3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.


R/ Diharapkan klien mandiri.

4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.


R/ Diharapkan klien mandiri.

5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.


R/ Diharapkan klien mandiri
R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang lain

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang


1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka
yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan
secara jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku
yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu
melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk
empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi.Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri
sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
2. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
3. Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman
Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3.Jakarta: EGC.
4. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai