Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO CIDERA PADA LANSIA

DISUSUN OLEH :

FARIZ FAISAL ABDURRAHMAN

470114013

AKADEMI KEPERAWATAN Dr. SOEDONO MADIUN

TAHUN AKADEMIK
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Lansia

1.1.1 Pengertian Lansia

Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang

mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu

tertentu (Fatmah, 2010).

Lanjut usia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi

dengan stres lingkungan (Muhith & Siyoto, 2016).

Penuaan adalah perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

diramalkan yang terjadi pada semua orang saat mereka mencapai usia

tahap perkembangan kronologi tertentu (Stanley & Beare, 2007).

1.1.2 Batasan Lansia

1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (Muhith & Siyoto, 2016) :

a) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun

b) Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun

c) Lanjut usia tua (old), antara 75 - 90 tahun

d) Usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun

2) Menurut Undang-undang No 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia (Notoatmodjo, 2007) :


a) Kelompok Umur Pertengahan

Kelompok usia dalam masa persiapan usia lanjut yang

memperlihatkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54

tahun).

b) Kelompok Usia Lanjut Dini

Kelompok dalam masa pensiunan, yaitu kelompok yang mulai

memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

c) Kelompok Usia Lanjut

Kelompok dalam masa usia 65 tahun ke atas.

d) Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi

Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia

lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau

cacat.

1.1.3 Teori Proses Penuaan

Menua (aging) merupakan proses yang harus terjadi secara umum

pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan

perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan

kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Muhith & Siyoto, 2016).

Menurut Bandiyah (2009) dalam Muhith & Siyoto (2016) secara

individual tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda-

beda. Masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda

sehingga tidak ada satu faktor pun ditemukan untuk mencegah proses

menua. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu

kelompok teori biologis, teori kejiwaan sosial, dan teori psikologis.


1.1.3.1 Teori Biologi

Teori biologi adalah ilmu alam yang mempelajari kehidupan dan

organisme hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi,

persebaran, dan taksonominya. Ada beberapa macam teori biologis, di

antaranya sebagai berikut:

1) Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutation Theory).

Menurut Hayflick (1961) dalam Muhith & Siyoto (2016), menua telah

terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua

terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh

molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami

mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin

(terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).

2) Teori Interaksi Seluler

Menurut Berger (1994) dalam Muhith & Siyoto (2016), bahwa sel-sel

yang saling berinteraksi satu sama lain dan memengaruhi keadaan

tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu

harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi demikian maka akan terjadi

kegagalan mekanisme feed-back dimana lambat laun sel-sel akan

mengalami degenerasi.

3) Teori Replikasi DNA

Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan merupakan akibat

akumulasi bertahap kesalahan dalam masa replikasi DNA sehingga

terjadi kematian sel. Kerusakan DNA akan menyebabkan pengurangan

kemampuan replikasi ribosomal DNA (rDNA) dan memengaruhi


masa hidup sel. Sekitar 50% rDNA akan menghilang dari sel jaringan

pada usia 70 tahun.

4) Teori Stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tubuh tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan

sel-sel lelah terpakai.

5) Teori Ikatan Silang

Merupakan akibat dari terjadinya ikatan silang yang progresif antara

protein-protein intraselular dan interselular serabut kolagen. Ikatan

silang meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini

mengakibatkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen di

membran basalis atau di substansi dasar jaringan penyambung.

6) Teori Radikal Bebas

Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan

organik yang selanjutnya menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

7) Reaksi dari Kekebalan Sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat

khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat

tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah atau sakit.

1.1.3.2 Teori Kejiwaan Sosial

Teori kejiwaan sosial meneliti dampak atau pengaruh sosial

terhadap perilaku manusia. Teori ini melihat pada sikap, keyakinan, dan
perilaku lansia. Ada beberapa macam teori kejiwaan sosial menurut

Muhith & Siyoto (2016), diantaranya sebagai berikut:

1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

Teori ini mengatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari

bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan

mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.

a) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan

keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.

b) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.

2) Teori kesinambungan (Continuity Theory)

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus

kehidupan lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang

pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi

lansia. Dan hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup perilaku dan

harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lansia.

3) Teori Penarikan Diri (Disengagement Theory)

Teori ini menerangkan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan

menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara

perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal

tersebut, dari pihak masyarakat juga mempersiapkan kondisi agar para

lansia menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia

menurun, baik secara kualitas maupun secara kuantitas.


4) Teori Perkembangan (Development Theory)

Teori ini mempelajari psikologi perkembangan guna mengerti

perubahan emosi dan sosial seseorang selama fase kehidupannya.

Pokok-pokok dalam development theory adalah:

a) Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa

kehidupannya.

b) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan

sosial yang baru, yaitu pensiun dan/atau menjanda atau menduda.

c) Lansia harus menyesuaikan diri akibat perannya yang berakhir

dalam keluarga, kehilangan identitas, dan hubungan sosialnya

akibat pensiun atau ditinggal mati oleh pasangan hidup dan

teman-temannya.

1.1.3.3 Teori Psikologi

1) Teori Kebutuhan Manusia menurut Hierarki Maslow

Menurut teori ini, setiap individu memiliki hierarki dari dalam diri,

kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia. Kebutuhan ini

memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar

manusia sudah terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada

tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan

tersebut tercapai.

2) Teori Individual Jung

Teori ini membahas perkembangan dari seluruh fase kehidupan, yaitu

mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda,

usia pertengahan, sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari ego,


ketidaksadaran seseorang, dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori

ini kepribadian digambarkan/diorientasikan terhadap dunia luar

(ekstrovert) atau ke arah subjektif, pengalaman-pengalaman dari

dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat

pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi

kesehatan mental.

1.1.4 Perubahan Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ

tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,

kardiovaskuler, sistem musculoskeletal, sistem genetalia urinaria,

perubahan kondisi mental, dan psikososial (Bandiyah, 2009 dalam Muhith

& Siyoto, 2016) .

1) Perubahan fisik

a) Sel

Jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,

berkurangnya cairan intra dan ekstraseluler.

b) Sistem Pernafasan

Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume

udara inspirasi berkurang. Sehingga pernafasan cepat dan

dangkal. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reflek

batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.


c) Sistem Persarafan

Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya

syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan

suhu.

d) Sistem Penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon

terhadap sinar. Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan

katarak. Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya

untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala

pemeriksa.

e) Sitem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung

memompa darah menurun 1% setiap tahun setelah berumur 20

tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume,

kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.

f) Sistem Genetalia Urinaria

Pada kandung kemih terjadi penurunan kerja otot, kapasitasnya

menurun sampai 200 ml dan menyebabkan frekuensi BAK

meningkat. Pada ginjal terjadi pengecilan nefron sehingga aliran

darah ke ginjal menurun sampai 50%.

g) Sistem Muskuloskeletal

Terjadi tulang rapuh, risiko terjadi fraktur, kifosis, persendian

besar dan kaku, pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi

pendek (tinggi badan berkurang).


h) Perubahan Kondisi Mental

Pada lansia biasanya terjadi kemunduran daya ingat

(memori/kenangan). Terdapat dua macam kenangan, yaitu:

(1) Kenangan jangka panjang: berjam-jam sampai berhari-hari

yang lalu.

(2) Kenangan jangka pendek: 0-10 menit, kenangan yang buruk.

Pada intelligence quotient (IQ):

(1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan kepekaan

verbal.
(2) Berkurangnya penampilan, persepsi, dan keterampilan

psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan

karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

i) Perubahan Psikososial

(1) Pensiun: nilai seseorang diukur oleh produktivitasnya,

identitas dikaitkandengan peranan dalam pekerjaan.


(2) Merasakan atau sadar akan kematian.
(3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah

perawatan dengan lingkup gerak lebih sempit.


(4) Perkembangan Spiritual
Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya

karena agama semakin terintegrasi dalam kehidupan

(Nugroho, 2008).

1.1.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penuaan


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan menurut Bandiyah

(2009) dalam Muhith & Siyoto (2016) adalah:

1) Hereditas atau genetik

Secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel

dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi

mitosis. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies

tertentu memiliki harapan hidup yang berbeda pula.

2) Nutrisi atau makanan

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang yang dilakukan pada

masa muda akan berpengaruh pada kesehatan lansia yang prima dan

tetap produktif di hari tua.

3) Status kesehatan

Setiap individu memiliki riwayat penyakit semasa hidupnya. Individu

yang memiliki riwayat kesehatan kurang baik mempunyai resiko

mengalami proses penuaan lebih cepat dan mengalami penyakit-

penyakit degeneratif.

4) Pengalaman hidup

Setiap orang mempunyai gaya hidup tertentu yang di bentuk dan

dilakukan sepanjang masa hidupnya. Gaya hidup yang kurang baik

pada masa muda akan berakibat buruk pada masa tuanya. Misal gaya

hidup merokok, akan beresiko menderita penyakit jantung.

5) Lingkungan
Seseorang yang hidup di lingkungan yang kurang baik, misal memiiki

tingkat polusi udara yang tinggi seperti di sekitar pabrik-pabrik

beresiko mengalami penyakit paru-paru di masa tuanya.

6) Stress

Setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dan

mengendalikan emosinya. Tingkat sress yang tinggi berpengaruh pada

masa tuanya.

2.1 Konsep Resiko Cidera

2.1.1 Pengertian

Suatu kondisi individu yang berisiko untuk mengalami cedera

sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumber-

sumber adaptif dan pertahanan.

2.1.2 Etiologi

1. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 50% kasus

jatuh lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.

Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan kelainan akibat

proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda benda yang ada

di rumah tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi

orthostatic, hipovilemia / curah jantung rendah, disfungsi otonom,

penurunan kembalinya darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring,

pengaruh obat-obat hipotensi, hipotensi sesudah makan


2. Obat obatan
a) Diuretik / antihipertensi
b) Antidepresen trisiklik
c) Sedativa
d) Antipsikotik
e) Obat obat hipoglikemia
f) Alkohol
3. Proses penyakit yang spesifik
a) Kardiovaskuler : aritmia
b) stenosis aorta
c) sinkope sinus carotis
d) Neurologi : TIA
e) Stroke
f) Serangan kejang
g) Parkinson
h) Kompresi saraf spinal karena spondilosis
i) Penyakit serebelum
4. Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
5. Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba
a) Drop attack ( serangan roboh )
b) Penurunan darah ke otak secara tiba tiba
c) Terbakar matahari

2.1.3 Faktor Resiko

1. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ), pendengaran,

fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada

mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga

akan menimbulkan gangguan pendengaran.


2. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input

sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan

normal, sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP

sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).


3. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan

risiko jatuh.
4. Muskuloskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar

benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.

Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait)

dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.


2.1.4 Faktor Lingkungan

1. Alat alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil,

atau tergeletak di bawah


2. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok
3. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang
4. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
5. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk

pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser
6. Lantai yang licin atau basah
7. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
8. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara

penggunaannya.

2.1.5 Pencegahan

1. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya

faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan

sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang

sering mendasari / menyebabkan jatuh.Keadaan leingkungan rumah

yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.

Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai

rumah datar, tidak licin, bersih dari benda benda kecil yang susah

dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat

bergeser sendiri ) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya

diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat

aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi

pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya

dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.


2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya

dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian

postural sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh

pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko

jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medik.

Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus dilakukan dengan cermat

apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan,

apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk

berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat

kelainan / penurunan.

3. Mengatur / mengatasi fraktur situasional


Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut,

penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan

rutin kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya

lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan

lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa

aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan

penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa

jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh

melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil

pemeriksaan kondisi fisik.

3.1 Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015-2017)

Resiko Cedera
Faktor resiko :

1. Eksternal
a) Mode transpor atau cara perpindahan
b) Manusia atau penyedia pelayanan kesehatan
c) Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan faktor psikomotor
d) Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan masyarakat, bangunan

dan atau perlengkapan)


e) Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe makanan)
f) Biologikal (contoh : tingkat imunisasi dalam masyarakat,

mikroorganisme)
g) Kimia (polutan, racun, obat, agen farmasi, alkohol, kafein nikotin,

bahan pengawet, kosmetik, celupan (zat warna kain))


2. Internal
a) Psikolgik (orientasi afektif)
b) Mal nutrisi
c) Bentuk darah abnormal, contoh : leukositosis/leukopenia, perubahan

faktor pembekuan, trombositopeni, sickle cell, thalassemia,

penurunan Hb, Imun-autoimum tidak berfungsi.


d) Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak berfungsinya sensoris)
e) Disfugsi gabungan
f) Disfungsi efektor
g) Hipoksia jaringan
h) Perkembangan usia (fisiologik, psikososial)
i) Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh, berhubungan dengan

mobilitas)

3.2 Intervensi Keperawatan

Tujuan: Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau

cidera (jatuh) tidak terjadi

Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi

lingkungan dan pendidikan kesehatan dalam 1 hari kunjungan diharapkan

Klien mampu:
1. Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan

kemungkinan cidera
2. Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu,
3. Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari

cidera.

Intervensi

1. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.


R/ untuk mengetahui faktor resiko
2. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
R/ untuk mengontrol faktor resiko
3. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran

tempat tidur, dll).


R/ mengurangi resiko cidera
4. Monitor kondisi klien
R/ untuk mengetahui kondisi klien
5. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera
R/ agar klien mampu berlatih secara mandiri
6. Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan

penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.


R/ untuk mengatasi masalah yang dialami oleh klien
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Lynda Juall. (2001). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik


Klinis Edisi 8. Jakarta: EGC.

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Muhith, Abdul & Siyoto, Sandu. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

NANDA, Internasional. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta.
Stanley, Mickey & Beare, Patricia Gauntlett. (2007). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Akper Dr. Soedono Madiun UPT PSTW Magetan

Anda mungkin juga menyukai