Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Nur Hafni Hasim (215121233)
2. Indah Kurniawati (215121208)
3. Reni Fatmawati (215121220)
4. Kanapi (215121221)
5. Mohamad Cahyadi (215121218)
6. Ivony FN Putriningtyas (215121236)
Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dengan nikmat-Nya yang luar
biasa telah menunjukan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah tugas ini.
Alhamdulilah, penulis dapat menyelesaikan makalah penugasan ini yang
berjudul “Framework dan Pathway EBP serta Prinsip dalam Implementasi EBP”.
Adapun pembuatan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah
Evidance Based Practice pada Program Magister Keperawatan di Fakultasi Ilmu dan
Teknologi Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, baik secara moril
maupun materil.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan di kemudian hari. Akhirnya, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejarah berkembangnya evidance dimulai pada tahun 1970 oleh Archie Cochrane
yang mengatakan perlunya mengevaluasi pelayanan kesehatan berdasarkan bukti-bukti
ilmiah (scientific evidance). Beberapa tahun terakhir ini istilah evidance based practice
(EBP), evidance based medicine (EBM), dan evidance based nursing (EBN) telah
banyak didengar dan menjadi hal dasar dalam sebuah riset ataupun penelitian. EBP
mengkombinasikan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang didesain dengan
baik, keahlian klinis, perhatian pasien, dan pilihan pasien (Hollomean, G, et al, 2006).
EBP merupakan jalan untuk mentrasformasikan hasil penelitian ke dalam praktek
pelayanan kesehatan sehingga perawat dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
terhadap pasien. Namun, penggunaan bukti-bukti ilmiah sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan klinis masih belum banyak dilakukan dalam penerapan di
pelayanan keperawatan.
Penggunaan hasil penelitian (research utilization) sudah diperkenalkan dan
diterapkan dalam sistem pendidikan keperawatan maupun dalam praktek pemberian
asuhan keperawatan pada pasien. Pada tahun 1987, Leinger menjelaskan bahwa
tantangan yang dihadapi oleh perawat dewasa ini adalah tentang bagaimana
menggunakan metode penelitian yang dapat menerangkan secara jelas tentang sifat
penting, makna dan komponen keperawatan sehingga perawat dapat menggunakan
pengetahuan ini dengan cara yang bermakna. Diketahui bahwa pasien yang menerima
asuhan keperawatan yang berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan pasien yang menerima asuhan keperawatan berdasarkan
tradisi (Heater, et al, 1988).
EBP merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik keperawatan
yang berlandaskan hasil penelitian. Penggunaan EBP dalam praktek keperawatan akan
menjadi dasar pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan kepada
pasien dapat dipertanggungjawabkan. Namun pelaksanaan pendekatan EBP di Indonesia
masih belum berkembang optimal dalam penggunaan hasil riset ke dalam praktek
keperawatan.
Evidance Based Practice framework dan pathway memberikan gambaran
mengatasi masalah gap antara hasil riset penelitian dan pelaksanaan praktek ditatanan
klinik. Dengan mengetahui framework dan pathway dapat melihat beberapa cara yang
terbaik untuk menerapkan praktek berbasis bukti yang melibatkan banyak proses mulai
dari memilih, mengadaptasi dan menerapkan EBP dalam praktik keperawatan. Dalam
framework EBP dan pathway terdapat banyak interaksi antara bukti terbaik yang
tersedia, pertimbangan profesional dan nilai-nilai pasien. Proses ini dimulai dari
pertanyaan praktis dan diakhiri dengan hasil positif.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka rumusan masalah dari
makalah kami adalah bagaimana framework dan pathway EBP serta prinsip dalam
implementasi EBP.
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas dan menganalisa framework
dan pathway EBP serta prinsip-prinsip yang digunakan pada implementasi EBP
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
tentang framework dan pathway EBP serta dapat menerapkan prinsip-prinsip pada
impementasi EBP.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Membangun
langkah:
Antesenden
Kasus Model
Metode memilih
Konsep
Analisis
EBP konsep;
m enentuka
n Atribut-
Atribut
Tujuan maksud
Konsep
Pendefinisian
Analisis
EBP atau
tujuan
analisis; identifikasi semua kegunaan konsep; menentukan atribut; membangun kasus
model; membangun batas terkait kasus yang bertentangan; mengidentifikasi anteseden
dan konsekuensi; dan mendefinisikan referensi empiris.
5. Konsekuensi
Saat perawat mengambil keputusan asuhan keperawatan yang di dasarkan pada
bukti, perawat akan memilih opsi terbaik dari semua pilihan yang tertera dan akan
menghasilkan praktik keperawatan yang mungkin akan terjadi lebih lama tetapi
akan lebih efektif, hemt biaya serta memproduksi pasien yang dituju. Akan tetapi
pasti terdapat konsekuensi EBP tersebut seperti keselamatan pasien, efektivitas
biaya, perawatan yang berkualitas karena intervensi didasarkan pada bukti nyata
6. Referensi empiris
Referensi empiris adalah cara terukur untuk menunjukkan terjadinya suatu konsep.
Dalam hal ini, referensi empiris memperagakan bagaimana EBP dapat diukur
dalam praktik. Tahapan meliputi: Mengajukan pertanyaan klinis yang relevan;
mencari, menilai, mensintesis dan memilih bukti terbaik; mengintegrasikan
pengalaman praktisi dan pasien; mengembangkan rencana, pedoman dan protokol;
mengimplementasikan rencana untuk diterapkan bukti dan hasil evaluasi. Ini bisa
ditunjukkan dalam laporan, notulen, dan dokumentasi.
Keperawatan sebagai profesi berbasis bukti menuntut perawat untuk dapat memahami,
mensintesis, dan mengkritik penelitian (Fothergill & Lipp, 2014). Perkembangan
kompetensi EBP dan penggabungan kompetensi ke dalam sistem perawatan kesehatan
akan mempromosikan penyediaan perawatan berkualitas tinggi, aman, dan hemat biaya.
EBP kompetensi harus tertanam melalui berbagai mekanisme seperti misi, pernyataan,
deskripsi pekerjaan, pengembangan mentor EBP, program tangga, dan komite
kebijakan dan prosedur yang memengaruhi setiap perawat praktik di perawatan
kesehatan organisasi. Perawat akan berkembang dalam lingkungan yang
mempromosikan EPB, klinis penyelidikan, keahlian klinis, dan suara pasien (Melnyk,
Gallagher-Ford, & Fineout-Overholt, 2017). Menetapkan tujuan EBP di seluruh
layanan kesehatan merupakan tantangan dan tujuan yang dapat dilakukan di mana
menerapkan penelitian terkini, pemanfaatan penelitian, dan peningkatan kualitas adalah
landasan penting untuk masa depan praktik keperawatan. Untuk lebih memahami
keterkaitan EBP dan penelitian, tinjau GAMBAR 2-1. Ini memberikan visualisasi aliran
untuk penelitian yang berkaitan dengan EBP. Penyelidikan klinis yang dihasilkan di
lingkungan kerja mengarah ke klinis yang bersangkutan pertanyaan karena apa yang
berhasil untuk satu pasien mungkin tidak bekerja untuk pasien lain, bahkan dalam
pengaturan yang sama (Melnyk & Fineout-Overholt, 2015). Apakah penelitian atau
kegiatan peningkatan kualitas diperlukan, langkah awal selalu identifikasi pertanyaan
klinis dan masalah yang akan ditangani. Pertanyaan klinisnya adalah dihasilkan dari
praktik dan berfokus pada populasi tertentu (P), sebuah variabel atau intervensi (I),
intervensi perbandingan dengan praktik saat ini (C), dan dependen variabel atau hasil
(O), dalam kerangka waktu yang diproyeksikan (T) (jika berlaku). Saat masalah
diidentifikasi, PICOT (populasi, intervensi, perbandingan, hasil, waktu) pernyataan
terbentuk. Pernyataan PICOT adalah kerangka kerja yang terorganisir dan efektif untuk
menyusun masalah ke dalam format yang dapat dikelola.
E. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam implementasi EBP
1. Kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan professional untuk dapat
menerapkan praktek klinis berbasis bukti.
2. Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan
berdasarkan bukti atau fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan pasien.
3. Implementasi hanya akan sukses apabila perawat menggunakan dan mendukung
pemberian perawatan berdasarkan bukti
4. Evaluasi penampilan klinis senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
5. Praktek berdasarkan bukti berperan penting dalam perawatan kesehatan.
6. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek,
penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
7. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi
berkelanjutan.
8. Perawat membutuhkan peran dari bukti untuk meningkatkan intuisi, observasi
pada pasien dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam
tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status
kesehatan.
BAB III
Evidance based practice
Mengukur tekanan darah anak
Artikel : Clinical Practice Guideline for Screening and Management of High Blood
Pressure in Children and Adolescents. (Flynn et al., 2017)
1. Tekanan darah sebaiknya diukur dengan menggunakan sfigmomanometer air raksa
sedangkan sfigmomanometer aneroid memiliki kelemahan yaitu memerlukan
kalibrasi secara berkala.
2. Osilometrik otomatis merupakan alat pengukur tekanan darah yang sangat baik untuk
bayi dan anak kecil, karena teknik auskultasi sulit dilakukan pada kelompok usia ini
meski dalam saat istirahat. Sayangnya alat ini mahal dan memerlukan pemeliharaan
serta kalibrasi berkala
3. Pengukuran tekanan darah pada anak harus dilakukan pada lengan kanan , kecuali
anak-anak memiliki anatomi lengkung aorta atipikal seperti lengkung aorta kanan
dengan koarktasio aorta atau lengkung aorta kiri dengan arteri subklavia kanan yang
menyimpang
4. Tekanan darah sebaiknya diukur setelah istirahat selama 3-5 menit dengan punggung
ditopang dan kaki tidak disilangkan di lantai dan suasana sekitarnya dalam keadaan
tenang. Anak diukur dalam posisi duduk dengan lengan kanan diletakkan sejajar
jantung, sedangkan bayi diukur dalam keadaan terlentang.
5. Tekanan darah harus diukur di lengan kanan untuk konsistensi, untuk perbandingan
dengan tabel standar, dan untuk menghindari pembacaan yang salah rendah dari
lengan kiri dalam kasus koarktasio aorta. Lengan harus setinggi jantung, 90 derajat
ditopang, dan terbuka di atas manset. Pasien dan pemeriksa tidak boleh berbicara saat
pengukuran dilakukan
6. Ukuran manset yang benar harus digunakan. Panjang manset harus 80%-100% dari
lingkar lengan, dan lebarnya harus setidaknya 40%. Ukuran cuff yang terlalu besar
akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih rendah, sedangkan ukuran cuff
yang terlalu kecil akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih tinggi
7. Untuk tekanan darah auskultasi, lonceng stetoskop harus ditempatkan di atas arteri
brakialis di fossa antecubital, dan ujung bawah manset harus 2-3 cm di atas fossa
antecubital. Manset harus dipompa hingga 20-30 mmHg di atas titik di mana denyut
nadi radialis menghilang. Ove rinflasi harus dihindari. Manset harus dikempiskan
dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Suara terdengar pertama (fase I Korotkoff)
dan terakhir (fase V Korotkoff) harus dianggap sebagai SBP dan DBP. Jika suara
Korotkoff terdengar sampai 0 mmHg, titik di mana suara teredam (fase IV Korotkoff)
harus dianggap sebagai DBP, atau pengukuran diulangi dengan tekanan yang lebih
sedikit diterapkan pada arteri brakialis. Pengukuran harus dibaca hingga 2 mmHg
terdekat.
8. Untuk mengukur tekanan darah di kaki, jika memungkinkan pasien harus dalam posisi
tengkurap. Sebuah manset berukuran tepat harus ditempatkan di tengah paha dan
stetoskop ditempatkan di atas arteri poplitea. Tekanan darah di kaki biasanya 10% -
20% lebih tinggi dari tekanan arteri brakialis
9. Jika tekanan darah menunjukkan angka di atas persentil ke-90, maka tekanan darah
harus diulang dua kali pada kunjungan yang sama untuk menguji kesahihan hasil
pengukuranManset yang digunakan harus tepat
10. Untuk anak anak yang sulit menentukan ukuran manset yang tepat, lingkar lengan
tengah (diukur sebagai titik tengah antara akromion skapula dan olekranon siku,
dengan bahu dalam posisi netral dan siku tertekuk hingga 90° harus diperoleh untuk
penentuan yang akurat dari ukuran manset
Artikel : Method of Blood Pressure Measurement in Neonates and Infants: A
Systematic Review and Analysis. (Dionne et al., 2020)
Pembahasan :
1. Manset : Gunakan manset blood pressure dengan rasio lebar manset terhadap
lingkar lengan paling dekat dengan 0,5 untuk pengukuran BP noninvasif yang
diperoleh dengan metode osilometrik
2. Osilometrik otomatis merupakan alat pengukur tekanan darah yang sangat baik
untuk bayi dan anak neoanatus, karena teknik auskultasi sulit dilakukan pada
kelompok usia ini meski dalam saat istirahat
3. Lokasi :
a) Tekanan darah lengan atas kanan adalah lokasi yang direkomendasikan untuk
pengukuran oscillometric
b) TD betis dapat dipertimbangkan hanya dalam beberapa hari pertama
kehidupan atau jika ada kontraindikasi untuk pengukuran TD lengan
c) Lengan atas kanan lebih direkomendasikan daripada kiri dalam kasus
koarktasio aorta torakalis
4. Metode : Perangkat oscillometric dapat digunakan untuk menyaring kelainan BP,
tetapi jika ada kekhawatiran dengan nilai yang terlalu rendah, terlalu tinggi, atau
tampaknya tidak berkorelasi dengan kondisi klinis bayi, nilai BP intra-arteri harus
diperoleh. Ketika perangkat osilometrik digunakan, MAP harus dibandingkan
dengan nilai normatif sebagai nilai BP paling akurat dalam perangkat ini.
Gunakan perangkat osilometrik dengan hati-hati pada neonatus dengan MAP.
Untuk kedua pengukuran intra-arteri dan oscillometric, pengukuran berulang BP
harus digunakan untuk pengambilan keputusan klinis karena variabilitas BP
5. TD paha nilainya tidak sama dengan lengan atau betis dan tidak boleh digunakan
pada neonatus
6. Pengukuran oscillometric harus ditafsirkan dengan hati-hati pada neonatus dengan
MAP <30 mmHg karena oscillometric kurang akurat dalam kisaran ini.
7. Untuk pengukuran tekanan darah oscillometric, ukuran manset yang sesuai harus
diterapkan pada lengan kanan atas, neonatus dibiarkan tenang dan ketika bayi
tertidur atau terjaga dengan tenang, pengukuran tekanan darah hingga 3 kali harus
dilakukan
8. Cara menentukan ukuran manset TD yang tepat pada neonatus dan bayi. Lebar
manset harus kira kira 50% dari lingkar lengan tengah bayi. Ilustrasi oleh Robert
Pintilie.
Tinjauan literature
Dionne, J. M., Bremner, S. A., Baygani, S. K., Batton, B., Ergenekon, E., Bhatt-Mehta, V.,
Dempsey, E., Kluckow, M., Pesco Koplowitz, L., Apele-Freimane, D., Iwami, H., Klein, A.,
Turner, M., Rabe, H., & International Neonatal Consortium. (2020). Method of Blood
Pressure Measurement in Neonates and Infants: A Systematic Review and Analysis. The
Journal of Pediatrics, 221, 23-31.e5. https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2020.02.072
Flynn, J. T., Kaelber, D. C., Baker-Smith, C. M., Blowey, D., Carroll, A. E., Daniels, S. R.,
de Ferranti, S. D., Dionne, J. M., Falkner, B., Flinn, S. K., Gidding, S. S., Goodwin, C., Leu,
M. G., Powers, M. E., Rea, C., Samuels, J., Simasek, M., Thaker, V. V., Urbina, E. M., &
SUBCOMMITTEE ON SCREENING AND MANAGEMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE IN CHILDREN. (2017). Clinical Practice Guideline for Screening and
Management of High Blood Pressure in Children and Adolescents. Pediatrics, 140(3),
e20171904. https://doi.org/10.1542/peds.2017-1904