Anda di halaman 1dari 21

FRAMEWORK DAN PATHWAY DALAM EBP

PRINSIP-PRINSIP YANG DIGUNAKAN DALAM IMPLEMENTASI


EBP
TUGAS KELOMPOK
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah :
Evidance Based Practice
Pada Program Magister Keperawatan Universitas Jendral Achmad Yani

Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Nur Hafni Hasim (215121233)
2. Indah Kurniawati (215121208)
3. Reni Fatmawati (215121220)
4. Kanapi (215121221)
5. Mohamad Cahyadi (215121218)
6. Ivony FN Putriningtyas (215121236)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dengan nikmat-Nya yang luar
biasa telah menunjukan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah tugas ini.
Alhamdulilah, penulis dapat menyelesaikan makalah penugasan ini yang
berjudul “Framework dan Pathway EBP serta Prinsip dalam Implementasi EBP”.
Adapun pembuatan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah
Evidance Based Practice pada Program Magister Keperawatan di Fakultasi Ilmu dan
Teknologi Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, baik secara moril
maupun materil.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan di kemudian hari. Akhirnya, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Bandung, Oktober 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah berkembangnya evidance dimulai pada tahun 1970 oleh Archie Cochrane
yang mengatakan perlunya mengevaluasi pelayanan kesehatan berdasarkan bukti-bukti
ilmiah (scientific evidance). Beberapa tahun terakhir ini istilah evidance based practice
(EBP), evidance based medicine (EBM), dan evidance based nursing (EBN) telah
banyak didengar dan menjadi hal dasar dalam sebuah riset ataupun penelitian. EBP
mengkombinasikan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang didesain dengan
baik, keahlian klinis, perhatian pasien, dan pilihan pasien (Hollomean, G, et al, 2006).
EBP merupakan jalan untuk mentrasformasikan hasil penelitian ke dalam praktek
pelayanan kesehatan sehingga perawat dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
terhadap pasien. Namun, penggunaan bukti-bukti ilmiah sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan klinis masih belum banyak dilakukan dalam penerapan di
pelayanan keperawatan.
Penggunaan hasil penelitian (research utilization) sudah diperkenalkan dan
diterapkan dalam sistem pendidikan keperawatan maupun dalam praktek pemberian
asuhan keperawatan pada pasien. Pada tahun 1987, Leinger menjelaskan bahwa
tantangan yang dihadapi oleh perawat dewasa ini adalah tentang bagaimana
menggunakan metode penelitian yang dapat menerangkan secara jelas tentang sifat
penting, makna dan komponen keperawatan sehingga perawat dapat menggunakan
pengetahuan ini dengan cara yang bermakna. Diketahui bahwa pasien yang menerima
asuhan keperawatan yang berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan pasien yang menerima asuhan keperawatan berdasarkan
tradisi (Heater, et al, 1988).
EBP merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik keperawatan
yang berlandaskan hasil penelitian. Penggunaan EBP dalam praktek keperawatan akan
menjadi dasar pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan kepada
pasien dapat dipertanggungjawabkan. Namun pelaksanaan pendekatan EBP di Indonesia
masih belum berkembang optimal dalam penggunaan hasil riset ke dalam praktek
keperawatan.
Evidance Based Practice framework dan pathway memberikan gambaran
mengatasi masalah gap antara hasil riset penelitian dan pelaksanaan praktek ditatanan
klinik. Dengan mengetahui framework dan pathway dapat melihat beberapa cara yang
terbaik untuk menerapkan praktek berbasis bukti yang melibatkan banyak proses mulai
dari memilih, mengadaptasi dan menerapkan EBP dalam praktik keperawatan. Dalam
framework EBP dan pathway terdapat banyak interaksi antara bukti terbaik yang
tersedia, pertimbangan profesional dan nilai-nilai pasien. Proses ini dimulai dari
pertanyaan praktis dan diakhiri dengan hasil positif.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka rumusan masalah dari
makalah kami adalah bagaimana framework dan pathway EBP serta prinsip dalam
implementasi EBP.

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas dan menganalisa framework
dan pathway EBP serta prinsip-prinsip yang digunakan pada implementasi EBP

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
tentang framework dan pathway EBP serta dapat menerapkan prinsip-prinsip pada
impementasi EBP.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Evidance based Based Practice (EBP) adalah sebuah pendekatan yang


bertujuan untuk meningkatkan proses melalui pertanyaan yang manakah bukti
penelitian ilmiah yang berkualitas tinggi yang dapat diperoleh dan diterjemahkan ke
dalam keputusan praktik terbaik untuk meningkatkan kesehatan (Steglitz, et al, 2015).
Sackett et al dalam Gerrish et al (2006) mengatakan EBP adalah segala tindakan yang
berbasis bukti, baik dalam pengobatan, eksplisit dan bijaksana dalam penggunaan
EBP untuk mengambil keputusan dalam perawatan pasien.
Menurut Carlon (2010) EBP merupakan suatu kerangka kerja yang
menguji, mengevaluasi dan menerapkan temuan-temuan penelitian dengan tujuan
untuk memperbaiki pelayanan keperawatan kepada pasien. Sedangkan Majid et al
(2011) mengatakan bahwa EBP merupakan salah satu teknik yang cepat untuk
perkembangan dalam praktik keperawatan karena EBP mampu memberikan
penanganan masalah klinis secara efektif yang mungkin terjadi disaat pemberian
pelayanan kesehatan serta perawatan berdasarkan hasil-hasil penelitian yang tertera.
Para ahli melihat EBP sebagai proses dimana penelitian berbasis bukti
digunakan dalam membuat keputusan tentang populasi atau kelompok pasien tertentu.
EBN mengasumsikan bahwa bukti digunakan dalam konteks preferensi dan keinginan
pasien tertentu, situasi klinis dan keahlian dokter. EBP merupakan penggabungan
bukti yang diperoleh dari hasil penelitian dan praktek klinis ditambah dengan pilihan
dari pasien ke dalam keputusan klinis (Mulhall, 1998). Penggunaan teori dan
informasi yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian secara teliti, jelas dan bijaksana
dalam pembuatan keputusan tentang pemberian asuhan keperawatan pada individu
atau sekelompok pasien dan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan dari
pasien tersebut (Ingersoll, G. 2000).

B. Pentingnya Evidence Based Practice


Evidence Based Practice membantu perawat memberikan perawatan kepada pasien
yang berkualitas tinggi berdasarkan penelitian dan pengetahuan dibandingkan
berdasarkan tradisi, mitos atau yang biasa dilakukan. Misalnya, ketika pertanyaan
klinis muncul, haruskan seseorang melihat ke buku teks keperawatan untuk
mendapatkan jawabannya ?. ingat bahwa buku tidak diterbitkan setiap tahun, dan
informasi baru mungkin tidak disertakan dalam edisi yang dimiliki oleh perawat.
Selain itu, masalah yang perlu dipertimbangkan saat meminta masukan ataupun saran
dari rekan kerja khususnya, perhatikan bahwa tanggapan yang diberikan mungkin
didasarkan pada pengalaman pribadi mereka, pengamatan mereka, apa yang mereka
pelajari disekolah, apa yang ditinjau selama orientasi keperawatan, atau mitos dan
tradisi yang dipelajari dalam praktik klinis.
Sebuah studi yang baru-baru ini memberikan bukti bahwa sebagain besar perawat
memberikan perawatan sesuai dengan apa yang dipelajari di sekolah keperawatan dan
jarang menggunakan artikel jurnal, laporan penelitian, dan perpustakaan rumah sakit
sebagai referensi (Pravikoff, Tanner & Pierce, 2005). Temuan tersebut,
dikombinasikan dengan fakta bahwa usia rata-rata perawat lebihd ari 40 tahun
membuat jelas bahwa banyak pengetahuan perawat yang mungkin sudah ketinggalan
zaman. Praktek berdasarkan pengetahuan tersebut tidak diterjemahkan ke dalam
perawatan pasien yang berkualitas atau hasil kesehatan sehingga EBN memberikan
strategi penting untuk memastikan bahwa perawatan mutakhir dan “hal tersebut”
mencerminkan bukti penelitian terbaru.

C. Evidence Based Practice Framework


Haynes, et al (1996) membuat suatu model keputusan klinis berdasarkan
bukti ilmiah. Pada model tersebut terdapat empat komponan yang dapat
mempengaruhi pengelolaan masalah yang dihadapi pasien yaitu penguasaan klinis,
pilihan pasien terhadap alternatif bentuk perawatan, hasil penelitian klinis dan
sumber-sumber yang tersedia (gambar 1).
Gambar 1
Model Keputusan Klinis Berdasarkan Buktu Ilmiah (Haynes et al, 1996)
Pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan berdasarkan bukti dipengaruhi
oleh empat komponen, yaitu :
1. Keahlian klinis
Keahlian klinis merupakan elemen penting dalam mengaplikasikan aturan-aturan
dan panduan uang ada dalam memberikan asuhal keperawatan.
2. Bukti atau hasil penelitian
Kunci penggunaan bukti atau hasil penelitian adalah dengan memastikan bahwa
desain penelitian yang tepat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Masing-masing desain penelitian mempunyai tujuan, kekuatan dan kelemahan.
Penelitian kuantitatif (seperti randomized trial dan review sistematik) merupakan
desain penelitian yang terbaik untuk mengevaluasi intervensi keperawatan. Dilain
pihak, penelitian kualitatif merupakan desain terbaik yang dapat digunakan untuk
memahami pengalaman, tingkah laku dan kepercayaan pasien.
3. Pilihan pasien
Pilihan pasien terhadap asuhan perawatan dapat meliputi proses memilih
perawatan alternatif dan mencari opini lain. Dewasa ini, pasien telah mempunyai
akses yang luas terhadap informasi klinis dan menjadi lebih sadar terhadap kondisi
kesehatannya. Pada beberapa hal, pilihan pasien merupakan aspek pendting dalam
proses pengambilan keputusan klinis.
4. Sumber-sumber
Yang dimaksud dengan sumber-sumber disini adalah sumber-sumber terhadap
perawatan kesehatan. Hampir seluruh keputusan dalam perawatan kesehatan
mempunyai implikasi terhadap sumber-sumber, misalnya pada saat suatu
intervensi mempunyai potensi yang menguntungkan bagi pasien, namun tidak
dapat segera dilaksanakan karena keterbatasan biaya.

D. Evidance Based Practice Framework dan Pathway dalam pengambilan


keputusan
Konsep EBP dipilih untuk analisis EBP karena EBP berprioritas pada pemberian
asuhan keperawatan serta untuk mempertimbangkan strategi paling efektif yang dapat
mengarah pada peningkatan hasil klinis dan peningkatan kondisi pada pasien agar
lebih membaik. Contohnya metode konsep strategis yang dikembangakan oleh
Walker dan Avant yang digunakan untuk menganalisis konsep. Kerangka kerjanya
terdiri
Konsekuensi dari
delapan

Membangun
langkah:
Antesenden
Kasus Model
Metode memilih
Konsep
Analisis
EBP konsep; 
m enentuka
n Atribut-
Atribut
Tujuan maksud
Konsep
Pendefinisian
Analisis
EBP atau
tujuan
analisis; identifikasi semua kegunaan konsep; menentukan atribut; membangun kasus
model; membangun batas terkait kasus yang bertentangan; mengidentifikasi anteseden
dan konsekuensi; dan mendefinisikan referensi empiris.

1. Tujuan konsep analisis


Kelebihan praktik berbasis bukti (EBP) dalam keperawatan praktik perawatan
memiliki potensial yang lebih untuk meningkatkan kualitas perawatan dan
menghasilkan apa yang bermanfaat bagi pasien, perawat dan bidan, dan sistem
perawatan kesehatan. Asuhan keperawatan juga disediakan dalam lingkungan
yang berubah setiap hari yang mengharuskan aplikasi bukti penelitian dalam
praktik yang efektif. Denga demikian,Tujuan dari analisis konsep ini sendiri
adalah untuk memperjelas konsep EBP untuk mencapai yang lebih baik dalam
pemahaman konsep antara perawat dalam kaitannya dengan pengiriman perawatan
keperawatan dan mendorong mereka untuk memulai EBP perjalanan yang bersifat
meluas.
2. Atribut – atribut pendefinisian EBP
Atribut adalah komponen dan fitur utama yang membedakan dan memperjelas arti
dari satu konsep dari konsep serupa lainnya. Terdapat lima atribut yang
diidentifikasi untuk dikarakterisasi yaitu ketersediaan pertanyaan klinis;
penggunaan arus terbaik bukti penelitian; keahlian dan pengalaman praktisi;
preferensi, nilai dan masalah pasien serta penerapan bukti. Perlunya
mengintegrasikan lima komponen pendukung EBP guna meningkatkan keamanan
pasien, kualitas hidup serta hasil optimal pasien. Keahlian klinis mengacu pada
integrasi akumulasi pengetahuan, pengalaman perawatan, serta informasi
pendidikan dan keterampilan klinis dalam membuat keputusan keperawatan.
Semua ini akan membantu perawat menghasilkan rencana perawatan yang
meminta komitmen dari praktisi dan hal itu yang terbaik untuk kepentingan pasien
dan keluarga. Selain itu, hal ini memfasilitasi kebutuhan pasien untuk pemulihan
optimal
3. Membangun Kasus Model
Pengalaman dan keterampilan sangat dipentingkan dalam menunjukkan kualitas
performa di dalam asuhan keperawatan. Dalam sebuah institusi terdapat pimpinan
yang bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Para
pimpinan memimpin sebuah tim harus berdasarkan pertanyaan klinis yang
mungkin diajukan. Pertanyaan klinis harus mengandung unsur – unsur PICO.
Setelah itu, perencanaan mengenai sumber daya yang dibutuhkan serta peninjauan
mengenai literature yang digunakan sebagai bukti dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada klien. Pendekatan yang berorientasi pada pasien bertujuan
untuk memberikan holistic dalam pemenuhan kebutuhan pasien. Perawat harus
mampu mengintegrasikan antara bukti yang telah didapatkannya dari beberapa
artikel penelitian yang berasal dari berbagai sumber dengan keahlian klinis
seorang perawat serta didukung dengan pengalaman yang telah dilakukannya.
Dengan demikian, kinerja perawat sangat berhubungan dengan kualitas kondisi
pasien. Perawat perlu meningkatkan hubungan interpersonal kepada pasien.
Hubungan ini akan menguntungkan seorang pasien karena dapat memenuhi dalam
segi holistic nya.
4. Anteseden
Anteseden adalah proses atau kejadian sebelum konsep terjadi. Dalam analisis ini,
anteseden itu terjadi sebelum EBP terjadi dan memungkinkan EBP berlangsung
adalah: mengidentifikasi kesenjangan dalam praktik asuhan keperawatan;
ketersediaan bukti dan peralatan yang diperlukan (computer, internet Wi-Fi, alat
tulis); kehadiran perawat dengan kebutuhan pengetahuan, keterampilan, dan
kepercayaan diri pada EBP untuk dapat mengakses, menafsirkan dan
menggunakan bukti; ketersediaan pemimpin yang mendukung dan bimbingan.
Ketersediaan anteseden ini akan memungkinkan perawat untuk melanjutkan
dengan langkah-langkah selanjutnya secara efektif Proses EBP: mengajukan
pertanyaan yang relevan; mengumpulkan, menilai dan mensintesis bukti,
mengintegrasikan penyedia dan pasien pengalaman, menerapkan bukti terbaik
serta mengevaluasi proses dan kinerja.

5. Konsekuensi
Saat perawat mengambil keputusan asuhan keperawatan yang di dasarkan pada
bukti, perawat akan memilih opsi terbaik dari semua pilihan yang tertera dan akan
menghasilkan praktik keperawatan yang mungkin akan terjadi lebih lama tetapi
akan lebih efektif, hemt biaya serta memproduksi pasien yang dituju. Akan tetapi
pasti terdapat konsekuensi EBP tersebut seperti keselamatan pasien, efektivitas
biaya, perawatan yang berkualitas karena intervensi didasarkan pada bukti nyata
6. Referensi empiris
Referensi empiris adalah cara terukur untuk menunjukkan terjadinya suatu konsep.
Dalam hal ini, referensi empiris memperagakan bagaimana EBP dapat diukur
dalam praktik. Tahapan meliputi: Mengajukan pertanyaan klinis yang relevan;
mencari, menilai, mensintesis dan memilih bukti terbaik; mengintegrasikan
pengalaman praktisi dan pasien; mengembangkan rencana, pedoman dan protokol;
mengimplementasikan rencana untuk diterapkan bukti dan hasil evaluasi. Ini bisa
ditunjukkan dalam laporan, notulen, dan dokumentasi.

Keperawatan sebagai profesi berbasis bukti menuntut perawat untuk dapat memahami,
mensintesis, dan mengkritik penelitian (Fothergill & Lipp, 2014). Perkembangan
kompetensi EBP dan penggabungan kompetensi ke dalam sistem perawatan kesehatan
akan mempromosikan penyediaan perawatan berkualitas tinggi, aman, dan hemat biaya.
EBP kompetensi harus tertanam melalui berbagai mekanisme seperti misi, pernyataan,
deskripsi pekerjaan, pengembangan mentor EBP, program tangga, dan komite
kebijakan dan prosedur yang memengaruhi setiap perawat praktik di perawatan
kesehatan organisasi. Perawat akan berkembang dalam lingkungan yang
mempromosikan EPB, klinis penyelidikan, keahlian klinis, dan suara pasien (Melnyk,
Gallagher-Ford, & Fineout-Overholt, 2017). Menetapkan tujuan EBP di seluruh
layanan kesehatan merupakan tantangan dan tujuan yang dapat dilakukan di mana
menerapkan penelitian terkini, pemanfaatan penelitian, dan peningkatan kualitas adalah
landasan penting untuk masa depan praktik keperawatan. Untuk lebih memahami
keterkaitan EBP dan penelitian, tinjau GAMBAR 2-1. Ini memberikan visualisasi aliran
untuk penelitian yang berkaitan dengan EBP. Penyelidikan klinis yang dihasilkan di
lingkungan kerja mengarah ke klinis yang bersangkutan pertanyaan karena apa yang
berhasil untuk satu pasien mungkin tidak bekerja untuk pasien lain, bahkan dalam
pengaturan yang sama (Melnyk & Fineout-Overholt, 2015). Apakah penelitian atau
kegiatan peningkatan kualitas diperlukan, langkah awal selalu identifikasi pertanyaan
klinis dan masalah yang akan ditangani. Pertanyaan klinisnya adalah dihasilkan dari
praktik dan berfokus pada populasi tertentu (P), sebuah variabel atau intervensi (I),
intervensi perbandingan dengan praktik saat ini (C), dan dependen variabel atau hasil
(O), dalam kerangka waktu yang diproyeksikan (T) (jika berlaku). Saat masalah
diidentifikasi, PICOT (populasi, intervensi, perbandingan, hasil, waktu) pernyataan
terbentuk. Pernyataan PICOT adalah kerangka kerja yang terorganisir dan efektif untuk
menyusun masalah ke dalam format yang dapat dikelola.
E. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam implementasi EBP
1. Kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan professional untuk dapat
menerapkan praktek klinis berbasis bukti.
2. Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan
berdasarkan bukti atau fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan pasien.
3. Implementasi hanya akan sukses apabila perawat menggunakan dan mendukung
pemberian perawatan berdasarkan bukti
4. Evaluasi penampilan klinis senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
5. Praktek berdasarkan bukti berperan penting dalam perawatan kesehatan.
6. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek,
penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
7. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi
berkelanjutan.
8. Perawat membutuhkan peran dari bukti untuk meningkatkan intuisi, observasi
pada pasien dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam
tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status
kesehatan.

BAB III
Evidance based practice
Mengukur tekanan darah anak

Artikel : Clinical Practice Guideline for Screening and Management of High Blood
Pressure in Children and Adolescents. (Flynn et al., 2017)
1. Tekanan darah sebaiknya diukur dengan menggunakan sfigmomanometer air raksa
sedangkan sfigmomanometer aneroid memiliki kelemahan yaitu memerlukan
kalibrasi secara berkala.
2. Osilometrik otomatis merupakan alat pengukur tekanan darah yang sangat baik untuk
bayi dan anak kecil, karena teknik auskultasi sulit dilakukan pada kelompok usia ini
meski dalam saat istirahat. Sayangnya alat ini mahal dan memerlukan pemeliharaan
serta kalibrasi berkala
3. Pengukuran tekanan darah pada anak harus dilakukan pada lengan kanan , kecuali
anak-anak memiliki anatomi lengkung aorta atipikal seperti lengkung aorta kanan
dengan koarktasio aorta atau lengkung aorta kiri dengan arteri subklavia kanan yang
menyimpang
4. Tekanan darah sebaiknya diukur setelah istirahat selama 3-5 menit dengan punggung
ditopang dan kaki tidak disilangkan di lantai dan suasana sekitarnya dalam keadaan
tenang. Anak diukur dalam posisi duduk dengan lengan kanan diletakkan sejajar
jantung, sedangkan bayi diukur dalam keadaan terlentang.
5. Tekanan darah harus diukur di lengan kanan untuk konsistensi, untuk perbandingan
dengan tabel standar, dan untuk menghindari pembacaan yang salah rendah dari
lengan kiri dalam kasus koarktasio aorta. Lengan harus setinggi jantung, 90 derajat
ditopang, dan terbuka di atas manset. Pasien dan pemeriksa tidak boleh berbicara saat
pengukuran dilakukan
6. Ukuran manset yang benar harus digunakan. Panjang manset harus 80%-100% dari
lingkar lengan, dan lebarnya harus setidaknya 40%. Ukuran cuff yang terlalu besar
akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih rendah, sedangkan ukuran cuff
yang terlalu kecil akan menghasilkan nilai tekanan darah yang lebih tinggi
7. Untuk tekanan darah auskultasi, lonceng stetoskop harus ditempatkan di atas arteri
brakialis di fossa antecubital, dan ujung bawah manset harus 2-3 cm di atas fossa
antecubital. Manset harus dipompa hingga 20-30 mmHg di atas titik di mana denyut
nadi radialis menghilang. Ove rinflasi harus dihindari. Manset harus dikempiskan
dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Suara terdengar pertama (fase I Korotkoff)
dan terakhir (fase V Korotkoff) harus dianggap sebagai SBP dan DBP. Jika suara
Korotkoff terdengar sampai 0 mmHg, titik di mana suara teredam (fase IV Korotkoff)
harus dianggap sebagai DBP, atau pengukuran diulangi dengan tekanan yang lebih
sedikit diterapkan pada arteri brakialis. Pengukuran harus dibaca hingga 2 mmHg
terdekat.
8. Untuk mengukur tekanan darah di kaki, jika memungkinkan pasien harus dalam posisi
tengkurap. Sebuah manset berukuran tepat harus ditempatkan di tengah paha dan
stetoskop ditempatkan di atas arteri poplitea. Tekanan darah di kaki biasanya 10% -
20% lebih tinggi dari tekanan arteri brakialis
9. Jika tekanan darah menunjukkan angka di atas persentil ke-90, maka tekanan darah
harus diulang dua kali pada kunjungan yang sama untuk menguji kesahihan hasil
pengukuranManset yang digunakan harus tepat
10. Untuk anak anak yang sulit menentukan ukuran manset yang tepat, lingkar lengan
tengah (diukur sebagai titik tengah antara akromion skapula dan olekranon siku,
dengan bahu dalam posisi netral dan siku tertekuk hingga 90° harus diperoleh untuk
penentuan yang akurat dari ukuran manset
Artikel : Method of Blood Pressure Measurement in Neonates and Infants: A
Systematic Review and Analysis. (Dionne et al., 2020)

Framework item Data


Patient Problem, (or Population 1. Pencarian literatur dilakukan oleh
pustakawan profesional di MEDLINE,
PubMed, Embase, Perpustakaan
Cochrane, dan CINAHL.
2. Istilah pencariannya adalah (tekanan
darah ATAU hipertensi ATAU
hipotensi) DAN (bayi ATAU baru lahir
ATAUneonatus) DAN bayi [MeSH]
AND (pengukuran ORnormatif) DAN
manusia [MeSH].
3. Kriterian Inklusi desain studi kriteria
yang prospektif atau retrospektif, kohort,
case kontrol,RCT
4. Usia bayi cukup bulan dan bayi
prematur sebagai hari lahir sampai
cukup bulan ditambah 27 hari
5. Kriteria eksklusi : tidak adanya data
yang dapat diekstraksi dalam surat,
komentar, makalah, dan ulasan.
6. Pencarian artikel dari yahn terbit Januari
1946 hinggaJanuari 2017 dan tidak
membatasi tahun terbit karena beberapa
studi paling awal memberikan bukti
untuk korelasi metode intra-arteri dan
oscillometric serta benar ukuran manset
Intervention, Tidak ada intervensi dalam penelitian ini
Comparison or Control, Tidak ada kelompok control dalam
penelitian ini
Outcome Dari 3587 publikasi non duplikat yang
diidentifikasi, 34 sesuai untuk dimasukkan
dalam analisis.
Empat studi mengevaluasi ukuran manset
BP mendukung rekomendasi untuk lebar
manset untuk rasio lingkar lengan sekitar
0,5.
Studi yang menyelidiki lokasi pengukuran
mengidentifikasi lengan atas sebagai lokasi
yang paling akurat dan paling tidak
bervariasi untuk pengukuran tekanan darah
oscillometric. Analisis studi menggunakan
metode Bland-Altman untuk perbandingan
Pengukuran tekanan darah intra-arteri ke
oscillometric menunjukkan bahwa 2 metode
berkorelasi paling baik untuk tekanan arteri
rata-rata, sedangkan tekanan darah sistolik
dengan metode oscillometric cenderung
melebih-lebihkan tekanan darah sistolik
intra-arteri. Dibandingkan dengan metode
intra-arteri, tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, dan tekanan arteri rata-rata
dengan metode osilometrik kurang akurat
dan tepat, terutama pada neonatus dengan
tekanan arteri rata-rata <30 mm Hg
Time/Type of Study or question Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
metode pengukuran tekanan darah (BP)
yang direkomendasikan pada neonatus

Pembahasan :
1. Manset : Gunakan manset blood pressure dengan rasio lebar manset terhadap
lingkar lengan paling dekat dengan 0,5 untuk pengukuran BP noninvasif yang
diperoleh dengan metode osilometrik
2. Osilometrik otomatis merupakan alat pengukur tekanan darah yang sangat baik
untuk bayi dan anak neoanatus, karena teknik auskultasi sulit dilakukan pada
kelompok usia ini meski dalam saat istirahat
3. Lokasi :
a) Tekanan darah lengan atas kanan adalah lokasi yang direkomendasikan untuk
pengukuran oscillometric
b) TD betis dapat dipertimbangkan hanya dalam beberapa hari pertama
kehidupan atau jika ada kontraindikasi untuk pengukuran TD lengan
c) Lengan atas kanan lebih direkomendasikan daripada kiri dalam kasus
koarktasio aorta torakalis
4. Metode : Perangkat oscillometric dapat digunakan untuk menyaring kelainan BP,
tetapi jika ada kekhawatiran dengan nilai yang terlalu rendah, terlalu tinggi, atau
tampaknya tidak berkorelasi dengan kondisi klinis bayi, nilai BP intra-arteri harus
diperoleh. Ketika perangkat osilometrik digunakan, MAP harus dibandingkan
dengan nilai normatif sebagai nilai BP paling akurat dalam perangkat ini.
Gunakan perangkat osilometrik dengan hati-hati pada neonatus dengan MAP.
Untuk kedua pengukuran intra-arteri dan oscillometric, pengukuran berulang BP
harus digunakan untuk pengambilan keputusan klinis karena variabilitas BP
5. TD paha nilainya tidak sama dengan lengan atau betis dan tidak boleh digunakan
pada neonatus
6. Pengukuran oscillometric harus ditafsirkan dengan hati-hati pada neonatus dengan
MAP <30 mmHg karena oscillometric kurang akurat dalam kisaran ini.
7. Untuk pengukuran tekanan darah oscillometric, ukuran manset yang sesuai harus
diterapkan pada lengan kanan atas, neonatus dibiarkan tenang dan ketika bayi
tertidur atau terjaga dengan tenang, pengukuran tekanan darah hingga 3 kali harus
dilakukan
8. Cara menentukan ukuran manset TD yang tepat pada neonatus dan bayi. Lebar
manset harus kira kira 50% dari lingkar lengan tengah bayi. Ilustrasi oleh Robert
Pintilie.

Contoh SPO Mengukur tekanan darah pada anak


Rumah Sakit Ahmad SPO MENGUKUR TEKANAN DARAH PADA ANAK
Yani
No Dokumen No Revisi Halaman
00/00 0 1/1

Standart Prosedur Tanggal Terbit Ditetapkan :


Operasional 13 Oktober 2022 Direktur RS
PENGERTIAN adalah Adalah suatu cara mengukur tekanan darah pada anak
dengan menggunakan tensimeter
TUJUAN Mengetahui nilai tekanan darah pada anak
Untuk mengetahui kerja jantung
KEBIJAKAN SK/00/00
PROSEDUR Alat dan Bahan :
1. Stetoskop
2. Tensimeter anak
3. Rekam medis
4. Alat tulis
Langkah – Langkah
1. Cuci tangan 6 langkah
2. Dekatkan alat ke samping klien ( pastikan Tensimeter
neonatus dan infant telah dikalibrasi.
3. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya (
pasien dan kelurga).
4. Pesiapkan pasien buat suasana sekitarnya dalam keadaan
tenang.
5. Perawat mengatur posisi pasien (infant dan bayi diukur
dalam keadaan telentang)
6. Lepaskan pakaian yang anak dipasang manset
7. Pasang manset pada lengan kanan (Panjang cuff manset
harus melingkupi minimal 80 - 100% lingkar lengan atas,
sedangkan lebar cuff harus lebih dari 40% lingkar lengan
atas (jarak antara akromion dan olekranon
8. balutkan kantung tensimeter pada lengan di atas arteri
brakialis di fossa antecubital, dan ujung bawah manset
harus 2-3 cm di atas fossa antecubital. Manset harus
diletakkan di tangan telanjang
9. Pompa hingga 20-30 mmHg di atas titik di mana denyut
nadi radialis menghilang. Kempiskan Manset harus dike 2-
3 mmHg per detik. Suara terdengar pertama (fase I
Korotkoff) dan terakhir (fase V Korotkoff) harus dianggap
sebagai SBP dan DBP. Jika suara Korotkoff terdengar
sampai 0 mmHg, titik di mana suara teredam (fase IV
Korotkoff) harus dianggap sebagai DBP, atau pengukuran
diulangi dengan tekanan yang lebih sedikit diterapkan pada
arteri brakialis. Pengukuran harus dibaca hingga 2 mmHg
10. Anak tidak boleh berbicara selama selama pengukuran.
11. Bila persentil ≥ 90 lakukan pengukuran tekanan darah
ulang sebnyak 2x
12. Catat hasil pengukuran darah pada rekam medis
13. Cuci tangan 6 langkah

UNIT TERKAIT 1. Rawat inap


2. UGD
3. Poli Anak
4. PICU/NICU

Tinjauan literature

Dionne, J. M., Bremner, S. A., Baygani, S. K., Batton, B., Ergenekon, E., Bhatt-Mehta, V.,
Dempsey, E., Kluckow, M., Pesco Koplowitz, L., Apele-Freimane, D., Iwami, H., Klein, A.,
Turner, M., Rabe, H., & International Neonatal Consortium. (2020). Method of Blood
Pressure Measurement in Neonates and Infants: A Systematic Review and Analysis. The
Journal of Pediatrics, 221, 23-31.e5. https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2020.02.072

Flynn, J. T., Kaelber, D. C., Baker-Smith, C. M., Blowey, D., Carroll, A. E., Daniels, S. R.,
de Ferranti, S. D., Dionne, J. M., Falkner, B., Flinn, S. K., Gidding, S. S., Goodwin, C., Leu,
M. G., Powers, M. E., Rea, C., Samuels, J., Simasek, M., Thaker, V. V., Urbina, E. M., &
SUBCOMMITTEE ON SCREENING AND MANAGEMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE IN CHILDREN. (2017). Clinical Practice Guideline for Screening and
Management of High Blood Pressure in Children and Adolescents. Pediatrics, 140(3),
e20171904. https://doi.org/10.1542/peds.2017-1904

Anda mungkin juga menyukai