Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY S 38 TAHUN P2A0 HARI-0

DENGAN PREEKLAMSIA BERAT


DI RUANG SITI KHODIJAH
RSUD AL-IHSAN KOTA BANDUNG
Laporan Kasus
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Profesi Keperawatan Maternitas

Disusun oleh:
KELOMPOK 1

221FK04004 Aldo Renaldo


221FK04007 Aradea Amanda
221FK04012 Dewi Nursiva
221FK04017 Ellysa Dwi Hartini
221FK04023 Intan Fitri Mustika
221FK04027 Marcella
221FK04035 Senny Apriliani
221FK04042 Wisnu H. Murni

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi


Tgl responsi : Tgl responsi :

Tri Nur Jayanti S.Kep., Ners. M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANABANDUNG

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan kehendak-
Nya kami masih di beri kesempatan, kekuatan, serta pikiran sehingga dapat
menyelesaikan laporan kasus kista ovarium.
Laporan kasus ini kami susun untuk melengkapi tugas stase pada Kepertawatan
Maternitas dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan kista
ovarium secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan.
Dalam laporan ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan, dukungan, masukan, dan bimbingan kepada kami. Kami menyadari bahwa
makalah ini banyak kekurangan.
Dengan demikian kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan tugas keperawatan maternitas ini dan
semoga bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.

Bandung, 26 Januari 2023

Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan...................................................................................................... 3
1.3 Manfaat penelitian ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................... 4
2.1 Definisi ..................................................................................................... 4
2.2 Anatomi Fisiologi .................................................................................... 4
2.3 Jenis-jenis Kista Ovarium ........................................................................ 6
2.4 Etiologi ..................................................................................................... 11
2.5 Manifestasi Klinis .................................................................................... 14
2.6 Patofisiologi ............................................................................................. 15
2.7 Komplikasi ............................................................................................... 18
2.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 20
2.9 Penatalaksanaan ....................................................................................... 21
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................ 22
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................... 29
3.1 Pengkajian ................................................................................................ 29
3.2 Analisa Data ............................................................................................. 34
3.3 Intervensi Keperawatan............................................................................ 37
3.4 Implementasi Keperawatan ...................................................................... 44
3.5 Catatan Perkembangan............................................................................. 49
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 50
4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 50
4.2 Saran.......................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 51
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam
penyakit hypertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya
hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan
ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima
adalah adanya iskemia uteroplacentol.
Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk
PER kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan
untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus
dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif
maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap
timbulnya komplikasi-komplikasi.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat, di samping
pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain
Preeklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.
Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja
belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara,
penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut :
1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.
2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.
3) Penyakit ginjal.

Tingginya kejadian pre-eklamsia- eklamsia di negara-negara berkembang


dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut saling terkait dan sangat
berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman terhadap berbagai
informasi/masalah kesehatan yang timbul baik pada dirinya ataupun untuk
lingkungan sekitarnya (Zuhrina, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia (PE), angka kejadiannya berkisar
antara 0,51%-38,4%. Di negara maju angka kejadian pre- eklampsia berkisar 6-7%
dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan pre-
eklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi (Amelda, 2008).
Berdasarkan kejadian tersebut, maka kami tertarik untuk membahas hal ini,
serta sebagai tugas dalam makalah Keperawatan Maternitas Asuhan Keperawatan
Ibu Hamil dengan Preeklamsi Berat.

1.2 Tujuan Penulisan

Untul melaporkan pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan

kista ovarium secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan

4
1.3 Manfaat penulisan

Laporan ini sekiranya dapat menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan

pada klien dengan kista ovarium secara komprehensif melalui pendekatan proses

keperawatan

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2017). Sectio caesarea

adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding

uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk

melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2018).

2.2 Etiologi

Menurut Mochtar (2018) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea

adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre

eklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan

letak bokong.

Menurut Manuaba (2017) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah

ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan

indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram.

Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab

sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

2. KPD (Ketuban Pecah Dini)

3. Janin Besar (Makrosomia)

6
4. Kelainan Letak Janin

5. Bayi kembar

6. Faktor hambatan jalan lahir

7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah

perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab

kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena

itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati

agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 2018).

Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tandatanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada

trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola

hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain.

Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30

mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140

mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat

dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau

menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.

Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam

pada kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2019).

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam

jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

7
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan

sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk

penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo setiap

minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan

satu kilo seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan

terhadap timbulnya pre-eklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam

air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter dalam air 24 jam atau pemeriksaan

kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per liter atau lebih

dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2

kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari

pada hipertensi dan kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai

tanda yang cukup serius (Wiknjosastro, 2019).

Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah

pemeriksaan antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-

tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit

tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan adalah untuk mencegah

terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan trauma

pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 2018).

Menurut (Manuaba, 2017) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan

pemeriksaan pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin

kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif

pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri kepala.

Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,

8
perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.

Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti

oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari

mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa akan

jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk menghentikan

berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan

melakukan sectio caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin

seminimal mungkin (Mochtar, 2018).

2.3 Tujuan section caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat

lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen

bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan

plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi

kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk

kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa

walaupun anak sudah mati.

2.4 Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)

1. Abdomen (SC Abdominalis)

a. Sectio Caesarea Transperitonealis

Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada

corpus uteri. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen

bawah uterus.

b. Sectio caesarea ekstraperitonealis

9
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan

dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:

a. Sayatan memanjang (longitudinal)

b. Sayatan melintang (tranversal)

c. Sayatan huruf T (T Insisian)

3. Sectio Caesarea Klasik (corporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira

10cm.

Kelebihan :

a. Mengeluarkan janin lebih memanjang

b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan:

a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

reperitonial yang baik.

b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas

SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada

luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.

d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu

10
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -

kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah

memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini

maka dipasang akor sebelum menutup luka Rahim.

4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah

rahim kira-kira 10cm.

Kelebihan:

a. Penjahitan luka lebih mudah

b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke

rongga perineum

d. Perdarahan kurang

e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih

kecil.

Kekurangan:

a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat

menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang

banyak.

b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

2.5 Komplikasi

11
1. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari

dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,

sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum

pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada

faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu

(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal

sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian

antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC

klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis

profunda.

2. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria

uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.

3. Luka kandung kemiH

4. Embolisme paru – paru

5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi

ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio

caesarea klasik.

2.6 Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya

12
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo

pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,

distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu

adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan

masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan

fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan

diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan

perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.

Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada

dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,

pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan

merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan

rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi

akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan

baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

13
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

4. Urinalisis / kultur urine

5. Pemeriksaan elektrolit

2.8 Penatalaksanaan Medis Post SC (Manuaba, 2017)

1. Pemberian cairan Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi,

maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada

organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam

fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung

kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai

kebutuhan.

2. Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan

pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

4. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

5. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

mungkin setelah sadar

6. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

7. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah

duduk (semifowler)

14
8. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar

duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada

hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

9. Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan

tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi

tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

10. Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-

beda setiap institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

a. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

b. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

4) Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi,

bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.

5) Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan

adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

15
2.9 Post partum

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas

(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya

kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6

minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke

keadaan normal sebelum hamil.

Post partum atau masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas atau puerpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta

sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Tahapan masa nifas ada 3

tahapan yaitu : puerpurium dini, puerperium intermedial dan remote

puerpurium. Adapun kebijakan program nasional masa nifas yaitu paling

sedikit empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas. (Walyani et al,

2015)

Post partum merupakan periode waktu yang diperlukan untuk pulihnya

organ- organ reproduksi kembali pada keadaan semula (tidak hamil) yang

lamanya 6 minggu setelah bayi dilahirkan dapat juga disebut dengan masa

nifas (peurperium) (Rahmi, 2019).

Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi yang terjadi pada kehamilan

cukup bulan (37-42 minggu), keluar secara spontan dengan presentasi kepala,

tanpa komplikasi baik pada ibu ataupun pada bayi (Armini et al., 2016).

Masa nifas (peurperium) adalah periode minggu-minggu pertama setelah

keluarnya bayi hingga alat-alat kandungan kembali ke keadaan tidak hamil

16
yang membutuhkan waktu sekitar enam minggu.Pada periode ini ditandai

dengan banyaknya perubahan fisiologi (Seniorita, 2017).

2.10 Klasifikasi Masa Nifas

Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :

a. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah

diperbolehkan berdiri dan berjalan.

b. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara

menyeluruh dengan lama ± 6-8 minggu.

c. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila saat hamil atau waktu persalinan mengalami

komplikasi. Waktu yang diperlukan untuk sehat sempurna bisa

berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan.

2.11 Etiologi

1. Teori penurunan hormone 1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi

penurunan hormone progesterone dan estrogen. Fungsi progesterone

sebagai penenang otot –otot polos rahim dan akan menyebabkan

kekejangan pembuluh darahsehingga timbul his bila progesterone

turun.

2. Teori placenta menjadi tuaTurunnya kadar hormone estrogen dan

progesterone menyebabkankekejangan pembuluh darah yang

menimbulkan kontraksi rahim.

3. Teori distensi rahimRahim yang menjadi besar dan merenggang

menyebabkan iskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi

17
utero-plasenta.

4. Teori iritasi mekanik Di belakang servik terlihat ganglion

servikale(fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan ditekan

misalnya oleh kepala janin akantimbul kontraksi uterus.

5. Induksi partusDapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria

yang dimasukandalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang

pleksusfrankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip

yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.

2.12 Tanda dan gejala

Pada masa puerperium atau nifas tampak perubahan dari alat – alat

/ organ reproduksi yaitu:

a. Sistem Reproduksi

1) Uterus Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik

dengan pengecilan ukuran (involusi) dari uterus itu sendiri.

2) Lochea Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang

berasal dari kavum uteri dan vagina. Macam – macam lochea :

a) Lochea rubra : berisi darah segar dan sisa – sisa selaput

ketuban, terjadi selama 2 hari pasca persalinan

b) Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah

dan lendir, terjadi hari ke 3 – 7 pasca persalinan

c) Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna

kuning. Terjadi hari ke 7 – 14 hari pasca persalinan

d) Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan

18
3) Payudara

Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh

hormone laktogen (prolaktin) terhadap kelenjar payudara.

Kolostrum diproduksi mulai di akhir masa kehamilan sampai hari

ke 3-5 post partum dimana kolostrum mengandung lebih banyak

protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Produksi

ASI akan meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena

menetek merupakan suatu rangsangan terhadap peningkatan

produksi ASI. Makin sering menetek, maka ASI akan makin

banyak diproduksi.

2.13 Patofisiologi

Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna

maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam

keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi

perubahanperubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya

laktasi yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogen dari kelenjar

hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.

Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluhpembuluh

darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini

akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-

perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk

19
serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus

uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada

endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat

implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal

2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua

dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua

basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan

diafragma pelvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan

perlu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala

(Hafifah, 2011).

20
2.14 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.15 Pengkajian data umum

2.15.1 Identitas klien dan penanggung

2.15.2 Keluhan utama klien saat ini

2.15.3 Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien

multipara

2.15.4 Riwayat penyakit keluarga

2.15.5 Keadaan klien meliputi:

a. Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.

Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan

kira-kira 600-800 mL

b. Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda

kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai

wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan,

ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.

c. Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

d. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal

epidural.

21
e. Nyeri / ketidaknyaman

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,

distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus

mungkin ada.

f. Pernapasan

Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

g. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

h. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea

sedang.

2.16 Diagnosa Keperawatan

2.16.1 Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan

(section caesarea)

2.16.2 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka

kering bekas operasi

2.16.3 Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi

2.16.4 Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi

dan pembedahan

2.16.5 Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

22
2.17 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 1. Lakukan pengkajian secara
pelepasan mediator nyeri (histamin, jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol
prostaglandin) akibat trauma dengan kriteria hasil : komprehensif tentang nyeri
jaringan dalam pembedahan 1. Klien melaporkan nyeri berkurang /
meliputi lokasi, karakteristik,
(section caesarea terkontrol
2. Wajah tidak tampak meringis durasi, frekuensi, kualitas,
3. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan
beraktivitas sesuai kemampuan intensitas nyeri dan faktor

presipitasi.

2. Observasi respon nonverbal dari

ketidaknyamanan (misalnya wajah

meringis) terutama

ketidakmampuan untuk

berkomunikasi secara efektif.

3. Kaji efek pengalaman nyeri

terhadap kualitas hidup (ex:

beraktivitas, tidur, istirahat, rileks,


kognisi, perasaan, dan hubungan

sosial)

4. Ajarkan menggunakan teknik

nonanalgetik (relaksasi progresif,

latihan napas dalam, imajinasi,

sentuhan terapeutik.)

5. Kontrol faktor - faktor lingkungan

yang yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap

ketidaknyamanan (ruangan, suhu,

cahaya, dan suara)

6. Kolaborasi untuk penggunaan

kontrol analgetic, jika perlu

2. Risiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24


infeksi 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor
berhubungan dengan trauma jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi
jaringan / luka bekas operasi (SC) dengan kriteria hasil : risiko yang ada sebelumnya. Catat
1. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor,
waktu pecah ketuban.
rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
2. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor,
36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/
menit) rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
3. WBC dalam batas normal (4,10- 10,9 10^3 /
3. Lakukan perawatan luka dengan
uL)
teknik aseptic.

4. Inspeksi balutan abdominal

terhadap eksudat / rembesan.

Lepaskan balutan sesuai indikasi.

5. Anjurkan klien dan keluarga untuk

mencuci tangan sebelum / sesudah

menyentuh luka

6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan

pemeriksaan laboratorium jumlah

WBC / sel darah putih

7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb

dan Ht. Catat perkiraan kehilangan

darah selama prosedur pembedahan


8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup

9. Kolaborasi penggunaan antibiotik

sesuai indikasi

3. Ansietas berhubungan denganSetelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 6 1. Kaji respon psikologis terhadap
kurangnya informasi tentang jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan
prosedur pembedahan, kriteria hasil : kejadian dan ketersediaan sistem
penyembuhan, dan perawatan post 1. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
pendukung
operasi 2. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya
berkurang 2. Tetap bersama klien, bersikap

tenang dan menunjukkan rasa

empati

3. Observasi respon nonverbal klien

(misalnya: gelisah) berkaitan

dengan ansietas yang dirasakan

4. Dukung dan arahkan kembali

mekanisme penyembuhan, dan

perawatan post operasi lebih tenang

dan tidak gelisah - Klien


mengungkapkan bahwa ansietasnya

berkurang koping

5. Berikan informasi yang benar

mengenai prosedur pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post

operasi

6. Diskusikan pengalaman / harapan

kelahiran anak pada masa lalu

7. Evaluasi perubahan ansietas yang

dialami klien secara verbal.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Tanggal pengkajian : 26 Januari 2023 Ruangan : Nifas (Siti Khodijah)

A. PENGKAJIAN

1. Inisial klien : Ny. S ( 38 th) Nama suami : Tn. D ( 44 th)

2. Pekerjaan : ibu rumah tangga Pekerjaan : Buruh

3. Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

4. Agama : Islam Suku : Sunda

5. Status perkawinan : Kawin Dx medis : P2A0 gravida aterm + PEB

6. Alamat : Majalaya

Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu

Keadaan Bayi Masalah


No Tahun Jenis Persalinan Penolong JK
Waktu Lahir Kehamilan
1. 2014 Sectio Caesaria Dokter P Hidup BB 3,5 PEB
kg, PB 48 cm
2. Saat ini

Pengalaman menyusui: ya : eksklusif Berapa lama: 2 Tahun

Riwayat Kehamilan Saat Ini

1. Berapa kali periksa hamil : 6-7x , dimana: Bidan

2. Masalah kehamilan : Tekanan darah tinggi

Riwayat Persalinan

1. Jenis persalinan:spontan(letakkepala/letaksungsang)/tindakan(EF,EV)/SCs/i PEB

tanggal/jam 26 Januari 2023/08.00 WIB

2. Jenis kelami bayi: L ; BB 2,900 gram PB 47 cm, dengan keadaan sehat

3. Perdarahan 200 cc

4. Masalah dalam persalinan : tidak ada

28
Riwayat Ginekologi

1. Masalah ginekologi: -

2. Riwayat KB: pil dan sekarang menggunakan IUD

DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI

Keluhan utama : Pasien mengatakan Nyeri perut bagian bawah

Status obstetrik: P2A0 Post partum hari ke- 0

Keadaan umum: lemas tetapi kooperatif

Kesadaran:Compos Mentis BB/TB: 52 kg/ 155 cm

Tanda vital:
Tekanan darah ; 159/90 mmHg Nadi : 102 x/mnt;
Suhu : 36 OC; Pernapasan : 20 x/mnt;
Kepala & leher

Kepala : tidak ada pembengkakan, rambut hitam dan lurus, tidak berminyak,
tidak ada ketombe

Wajah : konjungtiva tidak anemis, wajah terlihat meringis karna kesakitan, tidak
ada edema wajah, mata simetris, mata terlihat sembab,

Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada masalah penciuman

Teliga : kebersihan telinga cukup terjaga, fungsi pendengaran baik, tidak ada
serumen dan lesi
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,
Tidak terdapat masalah keperawatan

Dada
Jelaskan kondisi jantung, paru, payudara, pengeluaran ASI, putting susu
Jantung : suara jantung lup dup, Nadi 102x/menit, tekanan darah 159/90
mmHg tidak
Paru-paru : suara nafas vesikuler, RR 20 x/menit, ronkhi -, wheezing –
Payudara : tidak ada bengkak tetapi terdapat nyeri, kebersihan cukup terjaga,
Puting susu : puting menonjol, tidak ada lesi, areola berwarna hitam
Pengeluaran ASI : tidak terdapat pengeluaran ASI
Ny. S mengatakan belum bertemu dengan bayi nya, jadi belum ada pelekatan pada

29
payudara
Masalah keperawatan : Menyusui Tidak efektif

Abdomen

Jelaskan involusiuterus, tinggi fundusuterus, kontraksi, kandungkemih,


diastasis rektus abdominis, fungsipencernaan
Terdapat luka post oprasi pada lapisan kulit perut bagian bawah.
Ny S mengatakan nyeri perut luka bekas post operasi, terdapat nyeri tekan,
nyeri hilang timbul, skala nyeri 5, tampak meringis, posisi menghindari nyeri
seperti tidak bergerak karena nyeri
Masalah keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan efek prosedur invasif.

Perineum dan genital

Jelaskan vagina (integritas kulit, edema, memar, hematom); perineum


(utuh/episiotomi/laserasi/ruptur); tanda REEDA (redness, edema, echimosis,
discharge, aproximate); kebersihan, lokia, hemoroid

Perineum utuh, terpasang kateter, tidak ada luka pada vagina, terdapat Lokia rubra
dengan warna masih merah segar dan konsistensi cair, tidak ada edema, tidak
terdapat kemerahan ataupun kebiruan, tidak terdapat varises, tidak terdapat hemoroid.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

Ekstremitas
Jelaskanekstremitasatas:edema,inspeksi,palpasi(varises);
ekstremitasbawah:edema, inspeksi, palpasi(varises), reflekpatella, derajatedema;
Tanda Homan: +/-

ekstemitas ata : Tidak terdapat edema atau varises. Kedua tangan bias digerakan,
reflek bisep trisep (+) terpasang infus pada tangan kanan

Ekstermitas bawah : Ny S mengatakan nyeri untuk melakukan pergerakan, belum


mampu berdiri tegak karena nyeri luka post operasi, refleks patella (+), tanda
homan (-) ,tidak terdapat edema atau varises.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

30
Eliminasi

Jelaskan kebiasaan BAK-BAB; BAK-BAB saat ini

Ny S terpasang kateter, urin 400 ml berwarna kuning cerah, Ny S mengatakan


belum BAB, dan belum kentut.

Masalah keperawatan: risiko konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas


gastrointestinal.

Istirahat dan kenyamanan

Jelaskan pola tidur (kebiasaan tidur, lama, frekuensi, pola tidur saat ini); keluhan
ketidaknyamanan (lokasi, sifat, intensitas)

Ny.S mengatakan menjelang persalinan sampai hari ini mengalami gangguan tidur.
Kurang bias tidur nyenyak, terkadang terbangun di malam hari dan kadang terjaga
hingga tidak bisa tidur lagi, lama tidur -+ 6 jam.,mata terlihat sembab.

Masalah keperawatan : gangguan pola tidur


Mobilisasi dan latihan

Jelaskan tingkat mobilisasi, latihan/senam

Ny S perlu dibantu untuk melakukan pergerakan oleh keluarga karena nyeri.

Ny S mengatakan nyeri saat bergerak, tidak mau melakukan pergerakan karena


nyeri. Belum bisa melakukan pergerakan seperti berjalan dan mika miki.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

Nutrisi dan cairan

Jelaskan asupan nutrisi (nafsu makan), asupan cairan

Minum : kurang lebih 500 ml/ hari. Minum air putih dan terkaan teh manis

Makan : Nafsu makan baik, makan 3x sehari sesuai yang diberi di RS , dengan
bubur, sayur, ayam, habis ½ porsi. Tidak ada mual dan muntah.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

Keadaan mental

Jelaskan adaptasi psikologis, penerimaan terhadap kehamilan

Ny S mengatakan menerima keadaannya saat ini dan ingin segera sembuh


dari sakitnya, ingin segera bertemu dengan bayi nya,

31
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Kemampuan menyusui
Ny.S mengatakan belum bertemu dengan bayi nya karena tidak rawat gabung, belum
ada pelekatan, tidak sedang menyusui, dan ASInya tidak keluar.
Masalah keperawatan : Menyusui Tidak Efektif

Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini:


• Ceftriaxone 2x1 gr
• Keterolac 2x1
• Dopamet 250g 3x2

Hasil pemeriksaan penunjang:


Hemoglobin : 12,3 gr/Dl
Leukosit : 8860 sel/uL
Eritrosit : 3,95 juta/uL
Hematokrit : 36,6%
Trombosit : 240000 sel/uL

PENGKAJIAN BAYI BARU LAHIR

Keadaan Umum:Suhu:
Denyut Jantung:Respirasi:
Kulit:

Kepala:

Abdomen-Umbilical cord:Aktivitas:
Eliminasi:Pola tidur:Feeding:

32
ANALISIS HASIL PENGKAJIAN

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Insisi abdomen bawah
- Ny S mengatakan ↓
nyeri perut luka Inkontinuitas jaringan
bekas post operasi, ↓
terdapat nyeri tekan, Jaringan mengerluarkan zat kimia,
nyeri hilang timbul, bradikinin, serotonin,
skala nyeri 5 probaglandin, sebagai stimulasi
nyeri
DO : ↓
- wajah terlihat meringis Stimulasi nyeri ditangkap oleh
- posisi menghindari nyeri nociceptor
Nyeri Akut
seperti tidak bergerak ↓
karena nyeri Dialirkan meuju dorsal horn pada
- terdapat gangguan pola spinal cord
tidur dengan lama tidur ↓
-+6 jam Diteruskan ke thalamus sebagai
- TD ; 159/90 mmHg pusat sensorik otak
- Nadi : 102x/mnt; ↓
- Suhu : 36 OC; Kortek serebri dimana intensitas
- Pernapasan : 20 x/mnt dan lokasi nyeri ditentukan

Nyeri
2. DS : Adaptasi Post SC
- Ny. S mengatakan ↓
belum bertemu Fisiologis
dengan bayi nya, ↓
Menyusui tidak
jadi belum ada Laktasi
efektif
pelekatan pada ↓
payudara Prolaktin
DO : ↓
- Tidak rawat gabung Tidak ada hisapan bayi

33
- tidak terdapat ↓
pengeluaran ASI Produksi ASI tidak ada
- tidak ada bengkak ↓
tetapi terdapat nyeri, Menyusui tidak efektif
kebersihan cukup
terjaga
- puting menonjol, tidak
ada lesi, areola
berwarna hitam
3. DS : Tindakan Operasi SC
- Ny. S mengatakan ↓
Terdapat luka post Luka post operasi
oprasi pada lapisan ↓
kulit perut bagian Terrputusnya kontinuitas jaringan
bawah. ↓
DO : Jalan masuk kuman Resiko Infeksi
- Terdapat luka ↓
jahitan pada perut Resiko infeksi
bagian bawah
- Terdapat nyeri
tekan
- Keadaan luka

34
Masalah Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Agen pecedra fisik (prosedur oprasi) ditandai dengan
mengeluhnyeri, tampak meringis, frekuensi nadi meningkat (D. 0077)
2. Menyusui Tidak Efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI (D.0029)
3. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (D. 0142)

35
A. PROSES KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Untuk mengetahui lokasi,
pecedra fisik (prosedur keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi : karateristik, durasi, frekuensi,
oprasi) ditandai dengan Tingkat nyeri (L.08066) dapat 1. Identifikasi lokasi, karateristik, kualitas,intensitas nyeri
mengeluh nyeri, tampak menurun dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
2. Untuk mengetahui skala nyeri
meringis, frekuensi nadi - Keluhan nyeri menurun nyeri
yang dirasakan pasien
meningkat (D. 0077) - Meringis menurun 2. Identifikasiskala nyeri
- Sikap protektif menurun 3. Agar mengetahui respon nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal secara nonverbal
- Frekuensi nadi membaik
4. Identifikasi faktor yang 4. Agar tau apa yang bisa
memperberatnyeri dan memperingan memperingan nyeri pada klien
nyeri
5. Agar pasien lebih rileks
Terapeutik:
5. Berikan tekik non farmakologis 6. Lingkungan yang nyaman

untuk mengurangi rasa nyeri dapat mengurangi rasa nyeri


pasien
6. Kotrol lingkungan yang
memperberatrasa nyei 7. Agar klien mengetahui

36
Edukasi penyebab nyeri yang dirasakan
7. Jelaskan penyebab,
8. Agar pasien dapat mengetahui
periode, dan pemicu strategi mereedakan nyeri
nyeri secara mandiri
8. Jelaskan strategi pereda nyeri
9. Untuk mengurasi rasa nyeri
Kolaborasi : pasien.
9. Kolaborasi pemberian
analgetik

2. Menyusui Tidak Setelah dilakukan tindakan EDUKASI MENYUSUI (I.12393)


Efektif b.d keperawatan 3x24 jam
Observasi
ketidakadekuatan diharapkan status menyusui
suplai ASI (D.0029) membaik (L.03029) dapat 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil : kemampuan menerima kesiapan dan kemampuan
1. Perlekatan bayi pada informasi menerima informasi
payudara ibu meningkat
2. Identifikasi tujuan atau 2. Untuk mengetahui tujuan
2. Tetesan/pancaran ASI
meningkat keinginan menyusui atau keinginan menyusui
3. Suplai ASI adekuat
meningkat Terapeutik 3. Agar memudahkan ibu
dan keluarga memahami
3. Sediakan materi dan media
yang akan disampaikan
Pendidikan Kesehatan
4. Agar klien dan keluarga
4. Berikan kesempatan untuk

37
bertanya lebih memahami
5. Dukung ibu meningkatkan 5. Agar ibu meningkatkan
kepercayaan diri dalam kepercayaan diri dalam
menyusui menyusui
6. Libatkan sistem pendukung: 6. Agar menjaga emosional
suami, keluarga, tenaga atau psikologis ibu
Kesehatan, dan masyarakat 7. Supaya klien tahu
manfaat menyusui bagi
Edukasi
ibu dan bayi
7. Jelaskan manfaat menyusui 8. Agar klien mengetahui 4
bagi ibu dan bayi posisi menyusui dan
8. Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan (latch on)
perlekatan (latch on) dengan dengan benar
benar 9. Supaya klien melakukan
9. Ajarkan perawatan payudara dan mengetahui
antepartum dengan perawatan payudara
mengkompres dengan kapas antepartum dengan
yang telah diberikan minyak mengkompres dengan
baby oil kapas yang telah
10. Ajarkan perawatan payudara diberikan minyak baby oil
post partum ( pijat oksitosin ) 10. Agar klien mengetahui

38
manfaat dan paham
perawatan payudara post
partum ( pijat oksitosin )

3. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539).


kerusakan integritas
keperawatan 3x24 jam Observasi
kulit
diharapkan Tingkat Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda
Menurun (L.14137) dapat
infeksi lokal dan sistemik dan gejala infeksi lokal
dengan kriteria hasil :
dan sistematik
1. Nyeri menurun Terapeutik
2. Agar menjaga
2. Batasi jumlah pengunjung kenyamanan pasien
3. Agar tidak terjadi infeksi
3. Berikan perawatan kulit pada
pada luka
area SC
4. Mencegah kuman

4. Cuci tangan sebelum dan 5. Supaya pasien dan

sesudah kontak dengan pasien keluarga memahami

dan lingkungan pasien tanda dan gejala dari


infeksi
Edukasi 6. Supaya mencega kuman
7. Supaya klien dan
5. Jelaskan tanda dan gejala
keluarga paham cara

39
infeksi memeriksa kondisi luka
6. Ajarkan cara mencuci tangan operasi
dengan benar
7. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi

40
B. Implementasi Keperawatan

Hari, Tanggal Implementasi Evaluasi


26 januari 2023 Observasi :
Nyeri akut
1. Mengidentifikasi lokasi, karateristik, 1. Ny S mengatakan nyeri perut luka
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri bekas post operasi, terdapat nyeri
2. Mengdientifikasi skala nyeri tekan, nyeri hilang timbul, skala nyeri
3. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal 5
4. Mengidentifikasi faktor 2. Ny. S mengatakan skala nyeri 5
yang memperberat nyeri dan 3. Tanpak wajah terlihat meringis dan
memperingan nyeri posisi menghindari nyeri seperti tidak
Terapeutik: bergerak karena nyeri
5. Berikan tekik non farmakologis untuk 4. Ny. S mengatakan faktor yang
mengurangi rasa nyeri memperberat saat bergerak dan sedikit
6. Kotrol lingkungan yang berkurang saat tidak bergerak
memperberat rasa nyei 5. Memberikan theknik relaksasi napas
Edukasi dalam, klien mengatakan nyeri sedikit
7. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu berkurang saat melakukan theknik
nyeri relaksasi napas dalam
8. Jelaskan strategi pereda nyeri 6. Mengurangi kunjugan agar klien bisa
Kolaborasi istirahat dan mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik 7. Klien Ny. S dan keluarga paham akan

41
penyebab, periode, dan pemicu ditandai
dengan klien Ny. S dan keluarga bisa
menyebutkan atau mengulangi kembali
penyebab, periode, dan pemicu.
8. Klien Ny. S dan kelurga paham cara
mengurangi rasa nyeri dengan theknik
relaksasi napas dalam
9. Pemberian keterolak 2 X 1 melalui IV
Hasil : klien merasa nyeri terasa
berkurang saat sudah di berikan obat
26 januari 2023
Observasi
Menyusui Tidak Efektif b.d
ketidakadekuatan suplai ASI 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Klien dan keluarga mengatakan kesiapan
(D.0029) menerima informasi dan kemampuan menerima informasi yang
2. Identifikasi tujuan atau keinginan akan di berikan
menyusui 2. Klien mengatakan keingian untuk menyusui

Terapeutik anaknya
3. Perawat menyediakan leaflet untuk
3. Sediakan materi dan media Pendidikan melakukan pendidikan kesehatan
Kesehatan 4. Klien memberikan beberapa pertanyaan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya 5. klien merasa percaya diri untuk menyusui

42
5. Dukung ibu meningkatkan kepercayaan anaknya
diri dalam menyusui 6. Suami klien selalu mendampingi
6. Libatkan sistem pendukung: suami, 7. Klien dan keluarga paham manfaat
keluarga, tenaga Kesehatan, dan menyusui bagi ibu dan bayi di tandai dengan
masyarakat klien dan keluarga bisa menjelasakan
manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
Edukasi
8. Klien dan keluarga mengetahui 4 posisi
7. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan menyusui dan perlekatan (latch on) dengan
bayi benar
8. Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan 9. Klien dan keluarga paham melakukan
(latch on) dengan benar ( pijat oksitosin )
9. Ajarkan perawatan payudara post partum
( pijat oksitosin )

26 januari 2023 Observasi


Resiko infeksi b.d kerusakan
integritas kulit
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan 1. Tanpak tidak ada tanda dan gejala pada

sistemik luka SC di tandai dengan luka tanpak


bersih, tidak ada kemerahan di sekitar
Terapeutik jahitan, luka tanpak kering

2. Batasi jumlah pengunjung 2. Klien merasa nyaman saat di dampingi


oleh suaminya dan bisa beristirahat

43
3. Berikan perawatan kulit pada area SC dengan nyaman

4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak 3. Mengganti perban luka SC


dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Mencegah kuman dan kesterilan saat
Edukasi melalukan tindakan ganti perban SC

5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 5. Klien dan keluarga paham tanda dn
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan gejala infeksi di tandai dengan klien dan
benar keluarga mampu menjelasakan kembali
7. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau tanda dan gejala infeksi
luka operasi
6. Klien dan keluarga paham cara mencuci
tangan di tandai dengan klien dan
keluarga mampu mempraktekan kembali
cara memcuci tangan yang benar

7. Klien dan keluarga memahami cara


memeriksa kondisi luka atau luka operasi
di tandai dengan klien dan keluarga
mampu menjelasakan langkah-langakah
memeriksan luka SC

44
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari, tanggal: Minggu, 26 Januari 2023

DIAGNOSIS KEPERAWATAN JAM CATATAN PERKEMBANGAN


Nyeri Akut b.d Agen pecedra 09.00 S : Klien mengatakan nyeri berkurang
fisik (prosedur oprasi) ditandai O : Skala nyeri 2 (0-10), tidak tampak meringis
dengan mengeluh nyeri, tampak A : masalah teratasi
meringis, frekuensi nadi P : Hentikan intervensi
meningkat (D. 0077)

Menyusui Tidak Efektif b.d 10.00 S : Klien mengatakan asi sudah mulai keluar,
ketidakadekuatan suplai ASI nyeri berkurang
(D.0029)
O : Tanpak asi keluar

A : masalah teratasi

P : Intervesi lanjutkan mandiri/keluarga (pijat


oksitosin)
Resiko infeksi b.d kerusakan 10.30 S : Klien mengatakan nyman saat di ganti
integritas kulit perban luka SC

O : Tanpak klien merasa tenang

A : masalah teratasi
P : Intervesi dihentikan

45
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Kista ovarium (kista indung telur) yaitu kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) dan dapat terbentuk
kapan saja (Setyorini, 2014).
2. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dalam menetapkan proses
keperawatan harus dilakukan secara cermat dan teliti serta memerlukan
pendekatan interpersonal yang baik
3. Masalah yang ditemukan pada Ny. S adalah Nyeri akut, gangguan
intregitas kulit,gangguan mobilitas fisik, dan risiko infeksi
4.2 Saran
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka penulis
mengemukakan saran yang mmungkin dapat bermanfaat untuk penanganan
khusunya terhadap pasien dengan gangguan sistem reproduksi Kista Ovarium
sebagai berikut:
1. Rumah Sakit
Bagi pihak rumah sakit agar dapat mempertahankan asuhan keperawatan
yang komprehensif, kolaborasi serta melibatkan keluarga dalam merawat
pasien.
2. Bagi Perawat
Diharapkan perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk lebih
meningkatkan pelayanan pada pasien yang mempunyai penyakit kista
ovarium. Untuk memberikan penyuluhan akan pentingnya pola hidup sehat
dan menjaga kesehatan alat reproduksi terutama pada wanita.
3. Bagi Pasien
Diharapkan agar pasien bisa berpartisipasi (melihat kondisi pasien) untuk
bersungguh- sungguh dalam melakukan dan menjalani perawatan atau
terapi agar hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Arif, F., Purwanti, E., Soelistiono, S., 2016. J. Ilm. Teknol.


Inf. 14, 1–20. Maharisa, Y., 2019. J. Kesehat. Akbid Wira
Buana 5, 1–20.
Mumpuni, Y., Andang, 2013. Penyakit Musuh Kaum Perempuan. Rapha
Publishing, Yogyakarta. Nugroho, T., 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi
Wanita. Nuha Medika, Yogyakarta.
Oktavelani, D., 2019. Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. I Dengan Diagnosa
Medis Kista Ovarium+ Post Operasi TAH–BSO+ Adhesiolisis+ IUD Missing Tail
Hari Ke 1 Di Ruang E2 Rumah Sakit Dr. Ramelan Surabaya. Surabaya.
Prawirorahardjo, S., 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Putri, R., 2019. Pengalaman Pasien Kista Ovarium Dalam Pengobatan Non
Farmakologi Dengan Kunyit dan Air Kelapa. Malang.
Setyorini, A., 2014. Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Keluarga Berencana. In
Media, Bogor. PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intevensi Keperawatan Indonesia : Defisini dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
Manuaba, I.B. 2017. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2017. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2018. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2018. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi
Prawirohardjo, S. 2018. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sulityawati, nurun aryati khasanah dan W. (2019). Buku Ajar Nifas Dan Menyusui. 188.
Amiatin, S. (2019). Aplikasi Rebusan Air Daun Sirih (Piper Betle) Untuk Mengatasi
Resiko Infeksi Perineum Pada Ibu Post Partum.
Rahmadenti, K. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Partum Spontan Dengan
Nyeri Akut Atas Indikasi Episiotomi Di Ruang Cempaka RSUD Dr. Soekardjo
Tasikmalaya Karya.
Womakal, S. S. (2018). Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus Pada Ny.M.T Dengan Post
Partum Normal Di Ruang Flamboyan RSUD. Prof. DR.W.Z. Johannes Kupang.
Putri, W. L. S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Partum Spontan Dengan
Masalah Ketidakefektifan Pemberian Asi Di Ruang Cempaka Rsud Dr. Soekardjo
Tasikmalaya.
Aprilianti, A. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Ibu Post Partum Pada Ny. F Dan Ny.
S Dengan Masalah Keperawatan Kesiapan Meningkatkan Pemberian ASI Di
Wilayah Kerja Puskesmas Rogotrunan Kabupaten Lumajang.
Hafifah. 2011. Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Persalinan Normal.

47

Anda mungkin juga menyukai