PERSALINAN NORMAL
Oleh:
Kadek Santi Diahswari Widyadari (1902612128)
Penguji:
dr. I Made Darmayasa, SpOG(K)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya Laporan Kasus (Lapsus) ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr.dr.T.G.A.Suwardewa, Sp.OG (K), selaku Ketua Departemen/KSM
Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Dr.dr.I.G.N. Harry Wijaya Surya, Sp.OG(K), selaku koordinator pendidikan
sarjana Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar.
3. dr. I Made Darmayasa, SpOG(K)selaku penguji Laporan Kasus.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Definisi Kehamilan dan Persalin....................................................................3
2.2 Faktor Penyebab Persalinan............................................................................4
2.3 Tanda-tanda Persalinan...................................................................................6
2.4 Faktor yang mempengaruhi persalinan...........................................................9
2.5 Tahapan Persalinan normal.......................................................................... 14
2.6 Mekanisme Persalinan Normal.....................................................................17
2.7 Tatalaksana Persalinan Normal.....................................................................19
2.8 Komplikasi Persalinan...................................................................................25
BAB III........................................................................................................................12
LAPORAN KASUS....................................................................................................29
3.1 Identitas Pasien.............................................................................................29
3.2 Anamnesis.....................................................................................................29
3.3 Pemeriksaan Fisik.........................................................................................32
3.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................................33
3.5 Diagnosis.......................................................................................................34
3.6 Penatalaksanaan............................................................................................34
BAB IV........................................................................................................................37
PEMBAHASAN..........................................................................................................37
BAB V.........................................................................................................................41
KESIMPULAN...........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................42
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Di Indonesia proses persalinan atau melahirkan pada umumnya dibantu oleh
tenaga kesehatan yaitu bidan atau dokter, namun di beberapa daerah terutama di
daerah terpencil yang terletak jauh dari tempat pelayanan kesehatan proses persalinan
masih dibantu oleh dukun. Di Indonesia proporsi terbesar penolong persalinan
tertinggi yaitu bidan sebesar 62,7% dan dokter kandungan sebesar 28,9%.
Berdasarkan karakteristik demografi, semakin tinggi pendidikan ibu bersalin semakin
tinggi persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan
berdasarkan tempat tinggal, proporsi persalinan oleh tenaga kesehatan di perkotaan
lebih tinggi (96,7%) dibandingkan di perdesaan (88,9%).4
Pada suatu proses persalinan dapat terjadi komplikasi – komplikasi yang dapat
membahayakan ibu maupun janin. Kejadian komplikasi persalinan di Indonesia
masih tergolong tinggi. Menurut data SKDI tahun 2012 kejadian komplikasi
persalinan di Indonesia adalah sebesar 46 persen. Jenis kejadian komplikasi
persalinan ini adalah persalinan lama (35%), perdarahan (8%), demam (8%), kejang
(2%), lainnya (5%). Tingginya kejadian komplikasi persalinan di Indonesia ini dapat
dicegah dan ditangai bila tenaga kesehatan melakukan penangan prosedur yang sesuai
pada saat proses persalinan.5
Melalui tulisan ini maka diharapkan tenaga medis mampu mengetahui hal –
hal yang menyangkut persalinan normal, agar proses persalinan normal dapat ditangai
dengan baik, serta untuk mencegah kejadian komplikasi saat proses persalinan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
melahirkan. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron memuncak
pada trimester ini. Trimester ini adalah periode penyempurnaan bentuk
dan organ organ tumbuh janin untuk siap dilahirkan.
Usia kehamilan dari kehamilan itu sendiri menjadi suatu hal yang penting.
Usia kehamilan dapat dibagi menjadi early term dengan bayi yang lahir di usia
gestasi 37-38 minggu, full term 39-40 minggu, dan late term 41- 42 minggu.1
Persalinan dapat diartikan sebagai suatu proses fisiologis yang memungkinkan
serangkaian perubahan pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan
lahir, dimana proses persalinan diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan
memuncak pada saat pengeluaran bayi berlangsung sampai dengan adanya
pengeluaran plasenta dan selaputnya. Adapun cara persalinan normal yaitu
persalinan lewat vagina yang lebih dikenal dengan persalinan alami. Persalinan
pervaginam dibagi menjadi 2 yaitu persalinan spontan dan persalinan buatan.2,3
Persalinan dapat dibagi menjadi 4 tahap yang disebut dengan kala, dimana
Kala I atau dapat juga disebut dengan kala pembukaan dimana serviks membuka
dari 0 sampai 10 cm. Kala II disebut dengan kala pengeluaran, pada kala II mulai
adanya kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir.
Kala III atau disebut juga kala urie dimana plasenta terlepas dari dinding uterus
dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian dan
dilakukannya observasi apakah terjadi kompikasi persalinan seperti perdarahan
post partum.1
4
primigravida dan tidak begitu jelas pada multipara. Terdapat beberapa teori yang
dapat menjelaskan terjadinya suatu persalinan, dimana teori – teori tersebut
berhubungan dengan adanya hormon – hormone yang, antara lain:1
a. Estrogen
Kadar estrogen berfungsi untuk meningkatan sensitivitas otot uterus dan
memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan
oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis yang
mempengaruhi persalinan.
b. Progesteron
Hormon progesteron berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot uterus,
menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin,
rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanik, dan menyebabkan otot
uterus dan otot polos untuk relaksasi. Pada kehamilan, kedua hormon
antara estrogen dan progesteron berada dalam keadaan yang seimbang
sehingga suatu kehamilan dapat dipertahankan.
Dengan adanya teori mengenai hormon – hormon, dapat dikemukakan
beberapa teori yang memungkinkan terjadinya proses persalinan, yaitu:1
c. Teori keregangan otot
Otot uterus mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan
iskemia otot-otot uterus. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
d. Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan
buntu. Villi koriales mengalami perubahan - perubahan dan produksi
progesteron mengalami penurunan, sehingga otot uterus lebih sensitif
terhadap oksitosin. Akibatnya otot uterus mulai berkontraksi setelah
tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
5
e. Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu,
yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil
dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan.
Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.
6
2) Pollakisuria
Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan akan didapatkan epigastrium yang
kendor, fundus uterus lebih rendah dari pada kedudukannya dan kepala janin
sudah mulai masuk ke dalam pintu atas panggul. Keadaan ini menyebabkan
kandung kemih tertekan sehingga merangsang ibu untuk sering kencing yang
disebut Pollakisuria.
3) False Labor
Tiga atau empat minggu sebelum persalinan, ibu biasanya akan merasakan his
pendahuluan, yang merupakan peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. His
pendahuluan ini bersifat:
Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah
Tidak teratur
Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya waktu dan
bila dibawa jalan malah sering berkurang
Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan serviks
4) Perubahan serviks
Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan serviks menunjukkan bahwa serviks
yang tadinya tertutup, panjang dan kurang lunak, kemudian menjadi lebih
lembut, dan beberapa menunjukkan telah terjadi pembukaan dan penipisan.
5) Energy Sport
Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi yang umumnya terjadi pada
24-28 jam sebelum persalinan dimulai, yang sebelumnya ibu merasa
kelelahan fisik karena tuanya kehamilan. Peningkatan energi ibu ini tampak
dari aktifitas yang dilakukannya seperti membersihkan rumah, mengepel,
mencuci perabot rumah, dan pekerjaan rumah lainnya.
6) Gastrointestinal Upsets
Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti diare, obstipasi,
mual dan muntah karena efek penurunan hormon terhadap sistem pencernaan.
7
II. Tanda – tanda pasti persalinan:7
1) Timbulnya kontraksi uterus
Adanya kontraksi uterus disebut dengan his persalinan, yaitu his pembukaan
yang mempunyai sifat sebagai berikut:
Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan
Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya
makin besar
Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi.
8
selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun demikian persalinan
diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air ketuban keluar.
9
b. Bidang Hodge
Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan
kemajuan persalinan yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui
pemeriksaan dalam/vagina toucher (VT). Adapun bidang hodge adalah
sebagai berikut:7
Hodge I : Bidang yang setinggi Pintu Atas Panggul (PAP) yang
dibentuk oleh promontorium, artikulasio sakro iliaca, sayap sacrum,
linia inominata, ramus superior os pubis, dan tepi atas symfisis pubis.
Hodge II : Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis
berhimpit dengan PAP (Hodge I).
Hodge III : Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit dengan
PAP (Hodge I).
Hodge IV : Bidang setinggi ujung os coccygis berhimpit dengan
PAP (Hodge I).
2. Power (Kekuatan)
Power atau kekuatan terdiri atas:
a. Kontraksi Uterus
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi
otot otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. Pengkajian his
dapat dilakukan dengan melihat:7
10
Frekuensi: jumlah his dalam waktu tertentu
Durasi: lamanya kontraksi berlangsung dalam satu kontraksi
Intensitas: kekuatan kontraksi diukur dalam satuan mmhg dibedakan
menjadi; kuat, sedang dan lemah
Interval: masa relaksasi (diantara dua kontraksi)
Datangnya kontraksi: dibedakan menjadi; kadang-kadang, sering,
teratur.
b. Tenaga Mengejan
Selain adanya kontraksi dari uterus, tenaga mengejan adalah salah satu
yang dapat mendorong janin keluar, yang disebabkan oleh adanya
kontraksi dari otot – otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian
tekanan dari intra abdominal. Kontraksi dari otot – otot perut ini akan
menekan diafragma ke bawah. Adanya tenaga mengejan juga dibutuhkan
untuk melahirkan plasenta setelah lepas dari dinding uterus.7
3. Passenger (Janin, Plasenta, Air Ketuban)
Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat
interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap,
dan posisi janin. Karena plasenta juga melewati jalan lahir, maka plasenta
dianggap juga sebagai bagian dari passenger yang menyertai janin. Passenger
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:1,7
a. Presentasi janin
Presentasi adalah bagian jain yang pertama kali memasuki pintu atas
panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterm.
Bagian presentasi adalah bagian tubuh janin yang pertama kali teraba oleh
jari pemeriksa saat melakukan pemeriksaan dalam. Faktor-faktor yang
menentukan bagian presentasi adalah letak janin, sikap janin, dan ekstensi
atau fleksi dari kepala janin.7
11
Gambar 2.3. Presentasi Janin7
b. Letak janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap
sumbu panjang (punggung ibu). Ada dua macam letak yaitu (1)
memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin paralel dengan
sumbu panjang ibu; (2) melintang atau horizontal, dimana sumbu panjang
janin membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu. Letak memanjang
dapat berupa presentasi kepala atau presentasi sacrum (sungsang).
Presentasi in tergantung pada struktur janin yang pertama memasuki
panggul ibu.7
c. Posisi janin
Posisi adalah hubungan antara bagian presentasi (oksiput, sacrum,
mentum/dagu, sinsiput/puncak kepala yang defleksi/menengadah)
terhadap empat kuadran panggul ibu. Terdiri atas posisi Oksipito Anterior
Kanan (OAKa), Oksipito Tranversa Kanan (OTKa), Oksipito Posterior
Kanan (OPKa), Oksipito Posterior Kiri (OPKi), Oksipito Tranversa Kiri
(OTKi), Oksipito Anterior Kiri (OAKi).7
d. Plasenta (uri)
12
Plasenta merupakan produk kehamilan yang akan lahir mengiringi
kelahiran janin, yang berbentuk bundar atau oval, ukuran diameter 15- 20
cm, tebal 2-3 cm, berat plasenta 500 - 600 gram. Letak plasenta yang
normal adalah pada korpus uteri bagian depan atau bagian belakang agak
ke arah fundus uteri. Bagian plasenta terdiri dari permukaan maternal,
permukaan fetal, selaput ketuban, tali pusat.7
e. Air ketuban
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000-1500 cc.
Ciri-ciri air ketuban adalah berwarna putih keruh, berbau amis dan berasa
manis, reaksinya agak alkalis dan netral, dengan berat jenis 1,008 dengan
komposisi terdiri atas 98% air, sisanya albumin, urea, asam uric, kreatinin,
sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks caseosa, dan garam organik dengan
kadar protein kira-kira 2,6% gram per liter, terutama albumin. Fungsi dari
air ketuban adalah sebagai pelindung plasenta dan tali pusat dari tekanan
kontraksi uterus. Cairan ketuban juga membantu penipisan dan dilatasi
cerviks.7
4. Psikologis
Melahirkan bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan seorang
ibu dan keluarganya. Banyak ibu mengalami psikis (kecemasan, keadaan
emosional wanita) dalam menghadapi persalinan, sehingga perlu diperhatikan
13
oleh seseorang yang akan menolong persalinan. Perasaan cemas, khawatir
akan mempengaruhi hormon stress yang akan mengakibatkan komplikasi
persalinan. Saat ini belum ada yang menyebutkan mengenai hormon stress
terhadap fungsi uteri, juga tidak ada yang menyebutkan mengenai hubungan
antara kecemasan ibu, pengaruh lingkungan, hormon stress dan komplikasi
persalinan. Namun demikian seseorang penolong persalinan harus
memperhatikan keadaan psikologis ibu yang akan melahirkan.7
5. Posisi ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi dari
persalinan. Posisi tegak memberikan sejumlah keuntungan yaitu mengubah
posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki
sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk. Posisi tegak
memungkinkan gaya gravitasi membantu
14
1) Fase laten, merupakan periode waktu dari awal persalinan hingga ke titik
ketika pembukaan mulai berjalan secara progresif, yang umumnya dimulai
sejak kontraksi mulai muncul hingga pembukaan tiga sampai empat
sentimeter atau permulaan fase aktif berlangsung dalam 7-8 jam. Selama fase
ini presentasi mengalami penurunan sedikit hi ngga tidak sama sekali.
2) Fase aktif, yaitu periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan menjadi
komplit dan mencakup fase transisi, pembukaan pada umumnya dimulai dari
3 -4 cm hingga 10 cm dan berlangsung selama 6 jam. Penurunan bagian
presentasi janin yang progresif terjadi selama akhir fase aktif dan selama kala
dua persalinan. Fase aktif dibagi lagi dalam 3 fase, antara lain:
a. (1) Fase akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi
4 cm
b. Fase dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat, dari 4
cm menjadi 9 cm
c. Fase deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap (Prawirohardjo, 2005).
Pada kala I tugas penolong adalah mengawasi dan menanamkan
semangat kepada ibu bahwa proses persalinan adalah fisiologis
tanamkan rasa percaya diri dan percaya pada penolong. Pemberian
obat atau tindakan hanya dilakukan apabila perlu dan ada indikasi.
Apabila ketuban belum pecah, wanita inpartu boleh duduk atau
berjalan-jalan. Jika berbaring, sebaiknya ke sisi terletaknya punggung
janin. Jika ketuban sudah pecah, wanita tersebut dilarang berjalan-
jalan harus berbaring. Periksa dalam pervaginam dilarang, kecuali ada
indiksi, karena setiap pemeriksaan akan membawa infeksi, apalagi jika
dilakukan tanpa memperhatikan sterilitas. Pada kala pembukaan
dilarang mengedan karena belum waktunya dan hanya akan
menghabiskan tenaga ibu. Biasanya, kala I berakhir apabila
pembukaan sudah lengkap sampai 10 cm.11
15
2.5.2. Kala II
Beberapa tanda dan gejala persalinan kala II adalah Ibu merasakan ingin
meneran bersamaan terjadinya kontraksi, Ibu merasakan peningkatan tekanan pada
rectum atau vaginanya, perineum terlihat menonjol , vulva vagina dan sfingter ani
terlihat membuka, peningkatan pengeluaran lendir darah.
Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama, kira- kira 2-3 menit sekali.
Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehinggaTanda pasti kala II ditentukan
dengan pemeriksaan dalam yaitu pembukaan serviks telah lengkap dan terlihat bagian
kepala bayi melalui introitus vagina. Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih
cepat, kira-kira satu kali setiap 2 sampai 3 menit. Karena biasanya kepala janin sudah
masuk di ruang panggul, secara reflektoris timbul rasa ingin mengedan. Tekanan pada
rektum juga menimbulkan perasaan hendak buang air besar sehingga perineum mulai
menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak
lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul
sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak akan masuk lagi di luar his. Kemudian
dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan secara berurutan lahir dahi, muka, dan dagu
melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan dan ekstremitas bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam
dan pada multipara rata-rata 30 menit. Batasan kala 2 lama pada nulipara adalah 2
jam atau 3 jam dengan analgesia regional, dan multipara adalah 1 jam atau 2 jam
dengan analgesia regional.12,13,14
2.5.3. Kala III
Kala III dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah:
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus
b. Tali pusat memanjang, yaitu tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
(tanda Ahfeld)
16
c. Semburan darah mendadak dan singkat. Hal ini terjadi karena dorongan darah
yang terkumpul di belakang plasenta mendorong plasenta keluar
(retroplacental pooling).
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah bayi lahir. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta sehingga plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian
lepas dari dinding uterus. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah
bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.14,15
2.3.4. Kala IV
Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta hingga 2 jam pasca persalinan. Pada
kala ini ibu pasca melahirkan dipantau selama 1-2 jam untuk melihat apakah terjadi
perdarahan postpartum atau tidak. Pada saat ini juga dilakukan pemantauan tanda
vital untuk mengetahui keadaan umum ibu. 14,15
17
Mekanisme ini merupakan syarat terpenting untuk kelahiran. Pada
primigravida, mekanisme engagement tidak langsung diikuti dengan mekanisme
descent, namun baru akan terjadi saat mencapai Kala II sedangkan pada multigravida,
descent terjadi bersamaan saat 16 engagement. Mekanisme descent dapat terjadi
karena 1 atau lebih penekanan dari ke-4 tekanan yang ada yakni Tekanan cairan
amnion, Tekanan langsung dari fundus saat kontraksi, Penekanan ke bawah daripada
kontraksi otot – otot abdomen, serta ekstensi dan pelurusan daripada tubuh janin.
16,17,18
c. Fleksi
Sesaat setelah penurunan kepala bertemu dengan hambatan seperti serviks,
dinding panggul maupun dasar panggul, kepala dari janin kemudian akan melakukan
fleksi. Dengan melakukan fleksi, bagian dagu dari janin akan menempel pada
dadanya, dimana diameter oksipitofrontalis yang berukuran 12 cm berubah menjadi
suboksipitobregmatikus yakni sepanjang 9,5 cm hingga mencapai dasar panggul
dalam keadaan fleksi maksimal. Mekanisme ini ditandai dengan saat melakukan
pemeriksaan dalam, akan teraba ubun – ubun kecil yang lebih jelas daripada ubun –
ubun besar janin. 17,18
d. Rotasi Internal
Rotasi internal merupakan pemutaran bagian terendah daripada janin dari
posisi sebelumnya ke arah depan hingga di bawah simfisis. Mekanisme ini terjadi
akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin yang
disebabkan oleh his yang berulang – ulang sehingga kepala akan melakukan
rotasi.17,18
e. Ekstensi
Ekstensi merupakan gerakan dimana oksiput berhimpit langsung dengan margo
inferior simfisis pubis. Hal ini disebabkan oleh sumbu jalan lahir pada pintu bawah
panggul mengarah ke depan dan atas sehingga kepala harus melakukan ekstensi agar
dapat melewati pintu bawah panggul. 18
f. Rotasi
18
Eksternal Pada setiap his, vulva akan membuka dan kepala janin akan terlihat.
Perineum akan menjadi lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Kekuatan his
yang diikuti kekuatan mengejan yang terus menerus akan menapakkan brema, dahi,
muka, hingga dagu. Setelah kepala lahir, kepala akan segera melakukan rotasi
eksternal. Rotasi eksternal merupakan gerakan memutar 17 ubun – ubun kecil ke
arah punggung janin dimana bagian kepala berhadapan dengan tuber ishiadikum
kanan atau kiri, sedangkan muka dari janin akan menghadap salah satu daripada paha
ibu dan sutura sagitalis kembali melintang dimana menyerupai posisi janin sebelum
melakukan rotasi internal. 17,18
g. Ekspulsi
Kondisi dimana bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring,
kemudian bahu akan menyesuaikan dengan bentuk panggul yang dilaluinya, setelah
kepala lahir, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya, bahu depan
dilahirkan terlebih dahulu baru diikuti dengan bahu belakang, serupa dengan
trokanter depan terlebih dahulu, lalu trokanter belakang, kemudian bayi lahir
seluruhnya. 17,18
19
Berbaring sebaiknya ke sisi kiri untuk mempermudah sirkulasi uteroplasenta. Tidak
boleh berbaring terlentang lebih dari 10 menit, karena saat berbaring terlentang berat
uterus dan isinya akan menekan vena cava inferior, sehingga hal ini dapat
menyebabkan turunya aliran darah ari sirkulasi ibu ke plasenta yang dapat
menyebabkan hipoksia janin. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah, Ibu
harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala hendaknya
dilakukan untuk memeriksa kemajuan persalinan, selain itu dapat juga dilakukan
pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam juga disebut
pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh
pemeriksaan luar. Pemeriksaan vagina bertujuan untuk menilai vagina (terutama
dindingnya, menyempit atau tidak), keadaan dan pembukaan serviks, kapasitas
panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir, sifat fluor albus, dan adanya penyakit
(bartholinitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya), ketuban, presentasi kepala janin,
turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besar kepala terhadap panggul, dan
menilai kelangsungan persalinan.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang baik
untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala.
Pemeriksaan per rektum dapat mengurangi infeksi eksogen, tetapi dapat
menimbulkan infeksi endogen jika pemeriksaan kurang memperhatikan asepsis dan
antisepsis dan menggosok-gosok dengan jari dinding vagina bagian belakang yang
pada umumnya mengandung kuman-kuman ke dalam pembukaan serviks. Pada
pemeriksaan per vaginam memungkinan terjadinya infeksi eksogen yang dapat
dicegah dengan asepsis dan antisepsis dengan memakai sarung tangan steril.
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan minuman) selama
kala I. Makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama persalinan akan
memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa memperlambat
kontraksi dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif.
Pada kala I wanita dalam keadaan inpartu dilarang mengedan. Ibu dianjurkan
untuk mengosongkan kandung kemih secara rutin, sedikitinya setiap 2 jam atau lebih
20
sering jika ibu ingin berkemih. Kandung kemih yang penuh dapat berpotensi
memperlambat turunnya janin dan menganggu kemajuan persalinan, ibu tidak
nyaman, meningkatkan risiko perdarahan postpartum karena atonia uteri, menganggu
penatalaksanaan distosia bahu dan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pasca
persalinan. Kateter dapat digunakan untuk membantu ibu berkemih pada fase aktif
sehingga ibu tidak perlu ke toilet. Klisma sebaiknya tidak dilakukan rutin selama
persalinan, karena klisma tidak akan memperpendek waktu persalinan, menurunkan
angka infeksi bayi baru lahir atau infeksi luka pasca persalinan dan justru
meningkatkan jumlah tinja yang keluar selama kala II persalinan.
2.7.2. Kala II
Kala II dimulai ketika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya pada akhir
kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul,
ketuban akan pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan.
Kadang-kadang pada permulaan kala II ini, Ibu mau muntah disertai timbulnya rasa
mengedan yang kuat. Di samping his, Ibu harus dipimpin untuk mengedan pada
waktu ada his. Jangan menganjurkan ibu untuk meneran berkepanjangan dan
menahan napas, karena hal tersebut dapat menyebabkan ibu sulit bernapas sehingga
terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai
akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta. Selain itu, denyut jantung janin
juga harus sering diawasi. Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu:11
a. Ibu dalam letak terbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala
sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia dapat melihat
perutnya.
b. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan,
tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki
berada di atas. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum
sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan ibu.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang.
21
Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus pada awalnya
berbentuk bulat, kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak dalam anus
adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak, dapat
menyebabkan ruptur perineum, terutama pada primigravida. Perineum ditahan
dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.
Episiotomi dianjurkan untuk dilakukan pada primigravida atau pada wanita
dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis
dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan
mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion,
sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan
defleksi tidak terlalu cepat, sehingga ruptura perineum dapat dihindarkan. Untuk
mengawasi perineum ini, posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan
dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan
menunjukkan akan timbul ruptura perineum, maka sebaiknya dilakukan episiotomi.
Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain episiotomi mediana,
dikerjakan pada garis tengah, episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah
yang dekat muskulus sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana
sering menimbulkan perdarahan.
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak
dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak
berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis.
Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan
ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan
timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang
dilakukan perasat menurut Rintgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tahan
kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan
pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum
dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Setelah
kepala lahir diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila
terdapat lilitan dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali
22
pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang
tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke
arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-
mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan
kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu
depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena
dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian,
kepala janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu belakang.
Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanjutnya ialah
melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini
tidak sesukar usaha melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya
lebih kecil. Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung
atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik napas dan
menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira
membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera
dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm
dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10
cm dari umbilikus. Bila ada kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada
bayi maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm. Di antara
kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali
pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan
karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat
terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung
kencing, bila penuh dilakukan pengosongan kandung kencing, jika bisa Ibu kencing
sendiri. Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan
mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan
postpartum.
23
Manajemen aktif kala III meliputi pemberian oksitosin dengan segera,
pengendalian tarikan pada tali pusat, dan pemijatan uterus segera setelah plasenta
lahir. Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum lahir juga dalam waktu
30 menit, periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi, periksa adanya tanda
pelepasan plasenta, berikan oksitosin 10 unit (intramuskular) dosis ketiga, dan periksa
si ibu dengan seksama dan jahit semua robekan pada serviks dan vagina kemudian
perbaiki episiotomy.16 Manajemen Aktif Kala III
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif kala III
meliputi:7
• Penatalaksanaan oksitosin dengan segera
• Pengendalian tarikan pada tali pusat
• Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
Penanganan tersebut dilakukan dalam tahap sebagai berikut:
• Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta.
• Lakukan Penegangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:
a. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis. Selama
kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso kranial ke
arah belakang dan ke arah kepala ibu
b. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan vulva
c. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3
menit)
d. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat terus menerus,
dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberitahu petugas ketika ia merasakan
kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada
pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada
setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
24
Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem
tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan
ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan
perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput
ketuban.
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah perdarahan pascapersalinan.
Periksa Ibu secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina
atau perbaiki episiotomi.
2.7.4. Kala IV
Kala IV adalah pemantauan ibu dan jani selama dua jam pasca persalinan. Dua
jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Kala
ini perlu untuk melihat apakah ada perdarahan postpartum. Rata-rata dalam batas
normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc
ini sudah dianggap abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh pokok penting yang
harus diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru melahirkan adalah:
a. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu
dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitogin).
b. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
c. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri
atau menggunakan kateter.
d. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.
e. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
f. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
g. Bayi dalam keadaan baik.
25
Motherhood” di Indonesia pada tahun 1990 / 1991 menyebutkan beberapa informasi
penting yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi persalinan :15
1. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan untuk hamil.
2. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang.
3. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini masih
kurang.
4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya
mampu melaksanakan deteksi risiko tinggi sedini mungkin.
5. Belum semua Rumah Sakit Kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas
mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik esensial.
Komplikasi persalinan terdiri dari persalinan macet, ruptura uteri, infeksi atau sepsis,
perdarahan, ketuban pecah dini (KPD), malpresentasi dan malposisi janin, pre-
eklampsia dan eklampsia.17
1. Persalinan macet
Pada sebagian besar penyebab kasus persalinan macet adalah karena tulang
panggul ibu terlalu sempit atau gangguan penyakit sehingga tidak mudah dilintasi
kepala bayi pada waktu bersalin. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kontraktilitas uterus sehingga berpengaruh terhadap lamanya persalinan kala satu
adalah :
a. Umur
b. Paritas
c. Konsistensi serviks uteri
d. Berat badan janin
e. Faktor psikis
f. Gizi dan anemia
2. Ruptura Uteri
Ruptura uteri atau sobekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya,
yang umumnya terjadi pada persalinan terkadang terjadi pada kehamilan terutama
pada kehamilan trimester dua dan tiga. Robekan pada uterus dapat ditemukan oleh
26
sebagian besar pada bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina bagian
atas ikut serta pula.18
3. Infeksi atau sepsis
Wanita cenderung mengalami infeksi saluran genital setelah persalinan dan
abortus. Kuman penyebab infeksi dapat masuk ke dalam saluran genital dengan
berbagai cara, misalnya melalui penolong persalinan yang tangannya tidak bersih
atau menggunakan instrumen yang kotor. Infeksi juga berasal dari debu atau oleh
ibu itu sendiri yang dapat memindahkan organisme penyebab infeksi dari berbagai
tempat, khususnya anus. Pemasukan benda asing ke dalam vagina selama
persalinan seperti jamur, daun-daunan, kotoran sapi, lumpur atau berbagai minyak,
oleh dukun beranak juga merupakan penyebab infeksi. Akibatnya infeksi menjadi
salah satu penyebab kematian ibu di negara berkembang dan infeksi ini ternyata
tinggi pada abortus ilegal.18
4. Malpresentasi dan malposisi
Adalah keadaan dimana janin tidak berada dalam presentasi dan posisi yang
normal yang memungkinkan terjadi partus lama atau partus macet. Diduga
malpresentasi dan malposisi kehamilan akan mempunyai akibat yang buruk jika
tidak memperhatikan cara dalam melahirkan. Pada kelahiran kasus ini harus
ditangani di Rumah Sakit atau Pelayanan kesehatan lain yang mempunyai. fasilitas
yang lebih lengkap dan sebaiknya anestesia telah disediakan dan kemampuan
untuk melakukan sectio caesaria harus sudah ada di tangan.18
5. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput secara spontan disertai keluarnya
cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu, 1 jam atau
lebih sebelum proses persalinan berlangsung. Penyebab pecahnya selaput ketuban
secara pasti belum diketahui, tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa bakteri
atau sekresi maternal yang menyebabkan iritasi dapat menghancurkan selaput
ketuban, dan KPD pada trimester kedua mungkin disebabkan oleh serviks yang
tidak lagi mengalami kontraksi.18
6. Pre-eklampsia dan eklampsia
27
Di Indonesia, eklampsia (disamping perdarahan dan infeksi) masih merupakan
sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. oleh karena
itu, diagnosisi dini pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre-eklampsia
ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak
diperhatikan oleh wanita hamil, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat
timbul pre-eklampsia berat, bahkan eklampsia.18
28
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : APEA
Nomor RM : 21051089
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan P Bungin Gg Taman No.5, Denpasar
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 25 September 2021
Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2021
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Keluar air dari vagina
29
dari 1 gelas air kemasan. Pasien juga mengeluhkan mulas dan nyeri perut yang
dirasakan muncul bersamaan saat air keluar. Mulas dikatakan seperti ingin BAB.
Nyeri perut dikatakan muncul hilang timbul. Pasien mengatakan gerak janin terasa
sejak bulan Mei 2021. Pasien tidak memiliki keluhan lain seperti sesak, nyeri kepala,
pandangan kabur, mual muntah.
D. Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami haid pertama kali pada usia 12 tahun dengan teratur tiap
bulannya yaitu 1 bulan sekali. Lamanya haid dalam 1 periode yaitu 5-6 hari dengan
frekuensi mengganti pembalut hingga 3-4 kali perhari. Pasien mengatakan memiliki
keluhan nyeri selama haid. Hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien yaitu pada
tanggal 17 Desember 2020 dengan tafsiran persalinan tanggal 23 September 2021.
E. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah 1 kali sejak tahun 2014 saat berusia 21 tahun hingga saat
ini dan tinggal bersama dengan suami dan anak pertamanya.
30
G. Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 6 kali selama kehamilannya
yang dilaksanakan setiap bulannya sejak usia kandungan kurang lebih 4 bulan.
Pemeriksaan kehamilan dilakukan di bidang dan dokter kandungan. Pasien
mengatakan pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 4 kali saat pasien
melakukan kunjungan. Awal kehamilan diketahui pada waktu umur kehamilan 4
bulan. Berat badan pasien sebelum hamil adalah 72 kg dan berat badan saat
kunjungan ANC terakhir adalah 89 kg dengan tinggi badan 160 cm. Setiap
kunjungan, pasien selalu diberikan obat-obatan oleh doker kandungan, salah satunya
vitamin dan suplemen penambah darah namun pasien lupa dengan obat lainnya.
Pasien telah diberikan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) sebelumya.
I. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan, namun memiliki
alergi terhadap telur ayam dan seafood.
31
minuman beralkohol. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu di luar
resep yang diberikan oleh dokter.
B. Status General
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
THT : Dalam Batas Normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Mamae : sesuai status obstetri
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--
C. Status Obstetri
Mammae
- Inspeksi : Bentuk simetris, tampak hiperpigmentasi pada kedua aerola
mammae, puting susu menonjol , tampak adanya pengeluaran cairan dari
puting susu, kebersihan cukup.
32
Abdomen
- Inspeksi : Tampak perut membesar, tidak tampak jaringan parut atau
bekas luka sayatan operasi, tampak striae gravidarum
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Palpasi : Pemeriksaan Leopold
Leopold I : Teraba bagian bulat lunak kesan
bokong
Leopold II :
Tangan Kiri Pemeriksa : Teraba bagian keras
memanjang disisi kanan ibu kesan punggung
Tangan Kanan Pemeriksaan : teraba bagian kecil
kecil menonjol, kesan ekstremitas
Leopold III : Teraba bagian bulat keras kesan kepala
Leopold IV : Divergen
- Auskultasi : DJJ 142 kali/menit, His: 4-5 kali /10 menit durasi 40-45 detik
Pemeriksaan Dalam
- Vaginal toucher (VT) (25 September 2021 pukul 09.50 WITA)
Pembukaan Lengkap, effacement 75%, Ketuban (+), Penurunan Hodge 3,
teraba kepala, UUK Anterior
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium: Darah Lengkap, Faal Hemostasis (25
September 2021):
WBC: 9,44 x 103/µL
RBC: 4,68 x 106/µL
HGB: 12,40 x 103/µL
HCT: 37,5 %
MCV: 80,1 fL
33
MCH: 26,5 pg
MCHC: 33,10 g/dL
PLT: 350,00 x 103/µL
PPT: 13,2 detik
INR: 0,99
APTT: 31,5detik
A. Hasil Pemeriksaan USG (25 September 2021)
Janin T/H, FHB (+), FM (+)
BPD 9,87 cm ~ 30W4D
HC 34,9 cm ~ 30W5D
AC 35,88 cm ~ 30W3D
FL 7,71 cm ~ 30W3D
AUA: 39 W1D
EDD: 27/09/21
EFW: 3778 gram
Placenta fundus corpus anterior grade II, SDP 2,65 cm
B. Kardiotokografi (25 September 2021)
NST reaktif
E. DIAGNOSA AWAL
G2P1001 40 Minggu T/H, KPD
F. DIAGNOSIS AKHIR
P2002 PSPT B pp Hari 0
G. PENATALAKSANAAN
Paracetamol 500mg tiap 8 jam PO
Amoksisilin 500mg tiap 8 jam PO
Metilergometrin 0,125mg tiap 8 jam PO
34
Sulfas Ferosus 300 mg tiap 24 jam PO
35
Cor : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
36
BAB IV
PEMBAHASAN
37
Mulainya persalinan bisa dilihat pada gejala yang dialami dari terjadinya
perubahan pada saat usia gestasi yang sudah cukup. Tanda dan gejala persalinan
dapat ditandai pada serviks akan menjadi lembut serta adanya sekresi yang bertambah
hingga bisa bercampur dengan darah (bloody show), mendatar. Selain itu kontraksi
pada uterus juga akan semakin sering. Adapun gejala umum yang dapat muncul yaitu
kala pendahuluan yang ditandai dengan lightening atau dropping yaitu turunnya
kepala memasuki pintu atas panggul.1 Usia kehamilan pasien sudah 40 minggu yang
berarti kehamilannya sudah aterm. Kemudian juga sudah terjadi pembukaan serviks
yang lengkap, kemudian kontraksi uterus juga meningkat dimana pada pemeriksaan
fisik kontraksi uterus 4-5 kali/ 10 menit. Dari pemeriksaan leopold juga ditemukan
kepala bayi yang sudah masuk ke pintu atas panggul.
Tanda tanda pasti persalinan adalah timbulnya kontraksi uterus, penipisan
dan pembukaan serviks, lendir yang disertai darah yang keluar dari jalan lahir,
keluarnya cairan dengan jumlah yang banyak dari jalan lahir. 7 Dimana pada pasien
sudah terdapat his yang adekuat, pembukaan serviks lengkap dan penipisan 75%, dan
keluarnya cairan dari jalan lahir.
Proses persalinan yang normal terdiri dari 4 kala yaitu, kala I,II,III,dan IV. 15
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan, kala II disebut juga dengan kala
pengeluaran karena dalam tahapan ini, janin didorong keluar dengan kekuatan his
serta kekuatan mengedan. Kala III disebut dengan kala urie, yakni dimana plasenta
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Sedangkan kala IV berawal dari lahirnya
plasenta hingga 2 jam setelahnya.10 Berdasarkan pencatatan partograph pasien, kala
1 pada pasien berlangsung dari pukul 04.00 sampai 08.00, dimana pada pukul 08.00
sudah terjadi pembukaan lengkap. Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama,
kira- kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul
sehinggaTanda pasti kala II ditentukan dengan pemeriksaan dalam yaitu pembukaan
serviks telah lengkap dan terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina. Pada
pasien terjadi peningkaatan his apabila dilihat dari catatan partograf pasien, dimana
pada pukul 04.00 his pasien 3x/ 10 menit dengan durasi < 20 detik. Sementara pada
pukul 08.00 his pasien menjadi 5x/ 10 menit dengan durasi > 40 detik. Kala III
38
dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta, tanda lepasnya
plasent adalah perubahan bentuk dan tinggi fundus uterus, tali pusat memanjang,
yaitu tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva, semburan darah mendadak dan
singkat. Pada pasien lahir plasenta 15 menit setelah lahir bayi, lahir plasenta kesan
lengkap tidak ada nemaron dan kalsifikasi. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta
hingga 2 jam pasca persalinan. Pada kala ini ibu pasca melahirkan dipantau selama 1-
2 jam untuk melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau tidak. Pada saat ini
juga dilakukan pemantauan tanda vital untuk mengetahui keadaan umum ibu. 14,15
39
Manajemen aktif kala III meliputi pemberian oksitosin dengan segera, pengendalian
tarikan pada tali pusat, dan pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir.Pada pasien,
Ibu dipimpin mengedan saat puncak his dengan posisi ½ duduk, saat kepala
crowning, perineum teraba kaku dan tebal. Dilakukan infiltrasi subkutis lidokain 2%
pada regio perineum kemudian dilakukan episiotomy medlateral. Setelah bayi lahir,
15 menit kemudian lahir plasenta. Kala IV adalah pemantauan ibu dan jani selama
dua jam pasca persalinan. Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang
kritis bagi ibu dan bayi. Kala ini perlu untuk melihat apakah ada perdarahan
postpartum. Rata-rata dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc.
Bila perdarahan lebih dari 500 cc ini sudah dianggap abnormal, harus dicari
penyebabnya.
BAB V
KESIMPULAN
40
bulat kesan kepala, Leopold IV divergen. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan
DJJ 142 kali/menit, bising usus normal, HIS 4-5x/ 10 menit durasi 40-45 detik
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap dalam batas normal, pemeriksaan
USG janin T/H, FHB (+), FM(+), NST Reaktif. Pada pasien telah melahirkan bayi
secara pervaginam
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008.
Hal:296-314.
13. Saifuddin, AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009.
14. Adriaansz, G. Asuhan Persalinan Normal : Asuhan Esensial bagi Ibu Bersalin
dan Bayi Baru Lahir serta Penatalaksanaan Komplikasi segera
Pascapersalinan dan Nifas. Jakarta: JNPK-KR: Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik Kesehtan Reproduksi. 2017.
15. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2011. h. 140-5; 158; 177-9; 183-5;
213; 282-7. 14.
16. Rosyati, H. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. 2017.
17. Keman, K. Partograf. Pada: Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T.
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo, Edisi. 4. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. Hal: 315-333.
18. Sofian A. Rustam M. Fisiologi Persalinan. Pada: Sofian A. Rustam M.
Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2011. Hal:87-102.
43