Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN KASUS

GIIIP2-2 40-41 minggu/H/T + Letak Sungsang +


Postdate + Prolong Kala 1 Fase Aktif

Disusun oleh:
Hizb Hamzah Al Kahfi 21701101014
Resa Hardodianto P.P. 21701101015
Jualiana Ayu Nugraha 21701101016
Geyfa Yasqi Alfisyahr 21701101028
Yuanita Indra Pratiwi 21701101037
Salwa Audi Syahdana H. 21701101038

Dosen Pembimbing:
dr. Desak Ketut Ayu Aryani, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam kami junjungkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan
buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada
Laboratorium Ilmu Kebidanan dan Kandungan yang memberikan bimbingan
dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak sehingga penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari laporan kasus ini belum sempurna secara keseluruhan oleh
karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang
membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan
penyelesaian laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bangkalan, 21 Maret 2022

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................v
DAFTAR TABEL........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN............................................Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang............................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Tujuan..........................................................Error! Bookmark not defined.
1.3 Manfaat........................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II LAPORAN KASUS........................................Error! Bookmark not defined.
2.1 Anamnesis...................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Pemeriksaan Fisik.......................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Pemeriksaan Sistematis...............................Error! Bookmark not defined.
2.4 Diagnosa Banding.......................................Error! Bookmark not defined.
2.5 Diagnosis Kerja...........................................Error! Bookmark not defined.
2.6 Penatalaksanaan..........................................Error! Bookmark not defined.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................Error! Bookmark not defined.
3.1 Definisi........................................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Epidemiologi...............................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Etiologi........................................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Klasifikasi....................................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Patofisiologi................................................Error! Bookmark not defined.
3.6 Manisfestasi Klinis......................................Error! Bookmark not defined.
3.7 Diagnosis.....................................................Error! Bookmark not defined.
3.8 Diagnosa Banding.......................................Error! Bookmark not defined.
3.9 Tata Laksana...............................................Error! Bookmark not defined.
3.10 Komplikasi..................................................Error! Bookmark not defined.
3.11 Pencegahan..................................................Error! Bookmark not defined.
3.12 Prognosis.....................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV PEMBAHASAN...........................................Error! Bookmark not defined.
iv

4.1 Penegakan Diagnosis.........................................Error! Bookmark not defined.


4.2 Dasar Terapi.......................................................Error! Bookmark not defined.
BAB V KESIMPULAN...............................................Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan........................................................Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran...................................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA..................................................Error! Bookmark not defined.
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Patofisiologi diare.......................................Error! Bookmark not defined.


Gambar 2 Klasifikasi dan Tanda-tanda Dehidrasi.......Error! Bookmark not defined.
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaam Sifat Tinja Berdasarkan Etiologi..Error! Bookmark not defined.


Tabel 2 Antibiotik Diare..............................................Error! Bookmark not defined.
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan umumnya berlangsung selama 280 hari atau 36-40 minggu
dihitung dari haid pertama haid terakhir (HPHT), walaupun begitu akan lebih tepat
apabila kita menghitung umur janin dari saat konsepsi meski tidak berbeda jauh dari
ovulasi (selisih berapa jam). Ovulasi terjadi kurang lebih 2 minggu sebelum haid
yang akan datang, maka apabla dihitung dari saat ovulasi, lamanya kehamilan 38
minggu atau 266 hari1. Kehamilan post date merupakan suatu kehamilan yang
berlangsung melebihi 40 minggu ditambah satu atau lebih dari satu atau lebih hari
(setiap waktu yang melebihi tanggal perkiraan lahir), Kejadian kehamilan lewat
waktu sulit ditentukan karena hanya sebagian kecil pasien yang mengingat tanggal
menstruasi pertamannya dengan baik. Pada zaman dahulu orang beranggapan bahwa
kehamilan lewat waktu ini sangat baik bagi bayi karena bayi dalam kandungan sudah
dewasa dan dianggap akan menjadi anak yang cerdas, bayi yang kuat dan
pertumbuhannya cepat1. Persalinan post date merupakan salah satu penyebab faktor
penyebab dari angka kematian bayi di Indonesia pada usia 0-6 tahun sebesar 2,80%2.
Persalinan post date dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas dan
morbiditas perinatal termasuk ketuban yang mengandung mekonium, sindrom
aspirasi mekonium, oligohidramnion, makrosomia, cedera lahir janin atau gangguan
janin intrapartum. Angka morbiditas di wilayah Asia lebih rendah daripada wilayah
Ethiopia, yaitu 9,10%3.
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam
kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan
keluarga. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik, dan janin turun
ke jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar
melalui jalan lahir. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa persalinan adalah
ranagkaian peristiwa mulai dari kenceng-kenceng teratur sampai dikeluarkannya
produk konsepsi (janin, plasenta, ketuban dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia
2

luar melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan
sendiri4.
Mortalitas dan mordilitas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah
besar yang berkembang di Indonesia. Bedasarkan data Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI)
di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari
target RPJMN tahun 2014 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup dan target
MDG’s sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015. Angka Kematian Ibu
(AKI) pada tahun terjadi pada masa antenatal, intra natal dan post natal dari
keseluruhan persalinan 64% tidak mengalami komplikasi, persalinan lama 31%,
perdarahan 7%, infeksi 5%. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) dalam satu bulan
setelah dilahirkan 39% karena komplikasi, termasuk persalinan lama 30%,
perdarahan 12% dan infeksi 10%4.
Penyebab kematian ibu 90% disebabkan oleh pendarahan, toksemia
gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak
terjadi pada masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah, Sedangkan 10%
disebabkan oleh komplikasi persalinan lain. Seperti yang telah diuraikan diatas salah
satu dari penyebab kematian ibu adalah partus lama atau partus kasep dan sering
disebut dengan partus sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan
dikarenakan adanya disproporsi antara presentasi antara bagian presentasi janin dan
jalan lahir. Dari data diatas diketahui bahwa tingginya AKI disebabkan oleh
persalinan lama. Partus lama merupakan lamanya masa pengeluaran hasil konsepsi
dengan berbagai faktor yang melatarbelakangi yang dapat terjadi pada fase laten dan
fase aktif. Pada primigravida berlangsung lebih dari 24 jam, sedangkan multigravida
berlangsung lebih dari 18 jam4.
Letak sungsang berpengaruh pada kemajuan persalinan. Letak sungsang
(presentasi bokong) didefinisikan bila janin dalam posisi membujur dengan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri sedangkan kepala di bagian di fundus uteri.
Insidens antara 3-4% dari seluruh proses persalinan dari seluruh dunia 5,6. Beberapa
peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan letak sungsang
3

sebanyak 4-4,5%6. Persentase persalinan sungsang menurun sesuai dengan usia


kehamilan dari 22-25% pada usia 28 minggu menjadi 7-15% pada usia 32 minggu
dan 3-4% pada kehamilan aterm5.
Faktor predisposisi terjadinya presentasi bokong, yaitu Prematuritas, kelainan
bentuk uterus, mioma uteri, polihidramnion, anomali janin dan kehamilan kembar
(gemelli). Kematian perinatal meningkat 2-4 kali pada persalinan sungsang tidak
tergantung dari cara persalinan pervaginam maupun seksio sesarea. Kematian
paling sering terjadi berhubungan dengan malformasi, prematuritas dan kematian
intra uterine5.
Beberapa peneliti pertolongan persalinan sungsang bahwa operasi seksio
sesarea merupakan cara terbaik untuk melahirkan sungsang sedangkan pendapat lain
percaya bahwa melahirkan pervaginam masih menjadi pilihan pertama yang
dilakukan. Dari beberapa penelitian melaporkan bahwa kematian perinatal pada
persalinan sungsang secara pervaginam lebih tinggi dibanding persalinan melalui
operasi bedah Sesar, namun pada penelitian lain melaporkan bahwa pemilihan operasi
seksio sesarea pada letak sungsang tidak selalu menjamin bahwa bayi yang dilahirkan
akan selalu baik sedangkan di sisi lain risiko dan komplikasi operasi bedah sesar
teradap ibu lebih tinggi dibanding persalinan pervaginam5.
Laporan kasus ini dibuat untuk mengetahui faktor resiko, penatalaksanaan dan
komplikasi dari kehamilan post date, letak sungsang dan memanjang kala 1 fase aktif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penegakan diagnosis kehamilan post date, letak sungsang dan
memanjang kala 1 fase aktif?
2. Bagaimana tatalaksana serta komplikasi kehamilan post date, letak sungsang
dan memanjang kala 1 fase aktif?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penegakan diagnosis kehamilan post date, letak sungsang dan
memanjang kala 1 fase aktif.
2. Mengetahui tatalaksana serta komplikasi kehamilan post date, letak sungsang
dan memanjang kala 1 fase aktif.
4

1.4 Manfaat
Laporan kasus ini dibuat agar klinisi dapat menegakkan diagnosis dan
memberikan terapi secara paripurna terkait dengan kasus kehamilan post date, letak
sungsang dan memanjang kala 1 fase aktif dengan mengetahui definisi, gejala yang
ditimbulkan, alur penegakan diagnosis dari kehamilan post date, letak sungsang dan
memanjang kala 1 fase aktif serta mengetahui tatalaksananya.
5

BAB II
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. D
Umur : 36 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1 Ekonomi


Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Suku : Madura
Alamat : Dsn. Ma’adan, bator-klamping
Tanggal MRS : 18 Maret 2022 Pukul. 22.55 WIB
No. RM : 251XXX
Identitas Suami
Nama : Tn. I
Umur : 38
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Suku : Madura
Alamat : Dsn. Ma’adan, bator-klamping
1.2 Anamnesis
Keluhan utama : Kenceng-kenceng
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan kiriman dari bidan suarsih ningsih (klempis) dengan GIII
P2-2 UK 40/41 minggu T/H + letak sungsang + post date. Pasien mengeluh
keluar lendir berwarna putih dari jalan lahir, tidak merembes dan kenceng-
kenceng sejak jam 21.00 dengan keadaan umum baik.
6

Riwayat Kehamilan Ini :


- Hamil : sakit kepala (-), mual (+), muntah (-), perdarahan (-), kejang
(-) tidak nafsu makan (+)
- Pijat : (+) rutin tiap bulan saat usia kehamilan > 6 bulan
- ANC : kontrol kehamilan ke bidan 1x/bulan
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Hipertensi : (-)
- Diabetes Mellitus : (-)
- Asma : (-)
- Alergi : (-)
- Riwayat SC : (-)
- Riwayat KPP : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Hipertensi : (-)
- Diabetes Mellitus : (+)
- Asma : (-)
- Alergi : (-)
Riwayat Menstruasi :
Menarche : 12 tahun
Siklus : tidak teratur, kadang 2-3 bulan sekali
Lama : 3 hari
Jumlah darah : sedikit
Dismenorhea : (-)
HPHT : 07 – 06 – 2021
UK 37 mgg
Taksiran Persalinan : 14 – 03 – 2022
Riwayat Perkawinan :
Menikah : 1 kali, saat usia 25 thn
Lama menikah: 12 tahun
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
7

1. 9 bln/spt B/bidan/laki-laki/3800 gr/11thn


2. 9 bln/spt B/bidan/laki-laki/4200 gr/6 thn
3. Hamil saat ini
Riwayat KB :
(+) suntik 1x/bulan
1.3 Pemeriksaan Umum
Berat Badan sebelum hamil : 69 kg
Tinggi badan : 155 cm
BMI 32,46 (Obesity)
Berat badan hamil : 78 kg
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,0 °C
RR : 20 x/menit
Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
1. Kulit : gatal (-), luka (-), bekas luka (-), petekie (-), ekimosis (-), lebam (-),
warna kulit sawo matang.
2. Kepala
₋ Wajah : simetris
₋ Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), visus (tidak dapat
dievaluasi), posisi mata (orthophoria), pergerakan mata (ke segala arah),
odem palpebra (-/-).
₋ Hidung : deformitas (-), epistaxis (-)
₋ Mulut : stomatitis (-), hiperemi faring (-), pembesaran tonsil (-)
₋ Lidah : kotor (-), mukosa kering (-)
3. Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), keterbatasan gerak (-), JVP normal, kaku kuduk (-)
4. Thoraks
8

Cardio
₋ Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
₋ Palpasi : ictus cordis kuat angkat
₋ Perkusi :
Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV parasternalis dextra
₋ Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
₋ Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada simetris, retraksi
(-/-)
₋ Palpasi : fremitus taktil kiri sama dengan kanan
₋ Perkusi : sonor/sonor
₋ Auskultasi
Suara dasar : Vesikuler (+/+)
Suara tambahan : Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
Abdomen
₋ Inspeksi : gambaran pembuluh darah collateral (-), tumor (-),
strie livide (-), strie albican (-), linea alba (-), linea nigra (+), bekas
operasi (+)
₋ Auskultasi : Bising usus normal
₋ Palpasi : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan
(+), skala nyeri 3-4, teraba massa abnormal (-).
₋ Perkusi : timpani
5. Ekstremitas : akral hangat (+/+) superior dan inferior, edema (-/-)
9

b. Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Dilakukan pada tanggal 19 Maret 2022 jam 00.05 WIB
Inspeksi : Perut membesar arah membujur
Palpasi :
- Leopold I : Bagian teratas teraba keras. TFU 3 jari di bawah prosesus
xiphoideus. TFU 35 cm.
- Leopold II : Teraba punggung janin
- Leopold III : Bagian terbawah dari janin teraba lunak
- Leopold IV : floating/belum masuk PAP

Auskultasi : Denyut jantung janin 134x/menit.


His : (+)
Taksiran berat Janin berdasarkan rumus Johnson :
Taksiran berat janin (TBJ) = [35 – 11] x 155=3.720 g
Pemeriksaan dalam
Dilakukan pada tanggal 19 Maret 2021 jam 00.05 WIB
Ø 7 cm / 75 % / ketuban (+) /kaki/1
Ukuran panggul dalam batas normal
1.4 Pemeriksaan Penunjang
DL : tidak ada data
Dilakukan swab antigen : negatif
Pemeriksaan NST (Non Stress Test)
HbsAg : Tidak ada data

1.5 Diagnosa Kerja


GIII P20002 40/41 minggu T/H + Letak sungsang + Post Date + prolong kala I
fase aktif

1.6 Penatalaksanaan
a. Terapi : SC
10

b. Terapi pasca SC :
 Tirah baring
 Infus RL
 Injeksi ketorolac 3x1 amp
 Paracetamol 3x1000 mg
 Cefadroxyl 2x500 mg
 Sulfas Ferosus 2x1 tab
c. Monitoring
Observasi Keluhan, Vital sign
1.7 Observasi
18-03-2022, Pukul 22.55 WIB, IGD
S O A P
Kenceng- KU : cukup GIII P2-2 40/41  Obs. CHPB 2
STU: CM, GCS 456 jam
kenceng (+) minggu T/H +
VS:
Keluar lender  TD : 134/71 mmHg Letak sungsang
dari jalan lahir  Nadi : 80 x/menit + PD + inpartu
 RR : 20 x/menit
 S : 36,0 oC kala I fase aktif

19-03-2022, Pukul 00.05 WIB


S O A P
Kenceng- KU: cukup GIII P2-2 40/41  Obs. CHPB 2
kenceng (+) STU: CM, GCS 456 jam
minggu T/H +
VS:
 TD : 123/79 mmHg Letak sungsang
 Nadi : 84 x/menit + PD + inpartu
 RR : 20 x/menit
 S : 36,0 oC kala I fase aktif
11

STO: His (+)


DJJ: 134x/menit
VT Ø 7 cm / 75%/Ket
(+) / kaki / HI
19-03-2022, Pukul 02.00 WIB
S O A P
Kenceng- KU : cukup GIII P2-2 40/41  Lapor dr.
kenceng (+) STU : CM, GCS 456 Desak, Sp.OG
minggu T/H +
STO : His (+)  Pro SC
DJJ : 133x/menit Letak sungsang
VT Ø7 cm / 75% / + PD + inpartu
Ket(+) /kaki/ /HI
kala I fase aktif

19-03-2022, Pukul 03.42 WIB


Lahir bayi SC/L/4080 g/46 cm/AS 7-8

Plasenta lahir lengkap


Kala IV Pukul 05.42 WIB
TD: 110/70 mm/Hg, N: 80x/menit, RR : 20x/menit, tinggi fundus uteri 3 jari di
bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik, perdarahan kala III + IV : ±50 cc
Pasien diantar ke nifas
19-03-2022, Pukul 08.00 WIB, LT 3
S O A P
Post SC Hari ke- KU : cukup P3003 post SC  Infus RL
1 STU : CM, GCS 456 (PD)  Inj. Ketorolac
VS: 30 mg
 Pasien  TD : 110/70 mmHg  P.O
mengeluh  Nadi : 80 x/menit paracetamol
nyeri pada  RR : 20 x/menit 1000mg
luka op  S : 36,0 oC
dengan skala
nyeri 3-4

19-03-2022, Pukul 12.00 WIB, LT 3


S O A P
 Pasien KU : cukup P3003 post SC  Infus RL
mengeluh STU : CM, GCS 456 (PD)
nyeri pada VS:
luka op  TD : 110/70 mmHg
dengan skala  Nadi : 80 x/menit
12

nyeri 3-4  RR : 20 x/menit


 S : 36,0 oC
20-03-2022, Pukul 12.00 WIB, LT 3
S O A P
 Pasien KU : cukup P3003 post SC  Asam
mengeluh STU : CM, GCS 456 (PD) mefenamat
nyeri pada VS: 3x500 mg tab
luka op  TD : 110/70 mmHg  Cefadroxyl
 Nadi : 80 x/menit 2x500 mg tab
 RR : 20 x/menit  Sulfas
S : 36,0 oC ferosus 2x1
tab

1.8 Resume
Ny. D, 36 th dikirim dari bidan suarsih ningsih (klempis) ke IGD
RSUD Syamrabu pada tanggal 18 Maret 2022 dengan keluhan kenceng-
kenceng dan didapatkan fluor abus keluar dari jalan lahir pada jam 21.00
WIB. Fluor abus berwarna putih dan tidak merembes. Keadaan umum
baik.
Status generalisata ketika pasien datang, kesadaran compos mentis
dengan GCS 456, TTV pasien TD: 134/71, N: 80x/m, RR:20x/m, dan S:
36,0 C. Pada pemeriksaan obstetrik, dijumpai abdomen membesar dengan
0

ukuran TFU 35 cm, letak sungsang, pembukaan 7, penipisan 75%,


ketuban (+), hodge 1, his (+), DJJ: 134x/menit. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik diagnosis kasus ini yaitu GIIIP2-2 40/41 mgg T/H +
letak sungsang + PD + prolong kala 1 fase aktif.
13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kehamilan Postdate/Postterm

Kehamilan postdate adalah kehamilan lewat bulan/kehamilan melebihi Taksiran


Tanggal Persalin (TTP) yaitu dengan usia kehamilan ≥ 40 minggu. Definisi
Internasional dari kehamilan memanjang/lebih bulan oleh American College of
Obstectricians and Gynecologists tahun 2004 adalah kehamilan posterm atau
kehamilan serotinus, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post
datisme atau pascamaturitas, yaitu kehamilan lewat waktu lebih dari 42 minggu
(294 hari). Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38 sampai 42
minggu dan ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal.
Istilah lebih bulan, memanjang, lewat waktu (postdate) dan postmatur sering
dipakai bergantian secara bebas untuk mendeskripsikan kehamilan yang telah
melebihi durasi yang dianggap diatas batas normal.
Dalam menentukan taksiran persalinan, harus menentukan terlebih dahulu hari
pertama haid terakhir (HPHT) ibu. Taksiran persalinan dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus Naegele yaitu, (tanggal +7 / bulan -3 / tahun +1) untuk HPHT
antara bulan April - Desember dan (tanggal +7 / bulan +9 / tahun tetap) untuk
HPHT bulan Januari, Februari dan Maret.
3.1 Epidemiologi Kehamilan Postdate/Postterm
Angka kejadian postterm pada beberapa peneliti sangat bervariasi antara 5,2 %
sampai 15,50 % dari kehamilan. Perbedaan angka kejadian tergantung dari tidak
jelasnya HPHT dan teratur atau tidaknya siklus haid dan parameter lain yang
digunakan untuk menentukan umur kehamilan. Menurut Eastmen, jika dipakai batas
14

umur kehamilan 43 minggu angka kejadian postterm hanya 4% saja, sedangkan jika
dipakai batas umur kehamilan 42 minggu maka angka kejadian postterm sebesar
12%. Tapi mengingat resiko yang dihadapi janin dan ibu, maka batasan umur
kehamilan yang digunakan adalah 42 minggu atau lebih. Untuk itu penderita perlu
dirawat karena termasuk kehamilan resiko tinggi.
Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian postterm dari 7,5%
berdasarkan HPHT turun menjadi 2,6%. Berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi
secara dini (pada umur kehamilan 12-18 minggu) dan HPHT turun menjadi 1,1%.
3.2 Etiologi Kehamilan Postdate
Penyebab pasti kehamilan postdate sampai saat ini belum diketahui. Beberapa
teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan
postdate sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori
menyebutkan penyebab posterm adalah: 
3.2.1 Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular
pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin.
Sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postdate adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
3.2.2 Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai
salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3.2.3 Teori Kortisol / ACTH Janin
Dalam teori ini disebutkan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan meningkatkan sekresi estrogen, selanjutnya
15

berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin, pada cacat bawaan


janin, seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar
hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan
baik, sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

Gambar 3.1 Hubungan ACTH janin dengan proses persalinan

3.2.4 Saraf Uterus


Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek, dan bagian bawah
masih tinggi diduga menjadi penyebab terjadinya kehamilan postterm.
16

Gambar 3.2 Pleksus Frankenhauser


3.2.5 Herediter 
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan
pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti yang dikutip Cunningham,
menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami kehamilan posterm saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan
mengalami kehamilan postterm.
3.3 Faktor Resiko Kehamilan Postdate
Faktor risiko yang diketahui untuk kehamilan postterm adalah ibu dengan
kehamilan postterm sebelumnya, dan apabila ibu melahirkan anak perempuan
maka anak perempuannya tersebut memiliki resiko dua hingga tiga kali lipat
untuk mengalami kehamilan postterm. Nulliparitas dan ibu dengan indeks masa
tubuh ≥25 Kg/m2 sebelum kehamilan juga mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap kehamilan postterm.
3.4 Patofisiologi Kehamilan Postterm
Kehamilan lewat waktu yang disebabkan karena faktor hormonal,
kurangnya produksi oksitosin akan menghambat kontraksi otot uterus secara
alami dan adekuat, sehingga mengurangi respons servik untuk menipis dan
membuka. Akibatnya kehamilan bertahan lebih lama dan tidak ada
kecenderungan untuk persalinan pervaginam.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan
17

dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta


berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan
nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya spasme arteri spiralis
menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Sirkulasi darah yang semakin berkurang menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut
dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi
persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang
dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal jantung janin.
3.5 Permasalahan Kehamilan Postdate
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm,
terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum)
berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh postterm antara lain
sebagai berikut:
3.5.1 Pengaruh pada Janin
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan terjadinya gawat
janin dengan resiko 3 kali. Akibat dari penuaan dari plasenta, pemasokan
makanan dan oksigen akan menurun disamping adanya spasme arteri spiralis.
Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang 50% menjadi hanya 250 ml/menit.
Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai
berikut:
a. Berat janin
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi
penurunan berta janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah kehamilan
36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya
penurunan sesudah 42 minggu. Namun, seringkali plasenta masih dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat janin dapat bertambah terus sesuai dengan
bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat
18

janin lebih dari 3.600gram sebesar 44,5% pada kehamilan postterm, sedangkan
pada kehamilan genap bulan sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi dengan berat
lebih dari 4.000gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar
dari kehamilan term.
Sindroma postmaturitas
Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti
gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya
lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras,
hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha
dan genital luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali
pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala banyak atau tebal. Tetapi,
tidak seluruh neonantus menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi
plasenta. Umumnya didapat sekisar 12-20% neonatus dengan tanda
postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta
yang terjadi tanda postmaturitas dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi
berupa kuit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
Stadium II : gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada
kulit.
 Stadium III: disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali
pusat.
Gawat janin atau kematian perinatal 
Menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih,
sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh:
Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,
fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene sampai kematian bayi.
Insufisiensi plasenta yang berakibat:
Pertumbuhan janin terhambat
Oligohidromnion, terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang
kental, perubahan abnormal jantung janin
19

Hipoksia janin
Keluarnya mekonium yang berakibat terjadi aspirasi mekonium pada janin
Cacat bawaan, terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus.
Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pascanatal. Komplikasi yang dapat
dialami oleh bayi baru lahir ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia, polisitemia,
dan kelainan neurologik. 

3.5.2 Pengaruh pada Ibu


a. Morbiditas atau mortalitas ibu, dapat meningkat sebagai akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang
menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus
lama, meningkatkan tindakan obstertrik dan persalinan traumatis atau
perdarahan postpartum akibat bayi besar.
b. Aspek emosi, ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus
berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman
akan menambah frustasi ibu.
3.6 Diagnosis Kehamilan Postterm
Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan
kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak
dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam menentukan
diagnosis kehamilan postterm disamping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula
hasil pemeriksaan antenatal.
3.6.1 Riwayat Haid
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan, jika hari
pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang
dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria berikut ini:
- Pasien harus yakin betul dengan HPHT nya
20

- Siklus 28 hari dan teratur


- Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir. 1
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus
Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seorang pasien yang ditetapkan sebagai
kehamilan postterm kemungkinan adalah sebagai berikut:
- Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir
atau akibat menstruasi abnormal
- Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi
kelambatan ovulasi
- Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan
kehamilan memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini
sekitar 20-30% dari seluruh pasien yang diduga kehamilan
postterm).
3.6.2 Riwayat Pemeriksaan Antenatal
a. Tes kehamilan
Tes kehamilan bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah
terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah
berlangsung 6 minggu.
b. Gerak janin (quickening)
Pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. pada
primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada
multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan
adalah gerak janin ditambah 22 minggu pada primigravida dan ditambah 24
minggu pada multigravida.
c. Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur kehamilan 18-
20 minggu, sedangkan dengan doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-
12 minggu. 
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3
atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan berikut: 
21

- Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif


- Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
- Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
- Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec.
3.6.3 Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter
dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari
20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

Gambar 3.3 Perkiraan usia kehamilan berdasarkan parameter tertentu


(umbilikus, prosesus xyphoideus, dan tepi atas simfisis pubis)

3.6.4 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Ketepatan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada
trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai
20%. Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama,
hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang
22

kepala-tungging (crown-rump lenght/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4


hari dari taksiran persalinan.
Pada umur kehamilan sekitar 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal dan
panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan. Selain
CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan
USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala, dan beberapa rumus
yang merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut
diatas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat dipakai untuk
menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta yang sering
berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk memastikan usia kehamilan.
Diagnosis:
 USG di trisemester pertama (usia kehamilan antara 11-14 minggu),
hampir dapat memastikan usia kehamilan.
 Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 5 hari berdasarkan
perhitungan HPHT dan USG, trisemester pertama, waktu taksiran
kelahiran harus disesuaikan berdasarkan hasil USG.
 Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 10 hari berdasarkan
perhitungan HPHT dan USG, trisemester kedua, waktu taksiran kelahiran
harus disesuaikan berdasarkan hasil USG.
 Ketika terdapat hasil USG trisemester pertama dan kedua, usia kehamilan
ditentukan berdasarkan hasil USG yang paling awal.
 Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk menentukan hari
pertama haid terakhir (HPHT), waktu DJJ pertama terdeteksi, dan waktu
gerakan janin pertama dirasakan. 
3.6.5 Pemeriksaan Radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis
femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia
proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada
kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam
23

pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik yang kirang
baik terhadap janin. 

Tabel 3.1 Umur kehamilan menurut terlihatnya inti penulangan


Inti Penulangan Umur Kehamilan (Minggu)
Kalkaneus 24-26
Talus 26-28
Tibia Proksimal 36
Kuboid 38
Humerus 38-40
Proksimal
Korpus Kapitatum ≥ 40
Korpus Hamitatum ≥ 40
Kunieiformis ke-3 ≥ 40
Femur Proksimal ≥ 40

3.6.6 Pemeriksaan Laboratorium


a. Kadar lesitin/spingomielin
Bila kadar lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur
kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu,
pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai
untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan
apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan dengan mencegah
kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
a. Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan.
Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila
24

didapat ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung


lewat waktu.
a. Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat dilihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila
jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka umur kehamilan
diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih, maka umur kehamilan 39
minggu atau lebih.
a. Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai
sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk
menentukan usia gestasi.

Tabel 3.2 Sitologi hormonal kehamilan mendekati genap bulan, genap bulan
dan postterm
Sitologi Mendekati Genap Genap Lewat
Bulan Bulan Bulan
Kelompok dan Lipatan ++ +/0 0
Sel
Sel Navikular +++ +/0 0
Penyebaran Sel + ++/+++ +++
Tersendiri
Sel Superficial Tersendiri 0 ++ +++
Sel Intermediate + ++ +/0
Tersendiri
Sel Basal Eksterna 0 0 ++
Tersendiri
Indeks Piknotik <10% 15-20% >20%
Indeks Eosinofil 1% 2-15% 10-20%
Sel radang + + ++
25

3.7 Pengelolaan Kehamilan Postterm 


Kehamilan postterm merupakan masalah yang banyak dijumpai dan
pengelolaannya masih banyak perbedaan pendapat. Pada setiap kehamilan postterm
dengan komplikasi spesifik seperti diabetes melitus, kelainan faktor rhesus atau
isoimunisasi, preeklamsia/eklamsia, dan hipertensi kronis yang meningkatkan resiko
terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan berlangsung lewat bulan. Demikian juga
pada kehamilan dengan faktor resiko primitua, riwayat obstetrik yang jelek.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan
kehamilan postterm. Beberapa perbedaan dalam pengelolaan pada kehamilan
postterm antara lain:
 Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan dilakukan
induksi setelah ditegakkan diagnosis postterm atau dilakukan pengelolaan secara
ekspektatif / menunggu.
 Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu.
Pengelolaan aktif yaitu, dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 minggu atau 42 minggu untuk memperkecil resiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif / menunggu didasarkan pada pandangan bahwa persalinan
anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai resiko cukup
besar terutama resiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan
pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik atau
biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau muncul indikasi
untuk mengakhiri kehamilan.
Pengelolaan kehamilan lewat waktu dimulai dari umur kehamilan 41 minggu.
3.7.1 Pengelolaan Persalinan
a. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung
dari derajat kematangan serviks.
 Bila serviks matang (Bishop skor ≥ 5) 
 Bila serviks belum matang (Bishop skor < 5), perlu dinilai keadaan janin lebih
lanjut apabila kehamilan tidak akan diakhiri.
26

 Pemeriksaan profil biofisik.


Bila profil biofisik 0-2 atau ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada
kantong terbesar atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi
variabel pada (NST), maka dilakukan induksi persalinan dengan
pemantauan KTG kontinyu.
 Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, uji dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, janin perlu
dilahirkan, sedangkan bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung
dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
 Keadaan serviks (Skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien,
dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
 Semua pasien harus diakhiri kehamilannya bila telah mencapai 308 hari (44
minggu) tanpa melihat keadaan serviks.
a. Pasien kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti diabetes mellitus,
preeklamsi/eklamsi, riwayat obstetrik jelek, kehamilannya harus diakhiri tanpa
memandang kematangan serviks. Kehamilan 42 minggu upayakan terminasi
3.7.2 Induksi Persalinan
Induksi persalinan merupakan berbagai macam tindakan untuk menimbulkan
dimulainya persalinan atau merangsang timbulnya his pada ibu hamil yang belum
inpartu.
Induksi persalinan merupakan salah satu teknik yang sering digunakan pada
pengelolaan persalinan. Di amerika 16% persalinan pada tahun 1997 dilakukan
dengan induksi persalinan dengan berbagai indikasi. Bahkan pada akhir-akhir ini
terjadi penurunan agka bedah caesar dan angka induksi persalinan meningkat.
Coonrod et al. dalam studi retrospektifnya menemukan angka induksi
persalinan sebesar 20,3%. Bahkan angka induksi persalinan pada bekas bedah
Caesar mencapai 38,4% dan induksi persalinan dapat dilakukan pada umur
kehamilan 37-42 minggu. Untuk keberhasilan induksi persalinan, umumnya
dilakukan pemeriksaan kematangan serviks dengan skor menurut Bishop.
27

Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik operatif/tindakan


maupun dengan menggunakan obat-obatan/medisinal. Untuk menentukan cara
induksi persalinan yang dipilih beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, perlu
dipertimbangkan yaitu: paritas, kondisi serviks, keadaan kulit ketuban dan adanya
parut uterus.

Tabel 3.3 Sistem skoring menurut Bishop


Kriteria 0 1 2 3
Dilatasi Serviks (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran Seviks (%) 0-30 40-50 60-70 80
Penurunan Kepala dari HIII -3 -2 -1-(0) +1-(+2)
(cm)
Konsistensi Serviks Keras Lunak Sedang
Posisi Serviks Posterior Media Anterior
l

Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu: Melepas kulit ketuban dari


bagian bawah rahim, Amniotomi, rangsangan pada puting susu, stimulasi listrik,
pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan hubungan seksual. Induksi
persalinan secara medisinal, yaitu: tetes oksitosin, pemakaian prostaglandin, cairan
hipertonik intrauterin/extra-amniotic normal saline.
Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam-macam indikasi, dapat
karena indikasi dari ibu maupun dari janin.
Indikasi Ibu:
 Kehamilan dengan hipertensi
 Kehamilan dengan diabetes melitus
 Perdarahan antepartum tanpa kontraindikasi persalinan pervaginam
Indikasi Janin:
 Kehamilan lewat bulan
 Ketuban pecah dini
28

 Kematian janin dalam rahim


 Pertumbuhan janin terhambat
 Isoimunisasi-Rhesus
 Kelainan kongenital mayor 
Kontraindikasi:
Pada keadaan ini induksi persalinan tidak dapat dilakukan, atau jika terpaksa
diperlukan pengamatan yang sangat berhati-hati pada malposisi dan malpresentasi
janin, insufisiensi plasenta, makrosomia, disproporsi sefalopelvik/CPD, cacat rahim
yaitu riwayat SC, miomektomi, grandemultipara, gemeli, distensi rahim berlebihan
misalnya pada polihidramnion, plasenta previa.

Medikamentosa
1. Misoprostol – Prostaglandin E2 Analog 
 Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos, termasuk otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik terhadap otot rahim adalah prostaglandin E2
(pematangan servik) dan prostaglandin F2 alpha (kontraksi uterus).
 Diberikan jika pematangan servik <5.
 Sediaan misoprostol adalah 100 mcg dan 200 mcg, sehingga misoprostol
dibelah menjadi beberapa bagian. Dapat diberikan PO, sublingual, perektal, dan
pervaginam. Untuk pervaginam induksi diberikan dosis 25-50 mcg.
 Jika terdapat ketuban pecah prematur, misoprostol dapat diberikan peroral.
 Pemberian misoprostol diulang dan dievaluasi setiap 6 jam hingga pematangan
servik ≥ 5.
 Jika dalam 12 jam sejak pemberian misoprostol terakhir tidak didapatkan
kemajuan persalinan, lanjutkan dengan drip oksitosin atau istirahat 1 x 24 jam
kemudian lanjutkan pemberian misoprostol seri ke-2.
 Induksi misoprostol gagal jika dalam 24 jam (4-5 kali pemberian) tidak
mendapatkan pematangan servik ≥ 5.
 Efek samping: mual, muntah, dan diare.
2. Infus Oksitosin
29

 Syarat pemberian: aterm, tidak ada CPD, presentasi kepala, servik sudah
matang (portio teraba lunak, mulai mendatar dan mulai membuka), ≥ 5.
 Sediaan: 10 IU/ml (ampul)
 Dosis induksi: 5 IU/500 mL Dextrose 5%. Diberikan mulai 8 tpm, dinaikkan 4
tpm setiap 15 menit hingga didapatkan kontraksi adekuat (3-5 x/menit dengan
durasi 40-60 detik). Maksimal 40 tpm.
 Drip oksitosin diberikan sampai persalinan selesai.
 Jika 1 kolf belum memberikan kemajuan persalinan, dapat diberikan 1 kolf lagi.
 Induksi oksitosin drip gagal, jika tidak ada kemajuan persalinan setelah 2 kolf
oksitosin atau terdapat gawat janin, tetani uteri dan tanda ruptur uteri.
 Jika timbul komplikasi, maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan
kehamilan segera diselesaikan dengan SC.
 Penyulit: tetania uteri, ruptur uteri imminen dan ruptur uteri, gawat janin.

3. Mekanik 
a. Amniotomi
 Hanya boleh dilakukan pada fase aktif, karena komplikasi infeksi atau
prolaps/kompresi tali pusat.
 Mekanisme: mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi
rahim lebih kuat untuk membuka serviks, amniotomi menyebabkan kepala
dapat langsung menekan dinding serviks dimana terdapat banyak syaraf yang
merangsang kontraksi rahim.
 DJJ pre dan post amniotomi
 Bila dalam 6 jam tidak ada tanda inpartu, maka harus diikuti cara lain untuk
merangsang persalinan, seperti infus oksitosin.
a. Membran stripping 
 Melepaskan atau memisahkan selaput amnion dari segmen bawah rahim
30

 Memasukkan jari tengah / telunjuk melalui os serviks mengelilingi permukaan


interna serviks, lalu bergerak memutar menyapu.
 Efek samping: perdarahan vagina, perasaan tidak nyaman.
Non Medikamentosa 
a. Hubungan seksual
 Semen mengandung prostaglandin, sehingga dapat merangsang kontraksi
rahim.
 Hanya dilakukan ketika ketuban utuh.
b. Rangsangan puting susu
 Dapat mempengaruhi hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosin
sehingga terjadi kontraksi rahim.
 Tidak dianjurkan pada kedua payudara karena ditakutkan terjadinya
rangsangan berlebihan.
3.8 Komplikasi Kehamilan Postterm
 Sindroma aspirasi mekoneal
 Gawat janin
 Makrosomia
 Oligohidramnion
 Kematian perinatal
3.9 Prognosis Kehamilan Postterm
Mortalitas perinatal meningkat setelah usia 42 minggu. Kehamilan postterm
berkaitan dengan kondisi yang disebut dengan pascamaturitas, namun tidak pada
semua kasus. Makrosomia yaitu berat lahir bayi >4000gram juga terjadi pada 10%
kehamilan lebih bulan, dengan 1% bayi memiliki berat 4500gram atau lebih sehingga
mempengaruhi prognosis kehamilan dengan menyebabkan disproporsi sefalopelvik
atau distosia bahu. Distress janin dan sindrom aspirasi mekonium cenderung
mempersulit prognosis kehamilan postterm.

3.10 Definisi Persalinan Sungsang


31

Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang membujur


dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana bokong atau kaki
akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan lainnya. Terdapat tiga tipe
letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi; Complete
breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi; Footling (10-
30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki.

3.11 Insiden
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang pada usia
kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32 minggu 7% dan,
1-3% pada kehamilan aterm.

3.12 Etiologi
Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang
diantaranya adalah:
1. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban masih
banyak dan kepala anak relatif besar
2. Hidramnion karena anak mudah bergerak
3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
4. Panggul sempit
5. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang
sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain umur
kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan multiparitas, multi
fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan tumor pelvis. Plasenta
yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang,
karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus. Fianu dan Vaclavinkova
(1978) menemukan prevalensi lebih tinggi pada implantasi plasenta di daerah
32

komual-fundal pada letak lintang (7%) dari presentasi vertex (5%) dengan sonografi.
Frekuensi terjadinya letak sungsang juga meningkat dengan adanya plesenta previa,
tetapi hanya sejumlah kecil letak sungsang yang berhubungan dengan plasenta previa.
Tidak ada hubungan yang kuat antara letak sungsang dengan pelvis yang menyempit
(panggul sempit).

3.13 Faktor Risiko


Faktor risiko dari presentasi bokong7,8:
1) Prematuritas
Karena air ketuban masih banyak dan kepala anak mudah bergerak.
2) Plasenta previa
Letak plasenta yang berada di bawah menghalangi turunya kepala
kedalam pintu atas panggul.
3) Multiparitas
Frekuensi presentasi bokong lebih banyak pada multipara dibandingkan
primigravida. Angka paritas yang tinggi biasanya disertai dengan relaksasi uterus.
4) Kehamilan kembar
Kehamilan kembar membatasi ruang yang tersedia untuk perputaran janin
sehingga dapat menyebabkan salah satu janin atau lebih memiliki presentasi
bokong.
5) Kelainan bentuk kepala
Seperti hidrosefalus, anensefalus karena kepala kurang sesuai dengan
bentuk pintu atas panggul.
6) Polihidramnion, Oligohidramnion
Cairan amnion yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menyebabkan
presentasi bokong.
7) Abnormalitas struktur uterus
Bentuk uterus yang abnormal dan distorsi rongga uterus oleh septum atau
jaringan fibroid dapat menyebabkan presentasi bokong.
33

3.14 Klasifikasi Presentasi Bokong


Berdasarkan bagian terbawah janin presentasi bokong dapat dibagi menjadi:
1) Bokong murni (frank breech)
Kedua kaki terangkat keatas sehingga pada pemeriksaan dalam hanya
teraba bokong9.
2) Bokong kaki sempurna (complete breech)
Disamping bokong dapat di raba kedua kaki10.
3) Bokong kaki tidak sempurna (Incomplet Breech)
Salah satu atau kedua pinggul tidak difleksikan dan satu atau kedua kaki
atau lutut berada dibawah bokong11.
4) Flooting breech
Satu atau kedua kaki menjadi bagian presentasi karena baik pinggul atau
lutut tidak sepenuhnya fleksi. Bedanya dengan Complete Breech kaki lebih
rendah dari bokong8.

3.15 Patofisiologi pada presentasi bokong


Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan
dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban
relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan
demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau
letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan
jumlah air ketuban relatif berkurang. Bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih
besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas
di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah
uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup
bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan,
janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Presentasi bokong yang
34

menetap dapat disebabkan oleh abnormalitas dari bayi, volume cairan amnion, lokasi
plasenta, kelainan uterus, tonus otot uterus yang lemah dan prematuritas7.
3.16 Tanda Klinis/ Laboratoris Ultrasonografi (USG)
Peranan USG sangat penting dalam diagnosis dan penilaian resiko pada presentasi
bokong. Taksiran berat janin, penilaian volume air ketuban, konfirmasi letak plasenta,
jenis presentasi bokong, keadaan hiperekstensi kepala, kelainan congenital, dan
kesejahteraan janin dapat diperiksa menggunakan ultrasonografi 7. Pemeriksaan USG
juga digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi bokong, bila mungkin
untuk mengidentifikasi adanya anomali janin. USG pada usia kehamilan 32-34
minggu untuk menegakkan diagnosis, memperkirakan ukuran dan konfigurasi
panggul ibu12. Pemeriksaan USG dilakukan untuk konfirmasi tipe dari presentasi
bokong, memperkirakan berat janin dan mengidentifikasi adanya kelainan janin atau
plasenta.

3.17 Diagnosa Presentasi Bokong


1) Palpasi
Saat pemeriksaan leopod bagian bawah teraba lunak bulat dan tidak
melenting (bokong), sementara di fundus teraba bagian bulat, keras, melenting
(kepala) dan punggung teraba di kanan atau kiri13.
2) Aukultasi
Denyut jantung janin paling jelas terdengar di atas umbilicus, punctum
maximum denyut jantung janin terdengar di kuadran atas perut ibu9.
3) Pemeriksaan dalam
Adanya tahanan muskular dengan anus, mekonium, satu kaki janin atau
genital11. Bagian terendah teraba tinggi, teraba 3 tonjolan yaitu kedua tuber
ischiadicum, dan os sacrum. Kadang-kadang teraba kaki jika kaki bagian
terbawah janin14.
3.18 Prognosis
Prognosis untuk persalinan dengan presentasi bokong adalah:
1) Bagi ibu
35

Robekan pada perineum mungkin akan lebih besar karena dilakukan


tindakan khusus, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama
sehingga akan mudah terkena infeksi9. Bila terjadi persalinan spontan prognosis
ibu baik. Laserasi tractus genitalis dan perdarahan dapat terjadi karena persalinan
yang terlalu cepat dan dipaksakan melalui panggul yang terlalu kecil atau melalui
bagian-bagian lunak yang belum terbuka14.
2) Bagi bayi
Prognosis tidak begitu baik kerena adanya gangguan peredaran darah
plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara
kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia. Oleh sebab itu setelah janin
lahir sampai umbilicus, janin keseluruhan harus lahir dalam waktu 8 menit9.

3.19 Penatalaksanaan persalinan dengan Presentasi bokong


1) Persalinan per vaginam
Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat yang
harus dipenuhi yaitu tidak ada suspek panggul sempit, tidak ada kelainan jalan
lahir, pembukaan harus benar-benar lengkap, kulit ketuban sudah pecah, his
adekuat dan tafsiran berat janin kurang < 3600 gram7. Persalinan pervaginam
tidak dilakukan bila terdapat kontra indikasi persalinan bagi ibu dan janin,
presentasi kaki, hiperekstensi kepala janin dan berat bayi > 3600 gram, terdapat
tanda gawat janin, riwayat sectio ceaesaria, tidak adanya informed consent dan
tidak adanya petugas yang berpengalaman dalam melakukan pertolongan
persalinan7.
2) Persalinan per abdominal (Sectio Ceaesaria)
Sectio Ceaesaria adalah suatu cara melahirkan melauli insisi pada dinding
abdomen dan rahim. Persalinan per abdominal telah menggantikan teknik
persalinan pervaginam dengan bantuan alat untuk persalinan dengan komplikasi
tertentu dan sering digunakan dalam menangani janin beresiko, khususnya pada
janin prematur13.
36

Lakukan pemeriksaan USG ulang untuk memastikan bahwa presentasi


masih bokong jika memang diperlukan. Hati-hati saat melakukan pembukaan
uterus untuk mencegah cedera pada bayi karena pisau bedah yang mungkin terjadi
pada presentasi sungsang. Insisi uterus dengan ukuran yang tepat, terutama pada
kelahiran prematur untuk mencegah penjepitan dan pelahiran traumatik pada
kepala bayi15.
Menurut Saifuddin (2011) sectio ceaesaria lebih aman dan
direkomendasikan pada7:
a) Presentasi kaki ganda
b) Panggul sempit
c) Bekas sectio ceaesaria dengan indikasi disproporsi sefalopelvik
d) Kepala hiperekstensi atau defleksi
e) Janin sangat besar
f) Plasenta previa
g) Keterlambatan penurunan bokong setelah pembukaan lengkap.
h) Primigravida14.

3.20 Komplikasi persalinan dengan presentasi bokong


1. Komplikasi pada ibu
a. Perdarahan
b. Robekan jalan lahir
c. Infeksi16
2. Komplikasi pada bayi
a. Asfiksia
Dapat disebabkan oleh:
a) Kompresi tali pusat terlalu lama
b) Tali pusat menumbung
c) Aspirasi air ketuban14.
b. Trauma persalinan
a) Dislokasi-Fraktura persendian, tulang ekstremitas
37

b) Ruptur organ dalam: hati, ginjal


c) Dislokasi persendian tulang leher : fraktura dasar kepala,
fraktura tulang kepala, kerusakan pada mata, hidung atau
telinga, kerusakan pada jaringan otak13.
c. Infeksi
a) Persalinan berlangsung lama
b) Ketuban pecah pada pembukaan kecil
c) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam16.

3.21 Definisi Partus Tak Maju


Partus tidak maju adalah ketiadaan kemajuan dalam dilatasi serviks, atau
penurunan dari bagian yang masuk selama persalinan aktif18. Partus tidak maju
dapat terjadi walaupun kontraksi uterus yang kuat yang menyebabkan janin tidak
dapat turun karena faktor mekanis. Kemacetan persalinan biasanya terjadi pada
pintu atas panggul, tetapi dapat juga terjadi pada rongga panggul atau pintu bawah
panggul, partus tidak maju merupakan fase dari suatu partus yang macet dan
berlangsung terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti dehidrasi,
infeksi, kelelahan, serta asfiksia dan kematian dalam kandungan19.

3.22 Klasifikasi

Partus tidak maju dapat diklasifikasikan seperti berikut:


1. Persalinan disfungsi akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau
upaya mengedan ibu yang kurang
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Kelainan berupa kelahiran posisi atau bayi yang besar
4. Respon psikologis ibu terhadap persalinan
5. Kelahiran tenaga yang kurang (his atau kekuatan kontraksi)17
38

3.23 Etiologi

Secara garis besar terdapat 3 penyebab distosia, yaitu:17,25

1. Powers (His)
Kontraksi uterus tidak cukup kuat atau insufisien atau tidak terjadinya
penipisan dan dilatasi serviks (disfungsi uterus) sehingga janin tidak mampu
melewati rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida dengan usia lanjut. Pada multipara umumnya ditemukan
kelainan his jenis inersia uteri. Selain itu, faktor herediter, kelainan letak
janin, disproporsi sefalopelvik, kondisi emosional ibu, peregangan uterus
yang berlebihan pada kehamilan ganda atau kelainan cairan ketuban serta
gangguan dalam pembentukan uterus pada fase embrional seperti uterus
bikornis juga berhubungan dengan terjadinya kelainan his.
Adapun jenis-jenis kelainan his secara garis besar terbagi menjadi tiga,
yaitu17,25:
1) Inersia uteri
Inersia uteri biasa disebut dengan hypotonic uterine dysfunction
merupakan kelainan kontraksi uterus yang ditandai dengan tonus basal
tidak meningkat dan his tetap berada dalam gradien yang normal atau
synchronous, namun tekanan yang ditimbulkan selama kontraksi tidak
mampu menghasilkan dilatasi serviks. Kontraksi uterus umumnya
lebih singkat dan lebih jarang daripada his normal.
2) His terlalu kuat
His terlau kuat biasa disebut dengan hypertonic uterine contraction
ditandai dengan tonus basal yang meningkat dan terjadi distorsi
gradien tekanan selama terjadi kontraksi uterus. Distorsi gradien
tersebut dapat dihasilkan dari akibat tekanan yang ditimbulkan lebih
besar pada segmen uterus bagian tengah dibandingkan bagian fundus.
3) Incoordinate uterine contraction
39

Pada kondisi ini terjadi distorsi gradien akibat tidak terjadi


sinkronisasi antara impuls yang berasal dari masing-masing kornu atau
kombinasi dari keduanya. Pada keadaan ini terjadi perubahan sifat his.
Tonus otot terus meningkat, juga diluar his, dan kontraksi tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak adnaya sinkronisasi antara
bagian-bagian uterus. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan.
2. Passenger (Fetus)

Persalinan dapat mengalami gangguan atau hambatan karena kelainan


presentasi, posisi, atau perkembangan fetus.

3. Passage (Pelvis)
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir dapat menghambat kemajuan
persalinan. Salah satu contohnya adalah disproporsi fetopelvik. Disproporsi
fetopelvik dapat dihasilkan dari keadaan kapasitas rongga pelvik yang kecil,
ukuran fetus yang besar, atau gabungan keduanya. Adanya kontraksi pada
diameter pelvik yang mengurangi kapasitas pelvik dapat menyebabkan distosia
saat persalinan. Kontraksi pada pelvik terbagi menjadi contracred inlet,
midpelvis, outlet, ataupun akibat adanya fraktur pada rongga pelvik.

3.24 Patofisiologi

Patofisiologi persalinan lama berhubungan erat dengan konsep tahapan


fungsional pada persalinan yang menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan.
Terdapat tiga tahap fungsional pada persalinan, yaitu tahap persiapan (preparation
division), tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division), dan tahap panggul (pelvic
division)17.

3.25 Kelainan Kala Satu


40

Pada akhir kehamilan, kepala janin harus dapat melewati segmen bawah uterus
yang relatif lebih tebal dan serviks yang belum mengalami dilatasi. Otot-otot pada
fundus uterus belum terbentuk secara sempurna sehingga belum dapat memberikan
kontraksi yang kuat. Untuk itu, kontraksi uterus, resistensi pada serviks, dan tekanan
yang lebih kuat yang dibutuhkan untuk bergerak kedepan merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan proses pada kala I persalinan26.

Pola pembukaan serviks pada kala I persalinan terdiri dari dua fase, yaoti fase
laten yang sesuai dengan tahap persalinan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap
pembukaan. Fase aktif kemudian terbagi menjadi fase akselerasi, dilatasi
maksimum, deselerasi. Kelainan pada kala I dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu pemanjangan pada fase laten atau pemanjangan fase aktif persalinan17.

a. Fase laten memanjang


Onset fase laten dimulai saat ibu mulai merasakan kontraksi yang
teratur yang disertai dengan pembukaan serviks yang progresif dan berakhir
pada pembukaan 3 cm. Ambang ini secara klinis bermanfaat karena apabila
tidak terjadi perubahan progresif perlu dipertimbangkan untuk melakukan
intervensi.
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten memanjang
apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada
multipara17.
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah
pemberian anestesi regional atau sedasi yang berlebihan, persalinan terjadi
tanpa penipisan dan dilatasi serviks, atau persalinan palsu (false labour).
Perlu diingat kembali adanya faktor 3P yaitu, power, passenger, dan pelvic
seperti yang telah disebutkan yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya
distosia17,18.
b. Fase aktif memanjang
Fase aktif persalinan dimulai saat terjadi pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir dengan pembukaan serviks lengkap (10 cm). Kriteria minimum
41

Friedman untuk masuk dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks
1.2 cm/jam bagi nulipara dan 1.5 cm/jam pada multipara. Secara spesifik ibu
nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3-4 cm dapat
diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam.
Kelainan persalinan fase aktif lebih sering dijumpai pada nulipara (25%)
dibandingkan multipara (15%)23.
Terdapat dua faktor penting yang memberikan pengaruh terhadap
lamanya fase aktif yaitu kecepatan penurunan janin dan kecepatan
pembukaan serviks. Penurunan dimulai pada tahap akhir dilatasi serviks,
dimulai pada sekitar 7-8 cm pada nulipara. Kelainan pada fase aktif terbagi
menjadi dua, yaitu: protraction disorder (berkepanjangan/berlarut-larut) dan
arrest (macet, tidak maju). Untuk menegakkan diagnosis kedua kelainan
tersebut, ibu harus sudah berada dalam fase aktif dengan pembukaan serviks
minimal 3-4 cm17,18.
Protection disorder didefinisikan sebagai suatu kondisi pembukaan
atau penurunan yang lambat, yaitu pada nulipara kecepatan pembukaan
kurang dari 1.2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm/jam. Sedangkan
pada multipara, kecepatan pembukaan terjadi kurang dari 1.5 cm/jam atau
penurunan kurang dari 2 cm/jam. Arrest of dilatation didefinisikan sebagai
tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, serta arrest of descent
didefinisikan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam. Penyebab
tersering dari kedua gangguan tersebut adalah disproporsi sefalopelvik yang
ditemukan sekitar 30% pada protaction disorder dan 45% pada arrest
disorders. Selain itu, faktor lain yang dapat berperan adalah sedasi
berlebihan, anestesi regional, malposisi janin seperti pada oksiput posterior
persisten17.
American collage of obstetricians and gynaecologist (ACOG)
menyarankan bahwa sebelum ditegakkan diagnosis kemacetan persalinan
pada kala satu, kedua kriteria dibawah ini harus terpenuhi, yaitu17,18:
1. Fase laten telah selesai, dengan pembukaan serviks 4 cm atau lebih
42

Sudah terjadi pola kontraksi uterus sebesar 200 satuan Montevideo atau lebih
dalam periode 10 menit selama 2 jam tanpa perubahan pada serviks.
3.26 Kelainan Kala Dua
Tahap ini berawal dari pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
lahirnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit
untuk multipara. Durasi ini dapat memanjang sekitar 25 menit oleh adanya
anestesi regional. Selain itu, saat kala dua banyak melibatkan gerakan pokok yang
penting agar janin dapat melewati jalan lahir yang memberikan gambaran durasi
yang bervariasi. Untuk itu, kala dua persalinan dibatasi pada nulipara sekitar 2
jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila digunakan anestesi regional,
sedangkan untuk multipara sekitar 1 jam dan diperpanjang menjadi 2 jam jika
menggunakan anestesi regional17,18.
Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar,
dengan dua atau tidak kali sudah mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin
cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya, pada ibu dengan panggul sempit
atau janin yang besar, atau akibat kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional
atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat sangat memanjang17,18.

Tabel 3.4 Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada persalinan lama
43

Tabel 3.5 Karakteristik dan kriteria diagnostik persalinan lama

3.27
T

atalaksana
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu
harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur setiap 4 jam, dan lebih
sering jika terdapat preeklamsia. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah
jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Awasi adanya kemungkinan
dehidrasi dan tanda-tanda asidosis. Oleh karena pasien dengan persalinan
lama sering dilakukan tindakan operasi dengan narkosis, hendaknya ibu tidak
diberi makanan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Pemberian cairan
glukosa 5% dan NaCl isotonik secara intravena dapat diberikan. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi,
pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin.
Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah persalinan
benar-benar sudah mulai atau masih dalam keadaan false labour, apakah ada
inersia uteri atau incoordinate uterine action, dan terdapat disproporsi
sefalopelvik. Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, namun harus selalu diingat
bahwa pemeriksaan dalam meningkatkan resiko infeksi. Apabila serviks
sudah terbuka sedikit-dikitnya 3 cm, dapat ditegakkan bahwa persalinan sudah
dimulai.
44

Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu dinilai apakah ketuban


sudah peca atau belum. Bila sidah pecah, tindakan persalinan tidak boleh
ditunda terlalu lama berhubung dengan resiko infeksi17.

A. Fase laten memanjang


Terapi yang diberikan pada ibu hamil yang telah didiagnosis
dengan adanya pemanjangan fase laten adalah istirahat selama
beberapa jam. Selama istirahat, aktivitas uterus, keadaan janin, dan
pendataran serviks harus dievaluasi untuk menilai apakah terjadi
perkembangan menuju fase aktif. Sekitar 85% yang telah menjalani
istirahat masuk dalam fase aktif, 10% lainnya berhenti kontraksi yang
disebut dengan persalinan palsu/false labour, serta 5% gagal dan
mengalami rekurensi fase laten dan memerlukan tindakan persalinan
segera, sehingga stimulasi dengan oksitosin dapat diberikan.
Amniotomi tidak dapat dilakukan pada fase laten karena adanya
kemungkinan persalinan palsu serta meningkatkan risiko infeksi
intrauterin17,25.
B. Fase aktif memanjang
Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan
adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan
untuk persalinan yang macet tanpa adanya disproporsi sefalopelvik.
Yang terakhir menunjukkan bahwa diproporsi pelvik mengharuskan
dilakukannya sectio cecarea. Amniotomi dapat dilakukan pada setiap
pasien yang telah mencapai fase aktif persalinan, walaupun tindakan
ini tidak dapat mempersingkat persalinan. Jika protraction ataupun
arrest disorders telah diidentifikasi dan tidak menunjukkan adanya
respon setelah dilakukan terapi konservatif, atau jika denyut jantung
janin tidak meyakinkan, tindakan persalinan dapat segera dilakukan.
Persalinan dapat dilakukan dengan operative vaginal delivery dengan
menggunakan forceps atau vakum ataupun sectio cecarea jika
45

diindikasikan. Perlu diperhatikan adanya risiko terjadinya distosia


bahu dan neonatal injury jika dilakukan operative vaginal delivery17,25.
C. Kala II memanjang
Pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau
dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional atau sedasi
yang berat dapat menyebabkan kala dua memanjang. Pemilihan jenis
analgesi yang cermat dan waktu pemberiannya sangat penting untuk
menghindari gangguan upaya ekspulsif voluntar. Dengan sedikit
pengecualian, analgesi intratekal atau anestesi umum jangan diberikan
sampai semua kondisi untuk pelahiran dengan forseps pintu bawah
panggil (outlet forceos) yang aman telah terpenuhi. Pada analgesi
epidural kontinu, efek paralitik mungkin perlu dibiarkan
menghilangkan sendiri sehingga yang bersangkutan dapat
menghasilkan tekanan intraabdomen yang cukup kuat untuk
menggerakkan kepala janin ke posisi yang sesuai untuk pelahiran
dengan forseps pintu bawah panggul. Pilihan lain, pelahiran dengan
forsepd tengah atau dengan sectio cecarea merupakan pilihan yang
kurang memuaskan apabila tidak terdapat tanda-tanda gawat janin17.
Pada ibu yang kurang dapat mengejan dengan benar setiap
kontraksi karena nyeri hebat, analgesi dapat diberikan dengan pilihan
yang paling aman untuk janin dan ibunya adalah golongan nitrose
oksida yang dicampur dengan volume yang sama dengan oksigen dan
diberikan saat setiap kali kontraksi17.

BAB IV
46

PEMBAHASAN

Teori Fakta
Definisi Internasional dari kehamilan Taksiran persalinan bayi
memanjang/lebih bulan oleh American seharunya dilakukan pada tanggak
College of Obstectricians and Gynecologists 14 maret 2022 namun terjadi pada
tahun 2004 adalah kehamilan posterm atau tanggal 19 maret 2022
kehamilan serotinus, prolonged pregnancy,
extended pregnancy, postdate/post datisme
atau pascamaturitas, yaitu kehamilan lewat
waktu lebih dari 42 minggu (294 hari).
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu
atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir.
Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara
38 sampai 42 minggu dan ini merupakan
periode dimana terjadi persalinan normal.
kehamilan lewat bulan/kehamilan melebihi
Taksiran Tanggal Persalin (TTP) yaitu
dengan usia kehamilan ≥ 40 minggu
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi TFU 3 jari di bawah prosesus
fundus uteri serial dalam sentimeter dapat xiphoideus. TFU 35 cm.
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara
berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu,
tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar
47

Kehamilan postterm merupakan masalah Ibu D mengaku memiliki riwayat


yang banyak dijumpai dan pengelolaannya keluarga Diabetes militus
masih banyak perbedaan pendapat. Pada
setiap kehamilan postterm dengan komplikasi
spesifik seperti diabetes melitus, kelainan
faktor rhesus atau isoimunisasi,
preeklamsia/eklamsia, dan hipertensi kronis
yang meningkatkan resiko terhadap janin,
kehamilan jangan dibiarkan berlangsung
lewat bulan. Demikian juga pada kehamilan
dengan faktor resiko primitua, riwayat
obstetrik yang jelek
Persalinan sungsang adalah persalinan untuk Pada pemeriksaan leopold pada
melahirkan janin yang membujur dalam ibu D medapatkan hasil
uterus dengan bokong atau kaki pada bagian - Leopold I : Bagian
bawah dimana bokong atau kaki akan teratas teraba keras.
dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota TFU 3 jari di bawah
badan lainnya. Terdapat tiga tipe letak prosesus xiphoideus.
sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu TFU 35 cm.
kedua tungkai fleksi ; Complete breech (5- - Leopold II : Teraba
10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai
48

bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu punggung janin


satu atau kedua tungkai atas ekstensi, - Leopold III : Bagian
presentasi kaki terbawah dari janin
teraba lunak
- Leopold IV : sudah
masuk PAP

Faktor lain yang menjadi predisposisi Usia kehamilan 40-41 minggu, dan
terjadinya letak sungsang selain umur riwayat kehamilannya dahulu
kehamilan termasuk diantaranya relaksasi yakni
uterus berkaitan dengan multiparitas, multi 1. 9 bln/spt B/bidan/laki-
fetus, persalinan sungsang sebelumnya, laki/3800 gr/11thn
kelainan uterus dan tumor pelvis 2. 9 bln/spt B/bidan/laki-
laki/4200 gr/6 thn

protraction ataupun arrest disorders telah Ibu D di rencanakan untuk


diidentifikasi dan tidak menunjukkan adanya melakukan persalinan Sectio
respon setelah dilakukan terapi konservatif, Ceaesaria
atau jika denyut jantung janin tidak
meyakinkan, tindakan persalinan dapat segera
dilakukan. Persalinan dapat dilakukan dengan
operative vaginal delivery dengan
menggunakan forceps atau vakum ataupun
sectio cecarea jika diindikasikan. Perlu
diperhatikan adanya risiko terjadinya distosia
bahu dan neonatal injury jika dilakukan
operative vaginal delivery
Arrest of dilatation didefinisikan sebagai Tidak ada kemajuan persalinan
tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, selama 4 jam dari hasil observasi
49

serta arrest of descent didefinisikan sebagai CHPB pada 18-03-2022, Pukul


tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam, 22.55 WIB sampai dengan 19-03-
Selain itu, faktor lain yang dapat berperan 2022, Pukul 02.00 WIB
adalah sedasi berlebihan, anestesi regional,
malposisi janin seperti pada oksiput posterior
persisten
50

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kehamilan postdate adalah kehamilan lewat bulan/kehamilan melebihi


Taksiran Tanggal Persalin (TTP) yaitu dengan usia kehamilan ≥ 40 minggu.
Definisi Internasional dari kehamilan memanjang/lebih bulan oleh American
College of Obstectricians and Gynecologists tahun 2004 adalah kehamilan
posterm atau kehamilan serotinus, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
postdate/post datisme atau pascamaturitas, yaitu kehamilan lewat waktu lebih
dari 42 minggu (294 hari).
Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang
membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana
bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan
lainnya.
Terdapat dua faktor penting yang memberikan pengaruh terhadap lamanya
fase aktif yaitu kecepatan penurunan janin dan kecepatan pembukaan serviks.
Kelainan pada fase aktif terbagi menjadi dua, yaitu: protraction disorder
(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet, tidak maju). Protection
disorder didefinisikan sebagai suatu kondisi pembukaan atau penurunan yang
lambat, yaitu pada nulipara kecepatan pembukaan kurang dari 1.2 cm/jam atau
penurunan kurang dari 1 cm/jam. Sedangkan pada multipara, kecepatan
pembukaan terjadi kurang dari 1.5 cm/jam atau penurunan kurang dari 2
cm/jam. Arrest of dilatation didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan
serviks dalam 2 jam, serta arrest of descent didefinisikan sebagai tidak adanya
penurunan janin dalam 1 jam.
51

5.2. Saran
 Bagi penulis
Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang
kehamilan letak sungsang, kehamilan post date, dan kehamilan disertai
secondary arrest
 Bagi akademisi
Dalam makalah ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan
tentang kehamilan letak sungsang, kehamilan post date, dan kehamilan
disertai secondary arrest makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan
penunjang untuk referensi.
52

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, 2020. (2020). “POST SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI POST


DATE” DI RUANG NIFAS RSUD BANGIL PASURUAN. Akademi
Keperewatan Kerta Cendikia.

Kemenkes RI. (2013). Laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta.

Mengesha, H. G., Lerebo, W. T., Kidanemariam, A., Gebrezgiabher, G., & Berhane,
Y. (2016). Pre-term and post-term births: predictors and implications on
neonatal mortality in Northern Ethiopia. BMC Nursing, 15(48), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12912-016-0170-6.

Qonitun, U., & Fadilah, S. N. (2010). faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Kejadian


Partus Lama Pada Ibu Bersalin Di RSUD Dr. R. KOESMA TUBAN. 7(1), 51–
57.

Pramana, Cipta. (2019). Manajemen Persalinan Sungsang. Jurnal Obstetri dan


Ginekologi. Semarang

Muhyi, Yopi Dwi. (2016). Wanita 34 Tahun Hamil 33 Minggu G2P1A0 dengan
Prematur Membran Ruptur dan Presentasi Bokong. Jurnal Kedokteran
Universitas Lampung. Bandar Lampung

Abdul Bari Saifuddin. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo

Cooper, Fraser. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC. Hartanto, H. 2014.
Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar. Harapan.

Mochtar, Rustam. (2013). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi edisi 2. EGC :
Jakarta. Mustika, Linggasari. (2011). Wanita Indonesia.

Medforth, Jannet, dkk. 2012. Kebidanan Oxford: EGC. Jakarta.

Dutton, dkk. 2012. Rujukan Cepat Kebidanan. EGC: Jakarta.


53

Fadlun, Achmad Feryanto. 2012.Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba.


Medika.

Kevin P. Hanretty. 2014. Ilustrasi Obstetri. Jakarta: Nuha Medika.

Oxorn, Harry. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:
ANDI.

Edozien, Leroy C. (2013). Buku Saku Manajemen Unit Persalinan (2). Jakarta:
Jakarta: EGC.

Manuaba. 2010. Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.

Mose J C, Alamsyah M. Persalinan lama. Dalam: Ilmu kebidanan. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo. 2011. p562-79.

Kapoh RP. Buku Saku Asuhan Keperawatan ibu-bayi baru lahir. Jakarta: EGC. 2008.

Purwaningsih W, Fatmawati S. Asuhan keperawatan maternitas. Yogyakarta: Nuha


Medika. 2010.

Anwer K, Oberti C, Perez GJ, Perez-Reyes N, McDougall JK, Monga M, Sanborn


BM, Stefani E, Toro L. Calcium-activated K+ channels as modulators of
human myometrial contractile activity. Am J Physiol Cell Physiol.
1993;265:C976–C985.

Benkusky NA, Fergus DJ, Zucchero TM, England SK. Regulation of the Ca2+-
sensitive domains of the maxi-K+ channel in myometrium during gestation. J
Biol Chem. 2000;275: 27712–9.

Coleman HA, Hart JD, Tonta MA, Parkington HC. Changes in the mechanisms
involved in uterine contractions during pregnancy in guinea pigs. J Physiol.
2000;523: 785–98.
54

Bond CT, Maylie J, Adelman JP. Small-conductance calcium-activated potassium


channels. Ann NY Acad Sci. 1999;868: 370–8.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Abnormal labor. In: Williams
Obstetrics. 23rd eds. New York: McGraw-Hill. 2009.

Joy S. Abnormal labor medication. Medscape. 2015. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/273053-medication [Accessed 18th
September 2016]

Anda mungkin juga menyukai