Disusun oleh:
Hizb Hamzah Al Kahfi 21701101014
Resa Hardodianto P.P. 21701101015
Jualiana Ayu Nugraha 21701101016
Geyfa Yasqi Alfisyahr 21701101028
Yuanita Indra Pratiwi 21701101037
Salwa Audi Syahdana H. 21701101038
Dosen Pembimbing:
dr. Desak Ketut Ayu Aryani, Sp. OG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam kami junjungkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan
buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada
Laboratorium Ilmu Kebidanan dan Kandungan yang memberikan bimbingan
dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak sehingga penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari laporan kasus ini belum sempurna secara keseluruhan oleh
karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang
membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan
penyelesaian laporan selanjutnya.
Demikian pengantar kami, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
semua. Amin.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................v
DAFTAR TABEL........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN............................................Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang............................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Tujuan..........................................................Error! Bookmark not defined.
1.3 Manfaat........................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II LAPORAN KASUS........................................Error! Bookmark not defined.
2.1 Anamnesis...................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Pemeriksaan Fisik.......................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Pemeriksaan Sistematis...............................Error! Bookmark not defined.
2.4 Diagnosa Banding.......................................Error! Bookmark not defined.
2.5 Diagnosis Kerja...........................................Error! Bookmark not defined.
2.6 Penatalaksanaan..........................................Error! Bookmark not defined.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................Error! Bookmark not defined.
3.1 Definisi........................................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Epidemiologi...............................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Etiologi........................................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Klasifikasi....................................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Patofisiologi................................................Error! Bookmark not defined.
3.6 Manisfestasi Klinis......................................Error! Bookmark not defined.
3.7 Diagnosis.....................................................Error! Bookmark not defined.
3.8 Diagnosa Banding.......................................Error! Bookmark not defined.
3.9 Tata Laksana...............................................Error! Bookmark not defined.
3.10 Komplikasi..................................................Error! Bookmark not defined.
3.11 Pencegahan..................................................Error! Bookmark not defined.
3.12 Prognosis.....................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV PEMBAHASAN...........................................Error! Bookmark not defined.
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN
luar melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan
sendiri4.
Mortalitas dan mordilitas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah
besar yang berkembang di Indonesia. Bedasarkan data Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI)
di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari
target RPJMN tahun 2014 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup dan target
MDG’s sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015. Angka Kematian Ibu
(AKI) pada tahun terjadi pada masa antenatal, intra natal dan post natal dari
keseluruhan persalinan 64% tidak mengalami komplikasi, persalinan lama 31%,
perdarahan 7%, infeksi 5%. Sedangkan angka kematian bayi (AKB) dalam satu bulan
setelah dilahirkan 39% karena komplikasi, termasuk persalinan lama 30%,
perdarahan 12% dan infeksi 10%4.
Penyebab kematian ibu 90% disebabkan oleh pendarahan, toksemia
gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak
terjadi pada masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah, Sedangkan 10%
disebabkan oleh komplikasi persalinan lain. Seperti yang telah diuraikan diatas salah
satu dari penyebab kematian ibu adalah partus lama atau partus kasep dan sering
disebut dengan partus sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan
dikarenakan adanya disproporsi antara presentasi antara bagian presentasi janin dan
jalan lahir. Dari data diatas diketahui bahwa tingginya AKI disebabkan oleh
persalinan lama. Partus lama merupakan lamanya masa pengeluaran hasil konsepsi
dengan berbagai faktor yang melatarbelakangi yang dapat terjadi pada fase laten dan
fase aktif. Pada primigravida berlangsung lebih dari 24 jam, sedangkan multigravida
berlangsung lebih dari 18 jam4.
Letak sungsang berpengaruh pada kemajuan persalinan. Letak sungsang
(presentasi bokong) didefinisikan bila janin dalam posisi membujur dengan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri sedangkan kepala di bagian di fundus uteri.
Insidens antara 3-4% dari seluruh proses persalinan dari seluruh dunia 5,6. Beberapa
peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan letak sungsang
3
1.4 Manfaat
Laporan kasus ini dibuat agar klinisi dapat menegakkan diagnosis dan
memberikan terapi secara paripurna terkait dengan kasus kehamilan post date, letak
sungsang dan memanjang kala 1 fase aktif dengan mengetahui definisi, gejala yang
ditimbulkan, alur penegakan diagnosis dari kehamilan post date, letak sungsang dan
memanjang kala 1 fase aktif serta mengetahui tatalaksananya.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
Cardio
₋ Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
₋ Palpasi : ictus cordis kuat angkat
₋ Perkusi :
Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV parasternalis dextra
₋ Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
₋ Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada simetris, retraksi
(-/-)
₋ Palpasi : fremitus taktil kiri sama dengan kanan
₋ Perkusi : sonor/sonor
₋ Auskultasi
Suara dasar : Vesikuler (+/+)
Suara tambahan : Rhonki Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
Abdomen
₋ Inspeksi : gambaran pembuluh darah collateral (-), tumor (-),
strie livide (-), strie albican (-), linea alba (-), linea nigra (+), bekas
operasi (+)
₋ Auskultasi : Bising usus normal
₋ Palpasi : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan
(+), skala nyeri 3-4, teraba massa abnormal (-).
₋ Perkusi : timpani
5. Ekstremitas : akral hangat (+/+) superior dan inferior, edema (-/-)
9
b. Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Dilakukan pada tanggal 19 Maret 2022 jam 00.05 WIB
Inspeksi : Perut membesar arah membujur
Palpasi :
- Leopold I : Bagian teratas teraba keras. TFU 3 jari di bawah prosesus
xiphoideus. TFU 35 cm.
- Leopold II : Teraba punggung janin
- Leopold III : Bagian terbawah dari janin teraba lunak
- Leopold IV : floating/belum masuk PAP
1.6 Penatalaksanaan
a. Terapi : SC
10
b. Terapi pasca SC :
Tirah baring
Infus RL
Injeksi ketorolac 3x1 amp
Paracetamol 3x1000 mg
Cefadroxyl 2x500 mg
Sulfas Ferosus 2x1 tab
c. Monitoring
Observasi Keluhan, Vital sign
1.7 Observasi
18-03-2022, Pukul 22.55 WIB, IGD
S O A P
Kenceng- KU : cukup GIII P2-2 40/41 Obs. CHPB 2
STU: CM, GCS 456 jam
kenceng (+) minggu T/H +
VS:
Keluar lender TD : 134/71 mmHg Letak sungsang
dari jalan lahir Nadi : 80 x/menit + PD + inpartu
RR : 20 x/menit
S : 36,0 oC kala I fase aktif
1.8 Resume
Ny. D, 36 th dikirim dari bidan suarsih ningsih (klempis) ke IGD
RSUD Syamrabu pada tanggal 18 Maret 2022 dengan keluhan kenceng-
kenceng dan didapatkan fluor abus keluar dari jalan lahir pada jam 21.00
WIB. Fluor abus berwarna putih dan tidak merembes. Keadaan umum
baik.
Status generalisata ketika pasien datang, kesadaran compos mentis
dengan GCS 456, TTV pasien TD: 134/71, N: 80x/m, RR:20x/m, dan S:
36,0 C. Pada pemeriksaan obstetrik, dijumpai abdomen membesar dengan
0
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
umur kehamilan 43 minggu angka kejadian postterm hanya 4% saja, sedangkan jika
dipakai batas umur kehamilan 42 minggu maka angka kejadian postterm sebesar
12%. Tapi mengingat resiko yang dihadapi janin dan ibu, maka batasan umur
kehamilan yang digunakan adalah 42 minggu atau lebih. Untuk itu penderita perlu
dirawat karena termasuk kehamilan resiko tinggi.
Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian postterm dari 7,5%
berdasarkan HPHT turun menjadi 2,6%. Berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi
secara dini (pada umur kehamilan 12-18 minggu) dan HPHT turun menjadi 1,1%.
3.2 Etiologi Kehamilan Postdate
Penyebab pasti kehamilan postdate sampai saat ini belum diketahui. Beberapa
teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan
postdate sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori
menyebutkan penyebab posterm adalah:
3.2.1 Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular
pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin.
Sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postdate adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
3.2.2 Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai
salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3.2.3 Teori Kortisol / ACTH Janin
Dalam teori ini disebutkan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan meningkatkan sekresi estrogen, selanjutnya
15
janin lebih dari 3.600gram sebesar 44,5% pada kehamilan postterm, sedangkan
pada kehamilan genap bulan sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi dengan berat
lebih dari 4.000gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar
dari kehamilan term.
Sindroma postmaturitas
Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti
gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya
lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras,
hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha
dan genital luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali
pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala banyak atau tebal. Tetapi,
tidak seluruh neonantus menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi
plasenta. Umumnya didapat sekisar 12-20% neonatus dengan tanda
postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta
yang terjadi tanda postmaturitas dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi
berupa kuit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
Stadium II : gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada
kulit.
Stadium III: disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali
pusat.
Gawat janin atau kematian perinatal
Menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih,
sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh:
Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,
fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene sampai kematian bayi.
Insufisiensi plasenta yang berakibat:
Pertumbuhan janin terhambat
Oligohidromnion, terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang
kental, perubahan abnormal jantung janin
19
Hipoksia janin
Keluarnya mekonium yang berakibat terjadi aspirasi mekonium pada janin
Cacat bawaan, terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus.
Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pascanatal. Komplikasi yang dapat
dialami oleh bayi baru lahir ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia, polisitemia,
dan kelainan neurologik.
pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik yang kirang
baik terhadap janin.
Tabel 3.2 Sitologi hormonal kehamilan mendekati genap bulan, genap bulan
dan postterm
Sitologi Mendekati Genap Genap Lewat
Bulan Bulan Bulan
Kelompok dan Lipatan ++ +/0 0
Sel
Sel Navikular +++ +/0 0
Penyebaran Sel + ++/+++ +++
Tersendiri
Sel Superficial Tersendiri 0 ++ +++
Sel Intermediate + ++ +/0
Tersendiri
Sel Basal Eksterna 0 0 ++
Tersendiri
Indeks Piknotik <10% 15-20% >20%
Indeks Eosinofil 1% 2-15% 10-20%
Sel radang + + ++
25
Medikamentosa
1. Misoprostol – Prostaglandin E2 Analog
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos, termasuk otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik terhadap otot rahim adalah prostaglandin E2
(pematangan servik) dan prostaglandin F2 alpha (kontraksi uterus).
Diberikan jika pematangan servik <5.
Sediaan misoprostol adalah 100 mcg dan 200 mcg, sehingga misoprostol
dibelah menjadi beberapa bagian. Dapat diberikan PO, sublingual, perektal, dan
pervaginam. Untuk pervaginam induksi diberikan dosis 25-50 mcg.
Jika terdapat ketuban pecah prematur, misoprostol dapat diberikan peroral.
Pemberian misoprostol diulang dan dievaluasi setiap 6 jam hingga pematangan
servik ≥ 5.
Jika dalam 12 jam sejak pemberian misoprostol terakhir tidak didapatkan
kemajuan persalinan, lanjutkan dengan drip oksitosin atau istirahat 1 x 24 jam
kemudian lanjutkan pemberian misoprostol seri ke-2.
Induksi misoprostol gagal jika dalam 24 jam (4-5 kali pemberian) tidak
mendapatkan pematangan servik ≥ 5.
Efek samping: mual, muntah, dan diare.
2. Infus Oksitosin
29
Syarat pemberian: aterm, tidak ada CPD, presentasi kepala, servik sudah
matang (portio teraba lunak, mulai mendatar dan mulai membuka), ≥ 5.
Sediaan: 10 IU/ml (ampul)
Dosis induksi: 5 IU/500 mL Dextrose 5%. Diberikan mulai 8 tpm, dinaikkan 4
tpm setiap 15 menit hingga didapatkan kontraksi adekuat (3-5 x/menit dengan
durasi 40-60 detik). Maksimal 40 tpm.
Drip oksitosin diberikan sampai persalinan selesai.
Jika 1 kolf belum memberikan kemajuan persalinan, dapat diberikan 1 kolf lagi.
Induksi oksitosin drip gagal, jika tidak ada kemajuan persalinan setelah 2 kolf
oksitosin atau terdapat gawat janin, tetani uteri dan tanda ruptur uteri.
Jika timbul komplikasi, maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan
kehamilan segera diselesaikan dengan SC.
Penyulit: tetania uteri, ruptur uteri imminen dan ruptur uteri, gawat janin.
3. Mekanik
a. Amniotomi
Hanya boleh dilakukan pada fase aktif, karena komplikasi infeksi atau
prolaps/kompresi tali pusat.
Mekanisme: mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi
rahim lebih kuat untuk membuka serviks, amniotomi menyebabkan kepala
dapat langsung menekan dinding serviks dimana terdapat banyak syaraf yang
merangsang kontraksi rahim.
DJJ pre dan post amniotomi
Bila dalam 6 jam tidak ada tanda inpartu, maka harus diikuti cara lain untuk
merangsang persalinan, seperti infus oksitosin.
a. Membran stripping
Melepaskan atau memisahkan selaput amnion dari segmen bawah rahim
30
3.11 Insiden
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang pada usia
kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32 minggu 7% dan,
1-3% pada kehamilan aterm.
3.12 Etiologi
Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang
diantaranya adalah:
1. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban masih
banyak dan kepala anak relatif besar
2. Hidramnion karena anak mudah bergerak
3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
4. Panggul sempit
5. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang
sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain umur
kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan multiparitas, multi
fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan tumor pelvis. Plasenta
yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang,
karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus. Fianu dan Vaclavinkova
(1978) menemukan prevalensi lebih tinggi pada implantasi plasenta di daerah
32
komual-fundal pada letak lintang (7%) dari presentasi vertex (5%) dengan sonografi.
Frekuensi terjadinya letak sungsang juga meningkat dengan adanya plesenta previa,
tetapi hanya sejumlah kecil letak sungsang yang berhubungan dengan plasenta previa.
Tidak ada hubungan yang kuat antara letak sungsang dengan pelvis yang menyempit
(panggul sempit).
menetap dapat disebabkan oleh abnormalitas dari bayi, volume cairan amnion, lokasi
plasenta, kelainan uterus, tonus otot uterus yang lemah dan prematuritas7.
3.16 Tanda Klinis/ Laboratoris Ultrasonografi (USG)
Peranan USG sangat penting dalam diagnosis dan penilaian resiko pada presentasi
bokong. Taksiran berat janin, penilaian volume air ketuban, konfirmasi letak plasenta,
jenis presentasi bokong, keadaan hiperekstensi kepala, kelainan congenital, dan
kesejahteraan janin dapat diperiksa menggunakan ultrasonografi 7. Pemeriksaan USG
juga digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi bokong, bila mungkin
untuk mengidentifikasi adanya anomali janin. USG pada usia kehamilan 32-34
minggu untuk menegakkan diagnosis, memperkirakan ukuran dan konfigurasi
panggul ibu12. Pemeriksaan USG dilakukan untuk konfirmasi tipe dari presentasi
bokong, memperkirakan berat janin dan mengidentifikasi adanya kelainan janin atau
plasenta.
3.22 Klasifikasi
3.23 Etiologi
1. Powers (His)
Kontraksi uterus tidak cukup kuat atau insufisien atau tidak terjadinya
penipisan dan dilatasi serviks (disfungsi uterus) sehingga janin tidak mampu
melewati rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida dengan usia lanjut. Pada multipara umumnya ditemukan
kelainan his jenis inersia uteri. Selain itu, faktor herediter, kelainan letak
janin, disproporsi sefalopelvik, kondisi emosional ibu, peregangan uterus
yang berlebihan pada kehamilan ganda atau kelainan cairan ketuban serta
gangguan dalam pembentukan uterus pada fase embrional seperti uterus
bikornis juga berhubungan dengan terjadinya kelainan his.
Adapun jenis-jenis kelainan his secara garis besar terbagi menjadi tiga,
yaitu17,25:
1) Inersia uteri
Inersia uteri biasa disebut dengan hypotonic uterine dysfunction
merupakan kelainan kontraksi uterus yang ditandai dengan tonus basal
tidak meningkat dan his tetap berada dalam gradien yang normal atau
synchronous, namun tekanan yang ditimbulkan selama kontraksi tidak
mampu menghasilkan dilatasi serviks. Kontraksi uterus umumnya
lebih singkat dan lebih jarang daripada his normal.
2) His terlalu kuat
His terlau kuat biasa disebut dengan hypertonic uterine contraction
ditandai dengan tonus basal yang meningkat dan terjadi distorsi
gradien tekanan selama terjadi kontraksi uterus. Distorsi gradien
tersebut dapat dihasilkan dari akibat tekanan yang ditimbulkan lebih
besar pada segmen uterus bagian tengah dibandingkan bagian fundus.
3) Incoordinate uterine contraction
39
3. Passage (Pelvis)
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir dapat menghambat kemajuan
persalinan. Salah satu contohnya adalah disproporsi fetopelvik. Disproporsi
fetopelvik dapat dihasilkan dari keadaan kapasitas rongga pelvik yang kecil,
ukuran fetus yang besar, atau gabungan keduanya. Adanya kontraksi pada
diameter pelvik yang mengurangi kapasitas pelvik dapat menyebabkan distosia
saat persalinan. Kontraksi pada pelvik terbagi menjadi contracred inlet,
midpelvis, outlet, ataupun akibat adanya fraktur pada rongga pelvik.
3.24 Patofisiologi
Pada akhir kehamilan, kepala janin harus dapat melewati segmen bawah uterus
yang relatif lebih tebal dan serviks yang belum mengalami dilatasi. Otot-otot pada
fundus uterus belum terbentuk secara sempurna sehingga belum dapat memberikan
kontraksi yang kuat. Untuk itu, kontraksi uterus, resistensi pada serviks, dan tekanan
yang lebih kuat yang dibutuhkan untuk bergerak kedepan merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan proses pada kala I persalinan26.
Pola pembukaan serviks pada kala I persalinan terdiri dari dua fase, yaoti fase
laten yang sesuai dengan tahap persalinan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap
pembukaan. Fase aktif kemudian terbagi menjadi fase akselerasi, dilatasi
maksimum, deselerasi. Kelainan pada kala I dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu pemanjangan pada fase laten atau pemanjangan fase aktif persalinan17.
Friedman untuk masuk dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks
1.2 cm/jam bagi nulipara dan 1.5 cm/jam pada multipara. Secara spesifik ibu
nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3-4 cm dapat
diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam.
Kelainan persalinan fase aktif lebih sering dijumpai pada nulipara (25%)
dibandingkan multipara (15%)23.
Terdapat dua faktor penting yang memberikan pengaruh terhadap
lamanya fase aktif yaitu kecepatan penurunan janin dan kecepatan
pembukaan serviks. Penurunan dimulai pada tahap akhir dilatasi serviks,
dimulai pada sekitar 7-8 cm pada nulipara. Kelainan pada fase aktif terbagi
menjadi dua, yaitu: protraction disorder (berkepanjangan/berlarut-larut) dan
arrest (macet, tidak maju). Untuk menegakkan diagnosis kedua kelainan
tersebut, ibu harus sudah berada dalam fase aktif dengan pembukaan serviks
minimal 3-4 cm17,18.
Protection disorder didefinisikan sebagai suatu kondisi pembukaan
atau penurunan yang lambat, yaitu pada nulipara kecepatan pembukaan
kurang dari 1.2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm/jam. Sedangkan
pada multipara, kecepatan pembukaan terjadi kurang dari 1.5 cm/jam atau
penurunan kurang dari 2 cm/jam. Arrest of dilatation didefinisikan sebagai
tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, serta arrest of descent
didefinisikan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam. Penyebab
tersering dari kedua gangguan tersebut adalah disproporsi sefalopelvik yang
ditemukan sekitar 30% pada protaction disorder dan 45% pada arrest
disorders. Selain itu, faktor lain yang dapat berperan adalah sedasi
berlebihan, anestesi regional, malposisi janin seperti pada oksiput posterior
persisten17.
American collage of obstetricians and gynaecologist (ACOG)
menyarankan bahwa sebelum ditegakkan diagnosis kemacetan persalinan
pada kala satu, kedua kriteria dibawah ini harus terpenuhi, yaitu17,18:
1. Fase laten telah selesai, dengan pembukaan serviks 4 cm atau lebih
42
Sudah terjadi pola kontraksi uterus sebesar 200 satuan Montevideo atau lebih
dalam periode 10 menit selama 2 jam tanpa perubahan pada serviks.
3.26 Kelainan Kala Dua
Tahap ini berawal dari pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
lahirnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit
untuk multipara. Durasi ini dapat memanjang sekitar 25 menit oleh adanya
anestesi regional. Selain itu, saat kala dua banyak melibatkan gerakan pokok yang
penting agar janin dapat melewati jalan lahir yang memberikan gambaran durasi
yang bervariasi. Untuk itu, kala dua persalinan dibatasi pada nulipara sekitar 2
jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila digunakan anestesi regional,
sedangkan untuk multipara sekitar 1 jam dan diperpanjang menjadi 2 jam jika
menggunakan anestesi regional17,18.
Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar,
dengan dua atau tidak kali sudah mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin
cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya, pada ibu dengan panggul sempit
atau janin yang besar, atau akibat kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional
atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat sangat memanjang17,18.
Tabel 3.4 Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada persalinan lama
43
3.27
T
atalaksana
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu
harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur setiap 4 jam, dan lebih
sering jika terdapat preeklamsia. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah
jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Awasi adanya kemungkinan
dehidrasi dan tanda-tanda asidosis. Oleh karena pasien dengan persalinan
lama sering dilakukan tindakan operasi dengan narkosis, hendaknya ibu tidak
diberi makanan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Pemberian cairan
glukosa 5% dan NaCl isotonik secara intravena dapat diberikan. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi,
pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin.
Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah persalinan
benar-benar sudah mulai atau masih dalam keadaan false labour, apakah ada
inersia uteri atau incoordinate uterine action, dan terdapat disproporsi
sefalopelvik. Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, namun harus selalu diingat
bahwa pemeriksaan dalam meningkatkan resiko infeksi. Apabila serviks
sudah terbuka sedikit-dikitnya 3 cm, dapat ditegakkan bahwa persalinan sudah
dimulai.
44
BAB IV
46
PEMBAHASAN
Teori Fakta
Definisi Internasional dari kehamilan Taksiran persalinan bayi
memanjang/lebih bulan oleh American seharunya dilakukan pada tanggak
College of Obstectricians and Gynecologists 14 maret 2022 namun terjadi pada
tahun 2004 adalah kehamilan posterm atau tanggal 19 maret 2022
kehamilan serotinus, prolonged pregnancy,
extended pregnancy, postdate/post datisme
atau pascamaturitas, yaitu kehamilan lewat
waktu lebih dari 42 minggu (294 hari).
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu
atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir.
Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara
38 sampai 42 minggu dan ini merupakan
periode dimana terjadi persalinan normal.
kehamilan lewat bulan/kehamilan melebihi
Taksiran Tanggal Persalin (TTP) yaitu
dengan usia kehamilan ≥ 40 minggu
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi TFU 3 jari di bawah prosesus
fundus uteri serial dalam sentimeter dapat xiphoideus. TFU 35 cm.
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara
berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu,
tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar
47
Faktor lain yang menjadi predisposisi Usia kehamilan 40-41 minggu, dan
terjadinya letak sungsang selain umur riwayat kehamilannya dahulu
kehamilan termasuk diantaranya relaksasi yakni
uterus berkaitan dengan multiparitas, multi 1. 9 bln/spt B/bidan/laki-
fetus, persalinan sungsang sebelumnya, laki/3800 gr/11thn
kelainan uterus dan tumor pelvis 2. 9 bln/spt B/bidan/laki-
laki/4200 gr/6 thn
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Bagi penulis
Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang
kehamilan letak sungsang, kehamilan post date, dan kehamilan disertai
secondary arrest
Bagi akademisi
Dalam makalah ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan
tentang kehamilan letak sungsang, kehamilan post date, dan kehamilan
disertai secondary arrest makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan
penunjang untuk referensi.
52
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. (2013). Laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta.
Mengesha, H. G., Lerebo, W. T., Kidanemariam, A., Gebrezgiabher, G., & Berhane,
Y. (2016). Pre-term and post-term births: predictors and implications on
neonatal mortality in Northern Ethiopia. BMC Nursing, 15(48), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12912-016-0170-6.
Muhyi, Yopi Dwi. (2016). Wanita 34 Tahun Hamil 33 Minggu G2P1A0 dengan
Prematur Membran Ruptur dan Presentasi Bokong. Jurnal Kedokteran
Universitas Lampung. Bandar Lampung
Abdul Bari Saifuddin. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo
Cooper, Fraser. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC. Hartanto, H. 2014.
Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar. Harapan.
Mochtar, Rustam. (2013). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi edisi 2. EGC :
Jakarta. Mustika, Linggasari. (2011). Wanita Indonesia.
Oxorn, Harry. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:
ANDI.
Edozien, Leroy C. (2013). Buku Saku Manajemen Unit Persalinan (2). Jakarta:
Jakarta: EGC.
Manuaba. 2010. Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Kapoh RP. Buku Saku Asuhan Keperawatan ibu-bayi baru lahir. Jakarta: EGC. 2008.
Benkusky NA, Fergus DJ, Zucchero TM, England SK. Regulation of the Ca2+-
sensitive domains of the maxi-K+ channel in myometrium during gestation. J
Biol Chem. 2000;275: 27712–9.
Coleman HA, Hart JD, Tonta MA, Parkington HC. Changes in the mechanisms
involved in uterine contractions during pregnancy in guinea pigs. J Physiol.
2000;523: 785–98.
54
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Abnormal labor. In: Williams
Obstetrics. 23rd eds. New York: McGraw-Hill. 2009.