Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai


baik pada anak maupun dewasa.1 Asma ditandai dengan berbagai gejala mengi,
sesak napas, sesak dada dan/atau batuk, dan dengan berbagai keterbatasan aliran
udara ekspirasi. Gejala dan keterbatasan aliran udara secara khas bervariasi dari
waktu ke waktu dan intensitasnya. Variasi ini sering dipicu oleh faktor-faktor
seperti olahraga, paparan alergen atau iritan, perubahan cuaca, atau infeksi saluran
pernapasan virus.2
Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi di antara negara- negara di
dunia, berkisar antara 1 – 18%. Perkiraan jumlah penderita asma di seluruh dunia
pada tahun 2019 adalah 262 juta orang, dengan jumlah kematian 461.000 orang. 1
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2018,
penyakit asma ditemukan sebesar 2.4% dari 267.700.000 total populasi nasional
atau sekitar 6.400.000 kasus.3
Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetik
dan non-genetik. Beberapa faktor risiko yaitu: polusi udara, asap rokok, makanan
cepat saji, berat lahir, cooking fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah
yang tidak memadai, merokok di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi.4
Pemahaman patogenesis, imunopatologi, genetika, manifestasi klinis,
diagnosis, dan tata laksana asma telah mengalami banyak kemajuan. Terjadinya
asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Akan tetapi, faktor mana
yang lebih berperan tidak dapat dipastikan karena kompleksitas hubungan kedua
faktor tersebut. Asma terjadi karena inflamasi kronik, hiperresponsif dan
perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus (remodeling) saluran
respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala
awal asma. Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat
penebalan dinding bronkus, kontraksi otot polos, edema mukosa, hipersekresi
mukus.5
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis
medis yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada
anak sebagian besar ditegakkan secara kinis.5
Tujuan utama dari tata laksana penyakit asma adalah tercapainya kondisi
asma terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma
dibagi menjadi 2, yaitu penatalaksanaan asma jangka panjang dan
penatalaksanaan asma akut/ pada saat serangan. Tujuan dari tatalaksana serangan
asma akut adalah: Mengatasi gejala serangan asma, mengembalikan fungsi paru
ke keadaan sebelum serangan, mencegah terjadinya kekambuhan, dan mencegah
kematian karena serangan asma. Prinsip utama dari penatalaksanaan jangka
panjang adalah edukasi, obat Asma (terdiri dari pengontrol dan pelega), dan
menjaga kebugaran (senam asma).6
BAB II
ISI

2.1 Definisi
Asma adalah penyakit saluran napas dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran napas dengan derajat yang
bervariasi. Gejala klinis asma dapat berupa batuk, terdengar suara napas
wheezing, sesak napas, dada terasa seperti tertekan yang timbul secara kronik dan
atau berulang, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya
timbul jika ada pencetus.5 Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat
tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan
gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.5
Menurut (GINA) Global Initiative for Asthma (2018) asma merupakan
penyakit heterogen yang ditandai dengan adanya peradangan saluran napas kronis
diikuti dengan gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu dengan intensitas yang berbeda dan bersamaan
dengan keterbatasan aliran udara saat ekspirasi.7

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian asma di berbagai negara bervariasi jumlahnya, akan tetapi
dari data yang ada menunjukkan bahwa penderita penyakit Asma cenderung
mengalami peningkatan, meskipun akhir-akhir ini obat-obatan asma sudah banyak
dikembangkan. Pada survey di Amerika Serikat oleh National Health Interview
Survey memperkirakan sekitar 7,5 juta orang penduduk di AS mengidap
bronkhitis kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema, dan sekitar 6,5 juta
orang mengidap salah satu dari bentuk asma. Menurut laporan dari World Health
Organization (WHO) dalam World Health Report pada tahun 2000 menyebutkan,
5 penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing
masing terdiri dari infeksi paru sekitar 7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, Kanker paru/bronkus/trakea 2,1%, dan Asma
0,3%.8
Saat ini penyakit Asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Menurut data GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan sekitar 300 juta orang
mengidap penyakit Asma dan pada tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma
meningkat hingga 400 juta. Jumlah ini bahkan masih dapat meningkat mengingat
Asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan
perubahan pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya
penderita Asma. Menurut data dari berbagai negara menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit Asma berkisar antara 1-18%.8
Perkiraan jumlah penderita asma di seluruh dunia pada tahun 2019 adalah
262 juta orang, dengan jumlah kematian 461.000 orang. Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2018, penyakit asma ditemukan
sebesar 2.4% dari 267.700.000 total populasi nasional atau sekitar 6.400.000
kasus. Prevalensi penderita asma anak di Indonesia usia 1-4 tahun sebesar 1,6%
dan usia 5-14 tahun sebesar 1,9%. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat
asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Hampir separuh dari seluruh
pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian
gawat darurat setiap tahunnya akibat serangan asma.3

2.3 Etiologi
Secara umum, penderita asma mengalami penyempitan bronkus yang
disebabkan oleh hiperaktivitas bronkus. Oleh karena itu, serangan asma mudah
terjadi akibat berbagai rangsangan baik alergen, infeksi saluran pernapasan dan
psikologis. Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan:5,9
1. Faktor genetik
a. Atopi/ alergi, hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penanggulangannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika terpajan dengan
faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus, saluran napas sensitif terhadap berbagai
rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis kelamin, pria merupakan risiko untuk asma pada anak.
d. Usia, sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah
1,5 – 2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan
tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari dan spora jamur).
c. Alergen makanan (susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan).
d. Alergen obat-obatan tertentu (penisilin, sefalosporin, golongan beta
lactam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesic, antipiretik dan lainlain).
e. Bahan yang mengiritasi (parfum, household spray dan lain-lain).
f. Ekspresi emosi berlebih atau stres seperti kecemasan dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita
asma yang mengalami kecemasan perlu diberikan konseling untuk mengatasinya.
Karena jika belum diatasi, maka gejala asmanya akan sulit diobati.
g. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif, berhubungan dengan
penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran
berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan
risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
h. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan.
i. Exercise-induced asthma, pada penderita yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas/ olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan
mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
j. Perubahan cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari
beterbangan)
DAFTAR PUSTAKA

1. Global initiative for asthma - global initiative for asthma - gina [Internet].
2014 [cited 2023 Apr 2]. Available from: https://ginasthma.org/wp-
content/uploads/2019/01/2014-GINA.pdf
2. 2022 Gina Main Report - Global Initiative for Asthma [Internet]. GINA.
2023 [cited 2023 Apr 2]. Available from: https://ginasthma.org/gina-
reports/
3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
4. Lai CK, Beasley R, Crane J, Foliaki S, Shah J, Weiland S. Global variation
in the prevalence and severity of asthma symptoms: phase three of the
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC).
Thorax. 2009;64:476-83.
5. Rahajoe, N. Et al. (2015). Pedoman Nasional Asma Anak Edisi ke-2.
Jakarta: PP Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. Depkes, RI. (2015). You Can Control Your Asma. InfoDATIN
7. GINA. 2018. Global Strategy for Asthma Management and Prevention
(2018update). http://ginasthma.org –
8. GINA (Global Initiative for Astma)., 2011, At A Glance Asthma
Management Reference, Global Initiative For Asthma.
9. Priyatna, Andri. 2012. Asthma in Motion. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai