ASMA
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan
dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta
menurunkan kualiti hidup.
Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan
kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara yang menunjukkan
peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian karena
asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti perbaikan kolektif data, perbaikan
diagnosis dan deteksi perburukan dan sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak
permasalahan akibat keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter
(medis).
Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National
Institute of Heallth National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan
World Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan
tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga
menurunkan angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat
dianjurkan dipakai di seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan negara
masing-masing (PDPI, 2003).
Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit asma dalam
hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi terutama kepada pasien
dan keluarganya dalam pencegahan terjadinya kekambuhan penyakit dan menurunnya
kualitas hidup pasien asma. Pengetahuan tentang patologi, patofisiologi, dan imunologi asma
telah berkembang sangat pesat, khususnya untuk asma pada orang dewasa dan anak besar.
Pada anak kecil dan bayi, mekanisme dasar perkembangan penyakit ini masih belum
diketahui dengan pasti. Bayi dan balita yang mengalami mengi saat terkena infeksi saluran
napas akut, banyak yang tidak berkembang menjadi asma saat dewasanya (Setiawan L,
2010).
Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan
sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat
bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
serius (Rengganis, 2008).
World Health Report di tahun 2000 menunjukkan asma menduduki peringkat ke-5
sebagai penyakit paru utama yang menyebabkan kematian di dunia. Saat itu penderita asma
di dunia mencapai 100-150 juta orang, dan terus bertambah sekitar 180 ribu orang pertahun
(WHO, 2000). Jumlah terkini di tahun 2008 mencapai 300 juta orang (GINA, 2008). Asma
mencapai perkembangan hingga dua kali lipat dari jumlah awal dalam 8 tahun terakhir.
Prevalensi asma di Indonesia sendiri berkisar antara 5-7% (Suyono, 2001). Asma juga
terbukti menurunkan kualitas hidup penderita. Riset terhadap 3207 kasus asma menunjukkan
44-51% penderita mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir, bahkan 28,3% penderita
mengaku mengalami gangguan tidur paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang
mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau berolahraga sebanyak 52,7%,
aktivitas sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan
pekerjaan rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam setahun terakhir
dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa (Arief, 2009).
BAB II
ASMA
2.1 Defenisi
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “ sulit bernafas”. Asma adalah
gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
(PDPI, 2018).
2.2 Epidemiologi
Asma menjadi salah satu masalah kesehatan utamabaikdi negara maju maupun di
negara berkembang. Menurut data dari laporan Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun
2017 dinyatakan bahwa angka kejadian asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan
diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di dunia menderita asma.1Prevalensi asma
menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan 235 juta penduduk
dunia saat ini menderita penyakit asma dan kurang terdiagnosis denganangka kematian
lebih dari 80% di negara berkembang.2Di Amerika Serikat menurut National Center
Health Statistic(NCHS) tahun 2016 prevalensi asma berdasarkan umur, jenis kelamin,
dan ras berturut-turut adalah 7,4% pada dewasa,8,6% pada anak-anak, 6,3% laki-laki,
9,0% perempuan, 7,6% ras kulit putih,dan 9,9% ras kulit hitam.
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Prevalensi asma menurun sebanding dengan bertambahnya usia terutama
setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa
lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi asma pada anak. Sebagian besar anak yang
terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah
ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak
yang terus menerus daripada yang musiman sehingga menjadikan anak tidak mampu dan
mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, serta fungsi dari hari ke hari
(Sundaru, 2006).
2.3 Etiologi
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam reaksi
alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat yang tidak
berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang
yang peka. Alergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir
menjadi menebal. Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi
membengkak. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang
diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila
penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik,
sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang
menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat
kambuh.
e. Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang
normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam
prosesinflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran
tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast,
sitokin, PDGF dan TGF-β.
AIRWAY REMODELING
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair)dan pergantian selsel mati/rusak dengan sel-sel yang
baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan
yangrusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang
rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan jaringan skar.
Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan
inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai
mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway
remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat
dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel sebagaimana
deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau
perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos
dan kelenjar mukus.Pada asma terdapat saling ketergantungan antara prosesinflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen
lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial,
fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos,
kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi :
1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
3. Penebalan membran reticular basal
4. Pembuluh darah meningkat
5. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
6. Perubahan struktur parenkim
7. Peningkatan fibrogenic growth factormenjadikan fibrosis
2.6 Patofisiologi dan Mekanisme terjadinya Asma
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya aktivitas bronkus ini
dapat diukursecara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hiperaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban
kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun zat nonspesifik.
Pencetusan serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah factor antara lain allergen,
virus dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma
dini dan reaksi asma lambat. Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan
suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast. Inhalasi
allergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel jalan nafas (KEMENKES RI, 2008).
2.7 Manifestasi Klinis
1. Batuk berulang
2. Mengi
3. Sesak napas
4. Dada terasa berat
5. Gejala biasanya akan memburuk pada malam hari yang dipicu dengan infeksi pernapasan
dan inhalasi alergen.
6. Nafsu makan berkurang
2.8 Diagnosis
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
a. Keluhan batuk kering berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan
b. Gejala timbul secara episodik atau berulang
c. Timbul bila ada faktor pencetus (Iritan,Alergen,Infeksi saluran nafas,aktivitas)
d. Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya
e. Variabilitas
f. Reversibilitas
2. Pemeriksaan Fisik
a. Ekspirasi memanjang
b. Mengi (wheezing)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
b. Rontgen toraks
c. Arus Puncak Ekspirasi (APE)
d. Uji reversibilitas (bronkodilator)
e. Skin prick test
f. Uji Provokasi Bronkus